C. Indikator Kompetensi
Mahasiswa mampu /:
1. Dapat menjelaskan hal-hal pokok seperti dasar hukum, syarat, rukun dan
hikmah masing-masing ibadah dan muamalah.
2. Dapat mempraktekkan ibadah-ibadah tersebut dengan baik
3. Dapat menghitung, mengumpulkan dan mendistribusikan zakat
berdasarkan ketentuan nash
4. Dapat menjelaskan, membedakan dan melakukan berbagai transaksi sesuai
prinsip syari’at Islam.
1
D. Topik dan Subtopik
1. Reorientasi Perkuliahan
2. Ibadah
a. Pengertian ibadah
b. Dasar hukum ibadah
c. Hakikat ibadah
d. Syarat diterimanya ibadah
e. Hikmah beribadah
3. Thaharah
a. Pengertian taharah
b. Dasar hukum taharah
c. Tujuan Taharah
d. Alat thaharah
e. Pengertian Najis dan hadats
f. Cara mensucikan Najis dan Hadast
4. Wudhu’, Mandi dan Tayamum
a. Pengertian Wudhu’, Mandi dan Tayamum
b. Dasar hukum Wudhu’, Mandi dan Tayamum
c. Syarat Wudhu’, Mandi dan Tayamum
d. Rukun Wudhu’, Mandi dan Tayamum
e. Hal-hal yang membatalkan wudhu dan tayamum
5. Shalat
a. Pengertian Shalat
b. Dasar hukum Shalat
c. Syarat Shalat
d. Rukun shalat
e. Macam-macam shalat sunah
6. Shalat Jum’at, Shalat Jama’ dan Shalat Qashar
a. Pengertian Shalat Jum’at, Shalat Jama’ dan Shalat Qashar
b. Dasar hukum Shalat Jum’at, Shalat Jama’ dan Shalat Qashar
c. Syarat Shalat Jum’at, Shalat Jama’ dan Shalat Qashar
d. Rukun Shalat Jum’at, Shalat Jama’ dan Shalat Qashar
e. Macam-macam shalat jamak
7. Zakat
a. Pengertian Zakat
b. Dasar hukum Zakat
c. Syarat Zakat
d. Rukun Zakat
e. Macam-macam zakat
f. Harta yang wajib dizakati
g. Nishab dan haul
h. Mustahiq zakat
8. UTS
9. Puasa
a. Pengertian Puasa
2
b. Dasar hukum Puasa
c. Syarat Puasa
d. Rukun Puasa
e. Hal-hal yang membatalkan puasa
f. Macam-macam puasa
10. Haji dan umrah
a. Pengertian Haji dan umrah
b. Dasar hukum Haji dan umrah
c. Syarat Haji dan umrah
d. Rukun Haji dan umrah
e. Hal-hal yang dilarang dalam Haji dan umrah
f. Perbedaan haji dan umrah
11. Jual Beli dan Riba
a. Pengertian jual beli dan riba
b. Dasar hukum jual beli dan riba
c. Syarat jual beli
d. Rukun jual beli
e. Macam-macam jual beli dan riba
12. Qirad dan hiwalah
a. Pengertian Qirad dan hiwalah
b. Dasar hukum Qirad dan hiwalah
c. Syarat Qirad dan hiwalah
d. Cara melaksanakan Qirad dan hiwalah
13. Syirkah dan mudharabah
a. Pengertian Syirkah dan mudharabah
b. Dasar hukum Syirkah dan mudharabah
c. Syarat Syirkah dan mudharabah
d. Rukun Syirkah dan mudharabah
e. Macam-macam Syirkah dan mudharabah
14. Ijarah dan ariyah
a. Pengertian Ijarah dan ariyah
b. Dasar hukum Ijarah dan ariyah
c. Syarat Ijarah dan ariyah
d. Rukun Ijarah dan ariyah
e. Macam-macam Ijarah dan Ariyah
15. Wadi’ah dan Luqthah
a. Pengertian Wadi’ah dan Luqthah
b. Dasar hukum Wadi’ah dan Luqthah
c. Syarat Wadi’ah dan Luqthah
d. Rukun Wadi’ah dan Luqthah
e. Macam-macam luqtah
16. UAS
E. Referensi
Semarang: Karya
1 Moh. Rifa’i Ilmu Fiqih Islam Lengkap
Toha Putra, 1978.
3
Bandung: Sinar
Fiqih Islam
2 Sulaiman Rasyid Baru Al-Gensindo,
2013
Bandung: Al-
3 Sayid Sabiq Fikih Sunnah
MA’arif, 1987
Pengantar Fiqh
Teungku Muhammad Muamalah (Edisi Revisi) Semarang: Pustaka
6
Hasbi Ash Shiddieqy Rizki Putra, 2009
Surabaya:
Syihabuddin Akhmad
9 Minhajul Qowim Maktabah Al-
bin Hajar Al-Haitami
Hidayah
Semarang:
10 Muhammad Nawawi Muroqotu Su’udit Tashdiq
Maktabah ‘Ulwiyah
4
Aziz 1997
Jakarta: Kencana,
16 Amir Syarifudin Garis-Garis Besar Fiqih
2003
Yogyakarta: PT.
19 Daradjat, Zakiyah Ilmu Fiqih Dana Bhakti Wakaf,
1995
Bandung: Mizan,
20 Yusuf Qardhawi Konsep Ibadah Dalam Islam
2002
5
Pertemuan Ke 1 ( Rabu tgl. 08 maret 2023 )
ال تقرب ألى هللا بامتثال أوامره واجتنا ب نواهيه والعمل بما أذن به الشا رع وهي عامة وخاصة
Dari dua pengertian tersebut jika digabungkan, maka Fiqih Ibadah adalah ilmu
yang menerangkan tentang dasar-dasar hukum-hukum syar’i khususnya dalam
ibadah khas seperti meliputi thaharah, shalat, zakat, shaum, hajji, kurban, aqiqah
dan sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan sebagai rasa bentuk ketundukan
dan harapan untuk mecapai ridla Allah.
B. Pengertian Syari’at
Pengertian lain yang mirip dengan fiqih adalah syari’at. Secara bahasa syari’ah
artinya jalan (thariqah). Secara istilah adalah segala bentuk hukum baik perintah
dan larangan yang terdapat dalam Islam, yang tujuannya untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Jadi, secara praktis antara fiqih dan syari’at tidak jauh berbeda.
Perbedaannya fiqih jauh lebih teoritik, sementara syariat lebih praktis.
Tujuan diciptakannya syari’at di dalam Islam adalah untuk;
6
2. Meliharaan jiwa (hifzun nufus)
3. Memelihara akal (hifzul aql)
4. Memelihara keturunan (hifzun nasl)
5. Memelihara harta (hifzul mal)
6. Memelihara kehormatan (hifzul irdh)
7. Mmelihara lingkungan (hifzul bi’ah)
Tujuh kriteria tersebut dapat dijadikan ukuran apakah syariat (hukum) yang
diterapkan itu benar atau tidak. Jika hukum yang dikerjakan ternyata menabrak
dari salah satu kriteria tersebut, maka keberadaan hukum tersebut perlu ditinjau
kembali.
Orang yang tunduk kepada orang lain serta mempunyai unsur kebencian tidak
dinamakan ‘abid (orang yang beribadah), begitu juga orang yang cinta kepada
sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, seperti orang yang mencintai anaknya
atau temannya. Kecintaan yang sempurna adalah kepada Allah SWT. Setiap
kecintaan yang bersifat sempurna terhadap selain Allah SWT adalah batil.
7
Dengan agama, hidup manusia menjadi bermakna. Makna agama terletak pada
fungsinya sebagai kontrol moral manusia. Melalui ajaran – ajarannya, agama
menyuruh manusia agar selalu dalam keadaan sadar dan menguasai diri.
Keadaan sadar dan menguasai diri pada manusia itulah yang merupakan hakikat
agama, atau hakikat ibadah. Melalui ibadah (pengabdian) kepada Allah, hidup
manusia terkontrol. Di mana pun dan dalam keadaan apa pun, manusia dituntut
untuk selalu dalam keadaan sadar sebagai hamba Allah dan mampu menguasai
dirinya, sehingga segala sikap, ucapan, dan tindakannya selalu dalam kontrol
Ilahi.
E. Tujuan Ibadah
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan berperasaan, adalah
hamba-hamba Allah. Hamba sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah
mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah atas hamba-Nya adalah kepemilikan
mutklak dan sempurna, oleh karena itu mahluk tidak dapat berdiri sendiri dalam
kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang oleh Alah swt.
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati
tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk
beribadahhal ini dapat difahami dari firman Allah swt. :
Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia
terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi
kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa.
F.Prinsip-prinsip Ibadah
Prinsip-prinsip melaksanakan Ibadah sebagai berikut:
dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 2.
segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam. 3. Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. 4. yang menguasai di hari Pembalasan. 5. hanya Engkaulah yang
Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.
2.Ikhlas (Al-Bayinah/98:5)
8
3.Tidak menggunakan perantara (washilah) (Al-Baqarah/2: 186)
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
5.Tidak berlebih-lebihan (Al-A’raf/7:31)
1. Ibadah Mahdhah
9
b) Tata caranya harus berpola kepada contoh Rasulullah saw.
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan
praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara mengada-
ada, yang populer disebutbid’ah. Salah satu penyebab hancurnya agama-agama
yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya
bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka.
c) Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini
bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal
hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’.
Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya
bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai
dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh
syarat dan rukun yang ketat.
d) Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini
adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang
diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan
kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul
adalah untuk dipatuhi.
(tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping
sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau
interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya . Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni
sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu:
pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik
tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Prinsip-prinsip dalam ibadah
ini, ada 4:
a). Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama
Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh
diselenggarakan.
b). Tata laksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam
ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang
menyebutnya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya
disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadahmahdhah disebut bid’ah
dhalalah.
c). Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya,
manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.
Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, danmadharat, maka
tidak boleh dilaksanakan.
d). Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
1
0
Seluruh kehidupan manusia adalah medan amal dan persediaan bekal bagi para
mukmin sebelum mereka kembali bertemu Allah di hari pembalasan nanti.
1. Amalan yang dikerjakan itu hendaklah diakui Islam, sesuai dengan hukum
hukum syara’ dan tidak bertentangan dengan hukum hukum tersebut.
Adapun amalan – amalan yang diingkari oleh Islam dan ada hubungan
dengan yang haram dan maksiyat, maka tidaklah bisa dijadikan amalan
ibadah.
2. Amalan tersebut dilakukan dengan niat yang baik dengan tujuan untuk
memelihara kehormatan diri, menyenangkan keluarga nya, memberi
manfaat kepada seluruh umat dan untuk kemakmuran bumi seperti yang
telah diperintahkan oleh Allah.
3. Amalan tersebut haruslah dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
4. Ketika membuat amalan tersebut hendaklah sentiasa menurut hukum –
hukum syara’ dan ketentuan batasnya, tidak menzalimi orang lain, tidak
khianat, tidak menipu dan tidak menindas atau merampas hak orang.
5. Tidak melalaikan ibadah – ibadah khusus seperti salat, zakat dan
sebagainya dalammelaksanakan ibadah – ibadah umum.
1
1
Pertemuan Ke 2 ( Rabu tgl. 15 Maret 2023 )
1 Pengertian Thaharah
Secara umum, kata thaharah menurut bahasa artinya bersuci dari sesuatu yang kotor,
baik yang kotor itu bersifat hissiy (dapat dirasakan oleh indera), maupun maknawi
(sebaliknya)1. Kotor yang bersifat maknawi ini diartikan sebagai dosa, sebagaimana
hadist riwayat Ibnu ‘Abbas r.a, Bahwa baginda Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sakit
akan menjadi pembersih (thahurun) dalam bagimu insyaAllah”. Dalam hadist lain,
Rasulullah SAW bersabda
“Sesungguhnya sakit itu adalah pencuci sebagian dosa”.
Thaharah, secara istilah apabila dikaji menurut beberapa madzhab:
a. Madzhab Hanafi misalnya, beliau mengartikan “thaharah” adalah bersih dari hadats
atau khabas. Bersih disini maksudnya mungkin sengaja dibersihkan atau juga bersih
dengan sendirinya, seperti terkena air yang banyak sehingga najisnya hilang. Hadats
adalah suatu yang bersifat syar’i
yang menempati pada sebagian atau seluruh badan sehingga menghilangkan kesucian.
Hadats disebut juga najasah hukmiyyah, artinya sang pembuat syariat menghukumi
jika seorang berhadats maka dia dianggap memiliki najis dan dilarang untuk
melakukan shalat sebagaimana juga dilarang ketika dia memiliki najis yang dzahir.
Sedangkan khabats, secara istilah adalah suatu
jenis materi yang kotor dan menjijikkan yang diperintahkan oleh pemilik syariat untuk
dihilangkan dan dibersihkan.2
b. Menurut madzhab Maliki, “thaharah” ialah sifat hukmiyyah yang orang memilikinya
dibolehkan shalat dengan pakaian yang dipakainya dan tempat yang dia pakai untuk
shalat. Sifat hukmiyyah berarti sifat yang bersifat maknawi yang ditentukan oleh sang
pemilik hukum sebagai syarat sahnya shalat.
Dari pemikiran madzhab ini menurut Mahmud Syalthut, bahwa thaharah merupakan
sesuatu yang bersifat bathiniy, yang lebih bersifat perkiraan (Dzaniniyyah), bukan
sesuatu yang dapat dirasakan oleh indera (hissiy).
c. Madzhab Syafi’i, thaharah digunakan untuk dua makna.
a. Mengerjakan sesuatu yang dengannya diperbolehkan shalat, seperti wudhu,
tayammum dan menghilangkan najis, atau mengerjakan sesuatu yang semakna
dengan wudhu dan tayamum, seperti wudhu ketika masih keadaan berwudhu,
tayamum sunnah dan mandi sunnah. Singkatnya, thaharah adalah nama untuk
perbuatan seseorang.
b. Thaharah berarti juga suci dari semua najis. 5 Mahmud menambahkannya dengan
hadast,6 hadast dapat dihilangkan dengan wudhu dan mandi besar apabila
menanggung hadast besar.
Adapun najis dapat hilang dengan mencucinya. Inilah yang menjadi tujuan dari
Thaharah. Sehingga apabila diucabkan, pengertiannya adalah hilangnya najis dan
hadast sekaligus.
Dari beberapa madzhab ini telah sepakat bahwa shalat tanpa thaharah hukumnya
tidak syah, ini didsarkan pada firman Allah
Artinya:
1
2
Hai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, serta sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh
air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih), lalu sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapai dia hendak
membersihkan kamu
dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. al-Mā’idah
[5]: 6).
1
3
c. Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad bin Hanbal dalam salah satu riwayat
disebutkan bahwa beliau berpendapat adalah termasuk karahah (kurang disukai) bila
kita menggunakan air zamzam untuk bersuci, baik untuk mengangkat hadats (wudhu
atau mandi janabah), apalagi untuk membersihkan najis. Pendapat ini didukung
dengan dalil atsar dari shahabat Nabi SAW
yaitu Ibnu Abbas radhiyallahu anhu :
Aku tidak menghalalkannya buat orang yang mandi (janabah) di masjid, namun air
zamzam itu buat orang yang minum atau buat orang yang wudhu'
2. Air Musta’mal
Kata musta'mal berasal dari dasar ista'mala - yasta'milu yang bermakna menggunakan.
Maka air musta'mal maksudnya adalah air yang sudah digunakan untuk melakukan
thaharah, yaitu berwudhu atau mandi janabah. Air sisa bekas cuci tangan, cuci muka, cuci
kaki atau sisa mandi biasa yang bukan mandi janabah, statusnya tetap air mutlak yang
bersifat suci dan mensucikan. Air itu tidak disebut sebagai air musta’mal, karena bukan
digunakan untuk wudhu atau mandi janabah. Perbedaan pendapat apakah air musta’mal
itu boleh digunakan lagi untuk berwudhu’
dan mandi janabah itu dipicu dari perbedaan nash dari Rasulullah SAW . Beberapa nash
hadits itu antara lain :
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
”Janganlah sekali-kali seorang kamu mandi di air yang diam dalam keadaan junub.
(HR. Muslim)8
rtinya:
Janganlah sekali-kali seorang kamu kencing di air yang diam tidak mengalir, kemudian
dia mandi di dalam air itu”. Riwayat Muslim,”Mandi dari air itu”. Dalam riwayat Abu
Daud,”Janganlah mandi janabah di dalam air itu. (HR. Muslim)9
Pendapat 4 Madzhab tentang air musta’mal :
a. Ulama Al-Hanafiyah
Menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh
saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum
musta’mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi. Bagi mereka, air
musta’mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis,
tapi tidak bisa digunakan
lagi untuk wudhu` atau mandi.10
b. Ulama Al-Malikiyah
Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta’mal
hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang
membedakan adalah bahwa air musta’mal dalam pendapat mereka itu suci dan
mensucikan. Artinya, bisa dan sah digunakan digunakan lagi untuk berwudhu` atau
mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah (kurang disukai).11
c. Ulama Asy-Syafi`iyyah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk
mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta’mal apabila
jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi meski untuk untuk
mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu`. Namun bila niatnya hanya
untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu`, maka belum lagi dianggap
musta’mal. Termasuk dalam air musta’mal adalah air mandi baik mandinya orang yang
masuk Islam
atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru
dikatakan musta’mal kalau sudah lepas atau menetes dari tubuh. Air musta’mal dalam
mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau
untuk mencuci najis. Karena
1
4
statusnya suci tapi tidak mensucikan.12
d. Ulama Al-Hanabilah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci
dari hadats kecil (wudhu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis
pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami
perubahan baik warna, rasa maupun aromanya. Selain itu air bekas memandikan jenazah
pun termasuk air musta’mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau
membasuh sesuatu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta’mal.
Seperti mencuci muka yang bukan dalam rangkaian ibadah
ritual wudhu`. Atau mencuci tangan yang juga tidak ada kaitan dengan ritual ibadah
wudhu`. Dan selama air itu sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum
dikatakan musta’mal.
Hukum musta’mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk
wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu` atau
mandi lagi dengan
air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta’mal.Mazhab ini juga
mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta’mal yang jatuh ke dalam air yang
jumlahnya kurang
dari 2 maka tidak mengakibatkan air itu menjadi `tertular` ke-musta’malannya.
Batasan Volume 2 Qullah Para ulama ketika membedakan air musta'mal dan bukan
(ghairu)
musta'mal, membuat batas dengan ukuran volume air. Fungsinya sebagai batas minimal
untuk bisa dikatakan suatu air menjadi musta'mal.
Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW : Abdullah bin Umar ra. Mengatakan,
“Rasulullah SAW telah bersabda:
“Jika air itu telah mencapai dua qullah, tidak mengandung kotoran. Dalam
lafadz lain:”tidak najis”. (HR Abu Dawud, Tirmidhi, Nasa’i, Ibnu Majah)13
Disebutkan di dalam hadits ini bahwa ukuran volume air yang membatasai
kemusta'malan air adalah 2 qullah. Jadi istilah qullah adalah ukuran volume air. Istilah
qullah adalah ukuran yang digunakan di masa Rasulullah SAW masih hidup. Bahkan 2
abad sesudahnya, para ulama fiqih
di Baghdad dan di Mesir pun sudah tidak lagi menggunakan skala ukuran qullah. Mereka
menggunakan ukuran rithl yang sering diterjemahkan dengan istilah kati. Para ulama
kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang. Dan
ternyata Dalam ukuran
masa kini kira-kira sejumlah 270 liter.
Jadi bila air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter, lalu digunakan untuk
berwudhu, mandi janabah atau kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu`,
maka air itu dianggap sudah musta’mal. Air itu suci secara fisik, tapi tidak bisa
digunakan untuk bersuci (berwudhu` atau mandi). Tapi bila bukan digunakan untuk
wudhu` seperti cuci tangan biasa,
maka tidak dikategorikan air musta’mal.
1
5
antara air dan susu sudah menghilangkan sifat utama air murni menjadi larutan susu.Air
yang seperti ini tidak lagi bisa dikatakan air mutlak, sehingga secara hukum tidak sah
kalau digunakan untuk berwudhu' atau mandi janabah.
Meski pun masih tetap suci. Tentang kapur barus, ada hadits yang menyebutkan bahwa
Rasulullah
SAW memerintahkan kita untuk memandikan mayat dengan menggunakannya.
“Dari Ummi Athiyyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah SAW
bersabda,`Mandikanlah dia tiga kali, lima kali atau lebih banyak dari itu dengan air sidr
(bidara) dan jadikanlah yang paling akhir air kapur barus”. (HR. Bukhari 1258, Muslim
939, Abu Daud 3142, Tirmizy 990, An-Nasai 1880 dan Ibnu Majah 1458).
Dan mayat itu tidak dimandikan kecuali dengan menggunakan air yang suci dan
mensucikan, sehingga air kapus dan sidr itu hukumnya termasuk yang suci dan
mensucikan. Sedangkan tentang air yang tercampur dengan tepung, ada hadits yang
diriwayatkan oleh Ummu Hani`.
“Dari Ummu Hani’ bahwa Rasulullah SAW mandi bersama Maimunah ra dari satu
wadah yang sama, tempat yang merupakan sisa dari tepung.” (HR. Nasai 240, Ibnu
Khuzaimah 240)
4. Air Mutanajis
Air mutanajjis artinya adalah air yang tercampur dengan barang atau benda yang najis.
Air yang tercampur dengan benda najis itu bisa memiliki dua kemungkinan hukum, bisa
ikut menjadi najis juga atau bisa juga sebaliknya yaitu ikut tidak menjadi najis. Keduanya
tergantung dari apakah
air itu mengalami perubahan atau tidak, setelah tercampur benda yang najis. Dan
perubahan itu sangat erat kaitannya dengan perbandingan jumlah air dan besarnya noda
najis. Pada air yang volumenya sedikit seperti air di dalam kolam kamar mandi, secara
logika bila kemasukan ke dalamnya bangkai anjing, kita akan mengatakan bahwa air itu
menjadi mutanajjis atau ikut menjadi najis juga. Karena air itu sudah tercemar dengan
perbandingan benda najis yang besar
dan jumlah volume air yang kecil.
1
6
Pendapat ini cenderung memakruhkan air yang dipanaskan oleh sinar matahari. Di antara
mereka yang memakruhkannya adalah mazhab Al-Malikiyah dalam pendapat yang
muktamad, sebagian ulama di kalangan mazhab dan sebagian Al-Hanafiyah.
Pendapat yang kedua ini umumnya mengacu kepada atsar dari shahabat Nabi SAW,
Umar bin Al-Khattab radhiyallahu anhu, yang memakruhkan mandi dengan air yang
dipanaskan oleh sinar matahari.
Bahwa beliau memakruhkan mandi dengan menggunakan air
musyammas (HR. Asy-Syafi'i)16
Larangan ini disinyalir berdasarkan kenyataan bahwa air yang dipanaskan lewat sinar
matahari langsung akan berdampak negatif kepada kesehatan, yakni mengakibatkan
penyakit belang.
Jangan lakukan itu wahai Humaira' karena dia akan membawa
penyakit belang. (HR. Ad-Daruquthuny)17
Kemakruhan yang mereka kemukakan sesungguhnya hanya berada pada wilayah
kesehatan, bukan pada wilayah syariah. Namun mereka yang mendukung pendapat ini,
seperti Ad-Dardir menyatakan air musyammas musakhkhan ini menjadi makruh
digunakan untuk berthaharah, manakala dilakukan di negeri yang panasnya sangat
menyengat seperti di Hijaz (Saudi Arabia). Sedangkan negeri yang tidak mengalami
panas yang ekstrim seperti di Mesir atau Rum, hukum
makruhnya tidak berlaku.
1
7
Pertemuan Ke 3 ( Rabu tgl. 22 Maret 2023 )
A. Pengertian Najis
Najis dikenal sebagai kotoran yang menjadi penghalang ibadah kepada Allah.
Najis secara bahasa Arab, najis bermakna al qadzarah ( ) ال قذارةyang artinya adalah
kotoran. Sedangkan definisi menurut istilah agama najis menurut definisi Asy- Syafi’iyah
adalah sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya salat tanpa ada hal yang
meringankan. Menurut Al Malikiyah, najis adalah sifat hukum suatu benda yang
mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan melakukan salat bila terkena atau
berada di dalamnya.
Najis berbeda dengan hadsat. Najis kadang kita temukan pada badan, pakaian dan tempat.
Sedangkan hadats terkhusus kita temukan pada badan. Pengertian najis dalam islam juga
bentuknya konkrit, sedangkan hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan seseorang.
Ketika seseorang selesai berhubungan badan dengan istri, ia dalam keadaan hadats besar.
Ketika ia kentut, ia dalam keadaan hadats kecil. Sedangkan apabila pakaiannya terkena
air kencing, maka ia berarti terkena najis. Hadats kecil dihilangkan dengan berwudhu dan
hadats besar dengan mandi. Sedangkan najis, asalkan najis tersebut hilang, maka sudah
membuat benda tersebut suci. Mudah-mudahan kita bisa membedakan antara hadats dan
najis ini.
1. Khamr
Para imam madzhab sepakat tentang najisnya khamr. Kecuali sebuah riwayat dari Abu
Dawud adz-Zhahiriy yang mengatakan kesuciannya tetapi mengharamkannya untuk
dikonsumsi. Mereka bersepakat apabila khamr berubah menjadi cuka dengan sendirinya,
maka hukumnya menjadi suci.
Namun jika khamr berubah menjadi cuka karena dicampur dengan sesuatu, menurut
Syafi’i, dan Hambali adalah tidak suci.
2. Anjing dan Babi
Syafi’i dan Hambali memberi pendapat bahwa anjing dan babi adalah najis. Sesuatiu
yang terjilat oleh anjing harus dibasuh tujuh kali. Menurut Hanafi Anjing adalah najis,
tetapi bekas jilatannya boleh dicuci sebagaimana kita mencuci najis lainnya. Jika dibasuh
sekali sudah diduga najisnya hilang, maka basuhannya sudah dicukupkan 1 kali tersebut.
Namun apabila diduga belum hilang najisnya, maka harus dibasuh berkali,kali, meskipun
20 kali lebih. Sedangkan menurut madzhab Maliki, anjing adalah suci dan bekas
jilatannya tidak najis. Babi disamakan dengan anjing kenajisannya,sehingga bekas
jilatannya harus dibasuh sampai tujuh kali. Hal ini menurut pendapat yang paling shahih
dalam madzhab Asy-Syafi’i. Imam Maliki berpendapat bahwa babi itu suci ketika masih
hidup, karena tidak ada dalil yang menajiskannya. jikalau Imam Hanafi Najis babi harus
dibasuh seperti najis-najis lainnya.
3. Air Kencing Bayi
Menurut madzhab Syafi’i dan Hanafi mensucikan air kencing bayi laki-laki yang belum
makan sesuatu apapun keciali ASI, ialah cukup dengan memercikkannya ketempat yang
najis. Jika bayi perempuan maka harus dibasuh dan disiram. Maliki keduanya harus di
hapus dan hukum keduanya
sama. Hambali berpendapat bahwa air kencing perempuan yang masih bayi adalah suci.
4. Bangkai
1
8
a. Kulit : Menurut madzhab Hanafi Semua kulit binatang dapat menjadi suci dengan
disamak, kecuali kulit anjing dan babi.
b. Rambut dan Bulu
c. Setiap binatang yang darahnya tidak mengalir.
d. Bangkai Belalang dan ikan Menurut Ijma’, bahwa bangkai belalang dan ikan adalah
suci
5. Sisa Makanan dan Minuman Binatang
6. Najis Yang Dimaafkan
7. Benda yang Keluar dari perut
8. Air Mani
B. Wudhu
Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah, sedangkan menurut syara’adalah
membersihan anggota wudhu untuk menghilangkan hadast kecil Sesuai hadist Nabi
Muhammad SAW :Artinya : Tidak akan diterima sholat seseorang diantara kalian jika
ia berhadast hingga dia berwudhu (HR. Bukhari;125, Muslim :225)
Artinya : Tidak akan diterima sholat tanpa bersuci dan shadaqah yang didapatkan dari
kecurangan (HR. Muslim:224)
1. Rukun Wudhu
Madzhab Hanafi; Rukun wudhu menurut madzhab ini hanya ada empat, yaitu yang
tertera dalam al-Qur’an:
a. Membasuh wajah. Batasan wajah adalah tempat tumbuh rambut sampai ujung dagu.
Dari segi lebar, ukuran muka yang harus dibasuh ketika wudhu adalah dari pangkal
telinga kiri sampai pangkal telinga kanan, termasuk juga bawah telinga.
b. Membasuh kedua tangan dengan kedua sikunya.
c. Mengusap seperempat kepala.
d. Membasuh kedua kaki dengan kedua mata kaki nya. Madzhab Maliki; Fardhu wudhu
menurut madzhab Maliki ada tujuh:
a. Niat. Seorang yang berwudhu harus berniat untuk membolehkan sholat,mengerjakan
fardhu wudhu, atau menghilangkan hadats kecil. Posisi niat berada ketika akan wudhu
dan tidak wajib menghadirkan niat sampai wudhu selesai. Jika seseorang membasuh
anggota wudhu tanpa niat, maka wudhunya bathal. Niat juga memiliki syarat sah,
yaitu; yang berniat harus beragama Islam, yang berwudhu mesti mumayyiz dan harus
yakin serta pasti, tidak boleh ragu.
b. Membasuh muka. Batasannya sama dengan madzhab Hanafi
c. Membasuh kedua tangan dengan kedua siku. Keharusan membasuh kedua tangan ini
sama dengan pendapat madzhab Hanafi, seperti wajib membasuh jari-jari dan bagian
bawah kuku yang panjang.
d. Mengusap seluruh kepala. Batas kepala adalah dari tempat tumbuh rambut di depan
sampai tengkuk belakang. Termasuk juga rambut cambang dan atas dua daun telinga
serta belakangnya. Jika seseorang memiliki rambut panjang atau pendek, maka
haruslah diusap.
e. Membasuh kedua kali dengan kedua mata kaki. Demikian juga belahan belahan
kaki wajib dibasuh. Jika anggota wajib tidak ada, maka gugurlah kewajiban
membasuh.
f. Muwalat.
g. Mengurut (mengulang-ulang secara rapi) semua anggota wudhu. Seperti
menyela-nyela rambut dan jari jemari.
1
9
a. Niat. Berbeda dengan madzhab Maliki, madzhab Syafii mewajibkan niat harus
dibarengi dengan basuhan pertama. jika seseorang membasuhnya tanpa niat, maka
batal lah wudhu nya. Bagi orang yang memiliki penyakit beser, maka baginya harus
niat “untuk kebolehan shalat” atau “untuk membaca mushaf” atau “melaksanakan
fardhu wudhu”.
b. Membasuh wajah. Ukuran wajah hampir sama dengan madzhab Hanafi di atas. Hanya
saja madzhab Syafii mewajibkan untuk membasuh kulit di bawah dagu.
c. Membasuh kedua tangan dengan sikunya. Membersihkan kotorankotoran di bawah
kuku yang menghalangi sampainya air ke kulit adalah wajib. Kecuali bagi para pekerja
yang tidak lepas dari kotoran tersebut, selagi tidak terlalu banyak, maka ada
kemudahan.
d. Mengusap bagian kecil dari kepala. Jika di kepalanya terdapat rambut, maka cukup
mengusap sebagian saja. Jika air terpercik ke kepala atau dia mengguyur kepala
tersebut sehingga basah, maka dianggap cukup.
e. Membasuh kedua kaki dengan mata kakinya.
f. Tartib (berurutan) antara empat anggota tersebut sebagaimana tertera dalam al-Quran.
Madzhab Hanbali; Fardhu wudhu menurut mereka ada enam.
a. Niat bagi madzhab ini adalah syarat sah wudhu, bukan fardu wudhu sebagaimana
dikatakan ulama Maliki dan Syafii.
b. Membasuh wajah. Panjang dan lebar wajah hampir sama dengan pendapat
sebelumnya. Hanya saja cambang dan kulit putih di bawah dua daun telinga hanya
wajib diusap, karena keduanya adalah bagian dari kepala. Mereka juga berpendapat
bahwa bagian dalam mulut dan hidung mesti terkena air, karena keduanya bagian dari
wajah.
c. Membasuh kedua tangan dengan sikunya. Pendapat madzhab ini tidak jauh berbeda
dengan madzhab lainnya.
d. Mengusap seluruh kepala, termasuk juga kedua telinga.
e. Membasuh kedua kaki dengan mata kakinya.
f. Tartib.
g. Muwalat. Dalam masalah ini, madzhab Hanbali sepakat dengan
pendapat madzhab Maliki. Madzhab Hanafi dan Syafii menganggap
muwalat hanya sunnah dan dimakruhkan jika meninggalkan muwalat.
2
0
punggung tangan, hal itu tidak membatalkan wudhu. Hambali tetap membatalkan
wudhu baik sentuhannya menggunakan tangan bagian dalam maupun bagian luar.
e. Bersentuhan kulit Laki-laki dan Perempuan Para imam madzhab berbeda pendapat
tentang hukum laki-laki menyentuh perempuan. Syafi’i hal itu membatalkan wudhu
dalam keadaan apapun jika tidak ada penghalang. Kecuali yang disentuh itu adalah
muhrim.
f. Keluarnya Sesuatu dari badan, seperti darah, nanah dan semacamnya, akibat luka atau
lainnya.
3. Sunah-sunah Wudhu
Madzhab Hanafi; Sunnah yang muakkad, menurut mereka adalah sama statusnya dengan
hukum wajib sebagaimana telah dijelaskan di atas. Sunnah tersebut di antaranya adalah
sebagai berikut:28
a. membaca basmalah.
b. Membasuh kedua tangan sampai pergelangan atau persendian tangan.
Sebagian kalangan Hanafiyyah menganggap ini adalah fardhu wudhu.
c. Berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung kemudian mengeluarkannya
kembali
d. Menyela-nyela jari jemari tangan dan kaki.
e. Mengulang basuhan sebanyak tiga kali.
f. Mengusap seluruh kepala.
g. Mengusap kedua telinga,
h. Niat.
i. Tartib.
j. Muwalat.
k. Bersiwak.
Baik dengan kayu khusus, atau dengan jari jemarinya.
Waktunya adalah ketika sedang berkumur-kumur.
l. Memegang wadah air denga tangan kanan ketika membasuh kedua kaki dan tangan kiri
menyela-nyela jari-jari kaki.
m. Selalu memulai basuhan pada ujung jari tangan dan kaki.
n. Memulai basuhan kepala dari bagian kepala depan.
o. Berurutan.
p. Sunguh-sungguh ketika berkumur dan istinsyaq, kecuali bagi yang puasa.
q. Tidak berlebihan ketika dia yakin sudah melakukan setiap basuhan tiga kali.
r. Mengulang basuhan kedua tangan dengan sikunya.
Madzhab Maliki; Sunnah wudhu yang muakkadah (diberi pahala jika mengerjakan dan
tidak disiksa jika tidak melaksanakan) adalah sebagai berikut:
a. Membasuh kedua tangan dengan kedua persendiannya.
b. Berkumur.
c. Menghirup air ke hidung. Ini harus dilakukan dengan tarikan nafas. Jika tidak, maka
tidak mendapat pahala sunnah.
d. Mengeluarkan air dari hidung dengan nafas.
e. Mengusap kedua telinga; dalam, luar dan daun telinga.
f. Memakai air baru untuk mengusap kedua teliga.
g. Tertib.
h. Mengusap kepala kembali jika setelah usapan pertama, tangan masih basah.
i. Menggerakan cincin untuk memudahkan air masuk ke bawahnya.
Selain sunah-sunah wudhu dalam madzhab Maliki terdapat juga istilah fadhail wudhu.
Diantara fadhail wudhu adalah sebagai berikut;
a. berwudhu di tempat yang suci.
2
1
b. Mengefisienkan penggunaan air.
c. Mendahulukan anggota sebelah kanan dibanding kiri.
d. Meletakan wadah yang terbuka di sebelah kanan dan yang tertutup di sebelah kiri.
e. Memulai wudhu pada bagian yang secara adat lebih awal, seperti wajah bagian atas
dan ujung jari.
f. Basuhan kedua dan ketiga jika basuhan pertama sudah menyeluruh.
g. Menyikat gigi sebelum wudhu walau dengan kayu.
h. Membaca basmalah di awal dan tidak berbicara ketika wudhu, kecuali diperlukan.
i. Berurutan antara yang sunnah dan yang fardhu.
Madzhab Syafi’i; Sunnah wudhu menurut madzhab Syafii cukup banyak. Di antaranya:
a. Membaca ta’awwudz.
b. Membaca basmalah.
c. Berniat dalam hati untuk mengerjakan hal-hal yang disunnahkan dalam wudhu.
d. Melafalkan niat.
e. Membasuh dua telapak tangan sampai pergelangan.
f. Mendahulukan membasuh kedua telapak tangan di banding berkumur.
g. Berkumur.
h. Memasukan air ke dalam hidung.
i. Meletakan wadah air yang terbuka di sebelah kanan dan yang tertutup di sebelah kiri.
j. Berdoa ketika memulai berwudhu dan pada setiap anggota yang dibasuh.
k. Menggosok gigi.
l. Berdoa ketika menggosok gigi.
Madzhab Hanbali; Sunnah wudhu menurut madzhab ini adalah sebagai berikut:
a. Menghadap kiblat.
b. Bersiwak ketika berkumur.
c. Membasuh kedua telapak tangan tiga kali.
d. Mendahulukan berkumur dan istinsyaq dari pada membasuh wajah.
e. Bersungguh-sungguh dalam berkumur dan istinsyaq.
f. Menggosok-gosok semua anggota.
g. Memperbanyak air ketika membasuh wajah.
h. Menyela-nyela jenggot yang tebal ketika dibasuh.
i. Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki.
j. Memperbaharui air ketika mengusap telinga.
k. Mendahulukan anggota sebelah kanan dibanding kiri.
l. Basuhan kedua dan ketiga, jika basuhan pertama telah sempurna.
m. Menyertakan niat dari awal sampai akhir.
n. Niat melaksanakan sunah wudhu ketika membasuh dua telapak tangan.
o. Mengucapkan lafadz niat secara pelan
p. Mengucapkan doa setelah selesai wudhu.
2
2
Hanafi dalam keterangan yang lain: Ia tidak mewajibkan mandi, baik junub
maupun tidak (Ibnu Qudamah, Al- Mughni, jilid I, hal. 207).
Mandi Junub Junub mewajibkan mandi itu ada dua, yaitu:
1. Keluar mani,
Baik dalam keadaan tidur maupun bangun. Imamiyah dan Syafi’i; Kalau mani itu
keluar maka ia wajib mandi, tidak ada bedanya, baik karena syahwat maupun tidak.
Hanafi, Maliki dan Hanbali: Tidak mewajibkan mAndi kecuali kalau pada waktu
keluarnya itu merasakan nikmat. Kalau mani itu keluar karena dipukul, dingin, atau
karena sakit bukan karena syahwat, maka ia tidak di wajibkan mandi.
2. Bertemunya dua kemaluan (bersetubuh)
Yaitu memasukan kepala zakar atau sebagian dari hasyafah (kepala zakar) ke dalam
faraj (kemaluan) atau anus, maka semua ulama madzhab sepakat dengan mewajibkan
mandi, sekalipun belum keluar mani. Hanya mereka berbeda pendapat tentang
beberapa syarat; apakah kalau tidak dimasukan, yakni sekedar saling sentuhan antara
dua kemaluan itu, diwajibkan mandi atau tidak?
Hanafi: Wajibnya mandi itu dengan beberapa syarat; yaitu: Pertama, baligh. Kalau yang
baliqh itu hanya yang disetubuhi, sedangkan yang menyetubuhi tidak, atau sebaliknya,
maka yang mandi itu hanya yang baliqh saja, dan kalau keduanya sama- sama kecil,
maka keduanya tidak wajibkan mandi. Kedua, harus tidak ada batas (aling-aling) yang
dapat mencegah timbulnya kehangatan. Ketiga, orang yang disetubuhi adalah orang yang
masih hidup.
Maka kalau memasukan zakarnya kepada binatang atau kepada orang yang telah
meninggal,maka ia tidak diwajibkan mandi. Imamiyah dan Syafi’i: Sekalipun kepala
zakar itu tidak masuk atau
sebagiannya saja juga belum masuk, maka ia sudah cukup diwajibkannya
mandi, tak ada bedanya baikbaliqh maupun tidak, yang menyetubuhi maupun yang
disetubuhi ada batas (aling- aling) maupun tidak, baik terpaksa maupun karena suka, baik
yang disetubuhi itu masih hidup maupun sudah meninggal, baik pada binatang maupun
pada manusia.
Hanbali dan Maliki: Baik yang menyetubuhi maupun yang disetubuhi itu wajib, kalau
tidak ada batas (aling-aling) yang dapat mencegah kenikmatan, tak ada bedanya baik
pada binatang maupun pada manusia, baik yang disetubuhi itu masih hidup maupun yang
sudah meninggal.
Rukun Mandi menurut beberapa ulama’ antara lain:
Hanafi; rukun mandi ada tiga:
1. Berkumur,
2. Istinsyaq dan
3. Membasuh seluruh anggota badan dengan air.
Maliki: rukun mandi ada lima;
1. Niat,
2. Meratakan air ke seluruh badan,
3. Mengosok- gosok semua bagian badan sambil menyiramkan air,
4. Muwalat dan
5. Menyela-nyela seluruh rambut badannya dengan air.
Syafii; rukun mandi ada dua:
1. Niat dan,
2. Meratakan seluruh badan dengan air.
Hanbali; rukun mandi hanya satu, yaitu meratakan air ke seluruh badan. Mulut
dan hidung juga bagian dari badan, maka harus dibasuh dari dalam
D.. Tayamum
1. Pengertian Tayamum
2
3
Sedangkan menurut istilah tayamum adalah menyengaja menggunakan tanah untuk
mengusap wajah dan kedua tangan dengan niat supaya diperbolehkannya shalat dan
ibadah yang lain. Pengertian lain mengenai tayamum secara istilah adalah mengusap
muka dan kedua tangan dengan
menggunakan debu yang mensucikan menurut cara yang khusus.
2. Dasar diberlakukannya tayamum
Pensyari’atan tayamum itu terdapat dalam al-qur’an hadits dan ijma’. Adapun ketetapan
yang terdapat dalam al-qur’an adalah firman allah:
َ “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
besar atau menyentuh perempuan lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan tanah yang baik (bersih, suci); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
Allah tidak hendak menyulitkan kamu.” (Q.S Al-maidah 5:6)
3. Sebab diperbolehkannya tayamum
a. Apabila tidak ada air
b. Tidak mampu menggunakan air Tayamum diperbolehkan
c. Ketika dalam keadaan sempitnya waktu shalat
d. Ketika adanya bahaya
4. Debu yang digunakan tayamum
5. Tata cara tayamum
Malikiyah : rukun tayamum menurut mereka ada empat :
a. Niat.
b. Menepakan tangan yang pertama.
c. Meratakan wajah dan kedua tangan dengan debu.
d. Muwalat.
Hanabilah : mereka berpendapat bahwa rukun tayamum adalah :
a. Mengusap mengusap seluruh bagian wajah selain yang ada di dalam mulut dan di
dalam telinga, dan selain di bawah rambut (jenggot) yang tipis.
b. Mengusap kedua tangan hingga di kedua pergelangan.
c. Tertib.
d. Muwalat untuk tayamum yang disebabkan karena hadats kecil.
Syafi’iyah : mereka berpendapat bahwa tayamum itu ada tujuh yaitu :
a. Niat
b. Mengusap wajah
c. Mengusap kedua tangan sampai kedua siku
d. Tertib
e. Memindahkan debu pada anggota tubuh
f. Tanah yang mensucikan dan berdebu
g. Sengaja memindahkan debu tersebut pada anggota tayamum
Hanafiah : mereka berpendapat rukun tayamum itu ada dua yaitu :
a. Mengusap
b. Dua kali menepak pada debu
Niat dan ini didalam tayamum mempunyai cara khusus yang dapat dirinci menurut
pendapat berbagai madzhab. Hanafiyah dan Hanabilah: mereka berkata bahwa niat
merupakan syarat didalam tayamum bukan sebagai rukun. Malikiyah: jika ia berniat
untuk menghilangkan hadats saja, maka
tayamum itu batal, karena tayamum menurut mereka tidak dapat menghilangkan hadats.
Hanafiyah: mereka berkata bahwa niat tayamum yang sah digunakan untuk shalat itu
disyaratkan hendaknya orang tersebut berniat dengan salah satu dari tiga hal berikut:
a. Berniat untuk bersuci dari hadats yang ia lakukan.
b. Berniat agar diperbolehkannya shalat.
c. Berniat untuk melakukan suatu ibadah maqshudah (ibadah yang sengaja diperintahkan)
2
4
Syafi’iyah berpendapat bahwa seorang yang bertayamum wajib berniat agar boleh
melaksanakan shalat dan yang semacamnya. Imam Syafi’i merinci tentang niat tayamum
sebagai berikut :
a. Apabila berniat untuk melakukan ibadah fardhu, maka tayamum tersebut juga bias
untuk ibadah nafilah dan sunah.
b. Apabila berniat untuk melakukan ibadah nafilah, maka tayamum tersebut tidak bias
digunakan untuk ibadah fardhu.
Beberapa hal yang membatalkan tayamum
Para fuqaha’ bersepakat bahwa hal yang membatalkan tayamum adalah sebagai berikut :
a. Perkara yang membatalkan wudhu’.
b. Menemukan air diluar waktu shalat.
c. Murtad. (mauquf)
Madzhab hanabilah menambahkan perkara yang membatalkan tayamum, yaitu keluarnya
waktu shalat.
Madzhab syafi’iyah berpendapat mengenai hal yang membatalkan tayamum yaitu :
a. Terjadinya riddah (keluar agama Islam), walaupun dalam bentuknya saja, seperti
murtadnya anak kecil (belum cukup usia).
b. Hilangnya udzur yang memperbolehkannya tayamum. Sebelum ia menyempurnakan
takbiratul ihramnya.
2
5
Materi Pengertian Sholat, tujuan dan Hikamhnya
Pertemuan Ke 4 ( Rabu tgl. 29 Maret 2023 )
A. Pengertian Sholat
Secara bahasa, kata sholat berasal dari bahasa Arab yang berarti do’a, sedangkan
menurut istilah, sholat didefinisikan sebagai suatu bentuk peribadatan dalam bentuk
rangkaian kegiatan yang dimulai dengan takbiratul ikram dan diakhiri dengan
mengucapkan salam.
Sholat merupakan cara menyembah Allah yang telah ada sejak sebelum diutusnya nabi
terakhir, Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam. Hanya saja, berkat rahmat Allah
ta’ala Rasulullah diberi wahyu untuk memperbaharui syariat sholat yang telah diturunkan
pada rasul-rasul sebelumnya.
Seorang muslim ketika melaksanakan rukun Islam khususnya salat, maka ia
harus selalu ingat kepada Allah. Manusia sebagai makhluk Allah harus selalu
ingat Allah di mana pun dan kapan pun selama hidup agar tidak
melakukan perbuatan keji dan mungkar. Setelah pelaksanakan salat kita
diharapkan dapat berperilaku mulia dan hidup rukun terhadap sesama manusia.
Surah Al Ankabut Ayat 45 menyatakan sebagai berikut.
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al
Quran) dan dirikan salat, sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan. “(QS Al Ankabut: 45).
sesuai syarat dan rukunnya. Hakikat salat yaitu menghadapkan jiwa (hati)
kepada Allah swt. untuk menumbuhkan rasa takut kepada-Nya serta mengakui
keagungan dan kesempurnaan-Nya.
2
6
2. Melalui salat, Allah akan memberikan rahmat, petunjuk, dan keberuntungan.Surah
An Nur Ayat 56
3. Melalui salat, Allah swt. memberikan rida-Nya dan Allah memberikan kesudahan
yang baik. Hal itu dijelaskan Allah pada Surah Ar Ra’du Ayat 22.
4. Melalui salat, Allah meng- hilangkan rasa khawatir dan sedih pada hamba-Nya.
Hal itu dijelas- kan Allah pada Surah Al Baqarah Ayat 277
5. Melalui salat, Allah akan memberi ampunan, rezeki, dan ketinggian derajat. Hal itu
dijelaskan pada Surah Al Anfal Ayat 3-4.
6. Melalui salat, Allah mencegah manusia daw keluh kesah dan kikir. Hal itu
dijelaskan pad:- Surah A1 Ma’arij Ayat 19-23.
7. Selain menjalankan perintah agama dan mengobati kerin- duan jiwa pada Sang
Pencipta, salat juga punya efek samping menyehatkan jiwa dan jasmani.
Hikmah salat dan aplikasinya dalam kehidupan berdasarkan ketentuan-ketentuan
Allah tercantum dalam firman-firman-Nya dan hadis Nabi Muhammad saw. yang
intisarinya adalah sebagai berikut.
Melalui pelaksanaan salat wajib maupun salat sun ah, manusia sejak masih kanak-
kanak, remaja, dewasa, tua hingga menjelang wafat dibiasakan selalu mengingat
Allah swt. di mana saja dan kapan saja.
Melalui pelaksanaan (ritual) salat wajib maupun sunah, manusia diproses agar selalu
mengingat perintah Allah dan larangan-Nya. ,
Bukti nyata dari manusia yang selalu melaksanakan salat dan ingat Allah adalah
bahwa dalam kehidupannya senantiasa melakukan hal-hal seperti berikut.
Berbuat kebajikan terhadap ibu dan bapak, karib kerabat, tetangga yang dekat
maupun tetangga yang jauh, teman sejawat, dan terhadap sesama manusia lainnya.
(QS An Nisa: 36, 48 dan QS Al Baqarah: 83, 215)
Giat bekerja. (QS Az Zumar: 39, QS At Taubah: 105, dan QS As Saffat: 61)
Berupaya untuk tidak berselisih dengan sesama manusia. (QS Ali Imran: 19 dan QS
Al Isra: 53)
Mampu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain. (QS Ali Imran:
133,134).
Berupaya menolong sesama manusia, khususnya fakir miskin dan anak yatim, baik
di waktu lapang maupun di waktu sempit (QS Ali Imran: 133,134 dan QS At Talaq:
7)
Tidak mencari-cari kesalahan pendapat orang lain, buruk sangka, dan tidak
mengolok-olok orang lain. (QS Al Hujurat: 11-12)
Menghargai pendapat orang lain. (QS Al Hajj: 67, QS An Nur: 41, QS Az Zariyat:
08, dan QS A1 Isra: 84)
Berupaya menggalang persatuan dan kesatuan di mana saja berada. (QS Al Baqarah:
136, QS Ali Imran: 84, dan QS Al Mukmin: 52-53).
2
7
• Mendekatkan diri kepada Alloh seperti surat al-Alaq ayat 19
• Penyerahan diri manusia kepada Alloh secara tulusn ikhlas sperti al-Bayyinah ayat 5
• Meningkatkan disiplin, sabar, dan khusuk sperti surat al-Mukminum ayat 1-3
• Menjaga kebersihan dan kesucian jiwa raga seperti surat asy-Syams ayat 9-10
• Meningkatkan sifat toleransi terhadap sesama manusia sperti surat al-Isra’ ayat 110.
2. Hikmah Shalat Fardhu dan Shalat Jama’ah
a. Hikmah Shalat Fardhu
• Sepanjang waktu sejak pagi, siang, sore, petang hingga malam hari agar sebantiasa
bersyukur dan ingat kepada Alloh dengan menjalankan shalat lima waktu.
• Setiap kali henmdak mengerjakan shalat kita disyaratkan agar bersih dan suci dari najis
dan hadats adalah sebagai simbul dan tuntunan agar kita senatiasa hidup bersih.
• Shalat harus dilaksanakan denmgan khusuk dan khusuk akan n dapat dilakukan
manakala hati kita bersih dan teguh.
• Shalat adalah ekspresi penghambaan diri manusia kepada Alloh yang paling sempurna
sehingga akan menimbulkan ketentraman jiwa dan terhindar dari gangguan kejiwaan
maupun stres.
b. Hikmah ShalatBerjama’ah
• Nilai shalat berjama’ah lebih utama dari pada shalat sendiri.
• Shalat berjama’ah dapat menyempurnakan kekurangan dalam melaksanakan shalat.
• Shalat berjamaa’h dapat menumbuhkan rasa persaudaraan, persamaan derajat, dan
kesatuan umat.
• Shalat berjama’ah dapat menumbuhkan sikap disiplin baik sebagai imam maupun
sebagai makmum.
D. Hikmah Gerakan Dalam Shalat
Menurut al-Qur’an shalat adalah salah satu cara untuk membersihkan jiwa dan raga
manusia, seperti dalam surat al-Muddatsir ayat 4-5. Sikap tubuh ketika melakukan shalat
dalam Islam sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad sesuai dengan wahyu
Alloh yang diterimanya.makna gerakazn shalat menurut kesehatan badaniah adalah
sebagai berikut :
ü Gerakan shalat secara umum.
Menurut Prof. Dr. Vonschreber bahwa gerakan dalam shalat menurut agama Islam adalah
cara untuk memperoleh kesehatan dalam arti kata dan pengertian yang luas sekali.ia
mencakup semua gerakan dengan tujuan mempertinggi daya prestasi tubuh. Dalam Islam
setiap hari 5 kali kita melaksanakan shalat yang demikian itu dapat menghasilkan tubuh
menjadi bentuk yang bagus dan menjadi lembut serta lincah disamping mudah bergerak
dan dapat menambah daya tahan.
Menurut Prof Leube bahwa gerakan dalam shalat secara Islam mengurangi dan
mengentengkan penyakit jantung sperti penyakit dari klep-klep bilik jantung, otot
jantung, pembuluh darah,angina pectoris (dada sakit, sesak, dan tertekan) penymbatan
urat darah, kaki menjadi bengkak karena penyakit jantung, penyalit paru seperti
bronchitis, asma, radang tulang rusuk, TBC, penyakit perut sperti maag yang membesar,
sembelit, penyakit empedu, serta penyakit pembawaan seperti kegemukan, diabetes dan
reumatic.
- Melipat kedua tangan.
Gerakan melipat kedua tangan di daerah pusat atau sedikit di bawahnya merupakan sikap
rileks atau istirahat yang paling sempurna bagi kegua tangan, oleh sebab sendi siku dan
sendi pergelangan tangan serta otot-otot kedua tangan dalam istirahat penuh. Sirkulasi
darah terutama aliran darah kembali ke jantung serta produksi getah bening dan air
jaringan yang terkumpul dalam kantong kedua persendian itu menjadi lebih baik
sehingga gerakan di dalam kedua sendi tangan menjadi lebih lancar dan mudah
menghindarkan timbulnya pelbagai penyakit persendian sperti penyakit ekakuan
2
8
sendi/reumatic. Sikap tangan seperti itu tidak mengakibatkan perasaan capek, lelah, atau
nyeri pada kedua tangan sehingga pemusatan pikiran kepada yang disembah dapat
diperkuat.
- Gerakan Ruku’
Menurut petunjuk ilmiah dengan sikap rukuk otot –otot punggung yang meliputi otot
kerudung, otot punggung lebar, otot belah ketupat dapat berkontraksi sama rata dan
serentak sehingga penyakit kekerutan atau membengkoknya tulang punggung yang sering
timbul pada anak-anak yang disebabkan sikap duduk yang salah pada waktu menulis atau
membaca dapat dihindarkan atau disembuhkan. Kelainan dari tulang punggung di mana
satu atau bebrapa ruas tulang belakang membokong ke belakang dapat diperbaiki dan
dikembalikan pada posisi yang normal. Kelainan di mana tulang punggung terlalu
melentur ke muka yaitu pinggang lentik dapat diperbaiki. Kelainan dari tulang punggung
ini dapat menimbulkan penyakit albumuria lordotica yaitu keluarnya zat telur di dalam air
kemih pada orang muda yang disebabkan oleh karena waktu berdiri ruas tulang
punggungnya melentik ke muka dan menekan buah pinggang.
- Gerakan sujud
Secara ilmiah sujud menghasilkan otot-otot menjadi lebih besar dan kuat terutama otot-
otot dada sebagai otot sela iga dalam atau otot antara iga dalam. Sewaktu menarik nafas
tampak iga-iga atau tulang-tulang rusuk ditarik ke atas oleh pekerjaan otot-otot di antara
iga-iga itu. Dengan demikian tulang dada terangkat ke atas dan maju ke depan sehingga
rongga dada bertambah besar dan paru-paru akan berkembang dengan baik dan dapat
mengisap udara yang bersih ke dalamnya. Dada yanmg picik dan tidak kuat adalah salah
satu sumber dari timbulnya penyakit TBC. Dalam keadaan sujud terjadi sirkulasi atau
aliran darah di dalam otak. Dengan sikap sujud dindinmg dari urat-urat nadi otak dapat
dilatih dan dibiasakan dengan menerima darah yang relatif lebih banyak dari biasanya
sehingga kematian yang sekonyong-konyong yang disebabkan oleh pecahnya urat nadi
otak dapat dihindarkan terutama bila emosi, amarah lebih banyak darah yang dipompakan
ke urat-urat nadi otak yang dapat mengakibatkan pecahnya dinding urat-urat nadi otak
tersebut terutama bila dinding urat nadi otak telah menjadi sempit, keras, dan rapuh oleh
degenerasi ketuaan.
Adapun makna gerakan salat secara batiniyah sebagai berikut ; Takbiratul ihram,
maksudnya sesudah mengucapkan takbir pikiran tidak boleh dipancarkan kemana-mana
melainkan semata-mata hanya khusus untuk shalat.
1. Berdiri untuk menyatakan kebesaran Alloh dan untuk menyatakan penghormatan kita
kepadaNya. Maka karena berdiri itu bernilai demikian Nabi melarang sahabatnya berdiri
karena menyambut kedatangannya.
2. Ruku’ dilakukan untuk menambah ta’dzim untuk menambah kenyataan kebesaran
Alloh.
3. Sujud dilakukan untuk menyatakan ta’dzim yang smepurna
4. I’tidal adalah untuk mensifatkan puji kepada Alloh
5. Duduk dintara dua sujud untuk memohon hajat kepada Alloh
6. Duduk tasyahud untuk mempersembahkan segala kehormatan kepada Alloh, memberi
salam kepada Nabi Muhammad, hamba Alloh yang shaleh dan memperbaharui syahadat,
bershalawat dan bermohon.
E. Membiasakan Shalat Fardhu Tepat Waktu.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membiasakan shalat fardhu diantaranya adalah :
• Mengahirkan shalat hingga keluar waktunya tanpa uzur termasuk dosa besar
• Shalat hendaknya dilaksanakan pada awal waktu
• Fadhilah awal waktu tetap tercapai bila ia sedang sibuk dengan kepentingan untuk
shalat seperti bersuci, menutup aurat kemudian segera shalat.
2
9
• Sunnah memperlambat shalat dari awal waktu jika ia yakin akan mendapat shalat
jama’ah.
Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama
Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan
sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak. Zakat merupakan
rukun ketiga dari Rukun Islam.
Menurut bahasa, kata “zakat” artinya tumbuh, berkembang, dan suci. Yang dimaksud
suci adalah zakat dapat mensucikan, membersihkan harta muzakki ( yang berzakat ) dari
hak-hak mustahik ( penerima zakat ) khususnya bagi fakir miskin. Selain itu zakat dapat
membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela seperti kikir, tamak, serta sombong.
Sedangkan bagi mustahik zakat dapat membersihkan dari sifat-sifat tercela seperti iri
hati, dengki terhadap muzakki. Dan yang dimaksud tumbuh subur adalahzakat dapat
menyebabkan harta para muzakki bertambah banyak.
Dalam Al-Quran dan hadis disebutkan, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi maha mengetahui” (QS. at-Taubah[9]: 103);
“Sedekah dak akan mengurangi harta” (HR. Tirmizi).
Menurut istilah, dalam kitab al-Hawi, al-Mawardi mendefinisikan zakat dengan nama
pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat tertentu, dan untuk
diberikan kepada golongan tertentu.
3
0
Secara harfiah zakat berarti “tumbuh”, “berkembang”, “menyucikan”, atau
“membersihkan”. Sedangkan secara terminologi syari’ah, zakat merujuk pada aktivitas
memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-
orang tertentu sebagaimana ditentukan.
B.Sejarah Zakat
Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah.
Kewajiban ini tertulis di dalamAl-Qur’an. Pada awalnya, Al-Qur’an hanya
memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib).
Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat
menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah
zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan
beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-
negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian
zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
Pada zaman Khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan didistribusikan kepada
kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin, janda, budak
yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan tidak mampu
membayar. Syari’ah, mengatur dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat
itu harus dibayarkan. Kejatuhan para khalifah dan negara-negara Islam menyebabkan
zakat tidak dapat diselenggarakan dengan berdasarkan hukum lagi.
C.Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi
tegaknya syariat islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap
muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori
ibadah seperti shalat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Al-Qur’an
dan As Sunnah. Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan
yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.
Adapun dalil nash wajibnya zakat adalah Al-qur’an, hadits dan ijma’ shahabat.
Diantaranya adalah QS At taubah ayat 103, dan QS At taubah ayat 71 Bijaksana. (QS At
taubah [9]; 71)
Zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadhan. Besar
zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah
bersangkutan.
Zakat ini biasa disebut dengan zakat fitrah atau zakat fitri, karena zakat ini dihubungkan
dengan bulan suci Ramadan dan hari raya Idul fitri. Zakat fitri adalah pengeluaran yang
wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari nafkah keluarga
yang wajar pada malam hari raya Idul fitri, sebagai tanda syukur kepada Allah karena
telah selesai menunaikan ibadah puasa.
3
1
Zakat ini disyari’atkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriyah, adalah untuk
mensucikan orang yang puasa dari perbuatan dan perkataan kotor dan keji serta untuk
memberi makan orang-orang miskin. Zakat ini merupakan zakat pribadi, sedangkan zakat
mal merupakan pajak pada harta. Oleh karena itu tidak disyaratkan pada zakat fitrah apa
yang disyaratkan pada zakat mal, seperti nisab dan syarat- syarat zakat lainnya tertentu.
Menurut bahasa, kata “maal” berarti kecenderungan,atau segala sesuatu yang diinginkan
sekali oleh manusia untuk dimiliki dan disimpannya. Sedangkan menurut syarat, mal
adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki atau dikuasai dan dapat digunakan
(dimanfaatkan) sebagaimana lazimnya. Dengan demikian, sesuatu dapat disebut maal
apabila memenuhi dua syarat berikut:
Contohnya: rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dan lain
sebagainya. Sedangkan sesuatu yang tidak dapat di miliki tetapi manfaatnya dapat di
ambil seperti udara dan sinar matahari tidaklah di sebut mal
Hendaklah lebih dari kebutuhan-kebutuhan penting seperti makan, pakaian, dan tempat
tinggal, kendaraan, dan saranan untuk mencari nafkah
Selama satu tahun ( tahun hijriyah ) permulaannya dihitung sejak memiliki nisab dan
harus cukup selama satu tahun penuh.
Untuk zakat tanaman dikeluarkan pada waktu panen.
1. Milik Sepenuhnya
Harta dimiliki dan diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan secara
halal seperti; usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah.
Jika dari cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidak wajib, sebab harta tersebut
harus dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
2. Cukup Haul
Cukup haul maksudnya harta tersebut dimiliki genap setahun, selama 354 hari menurut
tanggalan hijrah atau 365 hari menurut tanggalan mashehi.
3. Berkembang
Harta terebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi
untuk berkembang.
3
2
4. Cukup Nishab
Harta tersebut telah mencapai jumalah tertentu sesuai dengan ketetapan syara’. Jika harta
tidak sampai nishabnya terbebas dari zakat dan dianjurkan mengeluarkan infaq serta
shadaqah.
5. Lebih dari kebutuhan pokok
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga
yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya seperti belanja sehari-hari,
pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.
6. Bebas dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar
pada waktu yang sama ( dengan waktu mengeluarkan zakt ), maka harta tersebut terbebas
dari zakat.
Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar
zakat.
Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada
saudaranya yang tidak punya.
Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta
maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab
sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat
pengorbanannya. Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
a.Binatang ternak,
syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
b.Harta Perniagaan,
syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
c.Harta Perusahaan
Yang dimaksud perusahaan di sini adalah sebuah usaha yang diorganisir sebagai sebuah
kesatuan resmi yang terpisah dengan kepemilikan dan dibuktikan dengan kepemilikan
saham. Para ulama kontemporer menganalogikan zakat perusahaan dengan zakat
perniagaan. Sebab, bila dilihat dari aspek legal dan ekonomi (entitas) aktivitas sebuah
perusahaan pada umumnya berporos pada kegiatan perniagaan.
Dengan demikian, setiap perusahaan di bidang barang maupun jasa dapat menjadi objek
3
3
wajib zakat.
*Nishab dan kadar zakat perusahaan adalah:
1. Menentukan dan menilai harta (aset) yang wajib dikenai zakat sesuai syari’ah.
2. Menentukan dan menilai kewajiban yang mengurangi harta (aset) kena zakat.
3. Menghitung nilai zakat dengan kadar yang telah ditentukan.
d.Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis,
seperti biji-bijian, umbiumbian, sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman keras,tanaman
hias, rerumputan, dan dedaunan, ditanam dengan menggunakan bibit bebijian di mana
hasilnya dapat dimakan oleh manusia dan hewan.
3
4
Zakat memiliki beberapa faedah yang sangat berguna bagi umat Islam, diantaranya
faedah agama (diniyyah), akhlak (khuluqiyah) dan kesosialan (ijtimaiyyah). Berikut
penjelasan lebih rinci mengenai faedah-faedahnya.
Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman
Allah, yang artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS: Al
Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits yang muttafaq “alaih Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam” juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan
kembangkan oleh Allah berlipat ganda. Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti
yang pernah disabdakan Rasulullah Muhammad SAW.
Dengan persepuluhan berarti telah menjalankan salah satu rukun Islam yang
menyediakan budak kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Sebuah cara untuk hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Tuhannya, akan
menambah iman karena kehadirannya yang mencakup beberapa jenis ketaatan.
Wajib pajak akan mendapatkan pahala yang besar dua kali lipat, sebagaimana firman
Allah, yang artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (Al-Baqarah:
276). Muttafaq alaih dalam hadits, Nabi
Muhammad juga menjelaskan bahwa amal akan dikembangkan oleh keberuntungan
Allah dua kali lipat.
Zakat merupakan sarana pemurnian.
Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta
maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab
sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat
pengorbanannya. Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
1. Menanamkan sifat kemuliaan, toleransi dan toleransi terhadap wajib pajak pribadi.
2. Wajib pajak biasanya identik dengan sifat rahmat (kasih sayang) dan lembut kepada
saudaranya yang tidak memiliki.
3. Ini adalah fakta bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta
maupun raga bagi kaum
4. Muslimin akan melapangkan dada dan memperpanjang hidupnya. Untuk yakin dia akan
menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanan.
5. Dalam amal melawan pemurnian moral.
6. Menjadi tangan yang lebih baik daripada tangan di bawah.
3
5
Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima
zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam
dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas
ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa
tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu
dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan
cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup miskin yang
merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi
mereka. Hal ini dapat dilihat dalam kelompok penerima, salah satunya adalah mujahidin
fi sabilillah.
Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan kebencian yang ada di dalam
dada miskin.
Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi
menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak dapat dihidupkan kebencian dan
permusuhan mereka.
Jika properti begitu melimpah yang digunakan untuk mengentaskan kemiskinan tentu
akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi dan pelakunya jelas berkat-Nya akan
melimpah.
Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta
dibelanjakan, spin akan diperluas dan lebih banyak pihak yang mengambil keuntungan.
3
6
Materi Teori Pengelolaan Zakat
Pertemuan Ke 6 ( Rabu 12 April 2023 )
Untuk itu, partisipasi rakyat dalam berbagai fungsi kehidupan bernegara adalah
merupakan salah satu sarana untuk mencapai penegakkan hukum ( Rule Of Law )
tersebut atau lebih dikenal dengan system demokratis. Dengan kata lain, Negara hukum
harus ditopang dengan sistem demokrasi.
Pada saat yang sama muncul pula konsep Negara hukum (Rule Of Law) dari A.V. Dicey
yang lahir dalam naungan system Anglosaxon. Menurutnya unsur-unsur Negara hukum
adalah sebagai berikut :
Selain itu menurut B. Arif Sidharta menyatakan, Negara hukum adalah Negara yang
berintikan unsur-unsur dan asas-asas dasar sebagai berikut:
Sejalan dengan itu, suatu konsepsi yang sangat penting diperhatikan berkenaan dengan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan adalah konsep tentang kewenangan sangat
memegang peranan penting dalam Hukum Administrasi Negara. Kewenangan dalam
bahasa Belanda disebut dengan istilah Bevoegheid yaitu berkaitan erat dengan wewenang
pemerintah dalam mengelola dan melaksanakan kekuasaan Negara, adapun mengenai
ruang lingkup kewenangan tidak hanya meliputi pengambilan keputusan oleh penguasa
tetapi juga menyangkut kewenangan untuk melaksanakan tugas pemerintah.
3
8
Secara Teoritis kewenangan dapat diperoleh melalui tiga cara:
Menurut Bagir Manan (dalam Ridwan H.R) menjelaskan bahwa wewenang di dalam
bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (Macht). Kekuasaan hanya mengambarkan
hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum wewenang sekaligus berarti hak dan
kewajiban (Rechten en plichten).
Konsep kewenangan menurut beberapa orang sarjana adalah sebagai berikut :
Indikator kedua, pemahaman hukum, dalam arti sejumlah informasi yang dimiliki
seseorang mengenai isi dari suatu peraturan. Dengan perkataan lain pemahaman hukum
merupakan suatu pengertian atau penguasaan seseorang terhadap hukum tertentu, baik
menyangkut substansi maupun tujuannya.
3
9
1. Komponen kognitif (komponen konseptual) berkaitan dengan pengetahuan, pandangan
terhadap obyek sikap;
2. Komponen afektif (komponen emosional) yakni berhubungan dengan perasaan senang
atau tidak senang terhadap obyek sikap;
3. Komponen konatif (komponen perilaku) yakni komponen yang berhubungan dengan
sikap tindak terhadap obyek sikap.
Indikator keempat, pola perilaku hukum artinya seseorang berperilaku sesuai dengan
hukum yang berlaku. Mengenai hal ini Friedman mengemukakan bahwa :
“Compliance is, in other words, knowing conformity with a norm or command, a
deliberate instance of legal behavior that bends toward the legal act that ovoked it. Or the
legal behavior in the middle, one important type might be colled evasion. Evasive
behavior frustrates the goals of a legal act, but falls short of noncompliance or, as the case
may be, legal culpability”.
Dalam kehidupan bermasyarakat, kedua faktor tersebut sangat penting artinya karena
akan menentukan pola prilaku yang diwujudkan. Pengaruh kedua faktor itu akan tampak
dari warga masyarakat yang selalu bergerak dan menyesuaikan diri dengan situasi dan
kondisi yang akan mendukung prilakunya.
Selanjutnya Giddens mengemukakan ada tiga hal yang mem pengaruhi lahirnya prilaku
yaitu: Pertama reflaxtif of action, kedua ratioanalization of action dan ketiga motivation
of action. Reflextion monitoring of action, tindakan para individu yang diwujudkan
berdasarkan pengalaman dan tindakan para individu tersebut tercipta karena adanya
hubungan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Rationalization of action, yaitu
suatu tindakan yang dilakukan individu berdasarkan alas an yang logis/rasional karena
adanya pengetahuan dari individu yang bersangkutan. Motivation of action yaitu suatu
kemauan dari para individu yang didasarkan pada aspek kesadaran dan ketidak sadaran
individu terhadap kognisi dan emosinya.
Prilaku seseorang seringkali dilakukan secara sadar dan ketidak sadaranya, prilaku yang
dilandasi dengan penuh kesadaran akan membawa manfaat baik bagi dirinya maupun
orang lain. Karena itu prilaku hendaknya didukung oleh niat yang baik dan dengan
kesedaran yang tinggi.
Fishbein, dalam hal ini mengemukakan bahwa niat seseorang untuk berprilaku di
pengaruhi oleh persepsinya tentang manfaat prilaku tersebut serta persepsinya tentang
4
0
sikap kelompok panutannya. Selanjutnya Fishbein mengemukakan beberapa proposisi
yakni:
Menurut Hobbes dan Freud, pada dasarnya perilaku individu manusia adalah egoistis dan
karenanya cenderung memuaskan kepentingannya sendiri . Akibat sifat manusia yang
cenderung memuaskan kepentingannya sendiri, maka seringkali menimbulkan benturan-
benturan kepentingan dengan pihak lain yang apabila tidak dikendalikan akan
mengakibatkan terjadinya penyimpangan sosial (deviasi sosial).
Yang dimaksud dengan komponen struktur adalah bagian-bagian yang bergerak didalam
suatu mekanisme misalnya organisasi-organisasi/lembaga-lembaga hukum). Komponen
substansi yaitu hasil aktual yang diterbitkan oleh system hukum (misalnya norma-norma
hukum, termasuk peraturan perundang-undangan, keputusan yang dibuat oleh pengadilan
atau yang ditetapkan oleh badan pemerintah). Sedangkan komponen kultur merupakan
komponen pengikat sistem serta menentukan tempat sistem hukum itu ditengah
kultur/budaya masyarakat (terdiri dari nilai-nilai dan sikap publik).
Pengukuran terhadap efektivitas hukum atau pelaksanaan hukum dapat dilihat melalui
norma yang ada di dalam undang-undang itu sendiri, dimana yang dimaksud dengan
norma disini terutama dalam penelitian ini adalah Pengelolaan Zakat menurut Undang
Undang Nomor 38 Tahun 1999. Selain melalui norma yang terdapat di dalam Undang-
undang itu sendiri, efektivitas hukum dapat dilihat dari pemahaman masyarakat terhadap
norma yang ada artinya bahwa bagaimanakah penguasaan seseorang terhadap materi atau
isi dari peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya dapat dilihat dari prilaku aparat penegak hukum artinya bahwa penegak
hukum adalah merupakan ujung tombak dari penegakan hukum di lapangan. Yang
menjadi permasalahan adalah ketika substansi undang-undangya sangat responsip,
prilaku masyarakat menunjukkan ketaatan terhadap norma tadi tetapi jika aparatnya tidak
mampu melaksanakan norma tadi, maka akan terjadi ketimpangan dalam hal penegakan
hukum di masyarakat.
Mengkaji bekerjanya hukum dalam masyarakat, menurut Robert B. Seidman ada 3 (tiga)
unsur yang berkaitan didalamnya yaitu:
Selanjutnya oleh Seidman dinyatakan bahwa tingkah laku pemegang peran dapat
ditentukan oleh peraturan-peraturan hukum yang disampaikan kepadanya, dan oleh
keseluruhan kekuatan-kekuatan sosial yang bekerja didalam masyarakat. Dan lembaga
4
1
penerapan sanksi/peraturan akan bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku
tergantung dari adanya sanksi yang ada padanya. Setiap tingkah laku pemegang peran
dapat merupakan umpan balik yang disampaikan kepada pembuat peraturan.
Namun bekerjanya hukum tidak hanya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan itu
saja, tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya. Termasuk faktor-faktor anyg turut
menentukan respon yang akan diberikan oleh pemegang peran adalah:
Puasa Wajib
Shoum atau Puasa yang hukumnya wajib bagi orang muslim adalah Puasa yang jika
dikerjakan mendapatkan pahala dan jika tidak dikerjakan mendapatkan dosa. Adapun
puasa yang wajib adalah sebagai berikut : Shoum atau Puasa Ramadan, Shoum atau
Puasa karena nadzar, dan Shoum atau Puasa kifarat atau denda.
Puasa Sunah
Shoum atau Puasa sunnah adalah Puasa yang jika dikerjakan mendapatkan pahala
dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa.
4
2
Puasa Daud (sehari puasa, sehari tidak), bertujuan untuk meneladani puasanya
Nabi Daud.
Puasa ‘Asyura (pada bulan muharram), dilakukan pada tanggal 10.
Puasa 3 hari pada pertengahan bulan (menurut kalender islam) (Yaumul Bidh),
tanggal 13, 14, dan 15.
Puasa Sya’ban (Nis fu Sya’ban) pada awal pertengahan bulan Sya’ban.
Puasa bulan Haram (Asyhurul Hurum) yaitu bulan Dzulkaidah, Dzulhijjah,
Muharram dan Rajab.
1. Beragama Islam
2. Berakal sehat
3. Baligh (sudah cukup umur 9-15 tahun)
4. Mampu melaksanakannya
5. Syarat sah saum
6. Islam (tidak murtad)
7. Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk)
8. Suci dari haid dan nifas (khusus bagi wanita)
9. Mengetahui waktu diterimanya puasa
Rukun Puasa
Berikut ini adalah rukun puasa, yaitu:
1. Islam.
2. Niat (pada waktu malam hari).
3. Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga
terbenam matahari.
Beberapa yang Hal Di Haramkan Saat Puasa
Hari raya Idul Fitri, yaitu pada (1 Syawal), Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai
hari raya umat Islam. Hari itu merupakan hari kemenangan yang harus dirayakan
dengan bergembira. Karena itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak
diperkenankan seseorang untuk bersaum sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada
yang bisa dimakan, paling tidak harus membatalkan saumnya atau tidak berniat
Hari raya Idul Adha, yaitu pada tanggal (10 Dzulhijjah). Hal yang sama juga pada
tanggal 10 Zulhijjah sebagai hari raya kedua bagi umat Islam. Hari itu diharamkan untuk
bersaum dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan Qurban dan
membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa
ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari
besar.
4
3
Mengumpulkan ludah dan menelannya, begitu juga menelan dahak dan lain
sebagainya
Kemudian waktu makruh untuk bersaum yaitu ketika saum dikhususkan pada
hari Jumat, tanpa diselingi saum sebelumnya atau sesudahnya.
Dari kesemua hal yang membatalkan Puasa ada pengecualiannya, yaitu makan, minum
dan bersetubuh bagi orang yang sedang bersaum tidak akan batal ketika seseorang itu
lupa bahwa ia sedang berpuasa.
Wajib mengqadha dan wajib fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari yang ia
tidak bersaum, berupa bahan makanan pokok sebanyak 1 mud (576 gram)) :
Keutamaan Puasa
Ibadah Puasa Ramadhan yang diwajibkan Allah kepada setiap mukmin adalah ibadah
yang ditujukan untuk menghamba kepada Allah seperti yang tertera dalam sebuah
surah dalam al-Qur’an, yaitu:
4
4
Keutamaan Puasa menurut syariat Islam adalah, orang-orang yg bersaum akan
melewati sebuah pintu surga yang bernama Rayyan, dan keutamaan lainnya adalah
Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka, sejauh 70 tahun perjalanan.
Hikmah Puasa
Hikmah dari ibadah Puasa itu sendiri adalah melatih manusia untuk sabar dalam
menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al-Quran adalah gigih dan ulet
seperti yang dimaksud dalam Surat Ali ‘Imran/3: 146.
Perbaikan pergaulan
Orang yang ber-Puasa akan merasakan segala kesusahan fakir miskin yang banyak
menderita kelaparan dan kekurangan. Dengan demikian akan timbul rasa suka
menolong kepada orang-orang yang menderita.
Kesehatan
Ibadah Puasa Ramadhan akan membawa faedah bagi kesehatan rohani dan jasmani
jika pelaksanaannya sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan, jika tidak maka
hasilnya tidaklah seberapa, malah mungkin ibadah Shoum/Puasa kita sia-sia saja.
Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”(Q.S. Al-A’Raaf ayat 31)
4
5
Materi Haji dan Umroh
Pertemuan ke 9 ( Rabu tgl. 10 Mei 2023 )
Pengertian Haji dan Umroh
Umroh sendiri merupakan ibadah sunah yang memiliki banyak keistimewaan. Terkait
pelaksanaan, ada yang mengerjakan umrah terlebih dahulu baru haji, ada yang
mengerjakan haji terlebih dahulu baru umroh dan ada yang meniatkan haji
bersamaan dengan umrah. Namun, tidak ada ketentuan yang mewajibkan bahwa
pelaksanaan ibadah haji harus disandingkan dengan ibadah umrah.
Pengertian haji adalah ziarah Islam tahunan ke Makkah. Hal ini merupakan
kewajiban wajib bagi umat Islam dan harus dilakukan setidaknya sekali seumur
hidup oleh semua orang Muslim dewasa, yang yang secara fisik dan finansial
mampu melakukan perjalanan, dan dapat mendukung keluarga mereka selama
ketidakhadiran mereka. Jadi, pengertian haji adalah berniat melakukan perjalanan
ke Makkah.
4
6
menjalankan seluruh ketentuan-ketentuan ibadah haji pada waktu yang telah
ditentukan serta dilakukan dengan tertib.
Umroh sendiri dalam syariat Islam berarti berkunjung ke Baitullah atau (Masjidil
Haram) yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada sang kuasa yakni Allah SWT
dengan memenuhi seluruh syarat syaratnya dengan waktu tak ditentukan seperti
pada ibadah haji.
“Dan bagi Allah subhanahu wata’ala, wajib bagi manusia untuk melaksanakan haji
ke Baitullah.” (QS Ali Imran 98).
Bagi mereka yang mengingkari atau menghindari haji padahal mampu dan
memenuhi syarat, maka ia termasuk kaum yang berdosa.
Sementara itu, hukum ibadah umroh masih menjadi perdebatan di antara para
ulama. Dari ayat QS Al-Baqarah 196, umat Islam diperintahkan untuk
menyempurnakan ibadah haji dan umroh untuk Allah.
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah,” (QS al-Baqarah: 196).
Terdapat banyak hadist yang menjelaskan tentang hukum ibadah umroh. Beberapa
menyamakan hukum umroh dengan haji, tetapi ada pula yang menyebut hukum
melaksanakan umroh adalah Sunah.
Selain mengetahui pengertian haji dan umroh beserta hukumnya, kamu tentunya
juga perlu mengenali waktu pelaksaannya yang berbeda. Pelaksanaan ibadah haji
dilakukan setiap satu tahun sekali dan selalu memiliki jumlah jemaah yang banyak
dan berasal dari seluruh penjuru dunia. Waktu pelaksanaan ibadah haji terbatas
dibandingkan waktu pelaksanaan ibadah umroh. Waktu pelaksanaan haji terbatas
hanya pada rentang waktu awal bulan Syawal sampai Hari Raya Idhul Adha di bulan
Dzulhijjah.
Sementara, ibadah umroh bisa dilaksanakan kapan saja tanpa ada batasan rentang
waktunya, kecuali pada hari tertentu seperti hari Arafah pada 10 Zulhijah dan hari-
hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 Zulhijah. Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani
berkata:
“Dan waktu, waktu dalam haji adalah mulai dari permulaan bulan Syawal sampai
fajar hari raya Idul adha (Yaumu al-nahr) dan umrah bisa dilakukan di sepanjang
tahun."
4
7
Rukun dan Kewajiban Ibadah Haji dan Umroh
Rukun dalam ibadah menjadi penentu keabsahan ibadah yang dilakukan. Hal
tersebut juga berlaku untuk ibadah haji dan umroh. Rukun dalam ibadah haji dan
umroh bersifat batal bila tidak dilakukan dan tidak bisa diganti dengan denda.
Seperti yang diketahui, terdapat lima rukun dalam haji yaitu niat ihram, wuquf di
Padang Arafah, tawaf, sa’i, dan memotong rambut.
Kelima rukun ini harus dilakukan seluruhnya guna memenuhi keabsahan ibadah haji
yang dilakukan. Jika tidak bisa melaksanakan seluruh rukun haji ini dikarenakan satu
dan lain hal, maka nilai ibadah haji akan berkurang. Syekh Abdullah Abdurrahman
Bafadhal al-Hadlrami berkata:
“Rukun-rukun haji ada lima, yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i dan
memotong rambut. Dan rukun-rukun umrah ada empat yaitu ihram, tawaf, sa’i dan
memotong rambut,” (Syeh Abdullah Abdurrahman Bafadhol al-Hadlrami, Busyra al-
Karim Bi Syarhi Masa-il at-Ta’lim Ala al-Muqaddimah al-Hadlrasmiyah, Dar al-Fikr,
juz 2, hal. 55).
Untuk rukun umroh, yaitu niat ihram, tawaf, sa’i, dan memotong rambut. Perbedaan
haji dan umroh hanyalah wuquf di Padang Arafah yang hanya dilaksanakan oleh
Jemaah haji saja. Jemaah umroh tidak melakukan wuquf di Padang Arafah.
Pada haji dan umroh, Jemaah wajib menjalankan serangkaian ritual manasik, yang
apabila ditinggalkan tidak membatalkan ibadah, namun wajib diganti dengan denda.
Kewajiban ibadah haji ada lima, yaitu niat ihram dari miqat, batas area yang telah
ditentukan sesuai dengan asal wilayah Jemaah, menginap di Muzdalifah, menginap
di Mina, tawaf wada’ atau perpisahan, dan melempar jumrah. Syekh Zainuddin
Abdul Aziz al-Malibari berkata:
“Kewajiban-kewajiban haji yaitu ihram dari miqat, menginap di Muzdalifah dan Mina,
tawaf wada’ dan melempar batu,” (Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Qurrah
al-Aini, al-Haramain, hal. 210).
Sedangkan kewajiban umroh hanya dua, yaitu niat dari miqat dan menjauhi
larangan-larangan ihram. Jumlah kewajiban yang lebih sedikit ini membuat
pelaksanaan ibadah umroh menjadi lebih cepat selesai dibanding haji. Syekh
Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
“Sedangkan kewajiban-kewajiban umrah ada dua yaitu ihram dari miqat dan
menjauhi larangan-larangan ihram” (Syekh Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi Bin
Umar al-Jawi al-Bantaniy, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim, al-Haramain, hal. 239).
4
8
SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GANAP
TAHUN AKADEMIK 2023
MATA KULIAH : Materi Pembelajaran SMP / SMA
PRODI / SEMESTER : Pendidkan Agama Islam IV malam
HARI, TANGGAL : Rabu. Tgl. 17 Mei 2023
DOSEN PENGAMPU : Drs. HM. Sholehuddin Sulaiman, Msi
SIFAT : OPEN BOOCK.
1.Apa yang maksud dengan Fiqh baik secara etimologi maupun terminologi ?
jelaskan.
2.Di dalam materi ibadah telah d jelaskan berbagai macam ibadah dilihat dari
berbagai sudut pandang, jelaskan macam – macam ibadah tersebut.
3.Apakah air hujan bergenang di jalan di hukumi najis ? jika ia apa alasannya jika tidak
apa alasannya.
4. Ada studi kasus , ketika sholat isya’ fulan ragu jumlah rakaatnya antara ke 3 atau ke 4,
bagaiman soluis tersebut menurut sudut pandang ilmu fiqh ?
5. Mengapa orang muslim itu di wajibkan zakat, apa hikmah zakat dari sudut pandang
agama, akhlaq, dan sosial suaudara jelaskan secara renci ?
4
9
Keterangan :
1. Kertas jabawaban pakai kertas polio bergaris ukuran pajang dobel balak
balik penuh.
2. Lembaran Jawaban Atas pojok. Kasih NAMA, NO NIM. Semester IV
malam
3. Lembar jawaban di fofo setelah fofo kirim ke siakad dengan Limit waktu
PAI pagi mulai jam, 9.30 s/d 13.00 wib, Klau lewat dari limit waktu yang
sudak di tentukan tresebut di anggap tdk ikut ujian.
4. Kosma buat abasensi list di group yang sudah aploud siakad. Nama dan No
NIM.
5. Lemabaran jawaban yang sudah di foto dan kirim siakad kumpulkan di kosma
serahkan ke dosen untuk di nilai,besok hari Rabu tgl. 17 Mei 2023 di kantor
makasih atas perhatiannya.
SELAMAT MENGERJAKAN
5
0
Dalam suatu aktivitas niaga sudah pasti menghendaki keuntungan (ribhun) dari
barang yang bisa dijamin kemanfaatannya melalui akad pertukaran barang (barter) atau
jual beli. Sementara riba, menghendaki keuntungan (ziyadah) dari akad pemberian utang
tanpa wasilah barang (riba qardhi), atau keuntungan dari jual beli akibat durasi waktu
penundaan pelunasan (riba al-buyu’). Hakikatnya kedua praktik ini sama-sama
menghendaki keuntungan berupa tambahan harta pada pemberi utang (muqridh) atau pada
pedagang pemilik barang dagangan (ra’sul mal).
Keuntungan (az-ziyadah) yang didapat dari riba hukumnya haram, disebabkan karena
dua illat hukum yang terlibat di dalamnya, yaitu: adanya penindasan (zhulm) dan
akibat adh’afan mudha’afah (berlipat hampir dua kali lipat). Ketiadaan memenuhi dua illat
hukum ini, menandakan bahwa muamalah yang dilakukan adalah sesuai dengan maqashid
syariah sebagai praktik menjaga hak-hak atas harta (hifzhul mal).
Kepatuhan menghilangkan unsur penindasan (zhulm) dan eksploitatif (adh’afan mudha’afah)
merupakan praktik menjaga hak-hak atas agama (hifzhud din), sebagaimana keduanya
merupakan yang diharamkan secara ijma’. Karena keduanya diharamkan secara ijma’, maka
demikian pula dengan riba, adalah diharamkan secara ijma’ pula. Sesuatu yang diharamkan
secara ijma’, maka hukumnya adalah kafir bila mengkufurinya.
Semangat menghilangkan penindasan ini juga berlaku atas jual beli. Meskipun di dalam nash
disebutkan bahwa jual beli itu adalah halal, namun dalam realitanya, ada mekanisme jual beli
yang dilarang oleh syara’. Beberapa praktik jual beli yang nyata dilarang oleh syariat secara
ijma’, antara lain, adalah jual beli talaqqy rukban (mencegat rombongan pedagang di tengah
jalan), jual beli hadhir lil bad (mencegat rombongan pedagang luar kota sebelum masuk
pasar), ihtikar (menumpuk barang saat masyarakat sedang paceklik), dan jual beli barang
yang tidak bisa dijamin. Inti sari larangan transaksi (muqtadhal ‘aqdi) sebagaimana praktik
jual beli ini hakikatnya adalah untuk menghilangkan unsur penindasan terhadap sesama
(zhulm) dan tindakan eksploitatif, yaitu mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari
masyarakat kecil/kaum mustadh’afin. Yang lebih unik, dari semua illat keharaman jual beli
ini, adalah juga berlaku atas praktik jual beli yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya
dengan larangan nash seperti mabi’ (barang yang dijual) atau tata cara akadnya.
Meskipun semua sah dan dibenarkan oleh syariat, akan tetapi bila praktik itu dilakukan
dengan talaqqy rukban, bai’ hadhir lil bad, ihtikar, atau menjual barang yang tidak bisa
dijamin, maka tidak diragukan lagi bahwa praktik-praktik itu sebagai yang tidak dibenarkan
oleh syariat. Karena dilarang, maka termasuk haram dilakukan. Bahkan untuk menanggulangi
ihtikar (monopoli), diperbolehkan bagi seorang pemimpin negara atau pihak yang
5
1
mewakilinya, atas nama menjaga kemaslahatan umum masyarakat, guna mengambil
kebijakan yaitu merampas secara paksa harta yang ditimbun oleh pedagang, kemudian
membagikannya kepada khalayak masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Selanjutnya,
karena ada hak milik yang harus dijaga, negara dibenarkan untuk memberikan ganti rugi
berupa harga mitsil (harga standard) kepada pemilik barang.
Mencermati terhadap kasus ini, ada dua komponen yang rupa-rupanya hendak dijaga oleh
syariat demi terwujudnya kemaslahatan, yaitu hak pemilik harta dan hak masyarakat karena
adanya illat paceklik. Kedua hak ini harus dipenuhi seiring adanya maslahah dharury yang
harus dicapai.
Hal yang sama ternyata juga berlaku atas harta milik seseorang yang diduga ia memiliki
tabiat israf (boros). Demi menjaga kemaslahatan hidup person individu tersebut,
negara/hakim/pemimpin masyarakat setempat (wali) dibenarkan untuk melakukan tindakan
hajr (menahan penasharufan) barang milik musrif (pemboros) tersebut untuk tidak
dibelanjakan, sehingga semua transaksinya dianggap tidak sah secara syariat. Sudah pasti
tindakan hajr ini adalah karena sebuah alasan yang dibenarkan syariat, yaitu menghadirkan
kemaslahatan. Menghadirkan kemaslahatan umum/khusus kepada masyarakat adalah
tanggung jawab dari pemimpin/wali.
Dalam praktik riba yang berkaitan dengan tukar menukar barang ribawi, sangat dikenal
adanya transaksi bai’ araya. Bai ‘araya didefinisikan sebagai:
(مصطلحات) أن يشتري رجل من آخر ما على نخلته من الرطب بقدره من التمر تخمينا ليأكله أهله رطبا:بيع العرايا
Artinya: “Jual beli araya (secara istilah), adalah jual beli yang dilakukan oleh seseorang
dengan jalan membeli kurma hijau (ruthab) milik pihak lainnya ditukar dengan kurma
kering untuk kebutuhan makan keluarganya.” (Mu’jam al-Ma’any)
Jadi, suatu ketika ada orang yang membutuhkan kurma kering untuk kebutuhan makan bagi
keluarganya. Ia tidak memiliki sesuatu apapun selain kurma yang masih hijau di atas pohon.
Lalu ia menghubungi saudaranya yang memiliki kurma kering untuk melakukan transaksi
tukar menukar dengannya. Kurma kering ditukar dengan kurma yang masih dipohon, akad ini
jelas-jelas merupakan transaksi ribawi. Kaidah yang diabaikan dalam hal ini adalah kaidah
tamatsul (kesamaan dari sisi berat). Karena praktik jual beli barang ribawi yang sama
jenisnya (sama-sama kurmanya) melazimkan tiga ketentuan, yaitu wajib hulul (kontan),
5
2
tamatsul (kesamaan takaran), dan taqabudh (saling serah terima). Praktik bai’ al-araya ini
mengabaikan ketentuan tamatsul. Itu sebabnya kemudian diterapkan sebuah pendekatan
(taqriban) terhadap kaidah tamatsul ini. Sebagaimana hadits:
ِ ْ َأ ْن تُبَا َع بِخَر:ص فِي ْال َع َرايَا
ٌ َ ُمتَّف. صهَا َك ْياًل
ق َعلَ ْي ِه َ َأ َّن َرسُو َل هَّللا ِ ﷺ َر َّخ:ت رضي هللا تعالى عنه
ٍ ِع َْن َز ْي ِد ب ِْن ثَاب
Artinya: “Dari Zaid bin Tsâbit radliyallahu ‘anhu: Sesungguhnya Rasulullah SAW telah
memberi keringanan dalam jual beli araya, yaitu: Jual beli dengan melakukan kharsh
takaran.”(HR: Bukhari dan Muslim).
Kharsh dalam istilah ilmu hitung sering dimaknai dengan menaksir, dan mengira-ngira. Yang
dikira-kira adalah kurma muda yang masih ada di pohon. Hadits ini memiliki jalur sanad
sahabat Zaid ibn Tsabit. Beliau terkenal sebagai pakar ilmu hisab di jaman Nabi Muhammad
SAW. Adapun batasan kebolehan jual beli araya adalah 5 ausuq. Sebagaimana hal ini
tertuang dalam hadits:
َّ
فِيمَا ُدونَ َخ ْم َس ِة،ص هَا من التم ر ْ َّ هَّللا َأ َأ ْ
َ َّن َر ُس و َل ِ ﷺ َرخ: وعَن بِي هُ َر ْي َرةَ رضي هللا تع الى عن ه
ِ ْص فِي بَ ْي ِع ال َع َرايَا بِخَر
5
3
Jika ternyata dalam praktik jual beli ada juga jual beli yang dilarang, sementara dalam praktik
riba, ternyata ada bagian pertukaran barang ribawi yang masih diperbolehkan oleh syariat,
maka illat yang kuat mendasari kebolehan praktik pertukaran ribawi yang ditoleransi itu
adalah karena faktor adanya hajatun nas. Sementara, illat yang kuat mendasari praktik
dilarangnya pertukaran ribawi atau praktik jual beli, adalah karena adanya unsur penindasan
(zhulm) dan eksploitatif sebagaimana tercermin dari adh’afan mudha’afah (hampir dua kali
kelipatan). Alhasil, muara keduanya ada pada kemaslahatan umat. Wallahu a’lam
A. Pendahuluan
5
4
a)Pengertian‘Ariyah
‘Ariyah menurut etimologi yaitu pinjaman, sedangkan menurut terminology ‘Ariyah
ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya
dengan tidak merusakkan zatnya, agar zat barang itu tetap dikembalikan. Tiap-tiap yamg
mungkin diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zat barang itu, boleh dipinjam atau
dipinjamkan.
Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama, antara lain:
1. Menurut Hanafiyah ‘ariyah adalah “Memiliki manfa’at secara cuma-cuma”
2. Menurut Malikiyah ‘ariyah adalah “Memiliki manfa’at dalam waktu tertentu tanpa
imbalan”
3. Menurut Syafi’iyah ‘ariyah adalah “Kebolehan dalam mengambil manfa’at dari
seseorang yang membebaskanya, apa yang mungkin untuk dimanfa’atkan, serta tetap zat
barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya”
4. Menurut Hanabilah ‘ariyah adalah“Kebolehan memanfa’atkan suatu zat barang tanpa
imbalan dari peminjam atau yang lainya
Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa pinjam meminjam merupakan perjanjian
yang bertimbak balik (dua pihak) di mana pihak yang satu memberikan sesuatu barang yang
tidak habis karena pemakaian, dengan ketentuan bahwa pihak yang menerima akan
mengembalikan barang tersebut sebagaimana diterimanya. Misalnya si A meminjam sebuah
mobil dari si B setelah mobil tersebut dipakai sesuai dengan waktu yang diperjanjikan
selanjutnya si A mengembalikan mobil tersebut kepada si B.
Dari pengertian yang dikemukakan di atas terlihat bahwa pengertian pinjam-meminjam
dalam ketentuan syariat Islam serupa dengan ”Pinjam Pakai”. Pinjam Pakai adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang lainnya untuk dipakai dengan Cuma-Cuma, dengan syarat
bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya waktu tertentu,
akan mengembalikannya.
b .DasarHukumnya
Ariyah adalah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain, untuk diambil
manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, agar zat barang tersebut itu dapat dikembalikan.
Sesuai dengan firman Allah: “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa”(al
maidah: 2)
Meminjamkan sesuatu berarti menolong orang yang sedang membutuhkan sesuatu tersebut.
Dan didalam hadits Rasullah :
“Pinjaman wajib dikembalikan dan orang yang menjamin sesuatu harus membayar.” (Riwayat
Abu Dawud dan Tirmdzi yang dinilainya sebagai hadist hasan)
Hukum Meminjamkan:
1) Sunah : karena membantu orang lain yang sedang membutuhkannya
2) Mubah : karena saling tolong-menolong dalam hal-hal yang positif atau kebaikan.
3) Wajib : karena sesuatu kondisi yang terdesak atau terpaksa, misalkan; meminjamkan kain
saat seseorang tidak mempunyai pakaian suci untuk salat dan meminjamkan pisau untuk
menyembelih binatang yang hampir mati.
4) Haram : kalau yang dipinjam itu akan dipergunakan untuk sesuatu yang haram. Misalkan ;
seseorang yang meminjamkan mobil kepada pencuri sedangkan ia mengetahui bahwa
seseorang tersebut pencuri, maka keadaanya sama seperti pencuri tersebut. Kaidah : “jalan
menuju sesuatu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.
5
5
c. Rukun dan Syarat Pinjam-meminjam
Adapun yang menjadi rukun dan syarat perjanjian pinjam-meminjam adalah sebagai
berikut:
a. Adanya pihak yang meminjamkan
b. Adanya pihak yang meminjam (peminjam)
c. Adanya objek/benda yang dipinjamkan
d. Lafaz, Menurut sebagian orang, sah dengan tidak berlafaz.
d. Kewajiban si peminjam
Barang siapa meminjam sesuatu barang dari pihak lain, maka hendaklah si peminjam
menjaga dan memelihara barang pinjaman tersebut sebagai seorang bapak rumah tangga
yang baik. Maksudnya si peminjam mempunyai tanggung jawab penuh atas barang tersebut.
Andainya barang tersebut hilang atau mengalami kerusakan, maka si peminjam
berkewajiban untuk mengganti barang tersebut. Selain berkewajiban menjaga dan memelihara
barang pinjaman, peminjam juga berkewajiban untuk mengembalikan barang yang dipinjam
kepada pihak yang meminjamkan sesuai dengan yang diperjanjikan.
Yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya
sekedar menurut izin dari yang punya, atau kurang dari yang diizinkan.umpama dia meminjam
tanah untuk menanam padi dan yang sama umurnya dengan padi, atau yang kurang,seperti
kacang. Tidak boleh dipergunakan untuk tanaman yang lebih lama daripada padi, kecuali kalau
tidak ditentukan masanya, maka dia boleh bertanam menurut kehendaknya.
f.. Status barang pinjaman
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hak pemanfaatan pihak pemiunjam terhadap
barang yang dipinjamkan mu’ir(orang yang meminjamkan barang) kepadanya. Jumhur ulama’
mengatakan, bahwa peminjam hanya boleh memanfaatkan benda yang dipinjamnya sesuai
dengan izin mu’ir. Adapun ulama’ hanafiyyah membedakan ariyah menjadi dua macam, yaitu
ariyah muthlaqah dan ariyah muqayyadah. Ariyah muthlaqah adalah seseorang yang
meminjam suatu barang dari oaring lain tanpa menyebutkan secara spesifik siapa yang boleh
memanfaatkan barang tersebut dan bagaiman cara penggunaanya.
Ariyah muqayyadah ialah seseorang yang meminjam suatu barang dari orang lain
5
6
dengan menyebutkan tempat, waktu, maupun peruntukannya secara spesifik. Dalam ariyah
muqoiyyadah ini, apabila peminjam melampaui batas yang telah ditetapkan dalam akad, maka
dia harus bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi yang diakibatkan oleh tindakan di
luar akad tersebut.
Para ulama’ juga berbeda pendapat mengenai kedudukan benda yang dipinjamkan
oleh mu’ir kepada musta’ir. Ulama’ hanafiyyah berpendapat bahwa barang yang dipinjamkan
itu merupakan benda amanah di tangan peminjam. Mereka mendasarkan pada informasi
hadist yang berbunyi: “peminjam dan pemegang titipan tidak wajib mengganti, kecuali
berkhianat”. Karena itu peminjam tidak wajib mengganti barang yang rusak atau hilang yang
disebabkan bukan karena kelalaian peminjam.
Ulama’ malikiyyah sependapat dengan kelompok hanafiyyah, bahwa benda yang
dinjamkan itu merupakan amanah. Hanya saja malikiyyah mengelompokkan benda yang
dipinjam menjadi dua bagian, yaitu benda yang dapat dihilangkan dan benda yang tidak dapat
dihilangkan. Untuk benda yang pertama, Musta’ir wajib mengganti, apabila dia
menghilangkannya, contohnya pakaian, perhiasan,Dll. Sedangkan untuk benda yang kedu,
menurut mereka peminjam tidak wajib mengganti apabila benda tersebut hilang. Contohnya
tanah dan rumah.
Sedangkan menurut syafiiyyah berpendapat bahwa, barang yang dipinjam dianggap
sebagai tanggungan si peminjam, karena itu peminjam bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap barang yang dipinjamnya, termasuk apabila barang itu rusak atau hilang dengan
sengaja atau tidak. Pendapat ini juga dianut oleh ulama’ hanabillah.[5]
B. QIRADH
a) Pengertian Qiradh
Qirad ialah memberikan modal dari seseorang kepada orang lain untuk modal usaha,
sedangkan keuntungan untuk keduanya menurut perdamaian (perjanjian) antara keduanya
sewaktu akad, dibagi dua atau dibagi tiga umpamanya.
Rasulullah SAW telah melakukannya, beliau mengambil modal dari Siti Khadijah
sewaktu beliau berniaga ke Syam. Begitu pula Ijma’ sahabat. Qirad memang ada sejak zaman
jahiliyyah kemudian ditetapkan oleh agama islam. Peraturan qirad ini diadakan karena benar-
benar dibutuhkan oleh sebagian umat manusia. Betapa tidak, ada orang yang mempunyai
modal tetapi tidak pandai berdagang atau tidak berkesempatan, sedangkan yang lain pandai
dan cakap lagi mempunyai waktu yang cukup., tetapi tidak mempunyai modal. Qirad berarti
juga untuk kemajuan bersama: perdagangan juga mengandung arti tolong-menolong.
b) Rukun Qirad
a. Harta (modal), baik berupa uang ataupun lainnya. Keadaan modal hendaklah diketahui
banyaknya.
b. Pekerjaan, yaitu berdagang dan lain-lainnya yang berhubungan dengan urusan
perdagangan tersebut. Barang yang hendak diperdagangkan, begitu juga tempat, hendaknya
tidak ditentukan, hanya diserahkan saja pada pekerja:barang apa dan di tempat manapun
bisa,asal menurut pandangannya ada harapan unuk mendapat keuntungan.
c. Keuntungan , banyaknya keuntungan untuk pekerja hendaklah ditentukan sewaktu akad,
misalnya seperdua atau sepertiga dari jumlah keuntungan.
d. Yang punya modal dan yang bekerja (pekerja). Keduanya hendaklah orang yang berakal
dan sudah baligh dan bukan orang yang dipaksa.[6]
c) Syarat-Syarat Qiradh
Syarat-syarat terlaksananya Qiradh, yaitu:
5
7
a. Kadar pinjaman itu harus diketahui dengan timbangan atau bilangan.
b. Jika barang pinjaman itu berupa binatang, maka harus diketahui sifat dan umurnya.
c. Pinjaman itu hendaknya dari orang yang memang sah memberikan pinjaman.
d) Cara Pelaksanaan Qiradh
Jika barang pinjaman itu masih tetap seperti sewaktu dipinjamkan maka harus
dikembalikan dalam keadaan itu. Sedangkan jika berubah pengembaliannya dengan barang
yang serupa, kalau tidak ada cukup seharga barang yang dipinjam
HR Ahmad dan Muslim serta Ashhabus sunan dar Rafi', berkata: "rasulullah saw pernah
meminjam unta muda kepada seseorang. Kemudian datanglah unta zakat. Kemudian beliau
memrintahkanku agar membayar piutang orang tersebut yang diambil dari unta sedekah itu.
Lalu katakanlah: aku tidak mendapatkan unta mudah didalamnya kecuali unta pilihan yang
sudah berumur enam tahun masuk ketujuh'." Lalu nabi saw bersabda:
“Berikanlah kepadanya sesunggunya orang yang paling baik diantaramu adalah orang
yang paling baik membayar hutang.
Bila pengangkutan uang (barang) untuk pembayaran uang itu tidak terjamin keamanannya.,
maka pombayaran boleh dilaksanakkan diluar ketentuan semula, sesuai dengan kehendak
yang meminjamkan.
e. Pihak yang meminjamkan diharamkan mengambil riba dalam pinjaman tersebut.
C. HIWALAH
a) Pengertian Hiwalah
Hiwalah ialah memindahkan utang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan yang
lain. Banyak perjanjian hutang yang dapat dipindah tangankan. Misalnya apabila A
mengutangkan uang kepada B, utang A dengan perjanjian tertentu utangnya dapat
dipindahtangankan kepada C. pemindahan utang ini disebut Hawalah. Imam Malik
membolehkan pemindahan utang ini untuk dibayarkan oleh orang lain, tetapi ulam’ syafi’I dan
hanafi tidak menyetujui pendapat Imam Malik, meskipun ulama’ Hanafi menyetujui hal ini
dengan kasus-kasus khusus. Akan tetapi semua ulam’ membolehkan A untuk memindahkan
utangnya kepada B dengan nilai utang yang sama atau menyerahkan utangnya kepada orang
lain sebagai orang yang berhutang. Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “orang yang mampu membayar utang, haram atasnya melalaikan utangnya. Maka
apabila seorang di antara kamu memindahkan utangnya kepada orang lain, pemindahan itu
hendaklah diterima, asal yang lain itu mampu membayar” (Riwayat Ahmad dan Baihaqi)
5
8
b. Muhtal (orang yang berpiutang).
c. Muhal alaih (orang yang berutang).
d. Utang muhil kepada muhtal.
e. Utang muhal alaih kepada muhil.
f. Sigat (Lafaz akad).
Dalam cara pelaksanaan Hiwalah yang perlu kita perhatikan, antara lain:
a. Pihak yang membayar utang hendaknya orang yang betul-betul mampu memenuhinya.
b. Bila dipersilahkan menagih kepada seseorang, namun ternyata orang tersebut jatuh
melarat, mati atau pergi jauh maka haknya dikembalikan lagi kepada orang yang
5
9
memerintahkan untuk menagihnya itu
c. Jika seseorang menyuruh menagih kepada orang lain, namun orang lain itu menyuruh pula
menagih kepada orang lain lagi, maka hiwalah tersebut boleh dilakukan, selama persyaratan
dapat dipenuhi dan tidak merugikan pihak yang menagih.
Akibat hukum Hiwalah
Jika akad Hiwalah terjadi, maka akibat hukum dari akad adalah sebagai berikut
Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban pihak pertama untuk membayae hutang
kepada pihak kedua menjadi terlepas.
Akad Hiwalah menyebabkan lahirnya hak bagi pihak kedua untuk menuntut pembayaran
hutang kepada pihak ketiga
· Berakhirnya akad hiwalah
Para ulama fiqih mengemukakan bahwa akad Hiwalah akan berakhir apabila.
a. Salah satu pihak yang sedang melakukan akad membatalkan akad
b. Pihak ketiga melunasi utang kepada pihak kedua
c. Pihak kedua wafat, sedangkan pihak ketiga merupakan Ahli waris harta pihak kedua.
d. Pihak kedua mnghibahkan, harta yang merupakan akad Hiwalah kepada pihak ketiga.
Pihak kedua membebaskan pihak ketiga dari kewajiban untuk membayar utang dari yang
dialihkan.
6
1
MATERI FIQH SYIRKAH DAN MUDHAROBAH
A. Pengertian Syirkah
Definisi Syirkah (Kerjasama)<br />Secara etimologi al-syirkah berarti al-ikhtilath
(percampuran) dan persekutuan, yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang
lainnya, sehingga sulit dibedakan.<br />Secara terminologi, menurut ulama Malikiah
untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta
merekaMenurut ulama Syafi’iyah dan Penetapan hak bertindak hukum bagi dua orang
atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati Menurut ulama Hanafiah Akad yang
dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan
keuntunganKesimpulan: Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam
sebuah usaha dengan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara
bersama
C. Macam-Macam Syirkah
Macam-macam SyirkahSyirkah al-amlak (perserikatan dalam pemilikan
Syirkah al-‘uqud (perserikatan berdasarkan suatu akad SYIRKAH AL-AMLAK
Menurut Sayyid Sabiq, syirkah al-amlak adalah bila lebih dari satu orang memiliki
suatu jenis barang tanpa didahului aqad, baik bersifat ikhtiari atau jabari. Syirkah al-
amlak terbagi dua Ikhtiari (perserikatan yang dilandasi pilihan orang yang
berserikat), yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang
berserikat, seperti dua orang sepakat membeli suatu barang, atau mereka
menerima harta hibah secara berserikat. Maka barang atau harta tersebut menjadi
harta serikat bagi mereka berdua. Jabari (perserikatan yang muncul secara paksa,
bukan atas keinginan orang yang berserikat), seperti harta warisan, menjadi milik
bersama orang-orang yang berhak menerima warisan. Status harta dalam syirkah
al-amlak adalah sesuai hak masing-masing, bersifat mandiri secara hukum. Jika
masing-masing ingin bertindak hukum terhadap harta serikat itu, harus ada izin dari
mitranya. Hukum yang terkait dengan syirkah al-amlak dibahas secara luas dalam
bab wasiat, waris, hibah dan wakaf.
D. SYIRKAH AL-‘UQUD
Akad yang disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan
modal dan keuntungannya Syirkah al-‘uqud terbagi lima ;
1. Syirkah al-‘inan , yaitu perserikatan dalam modal (harta) antara dua orang atau lebih,
yang tidak harus sama jumlahnya. Keuntungan dan kerugian dibagi dua sesuai
prosentase yang telah disepakati. Sedangkan kerugian menjadi tanggung jawab orang-
orang yang berserikat sesuai dengan prosentase penyertaan modal/saham masing-
masing. Para ulama sepakat, hukumnya boleh
2. Syirkah Mufawadhah ;, perserikatan dua orang atau lebih pada suatu obyek, dengan
syarat masing-masing pihak memasukkan modal yang sama jumlahnya, serta
melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama pula. Jika mendapat keuntungan dibagi
rata, dan jika berbeda tidak sah. Masing-masing pihak hanya boleh melakukan transaksi
6
2
jika mendapat persetujuan dari pihak lain (sebagai wakilnya), jika tidak, maka transaksi
itu tidak sah. Ulama Hanafiah dan Zaidiyah menyatakan bentuk perserikatan seperti ini
dibolehkan. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menyatakan tidak boleh, karena
sulit untuk menentukan prinsip kesamaan modal, kerja dan keuntungan dalam
perserikatan itu, disamping tidak ada satu dalilpun yang shahih yang bisa dijadikan dasar
hukum. Tetapi mereka membolehkan Mufawadhah seperti pandangan Malikiyah, yaitu
boleh mufawadhah jika masing-masing pihak yang berserikat dapat bertindak hukum
secara mutlak dan mandiri terhadap modal kerja, tanpa minta izin dan musyawarah
dengan mitra serikatny
3. Syirkah Abdan/A’mal , perserikatan yang dilakukan oleh dua pihak untuk menerima
suatu pekerjaan, seperti kerjasama seprofesi antara dua orang arsitek atau tukang kayu
dan pandai besi untuk menggarap sebuah proyek. Hasil atau imbalan yang diterima
dibagi bersama sesuai kesepakatan. Menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah
dan Zaidiyah hukumnya boleh. Ulama Malikiyah mengajukan syarat, yaitu bahwa kerja
yang dilakukan harus sejenis, satu tempat, serta hasil yang diperoleh dibagi menurut
kuantitas kerja masing-masing. Menurut ulama Syafi’iyah, Syi’ah Imamiyah, perserikatan
seperti ini hukumnya tidak sah, karena yang menjadi obyek perserikatan adalah
harta/modal, bukan kerja, disamping pula, kerja seperti ini tidak dapat diukur, sehingga
dapat menimbulkan penipuan yang membawa kepada perselisihan.
4.Syirkah Wujuh , serikat yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal
sama sekali, dan mereka melakukan suatu pembelian dengan kredit serta menjualnya
dengan harga tunai; sedangkan keuntungannya dibagi bersama. Mirip seperti kerja
makelar barang, bukan makelar kasus (markus). Ulama Hanafiah, Hanabilah dan
Zaidiyah menyatakan hukumnya boleh, karena masing-masing pihak bertindak sebagai
wakil dari pihak lain, sehingga pihak lain itupun terikat pada transaksi yang dilakukan
mitra serikatnya. Sedangkan ulama Malikiyah, Syafi’iyah menyatakan tidak sah dan tidak
dibolehkan, karena modal dan kerja dalam perserikatan ini tidak jelas
5. Syirkah al-Mudharabah, persetujuan antara pemilik modal dengan pengelola untuk
mengelola uang dalam bentuk usaha tertentu, keuntungannya dibagi sesuai
kesepakatan bersama, sedangkan kerugian menjadi tanggungan pemilik modal saja.<
6
3
Syarat-syarat umum syirkah (termasuk untuk syirkah ‘inan dan wujuh): Syirkah itu
merupakan transaksi yang boleh diwakilkan, artinya salah satu pihak jika bertindak hukum
terhadap obyek syirkah itu, dengan izin pihak lain, dianggap sebagai wakil seluruh pihak
yang berserikat. Juga, anggota serikat saling mempercayai Prosentase pembagian
keuntungan untuk masing-masing pihak yang berserikat dijelaskan ketika akad berlangsung.
Keuntungan diambil dari hasil laba harta perserikatan, bukan dari harta lain. Syarat khusus
dalam syirkah al-’uqud: modal perserikatan itu jelas dan tunai, bukan berbentuk utang dan
bukan pula berbentuk barang. Syarat khusus untuk syirkah al-mufawadhah, menurut ulama
Hanafiah Kedua belah pihak cakap dijadikan wakil. Modal yang diberikan masing-masing
pihak harus sama, kerja yang dilakukan juga sama, keuntungan yang diterima semua pihak
kuantitasnya juga harus sama. Semua pihak berhak untuk bertindak hukum dalam seluruh
obyek perserikatan itu Lafaz yang digunakan dalam akad adalah lafaz al-mufawadhah. Jika
salah satu syarat tidak terpenuhi, maka akadnya tidak sah, dan berubah menjadi syirkah
al-’ina Musyarakah Istilah
I .Musyarakah
berkonotasi lebih terbatas daripada istilah syirkah. Istilah ini tidak banyak digunakan dalam
fiqh, tetapi sering dipakai dalam skim pembiayaan syariah. Musyarakah merupakan akad
bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha pemilik dana/modal bekerjasama sebagai mitra
usaha, membiayai investasi usaha baru atau yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik
modal berhak ikut serta dalam manajemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan
keharusan. Para pihak dapat membagi pekerjaan mengelola usaha sesuai kesepakatan, dan
mereka juga dapat meminta gaji untuk tenaga dan keahlian yang mereka curahkan untuk
usaha tersebut. Proporsi keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang ditentukan
sebelumnya dalam akad, sesuai proporsi modal yang disertakan (pendapat Imam Malik dan
Imam Syafi’i), atau dapat pula berbeda dari proporsi modal yang mereka sertakan (pendapat
Imam Ahmad). Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa proporsi keuntungan
dapat berbeda dari proporsi modal pada kondisi normal. Namun demikian, mitra yang
memutuskan menjadi sleeping partner (pasif), proporsi keuntungannya tidak boleh melebihi
proporsi modal. Jika terjadi kerugian, maka ditanggung bersama sesuai dengan proporsi
penyertaan modal masing-masing. Kesimpulan: Dalam musyarakah, keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan para pihak, sedangkan kerugian ditanggung bersama sesuai
dengan proporsi penyertaan modal masing-masing pihak.
J. MITRA USAHA
MITRA USAHA <br />SKEMA MUSYARAKAH<br />Akad Musyarakah<br />Modal & Skill<br
/>Modal & Skill<br />PROYEK (Kegiatan Usaha)<br />Bagian Keuntungan X<br />Bagian
Keuntungan Y<br />Keuntungan (Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi
modal/nisbah)<br />Bagian Modal X<br />Bagian Modal Y<br />MODAL<br
K.Mudharabah
Yaitu akad bagi hasil ketika pemilik dana (pemodal/shahibul mal/rabbul mal) menyediakan
modal 100% kepada pengusaha sebagai pengelola (mudharib), untuk melakukan aktivitas
produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi bersama menurut
kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad (misal 60:40). Pemilik dana hanya
menyediakan modal dan tidak ikut campur dalam manajemen usaha yang dibiayainya.
Pengelola tidak ikut menyertakan modal, tetapi memberikan konstribusi tenaga dan
keahliannya. Jika terjadi kerugian karena proses normal dari usaha, dan bukan karena
kelalaian atau kecurangan pengelola (mudharib), maka kerugian modal ditanggung
sepenuhnya oleh pemodal (shahibul mal), sedangkan pengelola telah kehilangan tenaga,
pikiran dan keahlian yang telah dicurahkan saat menjalankan usaha. Jika kerugian itu
disebabkan kelalaian atau kecurangan pengelola, maka pengelola bertanggung jawab
sepenuhnya. Ulama Hanabilah menganggap mudharabah termasuk salah satu bentuk
syirkah/perserikatan. Tapi jumhur ulama (Hanafiah, Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah,
Imamiyah) tidak memasukkan mudharabah sebagai salah satu bentuk syirkah. Karena
mudharabah menurut jumhur merupakan akad tersendiri.
N.PEMODAL (SHAHIBUL MAL)<br />PENGUSAHA (MUDHARIB)<br />SKEMA
MUDHARABAH<br />Akad MUDHARABAH<br />SOFT SKILL<br />MODAL 100%<br
6
4
/>Kegiatan Usaha<br />Bagian Keuntungan X<br />Bagian Keuntungan Y<br
/>Keuntungan<br />Modal 100%<br />MODAL / Kerugian<br />
M.Mudharabah Muqayyadah<br />1.Proyek Tertentu<br />BANK<br />Mudharib<br
/>(Pengelola)<br />SPECIAL <br />PROJECT<br />4.Penyaluran Dana<br />5. Bagi
Hasil<br />2. HubungiInvestor<br />6. Bagi<br /> Hasil<br />3. Invest<br /> dana<br
/>INVESTOR<br />Shahibul Mal<br />(Pemilik modal)<br />Alur Kerja<br />Bank
Syariah<br />Menerima pendapatan<br />Pembayaran bagi hasil<br />Tergantung
pendapatan / hasil yg diterima<br />Hanya dana mudharabah<br />Bagi hasil / Margin<br
/>Mudharib<br />Shahibul maal<br />Mudharib<br />Shahibul Maal<br />Penyaluran <br
/>dana<br />Penghimpunan<br />dana<br />Bank<br />Deposan<br />Nasabah <br
/>debitur<br />Menerima bunga tetap<br />Membayar bunga tetap<br />Tidak ada pengaruh
pendapatan yang diterima<br />BANK KONVENSIONAL<br />
6
5
Pertemuan ke 15 ( Rabu tgl. 30 Juni 2021 )
A.PENGERTIAN IJARAH
Kata ijarah beasal dari baasa arab, yaitu ajara ( – )اَ َج َرyu’jiru (ُؤج ُر
ِ – )يijaran ( )ِإ ْي َجارًاyang
berarti menyewakan. Menuru istilah ijarah atau sewa adalah akad atas beberapa manfaat
atas penggantinya.Jadi ijarah atau sewa adalah penggunaan suatu barang atau jasa yang
memberikan manfaat dan yang dipergunakan tudak berkurang dari keadaan semula sert
ada batasan wakunya. Bedanya sewa menyewa dengan jual beli adalah, alam akad jual
beli hak kepemilikan suatu barang berpindah tangan atau dipunyaai si pembeli, sementara
akad sewa menyewa, hak kepemilikan suatu barang tidak berpindah tetapi hanya
kegunaan atau manfaat suatu benda yang dialihkan kepada si penyewa. Adapun
pengertian ijarah menurut beberapa ulama madzhab, yaitu sebagai berikut :
1.Pengertian ijarah menurut ulama Hanafiah ialah : akad untuk mempebolehkan
kepemilikan manfaat yang diketahui dan dilakukan dengan sengaja dari suatu zat yang
disewa dengan disertai imbalan.
2.Pengertian ijarah menurut ulama Malikiyah ialah : nama bagi akad-akad untuk
kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan juga untuk sebagian yang dapat dipindahkan.
3.Pengertian ijarah menurut ulama Sayyid Sabiq ialah : jenis akad untuk mengambil
manfaat dengan tujuan penggantian.
Pemanfaat yang diterima atau diambil bias berupa pemanfaatan barang atau juga
pemafaatan jasa seperti pekerjaan atau tenaga. Pemanfaatan barang bias seperti mendiami
rumah,penggunaan kendaraan dan lain-lain.sementara pemanfaatan jasa atau tenaga bias
seperti penjahit, buruh tani dan pekerjaan yang dapat diambil manfaat.
6
6
Dalam melakukan akad sewa menyewa atau ijarah, tentuna tidak boleh meleneng dari
syari’at agama. Diantaranya ada syarat dan rukun ijarah. Menurut jumhur ulama, rukun
ijarah terdiri dari Mu’jir, Musta’jir, Ajr, Manfaat dan Shighah (ijab qabul).
Syarat yang harus dipenuhi oleh mu’jir dan muata’jir yaitu seperti syarat akad lainya.
a.Berakal. b.Kehendak sendiri (tanpa paksaan). c.Baligh. d.Mengetahui secara jelas
tentang manfaat yang diakadkan agar tidak terjadi salah paham. e.Serta mengetahui akad
masa mengerjakannya atau batasan waktu.
Menurut Jumhur ulama ada beberapa syarat yang harus dipenuhi berkaitan dengan
manfaat atau obyek akad ijarah, yaitu :
a.Manfaat yang dijadikan obyek ijarah harus diketahui dengan pasti mulai bentuk, sifat,
tempat hingga waktunya.
b.Manfaat itu harus dipenuhi dalam arti yang sebenarnya.
c.Manfaat yang dikamsud bersifat mubah. Karena tidak boleh menyewakan barang yang
haram atau dilarang oleh syara’. Misalnya tempat untuk berjudi atau maksiat dan lain-
lain.
D.MACAM-MACAM IJARAH
1.Terjadinya cacat pada barang ketika diterima atau berada pada si penyewa (musta’jir)
atau juga barang yang disewakan rusak. Menurut jumhur ulama, kematian pada salah
seorang yang sedang berakad tidak dapat membatalkan ijarah, karena ahli warisnya dapat
menggantikan posisinya, baik sebagai mu’jir atau musta’jir.
2.Terpenuhinya manfaat benda atau jasa ijarah, atau juga selesainya pekerjaan dan juga
berakhirnya waktu yang telah ditetukan.
6
7
E..‘ARIYAH
Pengertian ‘Ariyah
‘Ariyah menurut bahasa adalah pinjaman. Sedangkan menurut istilah, ariyah ada
beberapa pendapat :
a.Menurut hanafiyah ‘ariyah ialah “memiliki manfaat secara Cuma-Cuma”.
b.Menurut Malikiyah, ‘ariyah ialah “memiliki manfaat dalam waktu tertentu dengan
tanpa imbalan”.
c.Dan menurut Syafi’iyah, ‘ariyah ialah kebolehan mengambil manfaat dari seseorang
yang membebaskannya, apa yang mungkin untuk dimanfaatka, serta tetap zat barangnya
supaya ddapat dikembalikan kepada pemiliknya.
Jadi yang dimaksud dengan ‘ariyah adalah memberikan manfaat suatu barang dari
seseorang kepada orang lain secara Cuma-Cuma (gratis). Bila digantikan dengan sesuatu
atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ‘ariyah.
Pembayaran Pinjaman
Setiap orang yang meminjam sesuatu kepada orang lain berarti peminjam memiliki utang
kepada yang berpiutang (mu’ir). Setiap utang wajib di bayar sehingga berdosalah orang
yang tidak mau membayar hutang, bahkan melalaikan pembayaran utang juga termasuk
aniaya. Perbuatan aniaya merupakan salah satu perbuatan dosa. Rosulullah bersabda :”
orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar utang adalah aniaya” (H.R.Bukhari
dan Muslim).
6
8
Melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperbolehkan, asal saja kelebihan itu
merupakan kemauan dari yang berutang semata .Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang
membayar utang. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya di antara orang yang terbaik dari kamu adalah orang yang sebaik-baiknya
dalam membayar utang” (HR. Bukhari dan Muslim).
Meminjam Pinjaman dan Menyewakannya
Abu hanifah dan Malik berpendapat bahwa peminjam boleh meminjamkan benda-benda
pinjaman kepada orang lain. Sekalipun pemiliknya belum mengizinkannya jika
penggunaanya untuk hal-hal yang tidak berlainan dengan tujuan pemakaian pinjaman.
Menurut mazhab Hanbali, peminjam boleh memanfaatkan barang pinjaman atau siapa
saja yang menggantikan statusnya selama peminjaman berlangsung, kecuali jika barang
tersebut disewakan.
Jika peminjam suatu benda meminjamkan benda pinjaman tersebut kepada orang lain,
kemudian rusak di tangan kedua, maka pemilik berhak meminta jaminan kepada salah
seorang diantara keduanya.
Tanggung Jawab Peminjam
Bila peminjam telah memegang barang-barang pinjaman, kemudian barang tersebut
rusak, ia brkewajiban menjaminnya, baik karena pemakaian yang berlebihan maupun
karena yang lainnya. Rosulullah Saw bersabda, bahwasanya pemegang berkewaiban
menjaga apa yang ia terima, hingga ia mengembalikannya.
C.WADI’AH
Barang titipan dikenal dalam bahasa fiqh dengan sebutan al-Wadi’ah, dan secara bahasa
al-wadi’ah ialah sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya supaya dijaganya.
Menurut Hasbi ash-Shidiqie, al-Wadi’ah ialah” akad yang intinya minta pertolongan
kepada seseorang dalam meelihara harta penitip”.
a.DASAR HUKUM WADI’AH
Wadi’ah adalah amanat bagi orang yang menerima titipan dan ia wajib
mengembalikannya pada waktu pemilik meminta kembali, firman Allah SWT :” jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu
menunaikan amanatnya dan bertaqwalah kepada Allah sebagai Tuhannya “ (Al-Baqarah:
283). Orang yang menerima titipan tidak berkewajiban menjamin, kecuali bila ia tidak
melakukan kerja dengan sebagaimana mestinya atau melakukan jinayah terhadap barang
titipan .
Menurut hanafiyah rukun al-wadi’ah ada satu, yaitu ijab dan qobul, sedangkan yang
lainnya termasuk syarat dan tidak termasuk rukun. Menurut hanafiyah dalam sighat ijab
dianggap sah apabila ijab tersebut dilakukan dengan perkataan yang jelas (sharih)
maupun dengan perkataan samaran (kinayah). Hal ini berlaku juga untuk kabul,
disyaratkan bagi yang menitipkan dan yang dititipi barang dengan mukalaf. Tidak sah
apabila yang menitipkan dan yang menerima benda titipaan adalah orang gila atau anak
yang masih kecil/ belum dewasa.
c.Sighat ijab dan qabul al-wadi’ah, disyaratkan pada ijab qabul ini dimengerti oleh kedua
belah pihak, baik dengan jelas maupun samar.
Menurut Sulaiman Rasyid, hukum menerima benda-benda titipan ada empat macam,
yakni sunat, haram, wajib dan makruh.
Jika orang menerima titipan mengaku bahwa benda-benda titipan telah rusak tanpa
adanya unsur kesengajaan darinya, maka ucapannya harus disertai dengan sumpah supaya
perkataannya itu kuat kedudukannya menurut hukum, namun ibnu al-Munzir berpendapat
bahwa orang yang menerima titipan sudah dapat diterima ucapannya secara hukum tanpa
dibutuhkan adanya sumpah, sedangkan menurut ibnu Taimiyah, jika seseorang yang
memelihara benda-benda titipan mengaku bahwa benda titipan ada yang mencuri,
sementara harta yang ia kelola tidak ada yang mencuri maka orang yang menerima benda
titipan tersebut wajib menggantinya.
Orang yang meninggal dunia dan terbukti padanya terdapat benda-benda titipan milik
orang lain, ternyata barang-barang titipan tersebut tidak dapat ditemukan maka ini
merupakan utang bagi yang menerima titipan dan wajib dibayar oleh para ahli warisnya.
Bila seseorang menerima benda-benda titipan sudah lama waktunya, sehingga ia tidak
lagi mengetahui dimana atau siapa pemilik benda-benda titipan tersebut dan sudah
berusaha mencarinya dengan cara yang wajar, namun tidak lagi diperoleh keterangan
yang jelas maka benda titipan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan agama, dan
mendahulukan masalah yang paling penting.
A.Daftar Pustaka
Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.
Rasyid, Suliman. 1976. Fiqh Islam, Jakarta: At-tahiriyah.
Sabiq, Sayyid. 1977. Fiqh Al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1984. Pengantar Fiqh Muamalah. Jakarta: Bulan Bintang.
Huda, Qomarul, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta : Teras, 2011).
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta : PT.Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah,
2010), h.34
Qomarul Huda, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta : Teras, 2011), h.77
7
0
SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER ( UAS ) GANAP
UNVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA
FAKULTAS AGAMA ISLAM
TAHUN AKADEMIK 2022
MATA KULIAH : Materi fiqh MTs / MA
PRODI / SEMESTER : Pendidkan Agama Islam IV PAGI
HARI, TANGGAL : Rabu tgl. 6 JULI 2022
DOSEN PENGAMPU : Drs. HM. Sholehuddin Sulaiman, Msi
SIFAT : OPEN BOOCK.
1. Bagaiman hukumnya, Apa bila kita sahur dan berpuasa mengikuti waktu WIB.
Sedangkan ketika waktu berbuka puasa mengikuti waktu WIT ? jelaskan.
2. Sebutkan macam – macam puasa yang disunnahkan dan jelaskan Hikmah Puasa
dari segi kesehatan
3. Jelaskan ?. persamaan dan perbedaan antara Haji dan Umroh
4. Mana yang lebih didahulukan antara memberi sedekah pengemis, anak yatim, fakir
miskin,tetangga dan keluarga ? jelaskan serta argumentasinya.
5. Pada zaman sekarang sering terjadi jual beli tidak langsung baik secara offline maupun
online bagaiman hukumnya jualbeli tersebut, sertatak argumentasi saudara.
Keterangan :
1. Kertas jabawaban pakai kertas polio bergaris ukuran pajang dobel balak balik
penuh.
2. Lembaran Jawaban Atas pojok. Kasih NAMA, NO NIM. Semester IV pagi
3. Lembar jawaban di fofo setelah fofo kirim ke siakad dengan Limit waktu PAI pagi
mulai jam, 9.30 s/d 12.00. wib, Klau lewat dari limit waktu yang sudak di
tentukan tresebut di anggap tdk ikut ujian.
4. Kosma buat abasensi list di group yang sudah aploud siakad. Nama dan No NIM.
5. Lemabaran jawaban yang sudah di foto dan kirim siakad kumpulkan di kosma serahkan ke
dosen pada Rabu tgl. 6 jam 10.00.lambat di anggap tidak ikut UAS., makasih atas
perhatiannya.
SELAMAT MENGERJAKAN
7
1