Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

DEMOKRASI PARLEMENTER

DISUSUN OLEH : • AAM SYAMSIAH


• NUR AZIZAH
• IRJIANSYAH
• ARYAN

KELOMPOK 2 IX A
SMPN 1 LEMBO 2022 / 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Demokrasi Parlementer ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah IPS yang berjudul Makalah Demokrasi Parlementer ini dan
kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang
telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan
makalah. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah
Demokrasi Parlementer ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah
Demokrasi Parlementer ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
DAFTAR ISI
 KATA PENGANTAR
 DAFTAR ISI
 BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang
 B. Rumusan Masalah
 BAB II PEMBAHASAN
 A. Definisi Demokrasi Parlementer
 B. Sistem Pemerintahan Demokrasi Parlementer
 C. Pelaksanaan Demokrasi Parlementer di Indonesia
 D. Pelaksanaan Demokrasi Parlementer Dalam Bidang Ekonomi
 E. Akhir Masa Demokrasi Parlementer di Indonesia
 F. Kelebihan dan Kelemahan Demokrasi Parlementer
 1. Kelebihan Demokrasi Parlementer
 2. Kekurangan Demokrasi Parlementer
 BAB III PENUTUP
 A. Kesimpulan
 B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara)
atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Istilah
“demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad
ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah
sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari
istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah
berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem
“demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi
saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Berbicara mengenai demokrasi, Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki banyak pengalaman tentang demokrasi. Sudah ada tiga jenis demokrasi
yang pernah diterapkan di Indonesia, yaitu presidensial, terpimpin, dan
parlementer. Dari ketiga jenis demokrasi itu, yang menjadi pembuka lembaran
sejarah Indonesia adalah demokrasi parlementer yang dimulai sejak tanggal 14
November 1945 sampai dengan 5 Juli 1959. Melihat demokrasi parlementer yang
menjadi tonggak awal pelaksanaan demokrasi di Indonesia, maka sudah
selayaknya kita sebagai generasi penerus Indonesia mengenal bagaimana proses
permulaan dan lika-liku yang mewarnai perjalanan demokrasi Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa definisi demokrasi parlementer?


2. Bagaimana sistem pemerintahan demokrasi parlementer?
3. Bagaimana pelaksanaan demokrasi parlementer di Indonesia?
4. Bagaimana pelaksanaan demokrasi parlementer dalam bidang ekonomi?
5. Kapan akhir masa demokrasi parlementer di Indonesia?
6. Apa kelebihan dan kelemahan demokrasi parlementer?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Demokrasi Parlementer
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan yang parlemennya
memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki
wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat
menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi
tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensial dimana presiden berwenang
terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden
hanya menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung
dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau
parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu,
tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang
legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan
keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.
Sistem parlemen dipuji karena kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada
publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke pemerintahan yang
kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan Republik Keempat
Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala
pemerintahan dan kepala negara. Negara yang menganut sistem pemerintahan
parlementer adalah Inggris, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura dan
sebagainya.
Pemimpin dari parlemen dalam sistem pemerintahan demokrasi parlementer
adalah perdana menteri ataupun kanselir. Partai yang minor berlaku sebagai
oposisi terhadap mayoritas dan memiliki tugas untuk menantang. Perdana
menteri dapat diturunkan apabila kehilangan kepercayaan dari partai yang
berkuasa ataupun dari dewan-dewan yang berada dalam parlemen. Demokrasi
parlementer menurut sejarah lahir di Britain (Inggris Raya) dan diadopsi dalam
bentuk-bentuk yang beragam pada beberapa negara lainnya dan bekas koloni
Inggris.
B. Sistem Pemerintahan Demokrasi Parlementer
Terlihat jelas bahwa rakyat, para pemilih hanya memilih legislatif saja,
selanjutnya para dewan di parlemen atau anggota legislatif akan memilih
perdana menteri dan kemudian, perdana menteri menentukan anggota-anggota
kabinet dan selanjutnya dipertanggungjawabkan kepada parlemen dan
selanjutnya bertindak sebagai eksekutif. Akan tetapi, di beberapa negara yang
menganut demokrasi parlementer tetap memiliki presiden, perdana menteri dan
sistem kekuasaan yang bukan lagi demokrasi parlementer. Dalam demokrasi
parlementer yang memiliki negara bagian, umumnya terjadi pada sistem
pemerintahan monarki ataupun tidak memiliki senat atau perwakilan tiap-tiap
negara bagian yang telah ditentukan jumlahnya oleh konstitusi yang dibangun
oleh parlemen.
Dulunya, parlemen yang ada memilih perwakilan tiap negara bagian lalu
kemudian, diganti dengan pemilihan langsung bagi tiap negara bagian untuk
menentukan senat mereka yang akan duduk di negara pusat untuk mengatur
jalannya kekuasaan dengan aturan-aturan yang ada. Dalam segi kekuasaan, bila
terbentuk senat, maka kekuasaan terbesar terletak pada senat atau senator,
bukan lagi house of representative atau dewan perwakilan yang umumnya ada.
Akan tetapi, mereka diharuskan untuk tetap bekerja sama untuk menjadi
legislator dalam pemerintahan.

C. Pelaksanaan Demokrasi Parlementer di Indonesia


Setelah bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945 dan dengan disahkannya UUD 1945 sebagai konstitusi
negara, Pancasila sebagai dasar negara, perjuangan pada masa pasca proklamasi
adalah mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa. Salah satu cara
untuk mengisi kemerdekaan adalah dengan mempertahankan kemerdekaan
bangsa yang telah lama diraih oleh pejuang-pejuang bangsa. Cara
mempertahankannya sendiri adalah di antaranya dengan mempelajari sejarah
pelaksanaan demokrasi di Indonesia sehingga dapat dijadikan tolak ukur dalam
penentuan sistem pemerintahan yang baik, yang sesuai dengan jiwa dan
kepribadian bangsa.
Dengan belajar dari sejarah, kita dapat memetik ilmu serta dapat
menganalisis baik buruknya dampak yang ditimbulkan dari berbagai pelaksanaan
demokrasi yang berbeda-beda di Indonesia. Menurut sejarahnya, bangsa
Indonesia pernah menerapkan tiga model demokrasi, yaitu demokrasi
parlementer, demokrasi terpimpin, dan demokrasi Pancasila. Setiap fase tentunya
memiliki karakteristik yang merupakan ciri khas dari pelaksanaan tiap-tiap tiap
fase demokrasi.
Namun, untuk pembahasan kali ini penulis akan mengkhususkan
pembahasan mengenai pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa
Demokrasi Parlementer 1945–1959. Sebelum menginjak ke pembahasan
selanjutnya, terlebih dulu penulis akan memaparkan mengenai pengertian dan
ciri-ciri dari demokrasi parlementer itu sendiri. Demokrasi liberal dikenal pula
sebagai demokrasi parlementer karena pada saat itu berlangsung sistem
pemerintahan parlementer dan berlaku UUD 1945 periode pertama, konstitusi
RIS, dan UUDS 1950.

D. Pelaksanaan Demokrasi Parlementer Dalam Bidang Ekonomi


Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem
ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan
pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez
passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing
dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem
ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain:
1. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret
1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga
turun.
2. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15
Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank
sentral dan bank sirkulasi.
3. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk
pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha
pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai
Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerja sama antara
pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi
diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan
pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta
nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha
pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
5. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan
wiraswastakan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa
bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor
barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir
pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi
agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi
nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang
cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-
pribumi

E. Akhir Masa Demokrasi Parlementer di Indonesia


Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan
darurat. Hal ini diperparah dengan kegagalan konstituante yang disebabkan
karena masing-masing partai hanya mengejar kepentingan partainya saja tanpa
mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Masalah utama yang dihadapi konstituante adalah tentang penetapan dasar
negara. Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan dalam konstituante.
Sekelompok partai menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara, namun
sekelompok partai lainnya menghendaki agama Islam sebagai dasar negara.
Pemungutan suara dilakukan 3 kali dan hasilnya yaitu suara yang setuju
selalu lebih banyak dari suara yang menolak kembali ke UUD 1945, tetapi
anggota yang hadir selalu kurang dari dua pertiga. Hal ini menjadi masalah
karena masih belum memenuhi syarat. Dengan kegagalan konstituante
mengambil suatu keputusan, maka sebagian anggotanya menyatakan tidak akan
menghadiri siding konstituante lagi. Sampai tahun 1959 Konstituante tidak
pernah berhasil merumuskan UUD baru. Keadaan itu semakin mengguncang
situasi politik Indonesia saat itu.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul
kepada Presiden Soekarno agar mendekretkan berlakunya kembali UUD 1945
dan pembubaran konstituante. Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden
Soekarno mengeluarkan dekret yang berisi sebagai berikut:
1. Pembubaran konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD 1945.
3. Tidak berlakunya UUDS 1950.
4. Pembentukan MPRS dan DPAS.

Setelah keluarnya dekret Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi
UUDS 1950, maka secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Parlementer
tidak berlaku lagi di Indonesia.

F. Kelebihan dan Kelemahan Demokrasi Parlementer


1. Kelebihan Demokrasi Parlementer
 Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi
penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena
kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai.
 Jelasnya garis tanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan publik.
 Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga
kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
 Pembuatan keputusan memakan waktu yang cepat.

2. Kekurangan Demokrasi Parlementer


 Kedudukan badan eksekutif atau kabinet sangat tergantung pada
mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat
dijatuhkan oleh parlemen.
 Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa
ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu
kabinet dapat bubar.
 Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para
anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai
mayoritas.
 Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.
Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan
 menjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lain.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak pengalaman
tentang demokrasi. Sudah ada tiga jenis demokrasi yang pernah diterapkan di
Indonesia, yaitu presidensial, terpimpin, dan parlementer. Dari ketiga jenis
demokrasi itu, yang menjadi pembuka lembaran sejarah Indonesia adalah
demokrasi parlementer yang dimulai sejak tanggal 14 November 1945 sampai
dengan 5 Juli 1959.
Dalam demokrasi parlementer yang memiliki negara bagian, umumnya
terjadi pada sistem pemerintahan monarki ataupun tidak memiliki senat atau
perwakilan tiap-tiap negara bagian yang telah ditentukan jumlahnya oleh
konstitusi yang dibangun oleh parlemen. Dulunya, parlemen yang ada memilih
perwakilan tiap negara bagian lalu kemudian, diganti dengan pemilihan langsung
bagi tiap negara bagian untuk menentukan senat mereka yang akan duduk di
negara pusat untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan aturan-aturan yang
ada.
Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan
darurat. Hal ini diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami
kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga Negara Indonesia tidak
memiliki pijakan hukum yang mantap Setelah keluarnya dekret Presiden 5 Juli
1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS 1950, maka secara otomatis sistem
pemerintahan Demokrasi Parlementer tidak berlaku lagi di Indonesia.

B. Saran
Agar demokrasi berjalan dengan optimal, kita harus mampu mengerti apa
yang harus kita lakukan sebagai warga negara yang baik dengan sadar akan hak
dan kewajiban terhadap negara.

Anda mungkin juga menyukai