Anda di halaman 1dari 16

MATERI

MENGEMBANGKAN INSTRUMEN TES DAN NON TES

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah assesmen pembelajaran

Dosen Pengampu: Vicka Muniati Arifin, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelas 4B PGSD

Kelompok 4

1. Dandriyanto Dalila (151421032)


2. Miya Aryani (151421038)
3. Tiyas Ayu Framesti (151421043)
4. Rizka Rafiastika S. Nur (151421048)
5. Sri Wulandari Ningsih (151421054)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

TAHUN 2023
Instrumen berfungsi untuk memperoleh data yang diperlukan ketika siswa
telah melewati proses pembelajaran sampai akhir. Terdapat dua jenis instrumen, yaitu
tes dan non tes. Instrumen tes dapat menilai kemampuan kognitif siswa seperti hasil
belajar. Instrumen non tes dapat menilai kemampuan non kognitif siswa seperti sikap
sosial.
Sesuai dengan amanat dalam Kurikulum 2013, penilaian yang digunakan
adalah penilaian autentik. Secara konseptual penilaian autentik lebih bermakna secara
signifikan dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun
(Kemendikbud, 2013). Penilaian autentik mengandung pengertian bahwa dimana
seluruh proses dan hasil belajar harus mampu dinilai secara menyeluruh dan tidak
hanya dari segi kognitif saja, tetapi mencangkup aspek afektif dan psikomotorik juga.
Penilaian otentik berarti di mana semua metode dan hasil pembelajaran berada wajib
mampu menguji secara utuh dan tak hanya melalui sudut pandang kognitif, namun
juga mencakup aspek afektif dan psikomotorik. Teknik tes dan non-tes adalah unsur
yang tidak terpisahkan dalam menilai hasil belajar(Madralis 1999). Fungsi tes dan
non-tes ini menyampaikan materi keterangan, nilai output siswa yang didapat dari
hasil kegiatan penilaian pembelajaran(Kusumawati 2010).
Sebagaimana jenis instrumen yang telah banyak digunakan selama ini,
instrumen berbentuk tes digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi kognitis
peserta didik. Selain instrumen yang dapat untuk mengukur kognitif, terdapat pula
instrumen untuk mengukur afektif dan psikomotorik yang dapat disebut sebagai
instrumen nontes. Instrumen non tes ini yang masih jarang digunakan oleh guru-guru
di sekolah. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilaksanakan dengan menggunakan
instrumen penilaian (Permendikbud, 2014).
Selama ini instrumen yang banyak dikembangkan oleh guru adalah instrumen
berbentuk tes seperti soal pilihan ganda maupun uraian, tetapi instrumen berbentuk
non tes untuk mengukur afektif dan psikomotorik masih sangat jarang dikembangkan.
Penilaian yang diharapkan pada kurikulum 2013 merupakan penilaian secara
menyeuruh baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik, sehingga guru harus mampu
mengembangkan instrumen penilaian baik tes maupun non tes.
A. Instrumen tes
Penilaian ( assessment) dibedakan dengan pengukuran, tes, dan evaluasi. Penilaian
merupakan serangkaian kegiatan untuk memeroleh, menganalisis, dan menafsirkan
data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis
dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan (Kemdikbud 2014). Penilaian pada akhir proses pembelajaran
dikenal dengan tes formatif, sedangkan jika dilakukan pada akhir semester dikenal
dengan tes sumatif. Penilaian pendidikan berdasarkan K-13 yaitu penilaian unjuk
kerja, penilaian kinerja melakukan praktikum, penilaian sikap, tes tertulis, penilaian
proyek, penilaian produk, dan penilaian portofolio. Instrumen tes merupakan suatu
alat penilaian yang komprehensif untuk memperoleh data atau informasi melalui
pertanyaan atau latihan.
a. Tes Subjektif
Tes subjektif, disebut sebagai tes dengan menggunakan pertanyaan terbuka, karena
dalam tes tersebut siswa diharuskan menjawab sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya. Tes subjektif umumnya berbentuk esai (uraian). Siswa akan mengingat
pelajaran kembali dan menjawabnya melalui pembahasan atau uraian kata. Tes esai
meminta siswa untuk menjelaskan, menginterpretasikan dan membedakan dalam
bentuk pertanyaan yang dapat menunjukkan siswa mengerti terhadap materi yang
dipelajari.
b. Tes Objektif
Tes objektif, dilakukan secara objektif dalam pemeriksaannya untuk mengatasi
kelemahan dari tes esai. Macam-macam tes objektif meliputi: a) Tes benar-salah
(true-false) mencakup pernyataan-pernyataan ada yang benar dan ada yang salah, b)
Tes pilihan ganda (multiple choice test) yaitu setiap pertanyaan atau pernyataan
mempunyai beberapa pilihan jawaban yang salah, tetapi disediakan satu pilihan
jawaban yang benar (Arifin, 2014:139), c) Tes isian (completion test) yaitu tes untuk
melengkapi kalimat yang dihilangkan dan d) Tes menjodohkan (matching) yaitu
memasangkan atau mencocokan pertanyaan dengan jawaban yang disediakan.
1. Pengertian tes
Dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara atau
prosedur dalam pengukuran dan penilaian dalam bidang pendidika, yang
berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-
pertanyaan yang harus dijawab, atau perintah-perintah oleh testee, sehingga
dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi, nilai mana
dapat dibandingkan dengan nilai nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau
dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
Tes (test) merupakan suatu alat penilaian dalam bentuk tulisan untuk mencatat
atau mengamati prestasi siswa yang sejalan dengan target penilaian. Tes merupakan
salah satu upaya pengukuran terencana yang digunakan oleh guru untuk mencoba
menciptakan kesempatan bagi siswa dalam memperlihatkan prestasi mereka yang
berkaitan dengan tujuan yang telah ditentukan. Tes terdiri atas sejumlah soal yang
harus dikerjakan siswa. Setiap soal dalam tes menghadapkan siswa pada suatu tugas
dan menyediakan kondisi bagi siswa untuk menanggapi tugas atau soal tersebut.
Dalam membuat tes, harus dibuat secara logis dan rasional mengenai pokok-
pokok materi apa saja yang patut ditanyakan sebagai bahan pengetahuan
penting untuk diketahui dan dipahami oleh peserta didik. Bukan hanya itu, tes
yang dibuat oleh guru perlu memperhatikan tingkat kesukaran itemnya yang
didasarkan sifat atau karakteristik siswa. tes yang dibuat juga perlu diuji cobakan pada
kelompok besar. Sebagaimana jenis instrumen yang telah banyak digunakan
selama ini, instrumen berbentuk tes digunakan untuk mengukur pencapaian
kompetensi kognitis peserta didik. Selain instrumen yang dapat untuk mengukur
kognitif, terdapat pula instrumen untuk mengukur afektif dan psikomotorik yang
dapat disebut sebagai instrumen nontes. Instrumen non tes ini yang masih jarang
digunakan oleh guru-guru di sekolah. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
dilaksanakan dengan menggunakan instrumen penilaian (Permendikbud, 2014).
2. Perbedaan tes, pengukuran dan evaluasi
Pengukuran, Tes, dan evaluasi dalam pendidikan berperan dalam seleksi,
penempatan, diagnosa, remedial, umpan balik, memotivasi dan membimbing. Baik tes
maupun pengukuran keduanya terkait dan menjadi bagian istilah evaluasi. Meski
begitu, terdapat perbedaan makna antara mengukur dan mengevaluasi. Mengukur
adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran tertentu. Dengan demikian
pengukuran bersifat kuantitatif. Sementara itu evaluasi adalah pengambilan suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk Dengan demikian pengambilan
keputusan tersebut lebih bersifat kualitatif (Arikunto, 2003; Zainul & Nasution, 2001).
Setiap butir pertanyaan atau tugas dalam tes harus selalu direncanakan dan
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Sementara itu tugas
ataupun pertanyaan dalam kegiatan pengukuran (measurement) tidak selalu memiliki
jawaban atau cara pengerjaan yang benar atau salah karena measurement dapat
dilakukan melalui alat ukur non-tes. Maka tugas atau pertanyaan tersebut bukanlah
tes. Selain dari itu, tes mengharuskan subyek untuk menjawab atau mengerjakan
tugas, sementara itu pengukuran (measurement) tidak selalumenuntut jawaban atau
pengerjaan tugas.
3. Hubungan antara assesmen, evaluasi, pengukuran dan tes.
Menurut Zainul & Nasution (2001) Hubungan antara tes, pengukuran, dan
evaluasi adalah sebagai berikut. Evaluasi belajar baru dapat dilakukan dengan baik
dan benar apabila menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran yang
menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Akan tetapi tentu saja tes hanya merupakan
salah satu alat ukur yang dapat digunakan karena informasi tentang hasil belajar
tersebut dapat pula diperoleh tidak melalui tes, misalnya menggunakan alat ukur non
tes seperti observasi, skala rating, dan lain-lain.
B. Instrumen non tes
Kurikulum 2013 menuntut penilaian berbasis kompetensi, dan bergeser dari
penilaian tes menjadi penilaian otentik, yang meliputi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.Penilaian tes tertulis/lisan menggunakan tes, sedangkan teknik penilaian
lain (nontes) menggunakan lembar observasi, kuesioner. Bentuk instrumen nontes
dapat berupa checklist, skala, atau catatan pengamatan. Pada kesempatan ini akan
dibahas tentang penilaian nontes meliputi: (1) langkah pengembangan instrumen
nontes, (2) bentuk instrumen nontes, dan (3) penentuan kualitas instrumen nontes
yang dikembangkan.
Teknik nontes adalah cara mengumpulkan kemajuan pembelajaran dengan
cara selain tes. Bentuk-bentuk teknik nontes ialah observasi, penilaian diri, penilaian
antarteman, jurnal, angket. dan skala. Dalam kegiatan menilai, digunakan sejumlah
instrumen/alat penilaian yang disesuaikan dengan teknik yang dipakai dalam menilai.
Instrumen penilaian nontes yakni berbagai alat yang digunakan dalam
pengukuran dengan cara nontes. Instrumen nontes digunakan untuk mengevaluasi
hasil belajar aspek psikomotorik, sikap, atau nilai. Instrumen yang digunakan dengan
teknik nontes yakni lembar pengamatan, checklist observasi, skala sikap, lembar
penilaian diri/teman, dan anekdot. Penilaian terhadap hasil belajar pada aspek afektif
yang mencakup sikap/karakter dilakukan dengan cara nontes. Untuk menilai
karakter/sikap pada tema diri sendiri dapat menggunakan instrumen skala (rating
scale). Skala dikenal dengan alat ukur atribut non- kognitif (Azwar 2012). Ada tiga
karakter/sikap yang dikembangkan pada tema diri sendiri pada satu bulan pertama
kegiatan pendidikan, yaitu sikap kejujuran, kedisiplinan. dan tanggung jawab.
1. Langkah Pengembangan instrumen nontes
a. Spesifikasi instrumen
Spesifikasi intrumen terdiri atas tujuan, dan kisi-kisi instrumen. Tujuan
pengembangan instrumen nontes sangat tergantung pada data yang akan
dihimpun. Instrumen nontes mencakup afektif dan psikomotorik. Ditinjau dari
tujuannya, instrumen ranah afektif dibedakan menjadi lima, yaitu instrumen sikap,
minat, konsep diri, nilai, dan moral. Ada empat hal yang perlu diperhatikan ketika
menyusun spesifikasi instrumen, yaitu: tujuan pengukuran, kisi-kisi instrumen,
bentuk dan format instrumen, dan panjang instrumen.Setelah tujuan pengukuran
afektif ditetapkan, kegiatan berikutnya adalah menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-
kisi juga disebut blueprint. Kisi-kisi berupa tabel matriks yang berisi spesifikasi
instrumen yang akan ditulis.Langkah pertama menentukan kisi-kisi adalah
menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang diambil dari
referensi. Selanjutnya, mengembangkan definisi operasional berdasarkan definisi
konseptual. Kemudian tentukan aspek/dimensi yang mengkonstruk instrumen
yang dikembangkan. Aspek atau dimensi ini kemudian dijabarkan menjadi
sejumlah indikator, yang digunakan sebagai pedoman dalam menulis instrumen.
Tiap indikator dapat terdiri atas dua atau lebih butir instrumen.
b. Menulis instrumen
Instrumen disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Instrumen dapat
berbentuk pernyataan atau pertanyaan. Kaidah yang perlu diperhatikan ketika
menulis butir instrumen adalah:
- Hindari kalimat yang mengandung banyak interpretasi
- Rumusan pernyataan/pertanyaan singkat
- Satu pernyataan hanya mengandung satu pikiran yang lengkap
- Pernyataan dirumuskan dengan kalimat sederhana
- Hindari penggunaan kata-kata selalu, semua, tidak pernah, dan sejenisnya
- Hindari pernyataan tentang fakta, atau yang dapat diinterpretasikan sebagai fakta.
Hal yang perlu diingat ketika menyusun instrumen afektif adalah penentuan
kalimat pernyataan. Ada dua macam pernyataan, favorable dan unfavorable.
Kedua pernyataan ini berhubungan dengan penetapan skala. Skala untuk
pernyataan favorable berlawanandengan unfavorable. Jika salah dalam
menentukan skala, maka kesimpulan yang dihasilkan juga akan salah.
c. Menentukan skala instrumen
Ada beberapa skala yang biasa digunakan dalam mengukur ranah afektif, di
antaranya adalah skala Likert, Thrustone, dan Beda Semantik. Langkah-langkah
pengembangan skala:
- Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya
- Menyusun kisi-kisi instrumen (skala sikap)
- Menulis butir pernyataan
- Melengkapi butir pernyataan dengan skala sikap (bisa genap, 4 atau 6, dan bisa
ganjil 5 atau 7)
d. Sistem penskoran
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala yang digunakan.
Misalnya, apabila digunakan skala Thrustone, maka skor tertinggi tiap butir
adalah 7 dan terendah 1.
e. Telaah instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah meneliti tentang: (a) kesesuaian antara
butir pertanyaan/pernyataan dengan indikator, (b) kekomunikatifan bahasa yang
digunakan, (c) kebenaran dari tata bahasa yang digunakan, (d) ada tidaknya bias
pada pertanyaan/pernyataan, (e) kemenarikan format instrumen, (f) kecukupan
butir instrumen, sehingga tidak membosankan.
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik
bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat. Panjang
instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan. Lama pengisian instrumen
sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Pertanyaan/pernyataan yang diajukan jangan
sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban responsen pada arah tertentu, positif atau
negatif. Contoh pernyataan bias: Sebagian besar responden setuju bahwa
masyarakat berhak menerima layanan kesehatan Apakah Anda setuju bila semua
masyarakat menerima layanan kesehatan?
Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan
dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu
yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisisan, dll.
f. Merakit instrumen
Setelah instrumen diperbaiki, selanjutnya dirakit dengan memperhatikan
format, tata letak, urutan pernyataan dan pertanyaan. Format harus menarik.
Urutan pernyataan sesuai dengan aspek yang akan diukur.
g. Ujicoba instrumen
Setelah dirakit, instrumen diujicobakan. Sampel ujicoba dipilih yang
karakteristiknya mewakili popoulasi yang ingin dinilai. Ukuran sampel minimal
30 orang, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih. Pada saat ujicoba, yang perlu
dicatat adalah saransaran dari responden atas kejelasan pedoman pengisisan
instrumen, kejelasan kalimat, waktu yang digunakan, dll.
h. Analisis hasil ujicoba
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir
pertanyaan/pernyataan. Apabila skala instrumen 1 sampai 5, maka bila jawaban
bervariasi dari 1 sampai 5 berarti instrumen tersebut baik. Namun apabila jawaban
semua responden sama, misalnya 3 semua, maka instrumen tergolong tidak
baik.Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda atau korelasi antara
skor butir dengan skor total. Bila daya beda butir lebih dari 0,3 maka instrumen
tegolong baik. Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks kehandalan atau
reliabilitas. Besarnya indeks reliabilitas sebaiknya minimal 0,7.
i. Perbaikan instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak
baik. Perbaikan berdasarkan hasil ujicoba dan saran masukan dari responden.
j. Pelaksanaan pengukuran
Pelaksanaan pengukuran sebaiknya dilakukan pada saat responden tidak lelah.
Ruang untuk pelaksanaan pengukuran harus representatif, baik kondisi ruang,
tempat duduk, ataupun yang lain. Diusahakan responden tidak saling bertanya
ketika pengukuran dilaksanakan. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan
tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.
k. Penafsiran hasil pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Menafsirkan hasil pengukuran
disebut dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu
kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir yang
digunakan.
2. Bentuk Instrumen Non Tes
a. Penilaian Unjuk Kerja
Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati
kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan
untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan
tugas tertentu seperti: praktik di laboratorium, praktek 5sholat, praktek OR,
presentasi, diskusi, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca
puisi/deklamasi dll. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis
karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang
sebenarnya.
Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk
menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai kemampuan
melakukan kinerja ilmiah peserta didik, dilakukan pengamatan atau observasi
yang beragam, seperti: mempersiapkan alat, merangkai percobaan, dan
mengamati hasil percobaan. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat
menggunakan alat atau instrumen berupa daftar cek (check-list), skala bertingkat
(rating scale), catatan pengamatan.
- Daftar Cek (Check List)
Pengertian dari daftar cek ialah suatu daftar yang berisi subjek dan
aspek-aspek yang akan diamati oleh guru. Melalui daftar cek ini, dapat
memungkinkan guru sebagai penilai untuk mencatat tiap-tiap kejadian yang
penting dan yang menjadi fokus penilaian dari guru. Daftar cek mudah digunakan
untuk menilai tes psikomotorik dimana guru/pengamat tinggal memberi tanda cek
pada kompetensi yang muncul.
b. Penilaian Sikap
Penilaian sikap merupakan bagian dari pengukuran psikologi. Karena
menyangkut sikap manusia, maka hasil pengukuran tidak pernah mencapai hasil
yang sempurna. Pengukuran sikap sangat sukar bahkan mungkin tidak pernah
dapat dilakukan dengan validitas, reliabilitas, dan objektifitas yang tinggi. Hal ini,
antara lain dikarenakan: (1) atribut psikologi bersifat tidak tampak, (2) indikator-
indikator perilaku jumlahnya terbatas, (3) respons dipengaruhi oleh variabel-
variabel tidak relevan seperti: suasana hati, kondisi dan situasi sekitar, dan (4)
banyak sumber kesalahan, baik dari penilai, yang dinilai, alat yang digunakan,
cara analisis.
c. Penilaian proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang
harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu
investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk
mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan
penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata
pelajaran tertentu secara jelas. Dalam penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal
yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1) Kemampuan pengelolaan. Kemampuan peserta didik dalam memilih topik,
mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan
laporan.
2) Relevansi Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan
tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
3) Keaslian Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil
karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan
dukungan terhadap proyek peserta didik.
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan,
sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan
yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data,
dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat
disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan
alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian. Beberapa
contoh kegiatan peserta didik dalam penilaian proyek: (1) Penelitian sederhana
tentang penggunaan listrik di rumah; (2) penelitian sederhana tentang
perkembangan harga sembako, dll.
d. Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas
suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik
membuat produkproduk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil
karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik,
plastik, dan logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap
tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
1) Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan
merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain
produk.
2) Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta
didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
3) Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang
dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
- Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan
terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan
(tahap: persiapan, pembuatan produk, penilaian produk).
- Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya
dilakukan hanya pada tahap penilaian produk (appraisal).
e. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik
dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik
dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik, lembar
jawaban tes yang menunjukkan soal yang mampu dan tidak mampu dijawab
(bukan nilai) atau bentuk informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu
dalam satu mata pelajaran.
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya siswa secara individu
pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya
tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri. Berdasarkan
informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai
perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan
demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar
peserta didik melalui karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi
musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan penelitian, sinopsis,
dsb.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam penggunaan
penilaian portofolio di sekolah, antara lain:
1) Karya siswa adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri.
Guru melakukan penelitian atas hasil karya peserta didik yang dijadikan
bahan penilaian portofolio agar karya tersebut merupakan hasil karya yang
dibuat oleh peserta didik itu sendiri.
2) Saling percaya antara guru dan peserta didik.
Dalam proses penilaian guru dan peserta didik harus memiliki rasa saling
percaya, saling memerlukan dan saling membantu sehingga terjadi proses
pendidikan berlangsung dengan baik.
3) Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik.
Kerahasiaan hasil pengumpulan informasi perkembangan peserta didik perlu
dijaga dengan baik dan tidak disampaikan kepada pihak-pihak yang tidak
berkepentingan sehingga memberi dampak negatif proses pendidikan
4) Milik bersama (joint ownership) antara peserta didik dan guru. \
Guru dan peserta didik perlu mempunyai rasa memiliki berkas portofolio
sehingga peserta didik akan merasa memiliki karya yang dikumpulkan dan
akhirnya akan berupaya terus meningkatkan kemampuannya.
5) Kepuasan
Hasil kerja portofolio sebaiknya berisi keterangan dan atau bukti yang
memberikan dorongan peserta didik untuk lebih meningkatkan diri.
6) Kesesuaian
Hasil kerja yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang sesuai dengan
kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.
7) Penilaian proses dan hasil
Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang
dinilai misalnya diperoleh dari catatan guru tentang kinerja dan karya peserta
didik.
8) Penilaian dan pembelajaran
Penilaian portofolio merupakan hal yang tak terpisahkan dari proses
pembelajaran. Manfaat utama penilaian ini sebagai diagnostik yang sangat
berarti bagi guru untuk melihat kelebihan dan kekurangan peserta didik.
f. Penilaian Diri (self assesment)
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta
untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu
didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Tujuan utama dari
penilaian diri adalah untuk mendukung atau memperbaiki proses dan hasil
belajar. Meskipun demikian, hasil penilaian diri dapat digunakan guru sebagai
bahan pertimbangan untuk memberikan nilai. Peran penilaian diri menjadi
penting bersamaan dengan bergesernya pusat pembelajaran dari guru ke siswa
yang didasarkan pada konsep belajar mandiri (autonomous learning). Ada
beberapa jenis penilaian diri, diantaranya:
1) Penilaian Langsung dan Spesifik, yaitu penilaian secara langsung, pada saat
atau setelah selesai melakukan tugas, untuk menilai aspek-aspek kompetensi
tertentu dari suatu mata pelajaran.
2) Penilaian Tidak Langsung dan Holistik, yaitu penilaian yang dilakukan
dalam kurun waktu yang panjang, untuk memberikan penilaian secara
keseluruhan.
3) Penilaian Sosio-Afektif, yaitu penilaian terhadap unsur-unsur afektif atau
emosional. Misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan
yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu objek tertentu.

Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan


kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan penilaian diri di kelas antara
lain:\

1) Dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi
kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri;
2) Peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika
mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan
dan kelemahan yang dimilikinya;
3) Dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat
jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam melakukan
penilaian.

g. Observasi
Pengertian dari observasi yaitu metode atau cara-cara dalam menganalisis dan
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat
atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Adapun alat yang dapat
digunakan dalam melakukan observasi disebut dengan pedoman observasi. Pada
kegiatan evaluasi pembelajaran, observasi dapat digunakan untuk menilai proses
dan hasil belajar peserta didik. Misalnya, tingkah laku peserta didik pada waktu
belajar, peserta didik dalam berdiskusi, peserta didik dalam mengerjakan tugas,
dan lain-lain. Dalam rangka evaluasi hasil belajar, observasi digunakan sebagai
teknik evaluasi untuk menilai kegiatan-kegiatan belajar yang bersifat keterampilan
atau skill. Observasi perilaku peserta didik juga dapat dilakukan dengan
menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian yang berkaitan
dengan peserta didik selama di sekolah. Hasil observasi yang dilakukan oleh guru
dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan.

h. Wawancara
Wawancara memiliki pengertian, yaitu salah satu bentuk alat evaluasi jenis
non-tes yang dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab, baik langsung
maupun tidaklangsung dengan peserta didik.28 Arti wawancara langsung
ialahproses tanya jawab yang dilakukan secara langsung antara pewawancara atau
guru dengan orang yang diwawancarai atau peserta didik tanpa melalui perantara.
Sementara wawancara tidak langsung yaitu proses tanya jawab antara
pewawancara atau guru yang menanyakan sesuatu kepada peserta didik melalui
perantaraan orang lain atau media dengan tidak menemui langsung kepada
sumbernya.

i. Angket
Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab. Dalam proses pembelajaran di kelas, responden yang
dimaksud adalah peserta didik. Guru bertindak sebagai perumus dan pembuat
angket.

j. Studi Kasus
Jenis non-tes berikutnya ialah studi kasus. Arti dari studi kasus adalah studi
yang mendalam dan komprehensif tentang peserta didik, kelas atau sekolah yang
memiliki kasus tertentu.34 Indikator studi kasus misalnya, peserta didik ada yang
sangat cerdas, ada yang sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal atau ada yang
kesulitan dalam belajar. Dalam studi kasus, penekanan yang penting untuk
diperhatikanialah diagnosis masalah-masalah peserta didik dan memberikan
rekomendasi untuk mengatasinya.Alat pengumpulan data yang dapat dugunakan
oleh guru salah satunya adalah depth-interview, yaitu melakukan wawancara
secara mendalam.

3. Penentuan Kualitas Instrumen non tes yang dikembangkan


Instrumen nontes yang dikembangkan hendaknya memenuhi kriteria kualitas
instrumen seperti reliabilitas, validitas, daya pembeda. Karena instrumen nontes
tidak menilai benar tidaknya jawaban responden, maka tidak perlu mengukur
tingkat kesukaran soal seperti pada instrumen tes.
a. Reliabilitas
Teknik penentuan reliabilitas dapat menggunakan test-retest, tes paralel, tes belah
dua. Rumus yang dapat digunakan antara lain: korelasi product moment, Sperman
Brown, Alpha, dll. Reliabilitas instrumen ditentukan dari besarnya koefisien
korelasi. Koefisien reliabilitas mencerminkan hubungan skor skala yang diperoleh
(X) dengan skor sesungguhnya (skor murni). Koefisien reliabilitas sebesar 0,9
memiliki arti perbedaan yang tampak pada skala mampu mencerminkan 90% dari
variansi skor murni
b. Validitas
Kevalidan instrumen nontes yang dikembangkan dapat dilihat dari validitas isi dan
konstruk teori yang mendasarinya. Ketepatan dalam menentukan definisi
konseptual, definisi operasional, dan penetapan aspek serta indikator yang
direncanakan. Faktor yang melemahkan validitas:
1) Identifikasi kawasan ukur tidak cukup jelas
2) Operasionalisasi konsep (perumusan indikator) tidak tepat
3) Penulisan butir tidak mengikuti kaidah
4) Administrasi skala yang tidak hati-hati (kondisi subjek, kondisi testing)
5) Pemberian skor tidak cermat
6) Interpretasi yang keliru
c. Daya Beda
Pertanyaan/pernyataan pada instrumen nontes harus dapat membedakan sikap
positif dan negatif. Indeks daya beda juga merupakan indikator keselarasan atau
konsistensi antara fungsi butir dengan fungsi skala secara keseluruhan. Rumus
yang dapat digunakan antara lain skor interval, korelasi product moment Pearson.

DAFTAR PUSTAKA
Hutapea, R.H. (2019) ‘Instrumen Evaluasi Non-Tes dalam Penilaian Hasil Belajar Ranah
Afektif dan Psikomotorik’, BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual,
2(2), pp. 151–165. doi:10.34307/b.v2i2.94.

Ichsan, H.B.M. (2015) ‘Authentic Assessment with Nontest Technique in Primary School’,
Jurnal Sosial Humaniora, 6(2), pp. 81–93.

Irawati, H., Saifuddin, M. F., & Ma'rifah, D. R. (2017). Pengembangan Instrumen Tes Dan
Non Tes Dalam Rangka Menyiapkan Penilaian Autentik Pada Kurikulum 2013 Di
Smp/Mts Muhammadiyah Se-Kabupaten Bantul. Jurnal Pemberdayaan: Publikasi
Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(2), 503-506.

Jurnal Pendidikan, Sains Dan Teknologi (JPST) Vol.01 No. 02 Desember 2022

Magdalena, I., Hifziyah, M., Aeni, V. N., & Rahayu, R. P. (2020). Pengembangan Instrumen
Tes Siswa Tingkat Sekolah Dasar Kabupaten Tangerang. NUSANTARA, 2(2), 227-
237. https://www.ejournal.stitpn.ac.id/index.php/nusantara/article/view/808/556

Magdalena, I., Valentina, F. R., Devita, N., & Astuty, H. W. (2021). Pengembangan
Instrumen Sikap Sosial Siswa Kelas V SDN Bencongan Vi Kabupaten Tangerang.
NUSANTARA, 3(2), 107-120

Rusilowati, A. (2013). Pengembangan Instrumen Non Tes. In Makalah. Seminar Nasional


Evaluasi Pendidikan Di Universitas Negeri Semarang (pp. 7-21)

Safithry, E. A. (2018). Asesmen Teknik Tes dan Non Tes. IRDH.

Anda mungkin juga menyukai