Anda di halaman 1dari 2

Kata "katolik" berasal dari frasa Yunani καθόλου, yang berarti "sarwa sekalian", "secara

keseluruhan", atau "am", gabungan kata κατά, yang berarti "perihal", dan kata ὅλος, yang berarti
"sarwa". Istilah "Katolik" pertama kali digunakan pada permulaan abad ke-2 sebagai sebutan
bagi seantero Dunia Kristen.
Keyakinan-keyakinan yang menjadi ciri khas kekatolikan, yakni keyakinan-keyakinan anutan
sebagian besar umat Kristen yang menyebut diri "Katolik", mencakup episkopalisme, yakni
memuliakan para uskup selaku rohaniwan tertinggi dalam agama Kristen,[9] dan penerimaan
syahadat Nikea tahun 381. Kekatolikan juga dianggap sebagai salah satu dari keempat ciri
Gereja,[10] sebagaimana tercantum dalam salah satu butir syahadat Nikea yang berbunyi "aku
percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik.

 Gereja Katolik adalah kesinambungan dari jemaat Kristen perdana yang dibentuk murid-murid


Yesus.[1] Gereja Katolik memuliakan uskup-uskupnya sebagai para pengganti rasul-rasul Yesus,
dan memuliakan Uskup Roma sebagai satu-satunya pengganti Santo Petrus,[2] rasul yang
berkarya di kota Roma pada abad pertama Masehi sesudah ditetapkan Yesus menjadi kepala
Gereja.[3][4] Pada akhir abad ke-2, para uskup mulai menyelenggarakan muktamar-muktamar
tingkat daerah guna menuntaskan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan ajaran dan
kebijakan.[5] Pada abad ke-3, Uskup Roma mulai menjadi semacam hakim agung, penuntas
perkara-perkara yang tidak dapat dituntaskan uskup-uskup lain.[6]
Agama Kristen tersebar ke seantero wilayah Kekaisaran Romawi, kendati dianiaya karena
bertentangan dengan kepercayaan pagan yang kala itu berstatus agama negara. Aniaya baru reda
sesudah agama Kristen dilegalkan Kaisar Konstantinus I pada tahun 313. Pada tahun 380, agama
Kristen Katolik ditetapkan Kaisar Teodosius I menjadi agama negara Kekaisaran Romawi.
Agama Kristen menjadi agama negara Kekaisaran Romawi sampai Kekaisaran Romawi
Barat runtuh, dan bertahan menjadi agama negara Kekaisaran Romawi Timur sampai kota
Konstantinopel jatuh ke tangan bangsa Turki. Konsili Ekumene yang pertama sampai dengan
yang ke-7 terselenggara pada masa-masa agama Kristen menjadi agama negara. Menurut
sejarawan Gereja, Eusebius, ada lima keuskupan terkemuka ketika itu, yakni keuskupan
Roma, keuskupan Konstantinopel, keuskupan Antiokhia, keuskupan Yerusalem, dan keuskupan
Aleksandria. Kelima keuskupan ini disebut Pancatantra (bahasa
Yunani: Πενταρχία, Pentarkia; bahasa Latin: Pentarchia).
Pertempuran di Toulouse mampu melanggengkan eksistensi Gereja Katolik di belahan Dunia
Barat, meskipun Roma diluluhlantakkan pada tahun 850, dan Konstantinopel sudah terkepung.
Pada abad ke-11, kerenggangan silaturahmi antara Gereja Yunani di Dunia Timur dan
Gereja Latin di Dunia Barat akhirnya bermuara pada Skisma Akbar. Salah satu pemicunya
adalah sengketa seputar ruang lingkup kewenangan Uskup Roma. Perang Salib IV dan aksi
penjarahan kota Konstantinopel yang dilakukan Laskar Salib membuat keterpecahan ini menjadi
paripurna. Pada abad ke-16, Gereja Katolik menanggapi gerakan Reformasi Protestan dengan
gerakan pembaharuan internal yang dikenal dengan sebutan Kontra Reformasi.[7] Pada abad-abad
selanjutnya, agama Kristen Katolik menyebar ke segenap penjuru dunia, kendati mengalami
penurunan jumlah pemeluk di Eropa akibat pertumbuhan agama Kristen Protestan dan
maraknya sikap skeptis terhadap agama pada Abad Pencerahan maupun sesudahnya. Konsili
Vatikan II, yang diselenggarakan pada dasawarsa 1960-an, adalah konsili yang menghasilkan
perubahan-perubahan terpenting di bidang amalan Gereja Katolik selepas Konsili Trente yang
diselenggarakan empat abad sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai