Anda di halaman 1dari 200

MODUL

SEMESTER VII
TOPIK 4

PENYAKIT KOMPROMIS MEDIS

Tim Penyusun
Dr. drg. Dewi Agustina, MDSc., MDSc.
Dr. dr. I Dewa P. Pramantara S., Sp. PD-Ger (K)
dr. Vita Yanti Anggraeni, Sp.PD, Sp.JP, M.Sc, Ph.D
drg. Sri Budiarti, M.S.
Dr. drg. Ahmad Syaify, Sp.Perio (K)
drg. Wignyo Hadriyanto, MS, Sp.KG (K)
Prof. drg. Supriatno, M.Kes, MDSc., Ph.D.
drg. B. Esti Chrismawaty, M.Kes., MDSc.
drg. Hendri Susanto, M. Kes., Ph.D, Sp.PM
drg. Fimma Naritasari, MDSc
drg. Ayu Fresno Argadianti, Sp.PM
Dr. drg. Sri Budi Barunawati, M.Kes, Sp.Pros (K)
Dr. drg. Indah Titin, SU, Sp.KGA (K)
drg. Poerwati Soetji Rahajoe, Sp.BM (K)
drg. Bambang Dwi Rahardjo, Sp.BM (K)
drg. Maria Goreti Widiastuti, Sp. BM (K)
drg. Cahya Yustisia Hasan, Sp.BM (K)
drg. Pinky Krisna Arindra, Sp.BMM (K)
drg. Yosaphat Bayu R, MDSc, Sp.BMM
drg. Erdananda Haryosuwandito
drg. Bramasto Purbo S, Sp.BMM
drg. Adyaputra Indrapradana
drg. Yanuarti Retnaningrum, Sp.Ort (K)
drg. Rr. Paramita Noviasari, Sp.Ort (K) Program Studi S1Kedokteran Gigi
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

Modul
Semester 7 Topik 4

PENYAKIT KOMPROMIS MEDIS


5 SKS / KG – 3115

Tim Penyusun
Dr. drg. Dewi Agustina, MDSc., MDSc.
Dr. dr. I Dewa P. Pramantara S., Sp. PD-Ger (K)
dr. Vita Yanti Anggraeni, Sp.PD, Sp.JP, M.Sc, Ph.D
drg. Sri Budiarti, M.S.
Dr. drg. Ahmad Syaify, Sp.Perio (K)
drg. Wignyo Hadriyanto, MS, Sp.KG (K)
Prof. drg. Supriatno, M.Kes, MDSc., Ph.D.
drg. B. Esti Chrismawaty, M.Kes., MDSc.
drg. Hendri Susanto, M. Kes., Ph.D, Sp.PM
drg. Fimma Naritasari, MDSc
drg. Ayu Fresno Argadianti, Sp.PM
Dr. drg. Sri Budi Barunawati, M.Kes, Sp.Pros(K)
Dr. drg. Indah Titin, SU, Sp.KGA (K)
drg. Poerwati Soetji Rahajoe, Sp.BM(K)
drg. Bambang Dwi Rahardjo, Sp.BM(K)
drg. Maria Goreti Widiastuti, Sp. BM (K)
drg. Cahya Yustisia Hasan, Sp.BM(K)
drg. Pinky Krisna Arindra, Sp.BMM(K)
drg. Yosaphat Bayu R, MDSc, Sp.BMM
drg. Erdananda Haryosuwandito
drg. Bramasto Purbo S, Sp.BMM
drg. Adyaputra Indrapradana
drg. Yanuarti Retnaningrum, Sp.Ort (K)
drg. Rr. Paramita Noviasari, Sp.Ort (K)

Program Studi S1 Kedokteran Gigi


Tahun Akademik 2021/2022
MODUL
Semester VII Topik 4
JUDUL TOPIK
Tim Penyusun
Dr. drg. Dewi Agustina, MDSc., MDSc.
Dr. dr. I Dewa P. Pramantara S., Sp. PD-Ger (K)
dr. Vita Yanti Anggraeni, Sp.PD, Sp.JP, M.Sc, Ph.D
drg. Sri Budiarti, M.S.
Dr. Drg. Ahmad Syaify, Sp.Perio (K)
drg. Wignyo Hadriyanto, MS, Sp.KG (K)
Prof. drg. Supriatno, M.Kes, MDSc., Ph.D.
drg. B. Esti Chrismawaty, M.Kes., MDSc.
drg. Hendri Susanto, M. Kes., Ph.D, Sp.PM
drg. Fimma Naritasari, MDSc
drg. Ayu Fresno Argadianti, Sp.PM
Dr. drg. Sri Budi Barunawati, M.Kes, Sp.Pros(K)
Dr. drg. Indah Titin, SU, Sp.KGA (K)
drg. Poerwati Soetji Rahajoe, Sp.BM(K)
drg. Bambang Dwi Rahardjo, Sp.BM(K)
drg. Maria Goreti Widiastuti, Sp. BM(K)
drg. Cahya Yustisia Hasan, Sp.BM(K)
drg. Pinky Krisna Arindra, Sp.BMM(K)
drg. Yosaphat Bayu R, MDSc, Sp.BMM
drg. Erdananda Haryosuwandito
drg. Bramasto Purbo S, Sp.BMM
drg. Adyaputra Indrapradana
drg. Yanuarti Retnaningrum, Sp.Ort(K)
drg. Rr. Paramita Noviasari, Sp.Ort(K)

Diterbitkan oleh :
Program Studi S1 Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada
Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Telp./Faks. 0274-515307
e-mail: fkg@ugm.ac.id

Agustus 2021
x + 189 hlm.

Hak Penerbitan © 2021 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada


Disusun untuk keperluan pembelajaran jenjang S1 Kedokteran Gigi.
Dilarang mengutip, memperbanyak, dan/atau menjualbelikan karya tulis ini dalam
bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari FKG UGM.

ii Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
MODUL

PENYAKIT KOMPROMIS MEDIS


Semester 7/5 SKS/KG 3115

Revisi : Ke-2
Tanggal : 14 September 2021
Dikaji ulang : Koordinator dan Tim Topik Kompromis Medis
(Semester VII Topik 4/drg. Hendri Susanto,
M.Kes., Ph.D., Sp.PM)
Fakultas Kedokteran Gigi UGM
Dikendalikan oleh : Penanggungjawab Semester VII
(drg. Intan Ruspita, M.Kes., Ph.D)
Fakultas Kedokteran Gigi UGM
Disetujui oleh : Dekan Fakultas Kedokteran Gigi UGM

Universitas Gadjah Mada Modul Disetujui oleh Halaman


Wakil Dekan Bidang
Revisi ke: Tanggal Penyakit
Akademik dan
2 14 September Kompromis x + 189
Kemahasiswaan
2021 Medis
FKG UGM

Modul Semester VII Topik 4 iii


Penyakit Kompromis Medis
LEMBAR PENGESAHAN

MODUL
Topik : Penyakit Kompromi Medis
Kode Topik : KG3115
Pelaksanaan : Semester VII
Jumlah SKS : 5 SKS (Kuliah)
Status mata kuliah : Wajib / Pilihan

Yogyakarta, 14 September 2021

Manajer Topik Penaggung Jawab Topik

drg. Ayu Fresno A., Sp.PM drg. Hendri Susanto, M.Kes., Ph.D,Sp.PM
NIP.197103121999032001 NIP. 197609022005011002

Penanggung Jawab Ketua Program Studi


Semester 7 S1 Kedokteran Gigi

drg. Intan Ruspita, M.Kes., PhD Dr. drg. Rini W, M.Biotech.


NIP. NIP.197103121999032001 NIP. 198208220 201212 2001

Mengetahui
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Fakultas Kedokteran Gigi UGM

drg. Tetiana Haniastuti, M.Kes, PhD


NIP. 197212231998032001

iv Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii


LEMBAR KENDALI ....................................................................................... iii
iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
vii
TATA CARA UJIAN DARING ………………………………………………………...…… viii
x

TINJAUAN TOPIK
 Deskripsi singkat topik ....................................................................... 1
 Tujuan pembelajaran .......................................................................... 1
 Capaian Pembelajaran Lulusan............................................................ 2
 Kompetensi yang akan dicapai. ........................................................... 4
5
 Referensi selama kuliah ..................................................................... 10
7
 Materi pembelajaran............................................................................ 11
8
 Jadwal pembelajaran........................................................................... 37
22
MATERI
1. Penyakit Kardiovaskular....................................................................... 41
26
2. Penyakit Renal ................................................................................... 45
28
3. Penyakit Respirasi............................................................................... 49
33
4. Penyakit Endokrin…………………......................................................... 55
38
5. Penyakit Neuromuskular...................................................................... 68
50
6. Penyakit Gastrointestinal................................................................... 80
56
7. Penyakit Hematologi............................................................................ 84
65
8. Penyakit Perdarahan dan sistem Pembekuan Darah............................. 91
71
9. Identifikasi & penatalaksanaan Dental pada pasien dengan
Oral lesion related Syndrome ............................................................... 98
79
10. Manajemen Eksodonsi pada psien dengan Kelainan Jantung…………... 105
84
11. Pengelolaan Pencabutan gigi pada pasien dengan Hipertensi………..….. 110
89
12. Manajemen Eksodonsi pada pasien dengan penyakit Ginjal…………..… 115
93
13. Manajemen Eksodonsi pada pasien dengan Penyakit
& gangguan Endokrin ......................................................................... 98
121
14. Manajemen Eksodonsi pada pasien dengan penyakit
Hepatogastrointestinal.......................................................................... 127
103
15. Manajemen Eksodonsi pada pasien wanita Hamil dan menyusui …...... 131
106
16. Manejemen Eksodonsi pada pasien dengan penyakit Neuromuskular… 134
108
17. Manajemen Eksodonsi pada pasien dengan imunodefisisensi .............. 139
112
18. Manajemen Eksodonsi pada pasien dengan gangguan Perdarahan …… 143
116
19. Manajemen Eksodonsi pada pasien Geriatri ......................................... 126
154
20. Periodontal treatment terkait dengan penyakit Sistemik....................... 130
158
21. Penatalaksanaan kompromis medis pada bidang Konservasi Gigi …….. 135
163
22. Perawatan Ortodonsi pada pasien Medically Compromised ……............ 138
166
23. Penatalaksanaan Perawatan Prostodonsia pada pasien dengan
kompromis medis …………………………………………………..……….…….. 146
176
24. Manajemen Dental Anak dengan Kompromis Medis ……………….……… 149
179

PENUTUP………………………………………………………………………………..….… 154
184
LAMPIRAN ………………………………………………………………………………....… 155
185

Modul Semester VII Topik 4 v


Penyakit Kompromis Medis
KATA PENGANTAR

Memasuki era Disrupsi 4.0, dunia pendidikan mengalami perubahan


salah satunya adalah pemanfaatan metode pembelajaran berbasis Internet
(Internet of thing). Pembelajaran berbasis internet secara online juga
merupakan contoh suatu bentuk inovasi pembelajaran di Pendidikan Tinggi
termasuk Pendidikan Kedokteran Gigi. Salah satu bentuk inovasi yang telah
diterapkan di dunia pendidikan Tinggi adalah metode blended learning.
Universitas Gadjah Mada dalam dekade terakhir telah mengembangkan
metode blended learning ini dan telah memfasilitasi kegiatan belajar
mengajar dengan pemanfaatan jaringan internet sehingga pembelajaran
yang sedianya dilakukan dengan tatap muka di kelas dapat dimodifikasi
dengan melakukan pembelajaran secara online terutama untuk mata kuliah
program studi Strata 1 pendidikan Kedokteran Gigi UGM.
Kebutuhan metode blended learning semakin terasa dengan adanya
pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia sejak bulan Maret 2020.
Kegiatan perkuliahan yang selama ini menggunakan sistem tatap muka
langsung di kelas, berubah dengan beradaptasi menggunakan metode
pembelajaran secara online. Perubahan ini tentunya tidak semata-mata
untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 di kampus FKG UGM namun
menjadi suatu bentuk implementasi inovasi pembelajaran seiring dengan
perkembangan dunia pendidikan dan akan menjadi suatu adaptasi dalam
kegiatan belajar mengajar.
Modul Topik 4 Semester 7 ini, sedang melakukan revisi ke-2 sejak
pertama kali diterbitkan tahun 2019. Topik ini membahas manajemen atau
tatalaksana dental pada pasien dengan penyakit kompromis medis baik
penatalaksanaan non bedah dan bedah. Pasien dengan kompromis medis
tentunya menjadi masalah yang akan dihadapi oleh Dokter gigi dalam
menjalani profesi sebagai dokter gigi di tempat praktek, sehingga
diharapkan topik ini dapat memberikan pengetahuan tentang
penatalaksanaan dental pada penyakit kompromis medis secara
komprehensif.
Semoga modul ini dapat menjadi pegangan mahasiswa selama mengikuti
perkuliahan daring topik 4 semester 7 program Studi Pendidikan Dokter
Gigi, sehingga tujuan pembelajaran dan kompetensi yang diharapkan dapat
tercapai.

Yogyakarta, 10 Agustus 2021

Penyusun

vi Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
ETIKET PEMBELAJARAN JARAK JAUH
Program Studi S1 Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilaksanakan di FKG UGM sejak tahun ajaran
2020-2021 untuk mencegah penyebaran SARS-Cov-2 pada kondisi pandemi,
dengan memenuhi ketentuan berikut:
1. Kuliah daring dilaksanakan secara sinkron (dosen dan mahasiswa harus
berada dalam jaringan secara bersamaan) dan asinkron (dosen dan
mahasiswa tidak perlu berada dalam jaringan secara bersamaan)
menggunakan media pembelajaran yang disampaikan pada kontrak
pembelajaran.
2. Asesmen pembelajaran mengikuti Tata Cara Ujian Daring yang telah
ditentukan oleh Fakultas.
3. Seluruh materi dan bahan (modul) kuliah yang diberikan kepada mahasiswa
dari Fakultas, Prodi, dan team teaching hanya digunakan oleh dosen team
teaching dan mahasiswa untuk keperluan menunjang pembelajaran.
4. Mahasiswa tidak diperbolehkan :
a. Menyebarkan dan/atau mengunggah materi dan bahan kuliah non-cetak
(softfile) melalui media yang dapat diakses oleh masyarakat umum.
b. Memperbanyak, menggandakan, merubah, dan/atau menjualbelikan
materi dan bahan kuliah tanpa ijin tertulis dari FKG UGM.
c. Membuat pernyataan di media sosial terkait pembelajaran tanpa
melakukan klarifikasi ke team teaching / Prodi / Fakultas terlebih
dahulu.
d. Melakukan aktivitas yang mengganggu pembelajaran sinkron maupun
asinkron.
e. Melakukan perbuatan curang pada ujian daring.
5. Pelanggaran terhadap ketentuan di atas akan dikenakan sanksi akademik
sesuai peraturan yang berlaku.
6. Mahasiswa diperbolehkan :
a. Membentuk kelompok belajar untuk mempermudah komunikasi dengan
dosen team teaching.
b. Memilih perwakilan sebagai narahubung yang bertugas untuk
berkomunikasi dengan Penanggung Jawab Semester/Topik/Mata Kuliah
dan/atau Manajer Topik.
c. Menyampaikan permasalahan terkait pembelajaran melalui team
teaching, kontak hotline akademik S1 Kedokteran Gigi, maupun melalui
evaluasi pembelajaran yang diadakan oleh Prodi atau Tim Koordinasi
Semester (TKS) FKG UGM.

Modul Semester VII Topik 4 vii


Penyakit Kompromis Medis
TATA CARA UJIAN DARING
Program Studi S1 Kedokteran Gigi

Persiapan :
1. Ujian daring (ujian topik, responsi, dan ujian akhir semester) pada prodi S1
kedokteran gigi menggunakan platform eLok UGM (elok.ugm.ac.id).
2. Pengawasan ujian menggunakan ‘ruang ujian daring’ pada media
synchronous (zoom meeting, webex spark UGM atau google meet).
3. Kapasitas masing-masing ‘ruang ujian daring’ maksimal 30 mahasiswa.
4. Manajer Topik memberitahukan jadwal ujian kepada akademik Prodi
selambat-lambatnya satu minggu sebelum ujian dilaksanakan.
5. Akademik prodi mengatur pembagian pengawas tenaga pendidik (tendik)
dan mengatur pembagian ‘ruang ujian daring’, serta menginfokan
pembagian pengawas dan ruang ujian tersebut kepada manajer topik.
6. Manajer Topik menginfokan meeting link yang digunakan sebagai ‘ruang
ujian daring’ kepada mahasiswa selambat-lambatnya 2 hari sebelum ujian.
7. Pengawas pada setiap ‘ruang ujian daring’ minimal terdiri dari 1 staf tendik
dan disarankan didampingi oleh seorang anggota dosen team teaching.
8. Mahasiswa harus sudah bergabung di elok.ugm.ac.id sesuai dengan course /
Topik yang diikuti, paling lambat sehari sebelum ujian.
9. Mahasiswa wajib menggunakan akun UGM untuk registrasi dan login pada
elok.ugm.ac.id maupun pada media synchronous yang digunakan untuk
ujian.

Penamaan akun mahasiswa pada eLok UGM wajib mengikuti ketentuan


Prodi S1 KG sebagai berikut:
Surname : NIU (6 digit terakhir NIM)
First name : Nama lengkap

Pelaksanaan :
1. Mahasiswa menyiapkan sarana ujian daring, berupa:
a. Komputer (untuk mengakses eLok UGM). Disarankan mematikan
antivirus dan update otomatis sistem sebelum ujian.
b. Koneksi internet yang lancar dan stabil serta kuota data yang mencukupi
(minimal 4G/10Mbps).
c. Smartphone yang telah dilengkapi aplikasi zoom/cisco webex spark
UGM/google meet. Smartphone digunakan untuk bergabung ke ‘ruang
ujian daring’. Selama ujian, smartphone harus dalam kondisi nada getar.
d. Tripod/lazy pod atau sarana pemegang handphone lain.
e. Kondisi baterai pada seluruh perangkat dipastikan mencukupi, atau
perangkat dikondisikan tersambung dengan sumber listrik agar tetap
menyala selama ujian.
f. Berpakaian sopan dan rapi.

viii Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
g. Ruangan yang sepi dengan tampilan background pada webcam
disarankan polos, rapi dan tidak backlight.
h. Dilarang membuka aplikasi selain program yang ditetapkan pada
komputer maupun smartphone.

2. Mahasiswa dan pengawas ujian (dosen dan tendik) bergabung melalui


meeting link ‘ruang ujian daring’ yang telah diinfokan oleh Manajer Topik,
maksimal 15 menit sebelum ujian dimulai.
Apabila ‘ruang ujian daring’ menggunakan pembagian ruang (breakout
room), pengawas dan mahasiswa peserta ujian memasuki breakout room
sesuai pembagian dari akademik prodi, dengan cara sebagai berikut :
a. Setelah join dalam meeting, mahasiswa dan pengawas ujian menekan
menu breakout room sesuai Gambar 1(a).
b. Memilih room sesuai pembagian dari akademik prodi, lalu menekan
menu join sesuai Gambar 1(b).

(a) (b)
Gambar 1. Menu breakout room (a) dan tampilan ‘ruang ujian daring’ (b)
pada smartphone yang digunakan peserta ujian

3. Pengawas memastikan posisi smartphone peserta ujian telah sesuai


ketentuan:
a. Peserta ujian duduk di depan komputer.
b. Smartphone ditempatkan pada arah jam 4 atau jam 8 terhadap peserta
ujian.

Modul Semester VII Topik 4 ix


Penyakit Kompromis Medis
c. Kamera smartphone diarahkan pada mahasiswa dan komputer yang
digunakan, serta harus menampakkan badan, tangan dan layar
komputer dengan jelas.
Contoh tampilan peserta ujian dengan pengaturan posisi yang tepat pada
‘ruang ujian daring’ tampak pada Gambar 2.

Gambar 2. Tampilan peserta ujian dengan pengaturan posisi


yang tepat pada ‘ruang ujian daring’

4. Pengawas / operator merekam kegiatan ujian.


5. Lima menit sebelum ujian, Manajer Topik atau pengawas membuka ujian
dan menjelaskan tata cara ujian daring secara singkat.
6. Selama ujian, pengawas wajib menegur dan mengingatkan mahasiswa serta
mencatat pelaksanaan ujian pada formulir Berita Acara Ujian Daring.
7. Pengawas mengingatkan sisa waktu 10 menit menjelang ujian berakhir.
8. Pengawas atau dosen team teaching menutup ujian setelah waktu ujian
berakhir.
Operator media synchronous menutup meeting dan mengirimkan rekaman
ujian ke email Manajer Topik

x Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
TINJAUAN TOPIK

Nama Topik : Penyakit Kompromis Medis


KodeTopik/ SKS : KG 3115
Jumlah SKS : 5 SKS
Pelaksanaan : Semester Gasal
Status : Wajib / Pilihan

1. Deskripsi singkat Topik


Penyakit kompromis medis merupakan mata kuliah integrasi
semester VII topik 4 yang terdiri atas5 SKS dengan materi meliputi
bidang Ilmu Penyakit Dalam (IPD), Oral Medicine, Ilmu Kedokteran Gigi
Anak (IKGA), Periodonsia, Bedah Mulut dan Maksilofasial (BMM),
Konservasi, dan Ortodonsi. Ilmu penyakit Dalam dan Oral Medicine
menjelaskan tentang manifestasi oral penyakit sistemik diantaranya
penyakit Kardiovaskular, Respirasi, Renal, Gastrointestinal, Endokrin
dan Kehamilan, Hematologi, Neuromuskular, Perdarahan dan
Pembekuan Darah, Onkologi serta Oral syndrome. Penatalaksanaan
oral pada pasien anak-anak dengan kompromis medis. Periodonsia
menjelaskan tentang Perawatan periodontal yang berhubungan dengan
penyakit sistemik. Bedah Mulut dan Maksilofasial menjelaskan tentang
penatalaksanaan eksodonsi pada pasien dengan kompromis medis.
Konservasi Gigi menjelaskan tentang perawatan Konservasi pada
pasien kompromis medis. Ortodonsi menjelaskan perawatan ortodonsi
pada pasien kompromis medis. Prostodonsi membahas tentang
perawatan Prostodonsi pada pasien kompromis medis. Peranan Dokter
Gigi dalam manajemen oral pasien kompromis medis mendukung
kesehatan individu yang optimal melalui diagnosis dan manajemen dari
kasus-kasus penyakit di rongga mulut dan kolaborasi dengan dokter
umum maupun dokter spesialis. Penyajian materi dalam mata kuliah
ini menggunakan metode kuliah tatap muka (teacher centered learning)
dan diskusi mengenai topik terkait (student centered learning) dengan
masing-masing sesi selama 50 menit.

2. Tujuan pembelajaran :
a. Mengenal dan memahami berbagai pengaruh kondisi medis pada
kesehatan jaringan oro maksilofasial dan penatalaksanaan
perawatan oral yang diperlukan baik pada anak-anak hingga lanjut
usia.

Modul Semester VII Topik 4 1


Penyakit Kompromis Medis
b. Penatalaksanaan non-bedah dan bedah berbagai kelainan atau
penyakit pada jaringan oro maksilofasial dan manifestasi oral
berbagai penyakit sistemik,
c. Mengenal dan memahami tanda dan gejala berbagai masalah medis
dan perlunya tindakan paliatif yang tepat.
d. Penatalaksanaan Konservasi gigi, Periodontal, prostodonsi dan
Ortodonsi berbagai kelainan atau penyakit pada jaringan
dentomaksilofasial dan manifestasi oral berbagai penyakit sistemik,
e. Mengenali dan mengetahui pasien dapat dirawat oleh dokter gigi
umum dan pasien yang memerlukan konsultasi atau rujukan ada
spesialis.

3. Capaian Pembelajaran Lulusan (Learning Outcome)


1. Sikap:
a. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas
berdasarkan agama, moral dan etika;
b. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban
berdasarkan Pancasila;
c. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan
kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisinal orang lain;
d. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik;
e. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang
keahliannya secara mandiri;
f. Memiliki sikap melayani (caring) dan empati kepada pasien dan
keluarganya;
g. Menjaga kerahasiaan profesi terhadap teman sejawat, tenaga
kesehatan, dan pasien; dan
h. Menunjukkan sikap menghormati hak otonomi pasien, berbuat
yang terbaik (beneficence), tidak merugikan (non-maleficence),
tanpa diskriminasi, kejujuran (veracity) dan adil (justice).
2. Penguasaan pengetahuan
a. Menguasai pengetahuan faktual tentang:
1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
dan Kedokteran Gigi;
2) Standar kompetensi dokter gigi sesuai dengan standar
kompetensi dokter gigi Indonesia.
b. Menguasai prosedur perawatan klinis dalam bidang
kedokteran gigi;

2 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
c. Menguasai konsep aplikatif:
1) Dasar etik kedokteran;
2) Teknik perawatan klinis di bidang kedokteran gigi.
d. Menguasai konsep teoritis tentang:
1) Patogenesis penyakit atau kelainan yang meliputi, penyakit
Sistemik, dan manifestasi penyakit sistemik dalam rongga
mulut;
2) Obat-obat yang digunakan untuk penyakit gigi mulut,
termasuk efek samping dan interaksinya;
3) Tatalaksana kedokteran gigi klinik untuk membantu dalam
memberikan pelayanan kesehatan gigi mulut;
e. Menguasai konsep teoritis dalam:
1) Ilmu kedokteran gigi klinik untuk memberikan pelayanan
kesehatan gigi mulut yang meliputi promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif;
3. Ketrampilan Khusus
a. Mampu melakukan anamnesis secara mandiri dengan menggali
riwayat pasien (riwayat keluarga dan psikososial ekonomi, riwayat
kepenyakitan dan pengobatan, riwayat perawatan gigi mulut,
perilaku) yang relevan dengan keluhan utama melalui metode
komunikasi efektif terhadap pasien simulasi;
b. Mampu melakukan pemeriksaan fisik umum dan sistem
stomatognatik yang meliputi pemeriksaan ekstra dan intra oral
secara mandiri pada pasien simulasi dengan akurat serta mampu
menetapkan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi dan kode
etik;
c. Mampu menegakkan diagnosis awal, diagnosis banding, diagnosis
akhir dan menetapkan prognosis kelainan atau penyakit gigi
mulut secara teoritis berdasarkan patogenesis dengan
mempertimbangkan derajat resiko penyakit melalui interpretasi,
analisis, dan sintesis data kasus sesuai standar klasifikasi
penyakit internasional (International Classification of Diseases)
secara mandiri;
d. Mampu menyusun rencana perawatan gigi mulut berdasarkan
analisis data kasus sesuai konsep kedokteran gigi klinik,
kedokteran gigi pencegahan, kedokteran gigi dasar, kedokteran
klinik dan ilmu biomedik yang relevan dengan mempertimbangkan
siklus hidup pasien dan kondisi sosio-budaya secara mandiri;

Modul Semester VII Topik 4 3


Penyakit Kompromis Medis
e. Mampu mengambil keputusan medik berdasarkan data kasus
untuk melakukan konsultasi dan merujuk pasien kepada sejawat
dan/atau penyelenggara kesehatan lain berdasarkan standar
prosedur operasional secara mandiri;
4. Keterampilan umum:
a. Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks
penyelesaian masalah di bidang kedokteran gigi terkait pasien
dengan medically compromised, berdasarkan hasil analisis
informasi dan data;

4 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Kompetensi yang akan dicapai

Kompetensi Utama Kompetensi Penunjang Kompetensi Dasar


2.1. Mampu menganalisis 2.1. Menganalisis secara kritis a) Menggunakan ilmu pengetahuan dan
kesahihan informasi dan kesahihan informasi. teknologi kedokteran gigi
memanfaatkan teknologi 2.1.2. Mengelola informasi mutakhiruntuk mencari dan menilai
informasi kesehatan gigi kesehatan secara ilmiah, informasiyang sahih dari berbagai
mulut secara ilmiah, efektif, sistematis dan sumber secara professional.
efektif, sistematis dan komprehensif. b) Menyusun dan menyajikan karya
komprehensif dalam 2.1.3. Menggunakan pola berpikir ilmiah sesuai dengan konsep, teori,
mengambil kritis dan alternatif dalam dan kaidahpenulisan ilmiah secara
mengambil keputusan. lisan dantertulis.
2.1.4. Menggunakan pendekatan c) Menerapkan pola berpikir ilmiah
evidence based dentistry dalam pemecahan masalah dan
dalam pengelolaan pengelolaankesehatan gigi mulut.
kesehatan Gigi Mulut d) Menggunakan informasi
kesehatansecara professional untuk
kepentinganpeningkatan kualitas
pelayanankesehatan gigi mulut.

6.1 Mampu menguasai 6.1.1. Memahami ilmu a) Mengkaji ilmu kedokteran klinik yang
konsep-konsep teoritis kedokteran klinik yang bermanifestasi di rongga mulut
Ilmu kedokteran klinik relevan sebagai padapasien medik kompromis secara
yang relevan sebagai pertimbangan dalam holisticdan komprehensif.
sumber keilmuan dalam melakukan tindakan b) Mengkaji tatalaksana kedokteran
melakukan tindakan kedokteran gigi pada klinik sebagai dasar dalam
kedokteran gigi pasien medik kompromis melakukantindakan pengembalian

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
fungsi optimalsistem stomatognati

5
6
8.1 Mampu menggunakan 8.1.1. Menerapkan prinsip a) Mengkaji ilmu-ilmu yang relevan
ilmu kedokteran gigi pelayanan kesehatan gigi dengan tindakan promotif, preventif,
klinik sebagai dasar mulut yang meliputi kuratif dan rehabilitatif.
untuk melakukan tindakan promotif, b) Mengkaji ilmu-ilmu kedokteran gigi
pelayanan kesehatan gigi preventif, kuratif dan klinik yang berkaitan dengan
mulut yang efektif dan rehabilitatif. tatalaksana pengembalian fungsi
efisien 8.1.2. Menerapkan prinsip-prinsip sistem stomatognatik.
tatalaksana kedokteran
gigi klinik untuk
mengembalikan fungsi
sistem stomatognatik.
24.1.Mampu melakukan 24.1.1. Melakukan pemeriksaan a) Mengidentifikasi keluhan utama
prosedur klinis yang fisik secara umum dan penyakit atau gangguan sistem

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
berkaitan dengan sistem stomatognatik stomatognatik
masalah-masalah dengan mencatat informasi b) Menerapkan pemeriksaan
penyakit gigi mulut klinis, laboratoris, komprehensif sistem stomatognatik
secara komprehensif radiologis, psikologis dan dengan memperhatikan kondisi
dengan pendekatan sosial guna mengevaluasi umum
ilmu-ilmu dasar, ilmu kondisi medik pasien c) Menentukan pemeriksaan penunjang
kedokteran gigi klinik laboratoris yang dibutuhkan dan
yang terkait menginterpretasikannya.

10.1.Mampu membuat 10.1.1 Menegakkan diagnosis dan a) Menegakkan diagnosis sementara dan
kesimpulan yang valid menetapkan prognosis diagnosis kerja (sesuai ICD-DA10)
dan mengambil penyakit/kelainan gigi berdasarkan analisis hasil
keputusan yang tepat mulut melalui interpretasi, pemeriksaan riwayat penyakit,
atas kelainan/ penyakit analisis dan sintesis hasil temuan klinis, laboratoris, radiografis,
gigi mulut baik yang pemeriksaan pasien dan alat bantu yang lain.
ringan maupun yang
kompleks berdasarkan b) Mengkaji kelainan/ penyakit jaringan
analisis dan interpretasi keras dan jaringan lunak gigi serta
data klinik. jaringan pendukung gigi.
c)
11.1.Mampu merumuskan 11.1.2. Merencanakan tahapan a) Mengembangkan rencana perawatan
solusi secara mandiri perawatan penyakit gigi yang komprehensif dan rasional
maupun kelompok mulut yang memerlukan dengan memperhatikan kondisi
untuk penyelesaian tatalaksana perawatan sistemik pasien.
masalah-masalah yang komprehensif dan b) Mengkomunikasikan hak dan
penyakit gigi mulut baik adekuat tanggung jawab pasien yang
yang ringan maupun berkenaan dengan rencana perawatan
kompleks secara c) Bekerjasama dengan intraprofesional
komprehensif dan dan interprofesional untuk
merencanakan merencanakan perawatan yang
pencegahannya dengan akurat.
pendekatan psikososial
dan ekonomi

12.1. Mampu mengelola dan 12.1.1. Mengendalikan nyeri dan a) Meresepkan obat-obatan secara benar
menyelesaikan masalah- kecemasan pasien disertai dan rasional.
masalah nyeri dan sikap empati. b) Mengatasi nyeri, dan kecemasan
kecemasan dengan pendekatan farmakologik dan
non farmakologik.

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
7
8
13.1.Mampu menerapkan 13.1.5. Melakukan perawatan non a) Melakukan perawatan lesi-lesi
pemikiran logis, kritis, bedah pada lesi jaringan jaringan lunak mulut.
dan teoritis dalam lunak mulut.
pengembangan keilmuan
dan keterampilan
melalui pendidikan dan
pendidikanberkelanjutan
sehingga mahir
melakukan tatalaksana
pasien dan tindakan
medik kedokteran secara
spesifik dengan
mutudan kualitas yang
terukur

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
berdasarkanprosedur
baku

13.2. Mampu 13.2.1. Bekerja dalam tim secara a) Bekerja sama secara
mengembangkan efektif dan efisien untuk terintegrasiintradisiplin bidang ilmu
hubungankerjasama mencapai kesehatan gigi kedokteran gigisecara professional
dengan pihak lain mulut yang prim dalam melakukanpelayanan
yangterkait dalam kesehatan gigi mulut.
rangka mencari b) Bekerja sama interdisiplin
solusimasalah kesehatan secaraprofesional dalam melakukan
gigi mulut pasien pelayanankesehatan gigi mulut.
c) Melakukan rujukan kepada sejawat
yang lebih kompeten secara
interdisiplin danintradisiplin
16.1.Mengembangkan strategi 16.12. Melaksanakan prinsip- a) Melaksanakan pengendalian infeksi
pelaksanaanmanajemen prinsip keselamatan pasien silang.
praktik dan (patien safety) dalam b) Melaksanakan keselamatan kerja.
tatalaksanalingkungan praktik kedokteran gigi c) Mengantisipasi faktor-faktor
kerja kedokteran kegagalantindakan medis yang telah
gigidengan direncanakan(nyaris cidera, kejadian
mempertimbangkan tidak diharapkan/KTD)
aspekaspek sosial

Referensi yg harus dipegang selama kuliah:


1. Ganda KM. Dentist ’ s Guide to Medical Conditions, Medications, & Complications. 2nd ed. New Delhi: Wiley
Blackwel; 2013.
2. Lockhart PB. Oral Medicine and Medically Complex Patients, 6th Edition. 6ed ed. (Lockhart PB, ed.). Oiwa: Wiley
Blackwell; 2013. doi:10.1038/sj.bdj.2013.1137.
3. Scully C. Scully’s Medical Problems in Dentistry. 7ed ed. London: Churcill Livingstone ELsevier; 2014.
4. Association AD. The ADA Practical Guide to Patients with Medical Conditions. 2nd ed. (Patton LL, Glick M, eds.).
Wiley Blackwell; 2015. doi:10.1002/9781119121039.
5. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental Management of the Medically Compromised Patient. 8th ed. St.
Louis, Missouri: Elsivier Mosby; 2013.
6. Glick M. Burket’s Oral Medicine. 12th ed. (Glick M, ed.). Shelton, Connecticut: People’sMedical Publishing House;
2015.
7. Lozano AC, Sarrión Perez MG, Esteve CG. Dental considerations in patients with respiratory problems. J Clin Exp
Dent. 2011;3(3):222-227. doi:10.4317/jced.i.e222.

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
9
Referensi yg harus dipegang selama kuliah:
1. Ganda KM. Dentist ’ s Guide to Medical Conditions, Medications, &
Complications. 2nd ed. New Delhi: Wiley Blackwel; 2013.
2. Lockhart PB. Oral Medicine and Medically Complex Patients, 6th Edition.
6ed ed. (Lockhart PB, ed.). Oiwa: Wiley Blackwell; 2013.
doi:10.1038/sj.bdj.2013.1137.
3. Scully C. Scully’s Medical Problems in Dentistry. 7ed ed. London:
Churcill Livingstone ELsevier; 2014.
4. Association AD. The ADA Practical Guide to Patients with Medical
Conditions. 2nd ed. (Patton LL, Glick M, eds.). Wiley Blackwell; 2015.
doi:10.1002/9781119121039.
5. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental Management of the
Medically Compromised Patient. 8th ed. St. Louis, Missouri: Elsivier
Mosby; 2013.
6. Glick M. Burket’s Oral Medicine. 12th ed. (Glick M, ed.). Shelton,
Connecticut: People’sMedical Publishing House; 2015.
7. Lozano AC, Sarrión Perez MG, Esteve CG. Dental considerations in
patients with respiratory problems. J Clin Exp Dent. 2011;3(3):222-227.
doi:10.4317/jced.i.e222.

10 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
MATERI PEMBELAJARAN
SEMESTER 7 TOPIK 4
PRODI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
TAHUN AJARAN 2021/2022
(23 September -12 oktober 2021)
Materi Kuliah Ilmu Penyakit Dalam
No Materi Sub-Materi Pengampu Waktu Jumlah Dosen Capaian
Pekuliahan Perkuliahan Tatap Pertemuan Pemateri Pembelajaran
Muka
1 Penyakit Hipertensi IPD 100 menit 1 Dr.dr. I Memahami definisi
Kardiovaskular Ischemic Heart Dewa P penyakit-penyakit
Disease Pramantar Mengetahui jenis-
Angina pectoris a S, jenis penyakit
Myocardial Sp.PD- Kardiovaskular
infarction Ger (K)
Arrhytmia Mengidentifikasi
Thyroid-related etiologi dan faktor
Heart Disease resiko
Pulmunory Heart Kardiovaskular
Disease Mendeskripsikan
Infective tanda dan gejala dari
Endocarditis masing-masing
Valvular Heart penyakit
Disease kardiovaskular dan
Heart Failure membedakannya
Cardiac dengan penyakit lain
Transplantation Mengetahui
patogenesis penyakit
Kardiovaskular

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
11
Mengetahui

12
penegakan diagnosis
Penyakit
Kardiovakular
Mengetahui
Penatalaksanaan
penyakit
Kardiovaskular
2 Penyakit Acute Renal failure IPD 100 menit 1 Dr.dr.I Memahami definisi
Renal/Ginjal Chronic Renal Dewa P penyakit-penyakit
failure Pramantar Mengatahui jenis-
Uremic Syndrome a S, Jenis Penyakit
Chronic Kidney Sp.PD-Ger Renal/ginjal
Disease (K) Mengidentifikasi
Renal etiologi dan faktor

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
Trasnplantation resiko Renal/ginjal
Mendeskripsikan
tanda dan gejala dari
masing-masing
penyakit Renal dan
membedakannya
dengan penyakit lain
Mengetahui
patogenesis penyakit
renal/ginjal
Mengetahui
penegakan diagnosis
Renal
Mengetahui
penatalaksanaan
penyakit Renal
3 Penyakit Upper Airway IPD 100 menit 1 Dr.dr. I Memahami definisi
Respirasi diseae Dewa P penyakit-penyakit
(Infection, allergy, Prmantara Mengatahui jenis-
sinusitis, S, Sp.PD- Jenis Penyakit
Pharingitis & Ger (K) Repirasi
laryngitis) Mengidentifikasi
etiologi dan faktor
Lower airway resiko Respirasi
disease (peumania, Mendeskripsikan
bronchitis, asma, tanda dan gejala dari
cystic fibrosis) masing-masing
penyakit Respirasi
dan membedakannya
dengan penyakit lain
Mengetahui
patogenesis penyakit
Respirasi
Mengetahui
penegakan diagnosis
Respirasi
Mengetahui
penatalaksanaan
penyakit Respirasi
4 Penyakit Diabetes meliitus IPD 100 menit 1 Dr.dr. I Memahami definisi
Endokrin dan Pituitary & Dewa P penyakit-penyakit
Kehamilan Hypothalamus Prmantar, Mengatahui Jenis-
Thyroid disorder Sp.PD-Ger Jenis Penyakit
Adrenal disorder (K) Endokrin
Bone & Mineral
metabolism
Pregnancy

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
13
Mengidentifikasi

14
etiologi dan faktor
resiko Endokrin
Mendeskripsikan
tanda dan gejala dari
masing-masing
penyakit Endokrin &
membedakannya
dengan penyakit lain
Mengetahui
patogenesis penyakit
Endokrin
Mengetahui
penegakan diagnosis
Penyakit Endokrin

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
Mengetahui
penatalaksanaan
penyakit Endokrin
5 Penyakit Cerebrovascular IPD 100 menit 1 dr. Vita Memahami definisi
Neuromuskular disease Yanti penyakit-penyakit
Multiple sclerosis Anggraeni, Mengatahui Jenis-
Alzheimer Disease Sp.PD, Jenis Penyakit
Seizure disorders Sp.JP, Neuromuskular
Parkinsons disease M.Sc, Mengidentifikasi
Mysthenia gravis Ph.D etiologi dan faktor
Rheumatoid resiko Penyakit
Arthritis Neuromuskular
Systemic Lupus Mendeskripsikan
Erythematosus tanda dan gejala dari
masing-masing
penyakit
Neuromuskular dan
membedakannya
dengan penyakit lain
Mengetahui
patogenesis penyakit
Neuromuskular
Mengetahui
penegakan diagnosis
Penyakit
Neuromuskular
Mengetahui
penatalaksanaan
penyakit
Neuromuskular
6 Penyakit Upper Digestive IPD 100 menit 1 Dr.dr. I Memahami definisi
Gastrointestinal Tract Dewa P penyakit-penyakit
Lower digestive Pramantar Mengatahui Jenis-
tract a S, Jenis Penyakit
Gastrointestinal Sp.PD-Ger Gastrointestinal
syndrome (K) Mendeskripsikan
Hepatitis tanda dan gejala dari
Schirosis masing-masing
penyakit
Gastrointestinal dan
membedakannya
dengan penyakit lain
Mengetahui
patogenesis penyakit
Gastrointestinal
Mengetahui
penegakan diagnosis

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
Penyakit
Gastrointestinal

15
Mengetahui

16
penatalaksanaan
penyakit
Gastrointestinal
7 Penyakit Anemia IPD 100 menit 1 dr. Vita Memahami definisi
Hematologi White blood cell Yanti penyakit-penyakit
disorders Anggraeni, Mengatahui Jenis-
Sp.PD, Jenis Penyakit
Sp.JP, Hematologi
M.Sc,
Ph.D Mendeskripsikan
tanda dan gejala dari
masing-masing
penyakit
Gastrointestinal dan

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
membedakannya
dengan penyakit lain
Mengetahui
patogenesis penyakit
Gastrointestinal

Mengetahui
penegakan diagnosis
Penyakit
Gastrointestinal

Mengetahui
penatalaksanaan
penyakit
Gastrointestinal
8 Penyakit Vessel wall disorder IPD 100 menit 1 dr. Vita Memahami definisi
Perdarahan dan Platelet Disorder Yanti penyakit-penyakit
Pembekuan Coagulation Anggraeni, Mengatahui Jenis-
darah disorder Sp.PD, Jenis Penyakit
(Hemophilia) Sp.JP, Perdarahan dan
M.Sc, Pembekuan darah
Ph.D
Mendeskripsikan
tanda dan gejala dari
masing-masing
penyakit Perdarahan
dan membedakannya
dengan penyakit lain
Mengetahui
patogenesis penyakit
Perdarahan dan
Pembekuan darah
Mengetahui
penegakan diagnosis
Penyakit Perdarahan
Mengetahui
penatalaksanaan
penyakit Perdarahan
dan pembekuan
darah
9 Onkologi Leukemia IPD 100 menit 1 dr. Vita Memahami definisi
Lymphoma Yanti penyakit-penyakit
Anggraeni, Mengatahui Jenis-
Sp.PD, Jenis Penyakit
Sp.JP, Onkologi

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
M.Sc,
Ph.D

17
Mendeskripsikan

18
tanda dan gejala dari
masing-masing
penyakit Onkologi
dan membedakannya
dengan penyakit lain
Mengetahui
patogenesis penyakit
Onkologi

Mengetahui
penegakan diagnosis
Penyakit Onkologi

Mengetahui

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
penatalaksanaan
penyakit Onkologi
Materi Kuliah Ilmu Penyakit Mulut

No Materi Sub-Materi Pengampu Waktu Jumlah Dosen Capaian Pembelajaran


Pekuliahan Perkuliahan Tatap Pertemuan Pemateri
Muka
1 Manifestasi dan Manifestasi oral IPM 100 1 drg. 1. Mahasiswa mengetahui
Penatalaksanaan Penyakit menit Supriatno, dan dapat menjelaskan
Dental pasien Kardiovaskular M.Kes, manifestasi oral
dengan Penyakit MDSc, penyakit
Kardiovaskular PhD kardiovaskular.
2. Mahasiswa mengetahui
dan dapat menjelaskan
berbagai macam
manifestasi oral
Manajemen oral penyakit
terkait Penyakit kardiovaskular.
Kardiovaskular 3. Mahasiswa mengetahui
dan mampu
menjelaskan etiologi
dan patofisiologi
berbagai macam
manifestasi oral
penyakit
kardiovaskular.
4. Mahasiswa mengetahui
dan mampu
menjelaskan cara
mendiagnosis berbagai
macam manifestasi oral
penyakit
kardiovaskular.

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
19
5. Mahasiswa mengetahui

20
dan mampu
menjelaskan rencana
perawatan dan
perawatan berbagai
macam manifestasi oral
penyakit
kardiovaskular.
2 Manifestasi dan Manifestasi Oral IPM 100 1 Dr. drg.
Penatalaksanaan Penyakit Renal menit Dewi
penyakit ginjal.
Dental Pasien Agustina,
1. Menjelaskan kategori

dengan Penyakit Penatalaksanaan MDSc.,


menjelaskan
Renal Oral terkait MDSc.
2. Memahami dan dapat

manifestasi oral
Penyakit Renal
penyakit ginjal.

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
menjelaskan konsep
3. Memahami dan dapat

tata laksana dental


pasien dengan penyakit
ginjal

3 Manifestasi Oral Manifestasi Oral IPM 100 1 drg. 1. Memahami definisi


dan Penyakit menit Hendri penyakit Respirasi dan
Penatalaksanaan Respirasi Susanto, jenis-jenisnya
Dental pasien Penatalaksanaan M.Kes, 2. Memahami manifestasi
Penyakit Oral terkait PhD, oral beberapa penyakit
Respirasi Penyakit Sp.PM Respirasi
Respirasi 3. Memahami
penatalaksanaan
dental penyakit
Respirasi
4 Manifestatsi Oral Manifestasi Oral IPM 100 1 drg.Fimma 1. Memahami fungsi
dan Penyakit Penyakit menit Naritasari, sistem endokrin dan
Penatalaksanaan Endokrin dan MDSc pengaruhnya gangguan
dental pasien Kehamilan atau penyakit sistem
dengan Penyakit Penatalaksanaan endokrin pada tubuh.
Endokrin dan Oral terkait 2. Memahami manifestasi
Kehamilan Penyakit gangguan pada sistem
Endokrin dan endokrin pada rongga
Kehamilan mulut
3. Memahami manajemen
oral pada pasien
dengan gangguan pada
sistem endokrin.
5 Tata kelola Manifestasi Oral IPM 100 1 drg. Goeno 1. Mengelola kesehatan
kesehatan gigi Penyakit Penyakit menit Subagyo, gigi dan mulut pasien
dan mulut Neuromuskular Sp.Opath dengan gangguan
pasien dengan neuromuskuler, seperti
gangguan Epilepsi, Stroke,
Neuromuskular Parkinson Disease,
Myasthenia Gravis,
Multiple sclerosis,
Bell’s palsy, dan
Dysphagia. Sebagai
tujuan khusus adalah :
2. Menjelaskan strategi
dan tata kelola
Penatalaksanaan kesehatan gigi dan
Oral terkait mulut pasien dengan
Penyakit gangguan
Neuromuskular neuromuskuler,

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
21
3. Menjelaskan relevansi

22
beberapa gangguan
neuromuskuler dengan
kesehatan gigi dan
mulut.
4. Merencanakan dan
melakukan tata kelola
kesehatan gigi dan
mulut pasien dengan
gangguan
neuromuskuler sesuai
dengan indikasinya.
6 Manifestasi Oral Manifestasi Oral IPM 100 1 drg. Sri 1. Mengetahui dan
dan Penyakit menit Budiarti, memahami kelainan
Penatalaksanaan Gastrointestinal MS. oral karena penyakit

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
Dental pasien gastrointestinal
Penyakit 2. Menjelaskan berbagai
Gastrointestinal Penatalaksanaan macam etiologi lesi oral
Oral terkait karena gangguan
Penyakit gastrointetinal yang
Gastrointestinal muncul serta tanda
dan gejalanya
3. Menjelaskan berbagai
lesi oral yang muncul
karena gangguan
gastrointestinal
4. Memahami prinsip
penatalaksaaan lesi
oral akibat gangguan
gastrointestinal
7 Manifestatsi Oral Manifestasi Oral IPM 100 1 drg. B. 1. Mengetahui berbagai
dan Penyakit Penyakit menit Esti jenis kelainan hemato-
penatalaksanaan Hematologi Chrismaw onkologis.
Dental dengan Penatalaksanaan aty, 2. Mengetahui aspek
Penyakit Oral terkait M.Kes, klinis dan manifestasi
Hematologi Penyakit MDSc. kelainan hemato-
Hematologi onkologis pada jaringan
gigi dan mulut.
3. Menentukan rencana
perawatan gigi dan
mulut pada pasien
dengan kelainan
hemato-onkologis
8 Manifestasi Oral Manifestasi Oral 100 1 drg. Ayu 1. Memahami dan
dan Penyakit Penyakit menit Fresno menjelaskan kelainan
penatalaksanaan Perdarahan dan Argadianti, perdarahan dan
Dental pasien Pembekuan IPM Sp.PM. pembekuan darah
dengan Penyakit Darah dalam tubuh
perdarahan dan Penatalaksanaan 2. Memahami dan
Pembekuan Oral terkait menjelaskan
Darah Penyakit manifestasi kelainan
Perdarahan dan perdarahan dan
Pembekuan pembekuan darah pada
Darah rongga mulut
3. Memahami dan
menjelaskan kelola
kasus pasien dengan
kelainan perdarahan
dan pembekuandarah
pada rongga mulut

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
23
9 Identifikasi dan Behcet Disease 100 1 drg. B. 1. Mengetahui berbagai

24
Penatalaksanaan Sweet Syndrome menit Esty sindroma yang
Dental Pada Marshal IPM Chrismaw melibatkan jaringan
Pasien dengan syndrome aty, mulut,
Oral Lesion- PFAPA M.Kes., 2. Mengidentifikasi dan
related Plummer Vinson MDSc. dapat menegakkan
Syndrome syndrome diagnosis kerja lesi oral
Magic syndrome terkait terkait
Sjogren syndrome sindroma
3. Merencanakanperawat
anlesi oral
terkaitterkaitsindromas
esuaiindikasinya

Materi Kuliah Bedah Mulut dan Maksilofasial

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
N Materi Sub-Materi Pengampu Waktu Jumlah Dosen Capaian Pembelajaran
o Pekuliahan Perkuliahan Tatap Pertemuan Pemateri
Muka
1 Manajemen 1. Infective BMM 100 1 drg. 1. Memahami dan
Eksodonsi pada Endocarditis menit Yosaphat menerangkan kembali
pasien dengan (IE) Bayu persiapan tindakan
kelainan 2. Angina Rosanto, eksodonsia pada pasien
Jantung Pectoris MDSc dengan kelainan
3. Arrhytmias jantung.
4. Heart Failure 2.Memahami dan
menerangkan kembali
tindakan eksodonsia
pada pasien dengan
kelainan jantung.
3.Memahami dan
menerangkan kembali
resiko, komplikasi dan
penanganannya pada
pasien dengan kelainan
jantung pasca tindakan
eksodonsia

2 Pengelolaan Hipertensi BMM 100 1 drg. 1.Mahasiswa memahami


Pencabutan Gigi menit Poerwati dan mampu
Pada Pasien Soetji menceriterakan kembali
Hipertensi Rahajoe, cara pengelolaan pasien
Sp.BM (K) yang akan dilakukan
tindakan ekstrasi pada
pasien hipertensi, yang
meliputi persiapan, saat
periode tindakan dan
pengelolaan paska
tindakan.
2. Mahasiswa memahami
dan dapat menyebutkan
komplikasi tindakan
ekstrasi pada
pasienhipertensi.
3. Mahasiswa memahami
dan dapat menyebutkan
obat - obatan yang
diberikan pasca
tindakan dan interaksi
obat - obatan yang
diberikan dengan obat –

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
obat hipertensi.

25
3 Manajemen 1. Penyakit BMM 100 1 drg. Cahya 1. Memahami dan

26
Eksodonsi ginjal akut menit Yustisia menjelaskan kembali
Pasien dengan (acute kidney Hasan, persiapan tindakan
Penyakit Ginjal injury/acute Sp.BM(K) eksodonsia pada pasien
renal failure) dengan penyakit ginjal
2. Penyakit 2. Memahami dan
ginjal kronis menjelaskan kembali
(chronic tindakan eksodonsia
kidney pada pasien dengan
disease) penyakit ginjal
3. Memahami dan
menjelaskan kembali
resiko, komplikasi dan
penanganan tindakan
eksodonsi pada pasien

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
dengan penyakit ginjal.
4 Manajemen 1. Diabetes BMM 100 1 drg. 1. Memahami dan
Eksodonsi pada Melitus menit Bramasto menerangkan kembali
pasien dengan 2. Hipertiroid Purbo persiapan tindakan
Penyakit dan 3. Hipotiroid Sejati eksodonsia pada pasien
gangguan dengan penyakit dan
Endokrin gangguan endokrin
termasuk diabetes
melitus tipe 1 dan 2,
gangguan tiroid berupa
hipertiroid dan hipotiroid.
2. Memahami dan
menerangkan kembali
tindakan eksodonsia
pada pasien dengan
penyakit dan gangguan
endokrin termasuk
diabetes melitus tipe 1
dan 2, gangguan tiroid
berupa hipertiroid dan
hipotiroid.
3. Memahami dan
menerangkan kembali
resiko, komplikasi dan
penanganannya pada
pasien dengan penyakit
dan gangguan
endokrintermasuk
diabetes melitus tipe 1
dan 2, gangguan tiroid
berupa hipertiroid dan
hipotiroid pasca tindakan
eksodonsia.

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
27
5 Manajemen 1. Hepar BMM 100 1 drg. 1. Memahami dan

28
Eksodonsi pada 2. menit Pingky menerangkan kembali
pasien dengan Gastrointestinal Krisna persiapan tindakan
Penyakit Arindra, eksodonsia pada pasien
Hepatogastroint Sp.BMM dengan penyakit
estinal hepatogastrointestinal.
2. Memahami dan
menerangkan kembali
tindakan eksodonsia
pada pasien dengan
penyakit penyakit
hepatogastrointestinal.
3. Memahami dan
menerangkan kembali
resiko, komplikasi dan

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
penanganannya pada
pasien dengan penyakit
penyakit
hepatogastrointestinal
pasca tindakan
eksodonsia.
6 Manajemen 1. Wanita Hamil BMM 100 1 drg. 1. Memahami dan
Eksodonsi pada 2. Ibu Menyusui menit Erdananda menerangkan kembali
pasien pasien Haryosuwa persiapan tindakan
hamil dan ndito eksodonsia pada pasien
menyusui hamil dan menyusui.
2. Memahami dan
menerangkan kembali
tindakan eksodonsia
pada pasien pasien
hamil dan menyusui.
3. Memahami dan
menerangkan kembali
resiko, komplikasi dan
penanganannya pada
pasien pasien hamil dan
menyusui pasca
tindakan eksodonsia
7 Manajemen 1. Stroke BMM 100 1 drg. Pingky 1. Memahami dan
Eksodonsi pada 2. Epilepsi menit Krisna menerangkan kembali
pasien dengan Arindra, persiapan tindakan
penyakit Sp.BMM eksodonsia pada pasien
Neuromuskuler dengan penyakit dan
gangguan neurologis.
2. Memahami dan
menerangkan kembali
tindakan eksodonsia
pada pasien dengan
penyakit dan gangguan
neuromuskuler.
3. Memahami dan

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
menerangkan kembali

29
resiko, komplikasi dan

30
penanganannya pada
pasien dengan penyakit
dan gangguan
neurologis pasca
tindakan eksodonsia.
8 Manajemen HIV/AIDS BMM 100 1 drg. 1. Memahami dan
Eksodonsi pada Penyakit menit Bambang menerangkan kembali
pasien dengan autoimun (Oral Dwirahard persiapan tindakan
penyakit lichen planus, jo, Sp.BM eksodonsia pada pasien
imunodefisiensi sindroma (K) dengan penyakit
sjogren, imunodefisiensi.
pemphigoid, 2. Memahami dan
pemphigus, menerangkan kembali
Anemia tindakan eksodonsia

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
pernisiosa pada pasien dengan
penyakit
imunodefisiensi.
3. Memahami dan
menerangkan kembali
resiko, komplikasi dan
penanganannya pada
pasien dengan penyakit
imunodefisiensi dan
pasca tindakan
eksodonsia
9 Manajemen Coagulation BMM 100 1 drg. 1. Memahami dan
Eksodonsi pada factor deficiency menit Adyaputra menerangkan kembali
pasien dengan Platelet Indra persiapan tindakan
gangguan disorders Pradana eksodonsia pada pasien
perdarahan Vascular dengan gangguan
disorders perdarahan.
Fibrinolytic 2. Memahami dan
defecets menerangkan kembali
Von tindakan eksodonsia
Willebrrand’s pada pasien dengan
disease gangguan perdarahan.
Hemophilia A 3. Memahami dan
&B menerangkan kembali
Trombositopeni resiko, komplikasi dan
primer penanganannya pada
Trombositopeni pasien dengan
sekunder gangguan perdarahan
Bernard Soulier pasca tindakan
Penyakit Liver eksodonsia
DIC

10 Manajemen Penyakit kronis BMM 100 1 Dr.drg.Mar 1.Memahami dan dapat


Eksodonsi pada Penyakit tanpa menit ia Goreti menerangkan kembali
pasien Geriatri gejala khas Widiastuti, persiapan tindakan
Multipatologi SpBM (K) eksodonsia pada pasien
Multimedikasi geriatri
Penurunan 2.Memahami dan dapat
kemampuan menerangkan kembali
fungsional prosedur tindakan
eksodonsia pada pasien
geriatric

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
31
3.Memahami dan dapat

32
menerangkan kembali
resiko, komplikasi dan
penanganan komplikasi
tindakan eksodonsia
pada pasien geriatri

Materi Kuliah Periodonsia


No Materi Sub-Materi Pengampu Waktu Jumlah Dosen Capaian Pembelajaran
Pekuliahan Perkuliahan Tatap Pertemuan Pemateri
Muka
1 Pengaruh Pengaruh Periodonsi 100 1 Dr. drg 1. Memahami dan

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
penyakit penyakit menit Ahmad menerangkan kembali
periodontal periodontal Syaify, pengaruh penyakit
terhadap terhadap Sp.Perio periodontal terhadap
penyakit penyakit (K) penyakit sistemik,
sistemik & sistemik terutama diabetes
Pengaruh dan melitus.
2 manifestasi Pengaruh dan 2. Memahami dan
beberapa manifestasi menerangkan kembali
penyakit beberapa pengaruh dan
sistemik penyakit manifestasi beberapa
terhadap sistemik penyakit sistemik
jaringan terhadap terhadap jaringan
periodontal jaringan periodontal.
periodontal
3 Periodontal Periodontal 100 1 3. Memahami dan
treatment pada treatment pada menit menerangkan kembali
pasien dengan pasien dengan periodontal treatment
penyakit dan penyakit pada pasien dengan
gangguan sistemik penyakit dan gangguan
4 endokrin Periodontal endokrin, terutama
treatment pada diabetes melitus
pasien dengan
penyakit dan
gangguan
endokrin

Materi Kuliah Ortodonsi


No Materi Sub-Materi Pengampu Waktu Jumlah Dosen Capaian Pembelajaran
Pekuliahan Perkuliahan Tatap Pertemuan Pemateri
Muka
1 Perawatan Pendahuluan Ortodonsi 50 1 drg. Memahami tentang
Ortodonsi pada menit Yanuarti manajemen perawatan
Pasien Retnaning ortodonti pada pasien
Medically rum., Sp. medically compromised
Compromised I Perawatan Ort Mampu membedakan
ortodonti pada manajemen perawatan
pasien dengan ortodonti pada masing-
penyakit masing penyakit
kardiovaskuler
Perawatan
ortodonti pada
pasien dengan

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
penyakit ginjal

33
2 Perawatan Perawatan Ortodonsi 50 1 drg. Memahami tentang

34
Ortodonsi pada ortodonti pada menit Yanuarti manajemen perawatan
Pasien pasien dengan Retnaning ortodonti pada pasien
Medically penyakit rum, Sp. medically compromised
Compromised I respirasi Ort
Perawatan Mampu membedakan
ortodonti pada manajemen perawatan
pasien dengan ortodonti pada masing-
penyakit masing penyakit
endokrin dan
kehamilan
3 Perawatan Pendahuluan drg. Memahami tentang
Ortodonsi pada Paramita manajemen perawatan
Pasien Noviasari., ortodonti pada pasien
Medically Sp. Ort medically compromised

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
Compromised II Perawatan Mampu membedakan
ortodonti pada manajemen perawatan
pasien dengan ortodonti pada masing-
penyakit masing penyakit
neuromuskular
Perawatan
ortodonti pada
pasien dengan
penyakit
gastrointestinal
Perawatan
ortodonti pada
pasien dengan
penyakit
hematologi,
penyakit darah
dan pembekuan
Materi Kuliah Konservasi Gigi
No Materi Sub-Materi Pengampu Waktu Jumlah Dosen Capaian Pembelajaran
Pekuliahan Perkuliahan Tatap Pertemuan Pemateri
Muka
1 Penatalaksanaa Kompromis Konservasi 100 1 drg. 1. Mengetahui dan
2 n kompromis medis bidang Gigi menit Wignyo memahami penyakit
medis bidang Konservasi Gigi Hadriyant sistemik pada pasien
Konservasi Gigi o, MS, yang mendapatakn
3 Penatalaksanaa Perawatan 100 1 Sp.KG (K) perawatan konservasi
n Konservasi Konservasi Gigi menit Gigi
4 Gigi pasien pasien dengan 2. Memahami tatalaksana
dengan Kompromis pasien konservasi gigi
Kompromis Medis dengan Penyakit
Medis sistemik

Materi Kuliah Prostodonsia


No Materi Sub-Materi Pengampu Waktu Jumlah Dosen Capaian Pembelajaran
Pekuliahan Perkuliahan Tatap Pertemuan Pemateri
Muka
1 Kompromis Kompromis Prostodonsi 50 1 Dr. drg. 1. Mengetahui dan
medis di bidang medis menit Sri Budi memahami penyakit
Prostodonsia berkaitan Barunawat sistemik pada pasien
dengan bidang i, M.Kes, yang dapat
Prostodonsia Sp.Pros (K) mempengaruhi
2 Penatalaksanaan Prosedur 50 1 keberhasilan
pasien perawatan menit perawatan
Prostodonsia pasien Prostodonsia.
dengan prostodonsia 2. Memahami prosedur
kompromis dengan perawatan pasien

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
medis Kompromis Prostodonsia dengan
Medis penyakit sistemik

35
36
Materi Kuliah Kedokteran Gigi Anak
No Materi Sub-Materi Pengampu Waktu Jumlah Dosen Capaian Pembelajaran
Pekuliahan Perkuliahan Tatap Pertemuan Pemateri
Muka
1 Dental Dental KGA 100 1 Dr. drg. 1. Mengetahui dan
management magemen pada menit Indah memahami penyakit
pada anak anak dengan Titin, S.U, sistemik pada anak
dengan penyakit Sp.KGA (K) dan manifestais
kompromis epilepsy, oralnya
medis leukemia 2. Memahami tata laksana
2 Dental Dental 100 1 pasien Anak dengan
management management menit penyakit sistemik
pada anak pada anak
dengan dengan

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
kompromis thalassemia
medis dan penyakt
jantung bawaan
JADWAL PEMBELAJARAN SEMESTER VII TOPIK 4

Senin
Senin Selasa
Selasa Rabu Rabu Kamis Kamis JumatJumat
Jam
Jam
20/9/2021
20/9/2021 21/9/2021
21/9/2021 22/9/2021
22/9/2021 23/9/2021 23/9/2021 24/9/2021
24/9/2021
Pengantar Pengantar
07.00-07.50 (drg. Hendri Susanto,
(drg. Hendri
07.00-07.50 MKes, PhD,Susanto,
Sp.PM) MKes,
PhD, Sp.PM)
08.00-08.50 Penyakit Penyakit
Kardiovaskular Penyakit Gastrointestinal (Dr.dr.
Penyakit
08.00-08.50 Dewa
(Dr.dr. I Kardiovaskular Pramantara S,
I DewaGastrointestinal
09.00-09.50 Topik III Topik III Topik III Pramantara, Sp.PD-G
(Dr.dr. I(K)
Dewa Sp.PD-Ger
(Dr.dr. (K))
I Dewa
Pramantara, Sp.PD- Pramantara S,
09.00-09.50 Topik III Topik III Topik III G (K) Sp.PD-Ger (K))
Manifestasi Oral
10.00-10.50 Penyakit
KardiovaskularManifestasi
(Prof. Oral BMM
10.00-10.50 drg. Supriatno, M.Kes,
Penyakit
11.00-11.50
MDSc., Ph.D.)
Kardiovaskular
BMM
(Prof. drg.
12.00-13.00 ISTIRAHAT
11.00-11.50 Supriatno, M.Kes,
MDSc., Ph.D.)
13.00-13.50 Manifestasi Oral
12.00-13.00 ISTIRAHAT Penyakit
BMM
Gastrointestinal
Manifestasi Oral
14.00-14.50
13.00-13.50 (drg. Sri Budiarti,
Penyakit MS)
BMM Gastrointestinal
15.00-15.50 (drg. Sri Budiarti,
14.00-14.50 MS)
15.00-15.50

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
37
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat

38
Jam Senin Selasa Jumat
Jam 27/9/2021 28/9/2021 Rabu 29/9/2021 Kamis30/9/2021 1/10/2021
07.00-07.50 27/9/2021 28/9/2021 29/9/2021 30/9/2021 1/10/2021
07.00-07.50
Penyakit
08.00-08.50 Penyakit
PenyakitRenal Penyakit Penyakit
Penyakit Penyakit Respirasi Onkologi (dr. Vita
08.00-08.50 Respirasi Neuromuskular
Penyakit
(Dr.dr. I Dewa
Renal (Dr.dr. Endokrin
Endokrin (Dr.dr. I (Dr.dr. I Dewa P Yanti Anggraeni,
(Dr.dr. I Dewa Neuromuskular Vita
(dr.(dr. YantiOnkologi (dr. Vita Yanti
Vita
Pramantara
I Dewa S, Dewa Pramantara
(Dr.dr. I Dewa Pramantara S, Sp.PD, Sp.JP,
Anggraeni, Sp.PD, M.Sc,
Sp.JP,
P Pramantara Yanti Anggraeni,
Anggraeni, Sp.PD,Sp.PD,
09.00-09.50 Sp.PD-Ger (K) S, Sp.PD-Ger
Pramantara S, Pramantara S, (K)) Sp.PD-Ger (K) Ph.D)
M.Sc, Ph.D)
09.00-09.50 S, Sp.PD-Ger Sp.JP,
Sp.JP, M.Sc, Ph.D M.Sc, Ph.D
Sp.PD-Ger (K) Sp.PD-Ger (K))
(K) Manifestasi Oral
10.00-10.50 Manifestasi Oral
Manifestasi Oral Manifestasi
Manifestasi Penyakit
Manifestasi Oral
10.00-10.50 Penyakit Penyakit
Renal Oral Penyakit
Oral Penyakit Neuromuskular
Penyakit
Endokrin
(Dr.drg. Dewi Endokrin (drg.(drg. BMM BMM
Renal (Dr.drg. BMM Neuromuskular (drg. Hendri
(drg. BMM
Agustina, MDSc, Fimma
FimmaNaritasari,
11.00-11.50 Agustina,
DewiMDSc) Susanto,
Hendri Susanto, MKes,MKes,
11.00-11.50 MDSc)
Naritasari, PhD, Sp.PM)

Penyakit Kompromis Medis


MDSc, MDSc) PhD, Sp.PM)

Modul Semester VII Topik 4


MDSc)
12.00-13.00 ISTIRAHAT
12.00-13.00 ISTIRAHAT
Kompromis
Kompromis medis
berkaitan dengan
medis
Kompromis medis Periodontal
berkaitan bidang
13.00-13.50 Prostodonsia bidang Konservasi Treatment terkait
dengan
(Dr. drg. Sri Budi Gigi dengan Penyakit
BMM bidang Periodontal Treatment
medis
Kompromis (drg. Wignyo Sistemik I
Barunawati, M.Kes,
Prostodonsia terkait dengan
bidang Konservasi Gigi
Hadriyanto, MS., (Dr. drg. Ahmad
13.00-13.50 BMM Sp.Pros (K))
(Dr. drg. Sri Penyakit Sistemik I
(drg. Wignyo Hadriyanto,
SP.KG (K)) Syaify, Sp. Perio (K))
Budi (Dr. drg. Ahmad Syaify,
Manifestasi OralMS., SP.KG (K))
14.00-14.50 Barunawati, Sp. Perio (K))
Penyakit
M.Kes, Sp.Pros Respirasi
(K)) (drg. Hendri
15.00-15.50 Susanto, MKes,
PhD, Sp.PM)
Senin Selasa ManifestasiRabu Kamis Jumat
Jam
14.00-14.50 4/10/2021 5/10/2021 Oral Penyakit 6/10/2021 7/10/2021 8/10/2021
07.00-07.50 Respirasi (drg.
Penyakit Hendri
08.00-08.50 Penyakit Perdarahan & Susanto,
15.00-15.50 Hematologi (dr. sistem MKes, PhD,
Vita Yanti Pembekuan darah Sp.PM) BMM BMM BMM
Anggraeni, Sp.PD, (dr. Vita Yanti
09.00-09.50
M.Sc, Ph.D)
Sp.JP, Senin Anggraeni,
Selasa Sp.PD, Rabu Kamis Jumat
Jam
4/10/2021 Sp.JP, M.Sc, Ph.D)
5/10/2021 6/10/2021 7/10/2021 8/10/2021
07.00-07.50 Dental Perawatan
Manifestasi Oral Periodontal Dental Management
10.00-10.50 Management
Penyakit Konservasi Gigi
Penyakit Treatment terkait pada Anak
08.00-08.50 Hematologi – pada Anak
Perdarahan & pasien dengan
Penyakit dengan Penyakit Kompromis Medis II
Kompromis
sistem Kompromis Medis
Onkologi (drg. B
Hematologi Sistemik II (Dr. drg. Indah
Medis I (Dr. drg.
Pembekuan (drg. Wignyo
11.00-11.50 Esti C, M.Kes,
(dr. Vita Yanti (Dr. drg. Ahmad Titien, SU., Sp.KGA
Indah
darah Titien,
(dr. Vita SU., BMM
Hadriyanto, Sp.KG BMM
MDS.c)
Anggraeni, Syaify, Sp. Perio (K)) BMM(K))
Sp.KGA (K))
Yanti (K)
09.00-09.50 Sp.PD, Sp.JP,
12.00-13.00 ISTIRAHAT
Anggraeni,
M.Sc, Ph.D) Perawatan Prosedur perawatan
Sp.PD, Sp.JP,
M.Sc, Ph.D) Ortodonsi pada pasien prostodonsia
Pasien Medically
Perawatan dengan Kompromis
13.00-13.50 Dental Compromised I Medis
10.00-10.50 Konservasi
Manifestasi Management Identifikasi &
(drg. Yanuarti
Gigi pasien Periodontal Treatment (Dr. drg. Sri Budi
Oral Penyakit pada Anak Penatalaksanaan Dental Management
Retnaningrum., Sp.
dengan terkait dengan Abruwanti, M.Kes,
Hematologi – Kompromis dental pada pasien pada Anak Kompromis
Kompromis Ort(K)) Penyakit Sistemik II Sp.Pros (K)))
Onkologi (drg. Medis BMM
I (Dr. dengan Oral lesion Medis II (Dr. drg. Indah
Medis (Dr. drg. Ahmad Perawatan
11.00-11.50 B Esti C, drg. Indah relatedSyaify,
Syndrome SU., Sp.KGA
Titien, Ortodonsi (K))
(drg. Wignyo
Manifestasi OralSp. Perio (K))B. Esti C, pada
M.Kes, MDS.c) Titien, SU., (drg.
Hadriyanto,
Penyakit dan Pasien Medically
Sp.KGA (K)) M.Kes, MDS.c)
14.00-14.50 Sp.KG
Sistem
(K) Perdarahan Compromised II
12.00-13.00 Pembekuan Darah
ISTIRAHAT (drg. Paramita

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
(drg. Ayu Fresno A, Noviasari., Sp.
Sp.PM) Ort(K))
15.00-15.50

39
Senin Selasa PerawatanRabu Kamis Jumat

40
Jam
11/10/2021 12/10/2021 Ortodonsi13/10/2021 14/10/2021 Prosedur perawatan
15/10/2021
07.00-07.50 pada Pasien pasien prostodonsia
08.00-08.50 Medically dengan Kompromis
13.00-13.50
09.00-09.50 Compromised Identifikasi & Medis
10.00-10.50 I Penatalaksanaan dental (Dr. drg. Sri Budi
(drg. Yanuarti pada pasien dengan Abruwanti, M.Kes,
11.00-11.50 BMM
Retnaningrum Oral lesion related Sp.Pros (K)))
12.00-13.00 ISTIRAHAT ., Sp. Ort(K)) Syndrome (drg. B. Esti
Hari Tenang Topik V Topik V Topik V
Manifestasi C, M.Kes, MDS.c) Perawatan Ortodonsi
13.00-13.50 Oral Penyakit pada Pasien Medically
14.00-14.50 Ujian Topik dan Sistem Compromised II
14.00-14.50 Perdarahan (drg. Paramita Noviasari.,
Pembekuan Sp. Ort(K))
15.00-15.50 Darah

Penyakit Kompromis Medis


Modul Semester VII Topik 4
(drg. Ayu
15.00-15.50
Fresno A,
Sp.PM)
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat
Jam
11/10/2021 12/10/2021 13/10/2021 14/10/2021 15/10/2021
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
10.00-10.50
11.00-11.50
12.00-13.00 Hari Tenang ISTIRAHAT Topik V Topik V Topik V
13.00-13.50
Ujian Topik
14.00-14.50
15.00-15.50
Penyakit Kardiovaskular
Dr.dr. I Dewa Pramnatara S, Sp.PD-Ger (K),
drg. Supriatno, MDSc., MDSc., Ph.D

A. Metode Penyajian
Penyajian materi dalam mata kuliah ini menggunakan metode kuliah
tata pmuka.

B. Luaran Pembelajaran
1. Mahasiswa mengetahui dan dapat menjelaskan manifestasi oral
penyakit Kardiovaskular.
2. Mahasiswa mengetahui dan dapat menjelaskan berbagai macam
manifestasi oral penyakit Kardiovaskular.
3. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan etiologi dan
patofisiologi berbagai macam manifestasi oral penyakit
Kardiovaskular.
4. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan cara
mendiagnosis berbagai macam manifestasi oral penyakit
Kardiovaskular.
5. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan rencana
perawatan dan perawatan berbagai macam manifestasi oral
penyakit Kardiovaskular.

C. MATERI
1. Overview
Penyakit Kardiovaskular adalah salah satu penyebab utama
kematian di negara berkembang dan negara maju. Dua kondisi
penyakit kardiovaskular yang menyebabkan kematian terbanyak
adalah penyakit jantung iskemik dan cerebrovaskular, diikuti gagal
jantung (hearth failure). Pasien dengan penyakit kardiovaskular
mempunyai risiko tinggi dalam praktek kedokteran gigi, terutama jika
tidak ada kontrol medis yang memadai. Karena itu penting bagi dokter
gigi untuk mengetahui masalah medis masing-masing pasien,
manifestasi oral yang terjadi, perawatan yang diterima termasuk
perawatan gigi dan mulut. Selain itu, dokter gigi harus dapat
mengidentifikasi keadaan darurat medis dan mengadopsi langkah-
langkah yang tepat untuk menghindarinya atau mengobatinya dengan
cepat dan efektif.

Modul Semester VII Topik 4 41


Penyakit Kompromis Medis
Penyakit kardiovaskular yang dipelajari pada topik ini termasuk:
1. Congenital heart disease dan CHD in other syndromes:
Congenital heart disease(congenital heart anomaly) adalah cacat
pada jantung atau pembuluh darah besar yang terjadi saat lahir.
Tanda dan gejala CHD tergantung pada jenis cacat spesifik. Gejala
dapat bervariasi dari asimptomatik sampai yang mengancam jiwa.
2. Acquired heart disease:
Acquired heart disease didefinisikan sebagai kondisi yang
mempengaruhi jantung dan pembuluh darah yang berkembang
selama masa hidup seseorang. Penyakit jantung yang didapat
pada anak-anak termasuk miokarditis, kardiomiopati, gagal
jantung, hipertensi, sinkop, intoleransi ortostatik, dan sebagainya
3. Ischaemic heart disease (IHD): a disease characterized by reduced
blood supply to the heart.
4. Angina pectoris: rasa nyeri dada yang terjadi saat aliran darah dan
oksigen menuju otot jantung tersendat atau terganggu,
khususnya saat arteri jantung mengeras atau menyempit. Angina
pectoris umumnya terjadi pada orang dewasa berusia 55 hingga
64 tahun dengan mayoritas berjenis kelamin laki-laki
5. Myocardial infarction: suatu serangan jantung yang terjadi ketika
aliran darah berkurang atau berhenti ke bagian jantung
menyebabkan kerusakan pada otot jantung. Gejala yang paling
umum adalah nyeri dada atau ketidaknyamanan yang dapat
menjalar ke bahu, lengan, punggung, leher atau rahang.
6. Hypertension:
Hipertensi (tekanan darah tinggi)merupakankondisi pembuluh
darah yang terus-menerus meningkatkan tekanan. Darah dibawa
dari jantung ke seluruh bagian tubuh di pembuluh. Setiap kali
jantung berdetak, ia memompa darah ke pembuluh darah.
Tekanan darah diciptakan oleh kekuatan darah yang mendorong
dinding pembuluh darah (arteri) karena dipompa oleh jantung.
7. Cardiomyopathies:
penyakit otot jantung yang membuat jantung lebih sukar
memompa darah ke seluruh tubuh. Kardiomiopati dapat
menyebabkan gagal jantung. Jenis utama kardiomiopati meliputi
dilatasi, hipertrofik, dan restriktif.
8. Arrhythmias :
Detak jantung yang tidak teratur - jantung mungkin berdetak
terlalu cepat, terlalu lambat, terlalu dini, atau tidak teratur.
Aritmia terjadi ketika sinyal listrik ke jantung yang
mengkoordinasikan detak jantung tidak berfungsi dengan baik.

42 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
9. Thyroid-related heart disease:
Tanda dan gejala kardiovaskular penyakit tiroid adalah temuan
relevan yang secara klinis menyertai hipertiroidisme dan
hipotiroidisme. Atas dasar pemahaman tentang mekanisme seluler
aksi hormon tiroid pada jantung dan sistem kardiovaskular,
dimungkinkan untuk menjelaskan perubahan curah jantung,
kontraktilitas jantung, tekanan darah, resistensi pembuluh darah,
dan gangguan irama akibat disfungsi tiroid.
10. Pulmonary hearth disease (cor pulmonale):
Pembesaran dan kegagalan ventrikel kanan jantung sebagai
respons terhadap peningkatan resistensi pembuluh darah (seperti
dari pulmonic stenosis) atau tekanan darah tinggi di paru-paru.
11. Valvular heart disease:
Penyakit jantung valvular ditandai oleh kerusakan atau kelainan
pada salah satu dari empat katup jantung: mitral, aorta,
trikuspid, atau paru. Katup mitral dan trikuspid mengontrol aliran
darah antara atrium dan ventrikel (bilik jantung atas dan bawah).
12. Infective endocarditis
Infeksi pada katup jantung atau endokardium. Endokardium
adalah lapisan permukaan interior bilik jantung. Kondisi ini
biasanya disebabkan oleh bakteri yang memasuki aliran darah
dan menginfeksi jantung. Bakteri dapat berasal dari: mulut.
13. Cardiac failure:
Gagal jantung (CHF) adalah kondisi kronisprogresif yang
mempengaruhi daya pompa otot jantung. CHF secara khusus
menunjukkan cairan yang menumpuk di sekitar jantung dan
menyebabkannya pompa jantung tidak efisien.
14. Cardiac transplantation:
Transplantasi jantung adalah operasi jantung yang gagal
berfungsi dan berpenyakit diganti dengan jantung donor yang
lebih sehat. Transplantasi jantung adalah perawatan yang
biasanya diperuntukkan bagi orang-orang yang telah mencoba
pengobatan atau operasi lain, tetapi kondisinya belum cukup
membaik.

2. Manifestasi oral yang berhubungan dengan penyakit


kardiovaskuler termasuk: Erupsi gigi yang terlambat, hypoplasia
enamel, karies gigi dan penyakit periodontal, xerostomia,
dysgeusia, lesi ulserasi di mukosa oral, parestesia, perubahan
sensasi rasa, eritema multiform, lichenoid drug reaction, nyeri dan
pembengkakan kelenjar saliva, serta pembesaran gingiva.

Modul Semester VII Topik 4 43


Penyakit Kompromis Medis
D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN
1. Scully C. Medical Problem in Dentistry. 6th Ed. Churchill Livingstone,
Elsevier, 2012.
2. Kahri J., Rapola J. Cardiovascular disorders in dental practice. Nor
Tannlegeforen Tid. 2005; 115: 84–90.
3. Jowett N.I., Cabot L.B. Patients with cardiac disease: considerations
for the dental practitioner. Br Dental J. 2000;189(6):297–302.
4. Glick M. Burket’s Oral Medicine. 12th Ed. 2012.

44 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Penyakit Renal
Dr. dr. I Dewa P Pramantara S, Sp.PD-Ger (K),
Dr. drg. Dewi Agustina, MDSc,.MDSc

A. Metode penyajian
Penyampaian di kelas dengan tatap muka selama 100 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan
mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan kategori penyakit ginjal.
2. Memahami dan dapat menjelaskan manifestasi oral penyakit ginjal.
3. Memahami dan dapat menjelaskan konsep tata laksana dental pasien
dengan penyakit ginjal.

C. Materi
1. Overview Penyakit Renal
Pada prinsipnya penyakit ginjal secara garis besar dapat dibagi
atas : (i) Acute renal failure (ARF atau acute kidney injury), (ii) Chronic
renal failure. Kondisi akut terjadi jika ada gangguan fungsi ginjal
secara tiba-tiba, luar biasa dan dalam waktu singkat misalnya
berkurangnya pasokan darah (iskemia) karena syok, ginjal terpapar
dengan bahan yang toksik, sumbatan pada saluran kemih. ARF yang
tidak dirawat secara adekuat akan berisiko untuk menjadi kronis.
Kondisi kronis jika kerusakan yang terjadi pada ginjal dengan proses
yang lebih lambat (tidak tiba-tiba) seperti glomerulonefritis,
pielonefritis dan perubahan pada ginjal karena hipertensi. Gagal ginjal
terutama terkait dengan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus
(glomerular filtration rate, GFR). Kondisi gagal ginjal kronis,
merupakan kondisi menurunnya fungsi ginjal secara progresif dan
ireversibel yang paling banyak berimplikasi pada kondisi oral. Gagal
ginjal kronis (chronic renal failure, CRF) didefinisikan jika GFR kurang
dari 60 mL/min/1,73 m2 atau jika ada bukti terjadinya kerusakan
ginjal (micro- atau macroalbuminuria, persistent hematuria,
radiological anomalies) selama periode lebih 3 bulan. CRF dicirikan
dengan adanya pengurangan jumlah nefron yang fungsional secara
bertahap. Pada topik perkuliahan ini akan dibahas secara umum
temuan oral yang sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis dan konsep penatalaksanaan dentalnya.

Modul Semester VII Topik 4 45


Penyakit Kompromis Medis
Tanda klinis awal pada pasien dengan CRF tidak nyata dan
memerlukan durasi lama sebelum akhirnya pasien menyadari ada
gejala. Beberapa gejala yang dapat dideteksi pasien seperti
meningkatnya urinasi, adanya darah pada urin, dan urin berwarna
seperti warna air teh. Kira-kira 90% pasien dengan kelainan ginjal
menunjukkan tanda dan gejala pada jaringan lunak maupun keras
mulut. Beberapa tanda dan gejala tersebut dapat disebabkan penyakit
ginjalnya sendiri atau sebagai efek samping dari medikasi kelainan
ginjal.

2. Manifestasi Oral Penyakit Renal


Pasien dengan penyakit ginjal mempunyai berbagai manifestasi
oral. Di sisi lain masalah rongga mulut juga dapat menghalangi
tindakan medik dalam mempertahankan atau mengganti fungsi
utama ginjal. Di sisi lain dokter gigi juga harus mempertimbangkan
adanya kejadian seperti kecenderungan perdarahan, risiko infeksi
dan medikasi sebelum merawat pasien yang berpenyakit ginjal.
Kesehatan mulut merupakan indikator berharga dalam menentukan
prognosis pasien dengan penyakit ginjal. Untuk itu drg harus
mempunyai konsep pengetahuan untuk mengenali pasien-pasien
dengan penyakit ginjal, sehingga dapat mengantisipasi risiko yang
kemungkinan dapat terjadi. Konsultasi dengan nefrologis perlu
dilakukan sebelum melakukan tindakan dental. Hal tersebut
bertujuan untuk : (i) menentukan status kesehatan pasien, (ii)
menentukan waktu terbaik dapat dilakukan tindakan dental, (iii)
melakukan modifikasi pemberian medikasi, (iv) mencegah adanya
komplikasi di klinik dental.
Manifestasi oral yang sering dijumpai pada pasien dengan
penyakit ginjal :
1. Halitosis : berkurangnya fungsi ginjal mengakibatkan
meningkatnya urea darah dan urea saliva yang akan berubah
menjadi amonia. Untuk itu pasien dengan penyakit ginjal akan
mempunyai uremic fetor (bau mulut urea).
2. Perubahan sensasi pengecapan : terutama untuk rasa manis dan
asam. Pengecapan terasa metal (metallic taste, logam) sebagai efek
dari tingginya urea di saliva yang dirubah menjadi amonia.
3. Xerostomia : sebagai akibat dari pembatasan asupan cairan, efek
samping medikasi (terutama obat antihipertensi), kemungkinan
kelenjar saliva minor mengalami perubahan (atrofi) dan dapat pula
sebagai efek oral breathing sekunder karena adanya problem
perfusi paru.

46 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
4. Uremic stomatitis (US). Terdapat 4 tipe US yaitu erythemo-
pultaceous, ulseratif, hemoragik dan hiperkeratotik. Lesi ini sangat
sakit dan terutama dijumpai pada permukaan ventral lidah dan
pada bagian permukaan mukosa anterior. Secara klinis tampak
sebagai lesi eritematous setempat atau general yang ditutupi oleh
eksudat pseudomembranous yang dapat dikerok kadang
meninggalkan bercak ulseratif/intact.
5. Hiperplasia gusi : sebagai efek samping dari medikasi dengan
siklosporin, calcium channel blocker (antihipertensi). Hiperplasia
terutama tampak pada permukaan labial dari papilla interdental,
namun dapat meluas sampai tepi gusi bahkan sampai permukaan
lingual dan palatal.
6. Hipoplasia enamel : hal ini terjadi karena efek erosif permukaan
gigi dengan adanya acidic regurgitation dan vomiting yang
diinduksi oleh uremia. Dijumpai pula penyumbatan pulpa gigi, gigi
terlambat erupsi, perubahan tulang maksila karena terjadi
demineralisasi yang bertendensi untuk mudah terjadi fraktur.
7. Prevalensi karies gigi menurun karena adanya urea yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dan menetralkan asam dari
plak bakteri. Namun di sisi lain kehilangan gigi bukan karena
karies lebih sering terjadi pada individu dengan CRF. Insiden
penyakit periodontal, bone loss, resesi dan poket periodontal
meningkat dengan terbentuknya tartar terkait dengan
meningkatnya kandungan urea di saliva.
8. Infeksi dan oral hygiene yang buruk terutama terjadi pada pasien
yang menjalani hemodialisis dengan terbentuknya kalkulus dan
plak yang meningkat. Demikian pula kecenderungan terjadi infeksi
juga meningkat pada pasien yang mendapatkan transplantasi
ginjal karena akan mendapatkan terapi imunosupresif dalam
jangka waktu lama, yang tidak menutup kemungkinan juga
terjadinya penyakit keganasan karena kondisi imun yang
menurun. Efek lainnya yaitu kecenderungan terjadinya infeksi
Candida, CMV dan HSV.

3. Manajemen Oral Penyakit Renal


Perawatan pasien dengan penyakit ginjal pada umumnya dapat
dibagi menjadi tiga yaitu (i) Conservative management, (ii) Renal
replacement therapy, (iii) Prevention of infections. Untuk
penatalaksanaan dental pasien dengan penyakit ginjal perlu
pertimbangan yang komprehensif, bukan hanya karena penyakitnya
sendiri dan banyaknya manifestasi oral, namun juga karena efek

Modul Semester VII Topik 4 47


Penyakit Kompromis Medis
samping dan karakteristik dari perawatan yang diterima. Dokter gigi
perlu berkonsultasi dengan nefrologis karena beberapa kepentingan
(telah disebutkan di atas). Dokter gigi perlu kerjasama yang erat
dengan professional medis untuk memperbaiki kesehatan mulut dan
umum pasien terkait dengan pendekatan multidisiplin terhadap
penyakit ini. Sebelum dilakukan tindakan dental yang invasif, perlu
dilakukan CBC dan tes koagulasi utk melihat ada tidaknya
abnormalitas hematologis. Perlu mengeliminasi segera setiap adanya
infeksi oral, dipertimbangkan pemberian profilaksis antibiotika untuk
mengantisipasi terjadinya perdarahan atau risiko septisemia dan
selalu mengontrol tekanan darah pasien sebelum dan selama
perawatan dental, bila perlu dengan pemberian sedasi untuk
meminimalkan kecemasan. Adanya komplikasi obat juga harus
dipertimbangkan karena dengan adanya CRF kemungkinan terjadi
perubahan metabolisme dan eliminasi obat. Pada kasus seperti ini
kemungkinan perlu melakukan penyesuaian atau modifikasi dosis
obat. Pada pasien yang menjalani hemodialisis, tatalaksana dental
sebaiknya tidak dilakukan pada hari yang sama dengan hari
dilakukannya hemodialisis untuk meyakinkan bahwa efek heparin
(antikoagulan) pada darah telah hilang.

SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Handa S, Mullana, 2015, Oral manifestations in renal disease and its
related complications, Intl J of Clinical Cases and Invest., 6 (5) : 6-12.
2. Cervero AJ, Bagan JV, Soriano YJ, Roda RP, 2008, Dental
management in renal failure : Patients on dialysis, Med Oral Patol
Oral Cir Bucal., 13(7) : E419-426.
3. Alamo SM, Esteve CG, Perez MGS, 2011, Dental considerations for
the patient with renal disease, J Clin Exp Dent, 3(2) : e112-119.
4. Jones JH, Mason DK, 1990, Oral manifestations of systemic disease,
London : Bailliere Tindall, pp. 759

48 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Penyakit Respirasi
Dr. dr. I Dewa P Pramantara S, Sp.PD-Ger (K),
drg. Hendri Susanto, M.Kes, Ph.D., Sp.PM

A. Metode penyajian
Penyampaian materi di kelas dengan tatap muka selama 100 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan
mahasiswa mampu :
1. Memahami definisi penyakit Respirasi dan jenis-jenisnya
2. Memahami manifestasi oral beberapa penyakit Respirasi
3. Memahami penatalaksanaan dental penyakit Respirasi

C. Materi
1. Overview Penyakit Respirasi
Penyakit Respirasi terbagi menjadi dua kelompok yaitu penyakit
saluran respirasi bagian atas dan penyakit saluran nafas bagian bawah.
Penyakit saluran nafas bagian atas terdiri atas penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Virus, Rhinitis Alergi, Sinusitis, Laringitis dan
Laringotracheobronhitis. Penyakit saluran nafas bagian bawah terdiri
atas : Bronkitis akut, Pneumonia, Bronkiolitis, Asma, Chronic
obstructive pulmunory diseease (COPD), Cyctic fibrosis, Pulmonary
Embolism dan Neoplasm. Penyakit saluran nafas atas yang disebabkan
oleh virus yang penting adalah disebabkan oleh Rhinovirus, selain itu
dapat disebabkan oleh Influenza virus, Corona Virus, Adenovirus,
Enterovirus, Coxsackievirus, Respiratory Syncytial Virus (RSV)6.
a) Chronic Obstructive pulmunory disease (COPD) merupakan suatu
penyakit pada sistem respirasi yang dikarakteristikkan oleh adanya
obstruktif kronis reversibel yang tidak menyeluruh sebagai contoh
bronkitis kronis dan emfisema
b) Bronkitis akut merupakan penyakit infeksi pada trachea dan bronchi
yang menyebabkan batuk hingga lebih dari 3 minggu disebabkan
oleh virus seperti Influenza, Parainfluenza, RSV, Coronavirus,
Rhinovirus, Adenovirus. Bronkitis akut juga dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri seperti Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae, Bordetella pertussis. Staphylococcus dan bakteri gram
negatif merupakan bakteri penyebab bronkitis akut pada pasien
rawat inap.

Modul Semester VII Topik 4 49


Penyakit Kompromis Medis
c) Pneumonia merupakan penyakit infeksi pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri dan virus. Pneumonia juga merupakan salah
satu penyebab infeksi nasokomial namun juga ditemukan di
masyarakat terutama disebabkan oleh S. Pneumonia, H Influenza, P.
Aeruginosa, E. Coli, K. Pneumoniae, M. Pneumoniae, Lgionella dan
Chlamydia.
d) Asma merupakan penyait respirasi yang dikarakteristikkan dengan
adanya stenosis difus, reversibel, bronkus perifer, meningkatnya
sensitivitas terhadap stimulasi dan terdapat bukti adanya alergi pada
pemeriksaan laboratorium.
e) Tuberculosis merupakan penyakit infeksi karena Mycobacterium
tuberculosis yang dapat mengenai banyak organ namun paru
merupakan organ yang paling umum terkena. Oral tuberculosis
merupakan penyakit tubeculosis yang dapat bersifat primer ataupun
sekunder dari tuberculosis paru.

2. Manifestasi Oral Penyakit Respirasi5–7


Manifestasi oral COPD diantaranya penyakit periodontal. Bakteri
patogen periodontal seperti Streptococcus dapat menjadi penyebab
eksaserbasi COPD sebesar 4%. oleh karena kebanyakan pasien COPD
adalah perokok sehingga dapat menimbulkan halitosis, pewarnaan gigi,
stomatitis nikotina, lesi pre malignan, dan kanker mulut.
Pengobatan dengan Teofilin dapat menyebabkan Stven-Johnson
syndrome.
Manifestasi oral Cyctic fibrosis dapat berupa penyakit periodontal
karies gigi, oral higiene buruk. Bakteri pada dental plak merupakan
bakteri patogen penyebab infeksi pada penderita Cyctic Fibrosis yaitu P.
aeruginosa. dan oral hygiene yang buruk dapa menyebabkan
eksaserbasi pada cyctic fibrosis.
Manifestasi oral pada Asma diantaranya adanya gingivitis, dan efek
negatif pada ortodonsi. Beberapa obat asma dapat menimbulkan
hiposalivasi, xerostomia, Kandidiasis orofaringeal, dan peningkatan
karies gigi oleh karena pemakaian Beta agonists. Gastroesophagal acid
reflux akan menyebabkan erosi gigi.
Pasien Asma cenderung akan bernafas lewat mulut yang akan
menyebabkan perubahan dimesi tinggi wajah, oklusi (overjet dan cross
bite)
Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) merupakan kondisi
tertutupnya jalan nafas atas yang berulang dan intermiten sehingga
terjadi apnea atau hypopnea.

50 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
3. Menejemen Oral Penyakit Respirasi4–7
a. Pengobatan pada penyakit saluran nafas bagian atas karena infeksi
virus, demikian juga pada rhinitis alergi dengan dekongestan dapat
menyebabkan penurunan sekresi saliva dan menyebabkan mulut
kering. Pengobatan rhinitis menggunakan antihistamin dapat juga
menyebabkan mulut kering. Pada individu yang alergi terhadap
material dengan bahan metacrylate dan natural rubber latex, perlu
menghindari pemakaian bahan tersebut untuk mencegah terjaidnya
reaksi hipersensitif.
b. Pneumonia dapat disebabakn oleh bakteri dalam dental plaque,
sehingga kebersihan rongga mulut atau oral higiene yang buruk
dapat menjadi predisposisi terjadinya kolonisasi bakteri patogen
yang dapat menyebabkan infeksi paru. Peningkatan kebersihan oral
hygiene menurunkan kejadian infeksi paru pada pasien di rumah
sakit, sehingga pemeliharaan kesehatan mulut (gigi, lidah, mukosa,
dan bibir) baik dengan menggunakan sikat gigi, kapas swabs, dan
antiseptik kumur Chlorhexidine Gluconate 0.12% dapat menurunkan
kejadian infeksi pneumonia nasokomial. Pembersihan dental
kalkulus direkomendasikan bagi pasien yang akan mendapatkan
perawatan bedah di rumah sakit.
c. Penatalaksanaan dental pasien Chronic obstructive pulmonary
disease (COPD) dilakukan dengan posisi pasien yang tegak di kursi
gigi. Selain itu perlu dipersiapkan oksigen dan pemberian oksigen
tersebut dilakukan oleh tenaga yang terlatih. Pasien COPD juga
memiliki risiko menderita penyakit kardiovaskular sehingga perlu
diperiksa tekanan darah
Penggunaan sedatif dapat diberikan diazepam dosis rendah.
Pengobatan menggunakan narkotik, Barbiturat, antihistamin,
hipnotis, dan antikolinergik harus dihindarkan termasuk juga
Theophiline, antibiotik golongan Makrolid (Eritromisin, Klaritromisin)
dihindari.
Anestesia umum ambulatori kontraindikasi diberikan.
Penderita penyakit emfisema dan bronkitis kronis dihindari
memberikan pengobatan yang dapat menekan fungsi respirasi atau
mengiritasi saluran nafas. Posisi pada kursi gigi disesuaikan oleh
karena beberapa pasien tidak dapat mentolerasi posisi terlentang
selain itu juga pada penggunaan rubber dam yang memungkinkan
pasien tersedak. Penggunaan oksigen dengan aliran yang tinggi akan
menyebabkan gangguan pernafasan. Pasien juga di instruksikan
untuk tidak melanjutkan kebiasaan merokok apabila memiliki
kebiasaan merokok

Modul Semester VII Topik 4 51


Penyakit Kompromis Medis
d. Penatalaksanaan dental pada Asma yang perlu diperhatikan bahwa
pasien asma tipe non alergi kontraindikasi untuk diberikan obat
golongan NSAIDs. Selain itu dihindari penggunaan Barbiturat.
Perawatan dental disarankan untuk dilakukan ketika asimptomatik
dan pada pagi hari untuk menghindari serangan Asma.
Mengkonsumsi obat Asma sebelum dilakukan perawatan dental.
Edukasi pasien tentang efek samping obat-obat Asma.
Pemberian obat kumur setelah medikasi Asma dapat mengurangi
timbulnya penyakit pada mukosa mulut.
Pemberian Fluoride penting diberikan pada pasien Asma yang
mengonsumsi obat Beta agonist dan mengunyah permen karet
mengandung Xylitol untuk mencegah karies gigi.
Pasien Asma diinstruksikan untuk berkumur setelah memakai obat
inhaler
Peningkatan oral higiene santa penting untuk mengurangi insidensi
gingivitis dan periodontitis.
Pemberian anti jamur dapat diberikan apabila dibutuhkan pada
pemakaian kortikosteroid topikal
Pasien Asma tidak dapat mentoleran pemberian obat mengandung
Aspirin (10-28%)
Pemberian obat jenis Opiate dapat menyebabkan depresi dan
pelepasan Histamin.
Apabila menggunakan anestesia lokal, diberikan anestesi lokal tanpa
adrenalin dan levonordefrin oleh karena adanya kandungan sulfite.
Apabila terjadi serangan asma pada saat perawatan gigi, biasanya
menunjukkan gejala seperti dyspnea, wheezing oleh karena kesulitan
nafas dan batuk.
Pasien asma dapat kambuh oleh karena perawatan dental seperti
pencabutan gigi, perawatan endodontik, sehingga dibutuhkan
pengendalian stress oleh dokter gigi.
Sodium metabisulfate dapat menyebabkan eksaserbasi Asma.
Interaksi antara epinefrine dan R2 agonist akan menyebabkan efek
sinergistik menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
Arrhythmias.
Pemberian sedasi dapat diberikan dengan Diazepam dosis rendah
Penggunaan suction tip dapat menyebabkan reflex batuk sehingga
penempatannya perlu disesuaikan.
Interaksi obat seperti Teofilin dan antibiotik makrolide dapat
meningkatkan konsentrasi Teofilin. Selain itu dihindari pemberian
antibiotik Erythromicyn, dan Ciprofloxacin pada pasien yang

52 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
mengkonsumsi Teofilin. Sedangkan Fenobarbital dapat menurunkan
Teofilin.
Tunda perawatan dan posisikan pasien asma pada posisi yang
nyaman di kursi gigi apabila terjadi serangan. Bebaskan jalan nafas
dan pemberian Beta 2 agonis.
Pemberian oksigen menggunakan masker, apabila tidak ada respon,
diberikan Epinefrin (1:1000 dalam larutan, 0.01 mg/kg dengan dosis
maksimum 0.3 mg). Bronkodilator tersedia apabila terjadi
eksaserbasi asma
Tekanan darah dimonitor apabila terjadi serangan asma. Pasien
asma dinajurkan membawa obat asma setiap kunjungan ke dokter
gigi. Diperlukan juga untuk memonitor saturasi oksigen selama
melakukan prosedur dental.
Pastikan mendapatkan suplai oksigen hingga pasien dapat bernafas
normal hingga mendapatkan perawatan medis.Perhatikan tanda dan
gejala serangan Asma parah dengan tanda tidak dapat
menyelesaikan pengucapan 1 kalimat dalam 1 nafas.
Pemakaian bahan dan material kedokteran gigi seperti pasta gigi,
fissure sealant, Methyl Metacrilate yang dapat menyebabkan
eksaserbasi asma perlu dihindari.
e. Pengobatan dengan antikoagulan pada penderita pulmonary
embolism akan meningkatkan risiko perdarahan sehingga
dibutuhkan pemeriksaan Prothrombine Time dan INR sebelum
melakukan pembedahan dan batas aman pencabutan untuk
Prothrombine Time sebesar 30 detik sedangkan INR 2.5
f. Apabila melakukan pemeriksaan klinis dental pada pasien OSAS
diperlukan untuk memeriksan dengan palpasi pada otot kepala dan
leher untuk mendeteksi adanya tumor yang menyebabkan
tertutupnya jalan nafas. Selain itu juga perlu diperiksa adanya
deviasi pada septum nasal, maloklusi kelas II, ukuran lidah dan
oropharinx.
Dalam penanganan dental pasien OSAS diperlukan retainer lidah
untuk pasien dengan apneadan alat menstabilkan mandibula secara
vertikal dan horizontal agar lidah menjauh dari dinding faring

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Ganda KM. Dentist ’ s Guide to Medical Conditions, Medications, &
Complications. 2nd ed. New Delhi: Wiley Blackwel; 2013.
2. Lockhart PB. Oral Medicine and Medically Complex Patients, 6th
Edition. 6ed ed. (Lockhart PB, ed.). Oiwa: Wiley Blackwell; 2013.
doi:10.1038/sj.bdj.2013.1137.

Modul Semester VII Topik 4 53


Penyakit Kompromis Medis
3. Scully C. Scully’s Medical Problems in Dentistry. 7ed ed. London:
Churcill Livingstone ELsevier; 2014.
4. Association AD. The ADA Practical Guide to Patients with Medical
Conditions. 2nd ed. (Patton LL, Glick M, eds.). Wiley Blackwell; 2015.
doi:10.1002/9781119121039.
5. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental Management of
the Medically Compromised Patient. 8th ed. St. Louis, Missouri:
Elsivier Mosby; 2013.
6. Glick M. Burket’s Oral Medicine. 12th ed. (Glick M, ed.). Shelton,
Connecticut: People’sMedical Publishing House; 2015.
7. Lozano AC, Sarrión Perez MG, Esteve CG. Dental considerations in
patients with respiratory problems. J Clin Exp Dent. 2011;3(3):222-
227. doi:10.4317/jced.i.e222.

54 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Penyakit Endokrin
Dr. dr. I Dewa P Pramantara S, Sp.PD-Ger (K),
drg. Fimma Naritasari, MDSc

A. Metode penyajian
Penyampaian materi di kelas dengan tatap muka selama @100 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan
mahasiswa mampu :
1. Memahami fungsi sistem endokrin dan pengaruhnya gangguan atau
penyakit sistem endokrin pada tubuh termasuk perubahan pada
kondisi kehamilan
2. Memahami manifestasi gangguan pada sistem endokrin dan
kehamilan pada rongga mulut
3. Memahami manajemen oral pada pasien dengan gangguan pada
sistem endokrin dan kehamilan.

C. Materi
1. Overview Penyakit Endokrin dan Kehamilan
Sistem endokrin merupakan sistem yang bertanggung jawab terhadap
sekresi hormon. Beberapa fungsi sistem endokrin yaitu :
a. Regulasi dan perawatan fungsi vital
b. Merespon terhadap stres dan jejas
c. Pertumbuhan dan perkembangan
d. Metabolisme Energi
e. Reproduksi
Yang termasuk dalam sistem endokrin dan gangguannya yaitu :

a. Kelenjar Pituitari (Hiperpituitarismedan Hipopituitarisme)


Hiperpituitarisme
Peningkatan jumlah granula dalam sel asidofilik atau adenoma
lobus anterior hipofisis dikaitkan dengan kondisi yang dikenal
sebagai gigantisme atau akromegali. Jika peningkatan produksi
hormon pertumbuhan terjadi sebelum penutupan epifisis tulang
panjang, gigantisme terjadi dan jika peningkatan jumlah hormon
pertumbuhan terjadi setelah penutupan epifisis tulang panjang itu
menghasilkan kondisi yang dikenal sebagai akromegali.
Hipopituitarisme
Hipopituitarisme disebabkan oleh atrofi sel hipofisis anterior yang
mengakibatkan kondisi yang dikenal sebagai dwarfisme. Fitur yang

Modul Semester VII Topik 4 55


Penyakit Kompromis Medis
paling mencolok dari dwarfisme hipofisis adalah perawakan pendek
dari pasien dan kecepatan pertumbuhan yang lebih rendah
terhadap usia.
b. Kelenjar Tiroid (Hipertiroidisme dan Hipotiroidisme)
Kelenjar tiroid mensekresi 3 hormon : tiroksin (T4), triiodotironin
(T3), dan calcitonin. T4 dan T3 merupakan hormon yang berperan
dalam proses metabolisme tubuh dan penggunaan oksigen.
Calcitonin, bersama hormon paratiroid dan vitamin D berperan
dalam mempengaruhi serum kalsiun dan fosfor pada proses
remodeling tulang. Hormon kelenjar tiroid secara umum
mempengaruhi pertumbuhan dan maturasi jaringan serta proses
turnover dan nutrisi sel.
Hipertiroidisme
Hipertiroidisme atau Tirotoksikosis didefinisikan sebagai
penurunan hormon tiroid dan fungsi kelenjar tiroid. Kondisi ini
menyebabkan jaringan tiroid ektopik, thyroid adenoma, toxic
multinodular goiter, subacute thyroiditis, factitious thyrotoxicosis
dan Graves’ disease. Manifestasi klinis hipertiroidisme antara lain
pada sistem gastrointestinal (penurunan berat badan,
meningkatnya nafsu makan, nausea dan vomiting), pada kulit dan
kuku (ramput tipis dan getas, kuku lunak, kulit terasa hangat dan
lembab, pigmentasi kulit, dan intoleransi terhadap panas). Pada
tangan dapat dijumpai eritema pada telapak tangan, tremor,
berkeringat, dan clubbing finger. Pada sistem neuromuskular, otot
dapat mengalami fatigue, atropi, kelemahan dan nyeri. Sistem
kardiovaskular dapat ditemukan takikardia, palpitasi, hipertensi
sistolik, dan dispnea. Secara psikologis pasien menjadi mudah
cemas, lebih peka, gangguan konsentrasi, insomina, dan
penurunan ambang stres. Pada mata kondisi khas yang dapat
dijumpai adalah exopthalmus bilateral, ptosis, edema periorbital,
dan otot kelopak mata yang tampak tertarik.
Hipotiroidisme
Hipotiroidisme didefinisikan sebagai defisiensi hormon kelenjar
tiroid. Kondisi ini dapat berupa kelainan dapatan (acquired)
maupun kongenital. Jika terjadi pada balita dapat menyebabkan
kretinisme dan apabila terjadi pada dewasa (khususnya wanita
usia pertengahan) dikenal sebagai myxedema.
c. Kelenjar Paratiroid (Hiperparatiroidisme dan
Hipoparatiroidisme)
Kelenjar paratiroid menghasilkan hormon paratiroid atau
parathyroid hormone (PTH) yangterlibat dalam pengaturan

56 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
metabolisme kalsium danfosfor. PTH memainkan peran penting
dalam perkembangan gigidan mineralisasi tulang serta
meningkatkan resorpsi tulang.Di ginjal, hormon tersebut
merangsang pembentukan aktifmetabolit vitamin D, yang
meregulasi usus dalam penyerapan kalsium dan mengurangi
reabsorpsi fosfat di ginjal.

Hiperparatiroidime
Hiperparatiroidime ditandai dengan berlebihnya sekresi hormon
paratiroid yang dapat terjadi secara :
 Primer : hiperfunsi salah satu atau kedua kelenjar paratiroid
biasanya disebabkan tumor atau hiperplasi kelenjar yang
menyebabkan peningkatan hormon PTH yang menyebabkan
hiperkalsemia dan hipofosfatemia.
 Sekunder : pada pasien dengan sindrom malabsorbsi intestinal
atau gagal ginjal kronis sehingga menurunkan produksi vitamin
D atau disertai kondisi hipokalsemia sehingga menyebabkan
kelenjar memproduksi PTH berlebih.
 Tertier : Kondisi yang sangat jarang, terjadi paska tranplantasi
ginjal

Diagnosis Hiperparatiroid ditegakkan karena adanya peningkatan


pada serum kalsium dan hormon paratiroid. Manifestasi klinis
yang sering dijumpai terkait dengan penyakit tulang.

Hipoparatiroidisme
Hipoparatiroidisme adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan adanya hipokalsemia dan hipofosfatemia karena
kekurangan atau ketiadaan hormon paratiroid. Kondisi ini bisa
terjadi karena penyebab yang tidak diketahui secara pasti
(idiopathic hypoparathyroidism), gangguan autoimun, atau
gangguan perkembangan. Kondisi hipokalsemia pada pasien
hipoparatiroidisme dapat menyebabkan kondisi seperti parestesia
dan kejang. Gangguan ektodermal seperti alopecia (tidak adanya
rambut), kulit bersisik, dan gangguan bentuk kuku dapat dijumpai
pada kondisi ini.

d. Kelenjar Pankreas (Diabetes Mellitus)


Kelenjar Pankreas mensekresikan hormon insulin, glukakon, dan
somatostatin, serta enzim untuk membantu sistem pencernaan.
Kondisi gangguan metabolisme hormon pankreas yang dapat

Modul Semester VII Topik 4 57


Penyakit Kompromis Medis
terjadi karena bebagai etiologi dapat menyebabkan Diabetes
mellitus (DM) uang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat
sekresi insulin, gangguan fungsi pankreas, atau kombinasi
keduanya.
Diabetes mellitus memiliki resiko komplikasi pada mikrovaskular
maupun makrovaskular yang dapat menyebabkan komplikasi
seperti : myocardial infarction, stroke, end-stage renal disease
(ESRD), retinopathy, dan Ulkus pada kaki. Kontrol kadar glikemik
yang baik menurunkan resiko komplikasi yang disebabkan
gangguan mikro dan makrovasular tersebut, selain itu, kontrol
terhadap faktor resiko lain seperti hipertensi dan
hiperkolesterolimia dapat menurunkan resiko penyakit
kardiovaskular pada pasien diabetes mellitus. Resiko lain dari
diabetes mellitus adalah kondisi hipoglikemia yang juga dapat
mengancam nyawa jika tidak dimonitor dengan baik.

Secara umum diabetes mellitus dibagi menjadi :


1) Tipe I (insulin dependent dengan onset saat remaja)
2) Tipe II (non-insulin dependent dengan onset dewasa)
3) Diabetes Gestasional
4) Tipe lain (penyakit pankreas, karena obat, infeksi, sindrom lain,
dst)

Di Indonesia menurut Persatuan Endokrinologi Indonesia,


diagnosis DM ditegakkan berdasarkan kriteria berikut
1) Pemeriksaaan Glukosa Plasma Puasa ≥126 mg/dl. Puasa
adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau
2) Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes
Toleransi Glukosa, atau Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75
gram, atau
3) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan
keluhan klasik, atau
4) Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP).

e. Kelenjar Adrenal (Addison Disease, Cushing Syndrome)


Kelenjar adrenal terletak di atas ginjal. Sekresi kelenjar ini
berupa adrenaline, noradrenaline, dopamine dan progesterone
(pada medulla) dan pada korteks luar bertanggung jawab
terhadap sekresi hormon steroid seperti : glucocorticoids

58 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
(cortisol dan cortisone), mineralocorticoids (aldosterone and 18-
deoxycorticosterone), dan androgen (dehydroepiandrosterone).
Kortisol terlibat dalam mekanisme adaptasi organisme
terhadap stres mempertahankan homeostasis, memiliki efek
antiinflamasi dan imunosupresif, bertanggung jawab untuk
memobilisasi asam lemak dari jaringan adiposa,
mempertahankan reaktivitas pembuluh darah, meningkatkan
sintesis protein hati melalui neoglikogenesis,
meningkatkanglikemia. Hormon ini menghambat pembentukan
tulang dan memperlambat penyembuhan.
Addison Disease
Addison disease terjadi pada ketindakmampuan primer dari
kelenjar adrenal yang ditandai dengan kurangnya sekresi
glukokortikoid dan mineral kortikoid. Kondisi ini dapat terjadi
secara idiopatik, atau karena kondisi lain seperti pembedahan,
destruksi karena infeksi dan tumor, atau karena infiltrasi
korteks oleh penyakit seperti sarcoidosis, tuberculosis, atau
amyloidosis. Kekurangan kortisol secara klinis bermanifestasi
sebagai hipoglikemia,hipotensi, asthenia, kelemahan otot,
anoreksia,mual, penurunan berat badan dan berkurangnya
resistensi terhadap infeksidan stres.
Cushing Syndrome
Cushing Syndrome merujuk pada manifestasi akibat
glukokortikoid yang berlebihan yang dihasilkan korteks
adrenal. Berlebihnya sekresi glukokortikoid dapat terjadi
karena faktor iatrogenik (pemberian glukokortikoid berlebihan)
atau peningkatan hormon ACTH. Manifestasi klinis Cushing
Syndrome yaitu adanya obesitas sentra dengan akumulasi
lemak supraklavikula, area serviks, moonface, kulit yang
menipis, jerawat, dan hirsutisme. Manifestasi lain yaitu
hipertensi,
intoleransi glukosa, ketidakteraturan menstruasi, osteoporosis,
fraktur patologis,delayed healing,peningkatan risiko infeksi dan
gangguan neuropsikologis (depresi, mudah marah, emosional,
insomnia dan defisit kognitif), retardasi pada anak juga sering
dijumpai.

2. Manifestasi Oral Penyakit Endokrin


a. Hiperpituitarisme
Gigantisme
Gigantisme terjadi apabila kelebihan hormon pertumbuhan

Modul Semester VII Topik 4 59


Penyakit Kompromis Medis
terjadi pada masa kanak-kanak dan ditandai oleh pertumbuhan
berlebih simetris umum dari bagian-bagian tubuh. Mandibula
prognatik, frontal bossing, maloklusi gigi, dan spacing interdental
adalah ciri-ciri lain yang mungkin terlihat pada individu tersebut.
Radiografi intraoral dapat menunjukkan hipersementosis pada
akar

Acromegaly
Akromegali ditandai dengan disfigurasi somatik progresif pada
wajah dan ekstremitas. Perbedaan kerangka kraniofasial yang
paling khas adalah glabella yang menonjol dan peningkatan
tinggi muka anterior. Mandibula prognatik dan penebalan rahang
yang disebabkan oleh penumpukan tulang periosteal sebagai
respons terhadap kelebihan hormon pertumbuhan. Perubahan
intraoral lainnya adalah spacing gigi, maloklusi, aperthognathia,
makroglosia, hipertrofi jaringan palatal yang dapat menyebabkan
sleep apnea, gigi miring ke arah bukal karena pembesaran lidah.
Radiografi gigi dapat menunjukkan ruang pulpa besar
(taurodontisme) dan endapan sementum yang berlebihan pada
akar. Menurut studi analisis morfologis yang dilakukan di
Jepang, pasien laki-laki cenderung menunjukkan kemajuan
rahang bawah dan crossbite, sementara perempuan
menunjukkan ramus mandibula yang panjang, sehingga rahang
tampak panjang ke bawah dengan bimaksiler protusif dan gigitan
edge to edge.
b. Hipopituitarisme
Manifestasi oral pada hipopituirarisme yaitu maksila dan
mandibula pasien yang terkena lebih kecil dari normal dan wajah
tampak lebih kecil, pola erupsi gigi permanen tertunda.
Seringkali pola pergantian gigi permanen tertunda beberapa
tahun, dan juga perkembangan akar gigi permanen tampaknya
tertunda. Lengkung gigi lebih kecil dari normal yang
mengakibatkan maloklusi gigi. Temuan lain yaitu agenesis gigi
incisuvus sentralis atas dan geraham ketiga bahkan hingga
dekade keempat kehidupan.
c. Hipertiroidisme dan Hipotiroidisme
Hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan dan
pematanganjaringan, metabolisme energi dan pergantian kedua
seldan nutrisi Manifestasi oral yang dapat dijumpai pada kondisi
sekresi yang berlebihan ataupun kurang dari hormon ini secara
umum yaitu :

60 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Hipertiroidisme Hipotiroidisme
1. Percepatan erupsi gigi pada 1. Erupsi gigi yang terlambat
anak-anak 2. Hipoplasi enamel pada 2
2. Osteoporosis pada Maxilla tahap perkembangan gigi3.
atau Mandibula Anterior open bite
3. Pembesaran jaringan tiroin 3. Makroglosia
ekstraglandular (terutama 4. Mikrognatia
lateral posterior lidah) 5. Bibir yang tebal
4. Meningkatnya kerentanan 6. Dysgeusia
terhadap karies 7. Mouth breathing
5. Penyakit Periodontal
6. Burning mouth syndrome
7. Meningkatnya pertumbuhan
penyakit jaringan ikat seperti
: Sjögren’s syndrom atau
systemic lupus
erythematosus

d. Hiperparatiroidismedan Hipoparatiroidisme
Manifestasi oral yang dapat dijumpai pada kondisi sekresi yang
berlebihan ataupun kurang dari hormon ini secara umum yaitu :

Hipoparatiroidisme Hiperparatiroidisme
1. Abnormalitas gigi : 1. Abnormalitas gigi
- Pelebaran kamar pulpa - Hipoplasi enamel
- Gangguan perkembangan - Poorly calcified dentin
- Perubahan erupsi gigi - Pelebaran kamar pulpa
- Gigi yang rapuh - Pemendekan akar gigi
- Maloklusi - Hipodonsia
2. Brown tumor - Terlambatnya atau
3. Hilangnya kepadatan tulang berhentinya pertumbuhan
4. Kalsifikasi jaringan lunak gigi
2. Torus mandibularis
3. Kandidiasis kronis
4. Parestesia pada lidah dan
bibir
5. Perubahan pada otot fasial

e. Diabetes Mellitus
Secara umum manifestasi oral dari DM yaitu : mulut kering,
karies, penyakit periodontal dan gingivitis, oral candidiasis,

Modul Semester VII Topik 4 61


Penyakit Kompromis Medis
burning mouth syndrome (BMS), perubahan pengecapan,
mucormycosis, aspergillosis, delayed wound healing, dan
meningkatnya insidensi infeksi, gangguan erupsi gigi, dan
hipertropi kelenjar parotid.
f. Addison Disease
Addison Disease terjadi karena defisiensi sekresi hormon
glukokortikoid dan mineralokortikoid oleh korteks adrenal.
Manifestasi oral yang umum dijumpai berupa pigmentasi coklat
pucat atau coklat pada mukosa mulut. Pigmentasi menyebar dari
mukosa bukal ke sudut mulut dan/atau pada gingiva, lidah dan
bibir. Kondisi demikian dapat menjadi petujuk adanya penyakit
Addison.
g. Cushing’s syndrome (CS)
Cushing's syndrome (CS) mengacu pada manifestasi yang
disebabkan adanya sekresi glukokortikoid berlebihan yang
diproduksi oleh korteks adrenal. Pada anak-anak, manifestasi oral
dapat berupa terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan
skeletal dan gigi. Manifestasi lain berupa berkurangnya kepadatan
tulang yang dapat menyebabkan patah tulang patologis dan
hilangnya lamina dura.

3. Manejemen Oral Penyakit Endokrin


a. Hiperpituitarisme
Pasien hiperpituarisme seringkali memiliki masalah medis lain
seperti diabetes mellitus, hipertensi ata cardiomyopati. Konsultasi
medis sebaiknya dilakukan sebelum tindakan dental yang dapat
menimbulkan stres. Sedasi yang dilakukan pada pasien dapat
menyebabkan komplikasi berupa pembesaran lidah dan epiglotis,
sehingga sedasi yang dalam dan pemberian analgetik golongan
narkotika tidak direkomendasikan.
b. Hipopituitarisme
Perlu dilakukan evaluasi ortodontik untuk koreksi malrelasi dental
skeletal. Program pencegahan karies seperti flouridasi perlu
dilakukan sedini mungkin. Perawatan periodontal juga perlu
dilakukan secara rutin.
c. Hipertiroidisme
Sebelum dilakukan tindakan dental, anamnesis riwayat medis
yang lengkap dan konsultasi dengan spesialis endokrin yang
merawat sangat direkomendasikan.

62 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Secara umum manajemen oral pasien hipertiroid adalah sebagai
berikut:
1) Pada pasien yang kondisinya terkontrol, perawatan dapat
dilakukan seperti pada pasien sehat dan pastikan untuk
menghindari situasi yang membuat stres dan fokal infeksi.
2) Pada pasien tidak terkontrol, penggunaan epinefrin harus
dihindari karena dapat menyebabkan aritmia, palpitasi, dan
nyeri dada. Tindakan invasif sebaiknya dihindari karena
adanya infeksi akut dan kondisi stres dapat mempresipitasi
badai tirois (thyroid storm crisis) dengan gejala : takikardi,
pulsus ireguler, berkeringat, hipertensi, tremor, nausea,
vomiting, nyeri abdominal, dan koma.
3) Seseorang dengan hipertiroid dan dalam terapi propylthiouracil
(PTU) harus dilakukan pengawasan terkait kemungkinan
agranulositosis, hipoproteinemia atau perdarahan.
Pemeriksaan darah lengkap dan waktu perdarahan harus
dilakukan sebelum prosedur invasif.
4) Pasien-pasien ini rentan terhadap obat-obat yang
mempengaruhi sistem syaraf pusat seperti barbiturat
5) Pada pasien hipertiroid penggunaan analgesik yang memadahi
merupakan indikasi dan penggunaan nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAIDs) dan aspirin harus dengan hati-
hati.

d. Hipotiroidisme
Sebelum dilakukan tindakan dental, anamnesis riwayat medis
yang lengkap dan konsultasi dengan spesialis endokrin yang
merawat sangat direkomendasikan.
Secara umum manajemen oral pasien hipertiroid adalah sebagai
berikut:
1) Pada pasien dengan kondisi terkontrol kita perlu menghindari
terjadinya infeksi oral
2) Pada pasien dengan kondisi tidak terkontrol, tindakan yang
memiliki resiko infeksi dan penggunaan obat yang dapat
menyebabkan depresi syaraf pusat (narkotik dan barbiturat)
harus dihindari karena dapat menyebabkan respon yang
berlebihan salah satunya adalah koma myxedematous. Ciri-ciri
koma myxedematous diantaranya : hipotermia, brakikardia,
hipotensi berat, dan kejang. Pada kondisi ini tindakan dental
harus dihentikan dan perlu dilakukan tindakan emergensi.

Modul Semester VII Topik 4 63


Penyakit Kompromis Medis
3) Interaksi obat terhadap 1-thyroxine diantaranya :
 Peningkatan metabolisme pada penggunaan phenytoin,
rifampin, dan carbamazepine
 Gangguan absorbsi pada penggunaan when iron sulfate,
sucralfate, dan aluminum hydroxide
 Penggunaan bersama antidepresan tricyclic dapat
meningkatkan kadar 1-thyroxine
4) Pasien hipotiroid rentan terhadap gangguan kardiovaskular,
sehingga umumnya menerima terapi antikoagulan. Sebelum
tindakan invasif perlu pemeriksaan darah lengkap dan evaluasi
faktor koagulan. Penggunaan epinefrin pada anestesi lokal dan
benang retraksi sebaiknya dihindari. Antibiotik profilaksis
dapat dipertimbangkan pada kondisi patologi katup jantung
dan fibrilasi atium jantung.

e. Hiperparatiroidisme
Manajemen oral secara umum tidak memerlukan pertimbangan
khusus, namun adanya resiko patah tulang yang lebih besar perlu
diwaspadai khususnya pada tindakan bedah. Selain itu
identifikasi brown tumor yang merupakan manifestasi oral khas
dari kondisi ini perlu dipahami untuk menghindari tindakan yang
tidak diperlukan.
f. Hipoparatiroidisme
Pasien hipoparatiroidisme memiliki kerentanan yang lebih
terhadap karies karena adanya anomali pada gigi geligi.
Manajemen dental pada pasien ini termasuk pencegahan karies
secara periodik, terkait dengan instruksi oral hygiene dan diet.
Sebelum pelaksanaan manajemen oral perlu dipastikan serum
kalsium diatas 8mg/100 ml untuk mencegah cardiac arrhythmias,
seizures, laryngospasme atau bronchospasme.
g. Diabetes Mellitus
Pada penatalaksanaan DM perlu dilakukan asesmen riwayat DM
untuk menentukan perlunya konsultasi medis sebelum dilakukan
tindakan dental. Pada penatalaksanaan tipe diabetes dan jenis
medikasi yang digunakan perlu dipertimbangkan. Berikut
beberapa poin rekomendasi manajemen pada pasien DM:
 Perjanjian di pagi hari lebih diutamakan
 Untuk tindakan bedah medikasi terkait DM harus dilakukan
seperti biasa
 Antibiotik perlu diberikan jika ada resiko infeksi

64 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
 Perlu dilakukan monitoring evaluasi terkait kejadian
hipoglikemia selama perawatan

Secara umum pasien dikatakan memiliki resiko rendah pada


perawatan gigi apabila kadar gula darah puasa <10mg/dl dan
HbA1C<8%.

h. Addison Disease
Pasien Addison Disease umumnya memperoleh terapi
kortikosteroid. Perlu dibedakan tahap supresi adrenal terkait
penggunaan kortikosteroid, yaitu :
 Stage I : dosis kortikosteroid tidak menyebabkan supresi
adrenal
 Stage II : glokokortikoid di darah menghambat tubuh
memproduksi kortisol secara fisiologis sehingga pemberian
dosis kortikosteroid tetatp tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan tubuh dalam menghadapi situasi yang membuat
stres.
 Stage III : pemberian dosis kostikosteroid sangat tinggi untuk
menyebabkan supresi pada kelenjar adrenal, namun
mencukupi kebutuhan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
kortisol pada kejadian stres.

Hal ini menjadi dasar tindakan dental yang akan kita lakukan.
Pemberian suplementasi kortikosteroid dapat dibutuhkan maupun
tidak dibutuhkan pada pasien.
 Pasien dengan terapi kortikosteroid dosis rendah (low-dose
corticotherapy /LDC) yaitu < 30mg of hydrocortisone/hari :
1) Pasien dengan riwayat penggunaan kortikosteroid rutin
tidak memerlukan suplementasi kortikosteroid baik untuk
tindakan rutin maupun bedah, karena umumnya tidak
terjadi supresi adrenal
2) Pasien yang baru saja konsumsi kortikosteroid :
suplementasi kortikosteroid tidak diperlukan.
 Pasien dengan terapi kortikosteroid dosis tinggi (high-dose
corticotherapy/HDC) yaitu > 40 mg of hydrocortisone/hari):
1) Pasien dengan riwayat penggunaan HDC secara teratur
untuk periode singkat (kurang dari satu bulan): supresi
adrenal bersifat sementara, pemulihan respons stres terjadi
dalam waktu 14 hari setelah penghentian steroid. Oleh
karena itu, untuk prosedur gigi rutin, prosedur bedah,

Modul Semester VII Topik 4 65


Penyakit Kompromis Medis
perawatan yang relatif lama pada pasien yang sangat cemas
harus dipertimbangkan, apabila penghentian perawatan
kortikosteroid kurang dari 14 hari maka memerlukan dosis
pemeliharaan harian pada hari perawatan. Jika lebih dari 14
hari: tidak ada suplemen kortikosteroid yang diperlukan.
2) Pasien dengan riwayat penggunaan HDC secara teratur
selama lebih dari satu bulan: tidak ada dosis suplemen yang
ditetapkan.
3) Pasien yang saat ini menggunakan HDC selama satu bulan
atau lebih: tidak diperlukan suplemen.
 Pasien yang baru-baru saja konsumsi 30-40 mg of
hydrocortisone/hari
Jika pasien sangat cemas atau tindakan perawatan gigi
memerlukan waktu yang panjang atau prosedur pembedahan
harus dilakukan, kita harus menggandakan dosis
kortikosteroid harian pada hari perawatan.
 Patients dengan kortikosteroid tidak rutin setiap hari
setidaknya selama 30 hari: pada hari tidak minum
kontikosteroid tidak dibutuhkan suplementasi kortikosteroid.
 Pasien dengan steroid topikal atau inhalasi : tidak memerlukan
suplementasi

Aspek lain yang harus dipenuhi :


1) Lakukan perawatan di pagi hari
2) Lakukan kontrol kecemasan dan stres emasional
3) Gunakan bahan anestesi yang memiliki durasi panjang
4) Lakukan perawatan nyeri paska operasi yang adekuat
5) Hindari resiko fraktur iatrogenik pada pasien dengan riwayat
pemakaian kortikosteroid jangka panjang karena kortikosteroid
memicu osteoporosis
6) Interaksi obat glukokortikoid :
- Phenytoin, barbiturat, dan rifampicin mempercepat
metabolisme kortikosteroid
- Bioavaibilitas prednison menurun dengan pemberian
antacid
- Glukokortikoid meningkatkan kebutuhan insulin, obat
antidiabetes, dan obat penurun tekanan darah.

i. Cushing Syndrome
Manajemen oral pada pasien ini terdiri atas pencegahan infeksi,
fraktur patologis pada tindakan bedah serta perlunya

66 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
mengevaluasi komplikasi seperti hipertensi, hiperglikemia, depresi,
dan gangguan penyembuhan. Pada pasien dengan pengunaan
steroid perlu evaluasi pemberian steroid tambahan.

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Carlos Fabue L., Jiménez Soriano Y., Sarrión Pérez M.G., Dental
Management of Patients with Endocrine Disorders. J Clin Exp Dent.
2010;2(4):e196-203.
http://www.medicinaoral.com/odo/volumenes/v2i4/jcedv2i4p196
.pdf
2. Kesidi, S., dan Bhayya H., 2019, Oral manifestations of Endocrine
Disorders, International Journal of Applied Dental Sciences, 5(2):
476-478
3. Kurien S., Kattimani V. S., Sriram R., Sriram S. K., Prabhakar Rao
V. K., Bhupathi A., Bodduru R., Patil N. N., 2013, Management of
Pregnant Patient in Dentistry. J Int Oral Health, 5(1):88-97.
4. Little J.W., Falace D.A., Miller C.S., Rhodus N.L., 2013, Little and
Falace’s Dental Management of the Medically Compromised Patient,
Elsevier, China
5. Lockhart P.B., 2013, Oral Medicine and Medically Complex Patient,
6th edition, Wiley-Blackwell, UK
6. Patton L.L. dan Glick M., 2016, The ADA Practical Guide to
Patients with Medical Condition, 2nd edition, Wiley-Blackwell,
Singapore
7. Pengurus Besar Persatuan Endokronologi Indonesia (Perkeni),
2015, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Indonesia.
8. Scully C., 2014, Scully’s Medical Problems in Dentistry, 7th edition,
Churchill Livingstone, Edinburg
9. Turkish Diabetes Foundation dan Turkish Dental Association,
2015, Clinical Guidelines in Dentistry for Diabetes.

Modul Semester VII Topik 4 67


Penyakit Kompromis Medis
Penyakit Neuromuskular
dr. Vita Yanti Anggraeni, Sp.PD, Sp.JP, M.Sc, Ph.D,
drg. Goeno Subagyo, Sp.O.Path

A. Metode penyajian
Penyampaian materi di kelas dengan tatap muka selama 100 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan
mahasiswa mampu :
1. Mengelola kesehatan gigi dan mulut pasien dengan gangguan
neuromuskuler, seperti Epilepsi, Stroke, Parkinson Disease,
Myasthenia Gravis, Multiple sclerosis, Bell’s palsy, dan Dysphagia.
Sebagai tujuan khusus adalah :
2. Menjelaskan strategi dantata kelola kesehatan gigi dan mulut pasien
dengan gangguan neuromuskuler,
3. Menjelaskan relevansi beberapa gangguan neuromuskuler dengan
kesehatan gigi dan mulut.
4. Merencanakan dan melakukan tata kelola kesehatan gigi dan mulut
pasien dengan gangguan neuromuskuler sesuai dengan indikasinya.

C. Materi
1. Overview
Gangguan neuromuskuler secara harfiah berarti gangguan karena
kelainan pada otot dan saraf terkait. Gangguan neuromuskuler ini
memiliki tingkat prevalensi kolektif seumur hidup antara 3% hingga
5% yang membuatnya bertemu dengan praktek dokter gigi.
Sejumlah besar gangguan Neuromuskuler memerlukan
pertimbangan tata kelola khusus, termasuk perencanaan sebelum
perawatan, teknik terapi, dan tindak lanjut setelah perawatan. Kondisi
neuromuskuler yang dihadapi dokter gigi antara lain dapat berupa
kelainan yang terkait dengan saraf kranial, defisit sensorik dan
motoric, seperti: Epilepsi, Parkinson Disease, Myasthenia Gravis,
Multiple Sclerosis, Bell’s Palsy, dan Dysphagia.

2. Manifestasi Oral Penyakit Neuromuskular


a. Epilepsi
Epilepsi menggambarkan serangkaian kondisi yang terkait dengan
fungsi neurologis paroksismal yang manifestasi sebagai kejang;
termasuk gangguan kejang dan sarafsensoris lainnya. Sekitar 10%
dari populasi diperkirakan menderita epilepsi. Tanda-tanda klinis

68 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
yang terkait dengan kejang tonik-klonik cukup khas dan dapat
membingungkan bagi tenaga kesehatan gigi ketika dihadapkan
dengan situasi saat pasien berada di kursi gigi. Untuk menghilangkan
potensi masalah perawatan, disajikan pedoman sebagai berikut: di
bawah ini.

Sebelum dan selama perawatan gigi


 Pastikan kepatuhan pasien telah sesuai dengan pengobatan yang
diberikan. Jika ada keraguan tentang kepatuhan, hubungi dokter
pasien.
 Pastikan bahwa pasien tidak memiliki toksisitas dengan obat yang
diminum dan fungsi mental normal.
 Pasien yang menggunakan asam valproik (Depakene) mungkin
mengalami peningkatan perdarahan selama prosedur dental. Jika
ada risiko atau masalah yang diketahui, lakukan penilaian waktu
perdarahan sebelum perawatan dan berkonsultasilah dengan
dokter jika nilainya dipertanyakan.
 Selama perawatan gigi, sadarilah bahwa kejang grand mal dapat
terjadi. Jika kejang terjadi, aturlah kursi kembali ke posisi
terlentang, putar pasien ke samping, dan jaga pasien tetap nyaman
tanpa menahan dirinya sampai serangan lewat.
 Jika terjadi cedera pada bibir atau lidah selama kejang, perawatan
yang tepat seperti penjahitan laserasi, lokalisasi potensial fraktur,
pengangkatanfragmen, perawatan gigi dan tindak lanjut
diperlukan.
 Jika perawatan gigi mengharuskan penggantian satu atau lebih
gigi yang hilang, restorasi gigi yang hilang menggunakan peralatan
fixed lebih disukai daripada prosthetics tipe lepasan. Selain itu,
perlu dipertimbangkan risiko atau potensi fraktur untuk restorasi
gigi anterior,sehingga dapat dipilih restorasi yang sesuai.
 Pantau hiperplasia gingiva akibat penggunaan obat antikonvulsan
(mis. Fenitoin).Pantau kebersihan mulut dan berikan informasi dan
pelatihan pendidikan untuk memfasilitasi kemampuan pasien
dalam mengelola kesehatan mulutnya secara efektif.Bukti
menunjukkan kebersihan mulut yang teliti dapat mengurangi atau
mencegah hiperplasia gingiva.
 Subluksasi sendi temporomandibular dapat terjadi selama episode
kejang, dantidak ada pengobatan khusus yang diperlukan; kecuali
hal ini menyebabkan hipermobilitas sendi yang sering subluksasi.

Modul Semester VII Topik 4 69


Penyakit Kompromis Medis
b. Cerebrovascular accident (CVA) atau Stroke
CVA adalah peristiwa neurologis yang serius dan sering fatal
ketika pasokan darah ke otak mendadak terganggu; mengakibatkan
nekrosis atau "infark," jaringan otak. Kondisi ini dapat menyebabkan
kecacatan ringan hingga berat, dan mungkin kematian, Walaupun
sering berakibat fatal, tetapi jika beberapa peristiwa atau factor
pemicunyadapat diidentifikasi,akan mengurangi risiko kejadian akut
yang serius ketika pasien dalam perawatan gigi. Mengetahui tanda-
tanda dan gejala klinis stroke adalah penting dalam mengelola pasien
yang lebih tua dengan penyakit kardiovaskular yang sudah
berlangsung lama.

(i) Sebelum dan selama perawatan gigi


Dokter harus menyadari bahwa pasien dengan hipertensi dan
penyakitserebrovaskular yang sudah lama berisiko tinggi mengalami
stroke. Tanda-gejala stroke dapat sangat halus, sebagian besar stroke
dikaitkan dengan serangan iskemik sementara (TIA) atau stroke
ringan sebelumnya. TIAhanya berlangsung selama beberapa menit
dengan tanda-gejalaberupa pusing, diplopia, hemiplegia, dan
perubahan bicara. Riwayat menyeluruh dari kemungkinan gejala
pasien sebelum perawatan dapat memberikan informasi yang berguna
mengenai kemungkinan peristiwa besar yang akan datang selama
perawatan gigi, Beberapa kejadian TIA berdekatan atau seringkali
mendahului stroke yang parah. Tanda-gejala peringatan dari kejadian
stroke parah termasuk kelemahan mendadak atau sementara atau
mati rasa pada bagian tubuh lainnya, kehilangan suara atau
kesulitan berbicara atau memahami ucapan, perubahan visual, dan
kehilangan keseimbangan atau pusing.Pada pasien dengan
peningkatan risiko pra-stroke yang teridentifikasi atau menunjukkan
tanda-tanda TIA ringan selama perawatan gigi memerlukan rujukan
medis segera.Jika stroke yang jelas telah terjadi selama prosedur gigi,
kelancaran jalan napas pasien harus dijaga sampai petugas medis
darurat tiba.

(ii) Perawatan gigi pasien pasca stroke (stroke residual)


Pasca stroke pasien dapat mengalami masalah mulutseperti
gangguan mengunyah dan kelumpuhan otot wajah, sensasi rasa
terganggu, berkurangnya refleks muntah dan disfagia yang perlu
dikelola sesuai dengan presentasikeluhan.Dianjurkan agar penderita
stroke tidak mengalami perawatan gigi elektif apapun dalam periode
6 bulan dari episode. Faktor-faktor seperti rasa sakit dan kecemasan

70 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
akan menambahrisiko dan karenanya pasien harus dikelola dengan
lingkunganyang aman dan nyaman, serta meminimalkan kelelahan.
Keluarga atau pendamping perlu mendapat penjelasan tentang
perencanaan perawatan yang meliputi:
 Tekanan darah harus dipantau untuk mencegah strokedan riwayat
tentang episode stroke sebelumnyaharus diambil secara lengkap.
 Pasien dengan riwayat stroke biasanya menggunakan aspirindan
warfarin, karenanya penggunaan NSAID dapat meningkatkan
risikoperdarahan dan penggunaan jangka panjangnya dapat
mengurangiefek perlindungan dari aspirin.
 Anestesi lokal yang mengandung epinefrin dapat digunakanpasien
stroke tetapi harus digunakan dengan bijaksana.
 Instruksi kebersihan mulut komprehensif yang dapat mencakup
instruksi tentang penggunaan sikat gigi listrik atau sikat gigi
genggam besar atau instrumen irigasi air ditambah dengan tablet
pengungkap plak.
 Membersihkan daerah vestibulum dengan waslap dapat membantu
mengurangi akumulasi sisa-sisa makanan.
 Rekomendasi mengenai persiapan antikaries, termasuk obat
kumur yang mengandung fluoride dan xylitol atau penggunaan
tablet hisap untuk membantu mengurangi beban bakteri mulut
dari Streptococcus mutans
 Kemungkinan perlunya resep antijamur, karena akumulasi saliva
pada pasien dengan kelumpuhan wajah mungkin bermasalah di
sudut mulut dan dapat membuat rentan terhadap infeksi jamur.

c. Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson terjadi akibat degenerasi sel-sel di substantia
nigra, menyebabkan sejumlah gejala motorik yang dapat mempersulit
perawatan gigi. Gangguan seperti tremor, gerakan tak sadar,
kekakuan wajah dan anggota badan, bradikinesia (terutama yang
berkaitan dengan menelan), dan akathisia (yaitu, gelisah)harus
dipertimbangkan selama perawatan gigi. Berikut ini adalah daftar
rekomendasi khusus untuk mengelola pasien gigi dengan penyakit
Parkinson.

(i) Perawatan pre-dental


Informasi kebersihan mulut yang sama dengan pasien stroke
harus dijelaskan kepada pasien penyakit Parkinson.
Merekomendasikan penggunaan sikat gigi listrik atau sikat gigi
genggam besar atau instrumen irigasi air ditambah dengan tablet

Modul Semester VII Topik 4 71


Penyakit Kompromis Medis
pengungkap plak. Untuk mengurangi penumpukan bahan makanan
di vestibulum pada daerah yang terlibat dapat dibersihkan dengan
menggunakan lap basah.
Pasien dengan penyakit Parkinson mungkin tidak dapat secara
efektif mengemukakan atau mengkomunikasikan kebutuhan mereka,
sehingga anggota keluarga atau pengasuh harus hadir ketika rencana
perawatan disajikan kepada pasien. Jika ada penurunan kognitif, ini
sangat penting untuk memastikan pemahaman penuh dengan risiko
dan manfaat intervensi yang diusulkan (misalnya, beberapa ekstraksi,
perawatan periodontal).

(ii) Rekomendasi perawatan gigi


 Tremor hebat, gerakan rahang dan anggota tubuh yang tidak
disengaja dapat enimbulkan kesulitan dalam pengelolaan pasien.
Ini terutama berlaku untuk pasien yang dosis obatnya belum
sepenuhnya efektif. Untuk mendapatkan manfaat maksimal dari
obat yang diresepkan, pasien harus diinstruksikan untuk minum
obat sesuai jadwal, dan perjanjian dengan dokter gigi harus dibuat
dalam jangka waktu yang singkat setelah minum obat.
 Karena tonisitas otot-otot wajah yang terkait dengan penyakit
Parkinson dapat menyebabkan ketidakmampuan pasien untuk
mengekspresikan emosi, penting bagi dokter yang merawat untuk
bersimpati dan memperhatikan mata atau gerakan anggota tubuh
lainnya yang dapat menunjukkan rasa sakit selama prosedur gigi.
 Bradikinesia yang menyebabkan kesulitan menelan juga
merupakan masalah potensial bagi pasien Parkinson selama
perawatan gigi. Pengisapan cairan yang cukup sangat penting
selama prosedur gigi, termasuk yang melibatkan pembersihan gigi.
 Pengaturan suhu dapat dikompromikan jika pasien memiliki
komorbiditas penyakit Shy-Drager (kelainan sistem saraf otonom);
penempatan selimut di atas pasien dapat membantu menjaga
kehangatan.
 Rekonstruksi gigi yang melibatkan permukaan oklusal perlu
disesuaikan dengan fakta bahwa pada pasien dengan Parkinson
mungkin ada bruxisme yang parah. Restorasi yang ditempatkan
harus dijaga agar serata mungkin untuk menghindari kerusakan
restorasi atau gigi.
 Lama perawatan harus tidak terlalu memberatkan pasien dengan
penyakit Parkinson, sehingga perjanjian yang singkat sangat
membantu.

72 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
 Beberapa pasien Parkinson mengalami masalah sendi
temporomandibular, khususnya hipermobilitas mandibula dan
subluksasi yang sering terjadi. Ini adalah masalah yang sulit untuk
diobati jika pasien juga mengalami komorbiditas bruxisme berat
yang. Dalam beberapa kasus, pasien mendapat manfaat dari
peralatan Herbst dengan elastis yang kuat dipakai di malam hari.
Namun, masalah pasien dalam menghadapi kekakuan otot dan
bradikinesia juga menjadi perhatian dalam kasus ini.

d. Myasthenia gravis
Myasthenia gravis menyebabkan kelemahan otot secara umum,
termasuk otot-otot wajah, lidah, dan leher. Pasien dengan myasthenia
gravis dapat memegang rahang mereka dalam posisi kendur dengan
mulut terbuka. Masalahnya akan menjadi lebih buruk menjelang
akhir hari dan dengan kelelahan atau stres.

Relevansi dengan perawatangigi dan mulut


 Perawatan gigi harus dijadwalkan pada saat pasien tidak lelah, dan
lebih disukai selama remisi penyakit. Janji perlu dibuat 1-2 jam
setelah pasien minum obatnya (antikolinesterase, misalnya
piridostigmin), lebih disukai di pagi hari.
 Pertimbangan harus dibuat untuk mengurangi stres sebelum dan
selama perawatan gigi. Pasien yang cemas dapat diberikan dosis
rendah benzodiazepin ansiolitik seperti misalnya diazepam
(Valium) atau lorazepam (Ativan) yang diminum sebelum
pengobatan.
 Anestesi prokain tidak boleh digunakan untuk anestesi lokal.
 Pada pasien dengan abses gigi, hanya antibiotik penisilin atau
eritromisin yang dapat digunakan secara aman. Obat-obatan yang
harus dihindari termasuk tetrasiklin, klindamisin, lincomycin,
sulfonamid, dan aminoglikosida.
 Untuk mengurangi rasa sakit, dapt diberikan parasetamol ditambah
dengan narkotika (misalnya, kodein) dapat membantu. Aspirin telah
dikaitkan dengan krisis kolinergik pada pasien yang menggunakan
antikolinesterase, sehingga harus dihindari.
 Karena pasien dengan myasthenia gravis sering mengalami
gangguan pernapasan, pertimbangan khusus perlu diambil untuk
mempertahankan oksigenasi selama prosedur yang melibatkan
sedasi sadar. Fakta menunjukkan bahwa cara yang terbaik untuk
merawat pasien-pasien ini di rumah sakit dengan rawat inap. Obat-
obatan yang sering digunakan dalam sedasi sadar (misalnya opioid,

Modul Semester VII Topik 4 73


Penyakit Kompromis Medis
barbiturat) dapat mempotensiasi atau memperparah kesulitan
bernapas pada pasien miastenia gravis.

e. Multiple sclerosis (MS)


MS, adalah penyakit autoimun paling umum dari sistem saraf
pusat (SSP), merupakan kondisi neurologis yang kompleks. Ciri
patologis MS adalah plak, yang merupakan area demielinasi
sepanjang akson, terbatas pada materi putih SSP dan secara acak
terletak di lebih dari satu area otak atau sumsum tulang belakang.
MS adalah penyakit degeneratif, yang disebabkan oleh kerusakan
inflamasi pada selubung saraf, yang menunjukkan kelemahan otot
seiring waktu, mempengaruhi lebih banyak wanita daripada pria,
biasanya didiagnosis antara usia 20 dan 40.
Pasien mungkin menunjukkan keterampilan motorik yang tertunda,
air ludah berlebihan, ptosis, tremor, kurangnya keseimbangan, dan
kurangnya kontrol motorik. Beberapa kelumpuhan wajah dapat
berkembang dan memengaruhi kemampuan untuk melakukan
prosedur kebersihan mulut yang tepat dan dapat memengaruhi
kemampuan mempertahankan prostesa gigi lepasan.

Relevansi dengan perawatan gigi dan mulut


1. Pasien MS dapat hadir dengan trigeminal neuralgia (TN)dengan
kemungkinan tidak adanya zona pemicu dan kontinu. Intensitas
nyeri rendah yang harus dikelola mirip dengan typical TN.
2. Pasien dapat datang dengan neuropaticabang maksila (V2) dan
mandibula (V3) darisaraf trigeminal yang dapat menyebabkan rasa
terbakar, kesemutan atausensasi berkurang.
3. Neuropati saraf mental dapat menyebabkan mati rasabibir bawah
dan dagu.
4. Kelemahan wajah dan kelumpuhan dapat dilihat pada pasien MS.
5. Disartria dapat dilihat sebagai pemindaian ucapan dalam hal ini
pasien.
6. Perawatan gigi elektif harus dihindari dalam MS pasien selama
eksaserbasi akut.
7. Pasien-pasien ini mungkin memerlukan perawatan gigi dalam
ruangan operasidi bawah anestesi umum.
8. Kerabat pasien atau perawat harus diedukasi tentangpentingnya
perawatan kebersihan mulut harian di rumah.

74 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
f. Bell’s palsy
Bell’s palsy mewakili lebih dari 70% kasus kelumpuhan perifer
fasialis akut di dunia dengan kisaran insiden 10-40 per 10000 orang.
Bell’s palsy adalah kelemahan perifer pada otot wajah, bersifat akut,
ipsilateral, berhubungan dengan kelumpuhan nervus fasialis dengan
penyebab yang tidak diketahui. Teori virus, yakni reaktivasi infeksi
laten herpes virus di ganglion genikulatum yang menyebar ke saraf
fasialis, merupakan teori yang paling banyak dibahas menjadi
penyebab utama.
Manifestasi klinis Bell's palsy dimulai dengan rasa nyeri ringan di
sekitar satu telinga, diikuti kelumpuhan otot-otot di sisi wajah. Gejala
sering terjadi dalam semalam dan berkisar dari ringan hingga berat,
memuncak dalam 3 hari hingga 1 minggu. Tanda-tanda Bell's palsy,
seperti kelumpuhan wajah, mirip dengan stroke, yang dapat
mengganggu proses diagnostik. Penting untuk meyakinkan pasien
bahwa tidak berhubungan dengan stroke, yang kemungkinan besar
akan berdampak pada lengan dan kaki dari sisi yang terkena, selain
wajah. Pada Bell's palsy ekspresi wajah berubah, sudut mulut turun,
dan lipatan dahi rata, mata di sisi yang terlibat tetap terbuka. Karena
gangguan berkedip, risiko terjadi iritasi kornea dari benda asing.
Sebagai akibat dari kelemahan masseter, banyak makanan tertahan
di lipatan bukal dan labial atas dan bawah. Keterlibatan saraf chorda
tympani menyebabkan hilangnya persepsi rasa pada dua pertiga
anterior lidah Mati rasa atau berkedut dapat terjadi pada sisi wajah
yang terlibat, disertai rasa sakit di di belakang telinga. Bell's palsy tidak
permanen, tanda dan gejala biasanya menghilang dalam beberapa
minggu setelah onset.
Untuk menilai derajat keparahan dan memprediksi kemungkinan
kesembuhankelemahan nervus fasialis, dapat digunakanskala
modifikasi House-Brackmann yang telah dipakai secara luas sebagai
berikut:

Modul Semester VII Topik 4 75


Penyakit Kompromis Medis
Skala House-Brackmann.

Derajat Kriteria

1. Normal Fungsi wajah normal


2. Disfungsi ringan Kerut dahi baik, menutup mata komplit
dengan usaha minimal, asimetri ringan,
sudut mulut bergerak dengan usaha
maksimal & asimetri ringan.
3. Disfungsi sedang Kerut dahi sedikit asimetris, menutup
mata komplit dengan usaha maksimal
dan jelas terlihat asimetri, sudut mulut
bergerak dengan usaha maksimal dan
asimetri tampak jelas
4. Disfungsi sedang-berat Tidak dapat mengerutkan dahi &
menutup mata, meskipun dengan
usahamaksimal
5. Disfungsi berat Tidak dapat mengerutkan dahi, menutup
mata sudut mulut hanya bergerak
sedikit
6. Lumpuh total Tidak ada pergerakan wajah sama sekali

Relevansi dengan kesehatan gigi dan mulut


 Bell's palsy dapat menyebabkan dampak kesehatan mulut negatif.
Kerusakan saraf dapat menyebabkan produksi berlebih atau
berkurangnya produksi air mata dan air ludah. Pasien dengan
penurunan aliran saliva dapat mengalami xerostomia, yang
meningkatkan risiko karies gigi dan gangguan mulut lainnya.
 Pasien dapat mengalami cheilitis angularis sebagai akibat dari
hilangnya tonus otot dan air liur yang berlebihan, sehingga bila
perlu dapat diberikan obat antijamur.
 Hilangnya tonus otot di sisi yang terkena dapat mengganggu
kemampuan pasien untuk mengunyah makanan. Makanan juga
bisa terperangkap di ruang vestibulum karena gangguan otot
buccinator yang biasanya membantu memindahkan makanan ke
bidang oklusal. Kondisi demikian dapat menyebabkan peningkatan
akumulasi biofilm plak gigi. Pasien juga perlu berkumur dengan air
setelah makan untuk menghilangkan sisa partikel makanan yang
ada di mulut. Oleh karena itu, perlu ditekankan pentingnya menjaga
kebersihan mulut untuk pasien dengan Bell's palsy. Penambahan
obat kumur terapeutik dalam perawatan diri dapat diindikasikan.

76 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
 Otot-otot di sekitar mata terkena dampak Bell's palsy,
mengakibatkan kesulitan menutup kelopak mata di bagian yang
terlibat. Kelopak mata mungkin perlu ditutup pada malam hari, dan
kacamata pelindung harus digunakan selama perawatan gigi. Mata
kering atau robek sering terjadi pada Bell's palsy. Mata kering dapat
diatasi dengan tetes pelembab mata.

g. Disfagia
Menelan, seperti yang kita tahu adalah peristiwa multisystem;
melibatkan otot-otot yang terlibat dan transmisi saraf ke otak, serta
bantuan pengunyahan oleh gigi dan kelenjar ludah dalam pelumasan
dan aksi enzimatik pada makanan. Lebih lanjut, akan dipengaruhi oleh
masalah apapun yang mempengaruhi laring atau kerongkongan.
Disfagia atau kesulitan menelan biasanya menyerang orang dewasa
yang lebih tua meskipun juga bisa memengaruhi bayi. Empat puluh
persen penghuni panti jompo terkena dampak penyakit ini.
Disfagia memiliki banyak etiologi, beberapa penyebab yang lebih
umum meliputi: stroke, tumor, radiasi dan kemoterapi, defisit motorik
terkait usia, achalasia, strictures, gangguan neurologic yang lain.
Disfagia dapat disebabkan oleh penyumbatan, seperti GERD (penyakit
refluks gastroesofagus) atau ketidakmampuan otot untuk melakukan
peristaltik karena penyakit neurologis yang mendasarinya seperti
distrofi otot, Parkinson , atau multiple sclerosis.
Pasien dengan disfagia akan menunjukkan gejala kesulitan
menelan, mungkin memiliki masalah dengan mengunyah karena
kurangnya fungsi menelan, atau memiliki masalah memindahkan
makanan dari mulut mereka melalui kerongkongan. Mereka mungkin
merasa ada benjolan di tenggorokan. Mereka juga dapat menunjukkan
kekurangan gizi, dehidrasi, serta aspirasi partikel makanan karena
batuk dan tersedak ketika mereka mencoba untukmembersihkan
kerongkongan mereka.
Sekelompok gejala potensial dari pasien yang mengalami disfagia
(seperti; kesulitan mengunyah, makanan sulit ketenggorokan untuk
memulai menelan, seringmembersihkan tenggorokan dengan batuk,
merasakan ada sesuatu yang terperangkap di belakang tenggorokan
mereka, batuk saat makan,air liur berlebihan atau drooling,
tenggorokan teriritasi, keluhan refluks dari makanan masuk ke mulut,
hidung, atau tenggorokan, infeksi saluran pernapasan atau
pneumonia). Pasien-pasien ini mungkin memiliki masalah
neuromuskuler yang mendasarinya, sehingga menjadi titik awal untuk
mengkaji lebih lanjut tentang gangguan menelan mereka.

Modul Semester VII Topik 4 77


Penyakit Kompromis Medis
Penutup
Gangguan neuromuscular yang telah dikemukakan hanya sebagian dari
gangguan atau penyakit neuromuskuler. Namun mohon perhatian bahwa
selalu ada reaksi yang tidak diinginkan terhadap pengobatan atau gangguan
neuromuscular yang dapat menyebabkan masalah yang relevan dengan
rongga mulut. Fakta demikian menuntut pemikiran yang luas dalam
diagnosis dan pengelolaanny. Misalnya xerostomia akibat pengobatan atau
penuaan dapat menyebabkan gejala yang menyerupai penyakit
neuromuskuler. Beberapa pasien lansia mungkin menunjukkan gejala
xerostomia, tremor ringan, dan kurangnya ketangkasan atau kelambatan
dalam gaya berjalan tanpa gangguan berbasis neurologis atau otot secara
bersamaan. Ini mungkin merupakan komponen dari proses penuaan
normal.
Seperti halnya semua masalah gigi dan mulut, perawatan perlu
dimoderasi untuk memastikan kenyamanan pasien. Solusi potensial dapat
mencakup waktu janji yang lebih singkat, sedasi, atau anestesi umum.
Kadang-kadang obat penenang dapat memperburuk kondisi pasien. Adalah
bijaksana untuk berkolaborasi dengan dokter atau dokter yang sedang
merawat pasien untuk mengkonfirmasi interaksi obat. Pasien dengan
masalah mobilitas mungkin memerlukan bantuan untuk masuk dan keluar
dari kursi gigi. Tergantung pada tingkat keparahan kondisi pasien, prosedur
mungkin perlu dimodifikasi karena tingkat kenyamanan dan kemampuan
pasien untuk duduk selama prosedur gigi. Bantal mungkin diperlukan
untuk kenyamanan ekstra. Blok gigitan dapat digunakan untuk mencegah
penutupan yang tidak terduga karena respons neurologis yang tidak
terkontrol.
Perubahan obat-obatan dan dosis saat ini harus dicatat pada setiap
perjanjian. Sangat penting untuk mengkonfirmasi segala perubahan kondisi
medis dan obat-obatan sebelum dimulainya perawatan gigi. Modifikasi
kebersihan mulut mungkin diperlukan, dan pengasuh mungkin perlu diberi
instruksi jika pasien tidak mampu melakukan tugas sendiri karena
keterbatasan fisik. Harus selalu diperhatikan kemampuan pasien dan
secara konsisten memiliki saran dan pilihan untuk perawatan mulut
mereka yang paling sesuai dan mungkin perlu diubah seiring berjalanya
waktu. Menjaga kesehatan mulut mereka secara optimal akan membantu
meningkatkan kesehatan umum dan kualitas hidup mereka.

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL (2013). Dental
Management of the `Medically Compromised Patient. 8th Edition.
Elsivier Mosby: St. Louis, Missouri.

78 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
2. Greenberg MS, Glick M, Ship JA. Burket’s Oral Medicine.13th
edition.BC Deeker Inc,2008.
3. Association AD (2015). The ADA Practical Guide to Patients with
Medical Conditions. 2nd Edition (LL Patton and M Glick, Eds.). Wiley
Blackwell.
4. Rowe, DJ. and Kunz, BS; Persons with Neurologic Deficits in Dental
Hygiene Theory and Practice. 3rd Edition (Darby, ML. and Walsh, MM.
Eds.), Saunders, St Louis, 2010
5. Scully C (2014). Scully’s Medical Problems in Dentistry. 7ed Edition.
Churcill Livingstone ELsevier: London.

Modul Semester VII Topik 4 79


Penyakit Kompromis Medis
Penyakit Gastrointestinal
Dr. dr. I Dewa P Pramanatara S, Sp.PD-Ger (K),
drg. Sri Budiarti, MS

A. Metode penyajian
Penyampaian materi di kelas dengan tatap muka selama 100 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu :
a. Mengetahui dan memahami kelainan oral karena penyakit
gastrointestinal
b. Menjelaskan berbagai macam etiologi lesi oral karena gangguan
gastrointetinal yang muncul serta tanda dan gejalanya
c. Menjelaskan berbagai lesi oral yang muncul karena gangguan
gastrointestinal
d. Memahami prinsip penatalaksaaan lesi oral akibat gangguan
gastrointestinal

C. Materi
1. Overview
Saluran gastrointestinal
Rongga mulut merupakan pintu masuk menuju saluran
gastrointestinal/saluran pencernaan yang berakhir di saluran
pembuangan / anus. Saluran gastrointestinal dibagi menjadi saluran
pencernan atas dan bawah. Saluran pencernaan atas mulai dari mulut,
faring, lambung dan hati beserta asesorisnya , sedangkan saluram
pencernaan bawah terdiri dari usul kecil dan usus besar sampai ke
anus.

2. Manifestasi Oral Penyakit pencernaan atas


Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan penyakit yang
mncul di Saluran penceranaan atas, pasien biasanya mengeluh
laringitis, asma, btuk, rasa terbakar di sekitar dada, erosi gigi,
digeusia/foul taste, halitosis, lidah yg sensitif, sensasi terbakar, sensitif
ggi terkait makan/minum panas dan dingin. Erosi karena pengikisan
email yang akan menyebabkan terbukanya dentin dan sensitif terhadap
rangsang termial
Hiatal Hernia, merupakan rasa sakit yang menyebar dari rahang
dan turun ke bahu hampir sama dengan serangan pada angina pectoris,

80 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
simtom lain termasuk cegukan, dan batuk kering dan kenaikan
kekuatan kontraktil jantung.. diagnosis ditegakkan melalui endoskop
dan kontras radiografi. Perawatan Hiatal Hernia yang menggunakan obat
obatan yang menyebabkan xerostomia maka dosis dan jenis obat perlu
di bicaraan dgengan dokter yang merawat dan beberapa perawatan
untuk xerostomia bisa diberikan seperti saliva buatan, obat kumur yang
bebas alkohol, manifestasinya hampir sama dengan GERD.

Manifestasi Oral Penyakit Gastrointestinal bawah


Gangguan lambung
Lambung menghasilkan asam, mukus, pepsinogen dan faktor
intrinsik, asam hidroclorik penting untuk membunuh bakteri yang
tertelan, sedangkan mukus berguna utk melapisi dan pelumas dinding
epitel. Pepsinogen merupakan enzim proteolitik yang membantu
mencerna protein, dan faktor intrinsik yaitu glikoprotein memungkinkan
vitamin B12 yang cukup untuk diabsorpsi.
Ulkus peptikum, Gangguan intestinal dan penyakit ulkus duodenum
biasanya menyebabkan anemia karena perdarahan gastrointestinal atau
karena regurgitasi yang persisten dari asam lambung akan
bermanifestasi di mulut sebagai erosi dental terutama pada bagian
palatal gigi gigi rahang atas. Malformasi vaskuler bibir dapat terjadi dari
makula kecil sampai pelebaran vena yang besar.H. Pylori dapat dii
isolasi dari plak gigi, juga muncul Recurrent aphthos stomatitis (RAS)
Penyakit peradangan usus (infection Bowel Disease) secara garis
besar di kalsifikasikan sebagai proses peradangan yang berefek di usus
besar dan usus halus. Ulseratif kolitis dan crohn,s disease merupakan
inflamatory bowel disease.
Crohn,s disease dapat terjadi pembengkakan di bibir yang menyebar
ke wajah, pyostomatitis vegetans, stomatitis kronis, ulkus aphthous,
cobblestone yang muncul di mukosa oral, oral epithelial tags yang
muncul di vestibulum dan retro molar pad, gingivitis, reaksi lichenoid
mucosa, inflammasi granulomatous duktus salivarius minor, candidiasi,
dan angular cheilitis.
Ulseratif kolitis tanda yang muncul di mulut tidak spesifik seperti
aphthous stomatitis mayor dan minor,. Pyoderma gangrenosum
mungkin muncul di mulut sebagai ulkus yang dalam kadang kadang
sampai tonsilar. Pyostomatitis vegetans dapat muncul sebagai
peradangan purulen di mulut. .Karakteristik lesi ini adalah ditandai
adanya jaringan vegetasi yang dalam atau lesi proliferatif yang
mengalami ulserasi dan bernanah

Modul Semester VII Topik 4 81


Penyakit Kompromis Medis
pada pasien ulseratif kolitis dapat muncul hairy lekoplakia, lesi ini
lebih dikaitkan karena defisiensi imunitas manusi, penyakit virus ( HIV)
Lesi ini mungkin berfungsi sebagai penanda imunosupresi parah dan
dapat terjadi akibat penggunaan kortikosteroid atau agen imunosupresif
lainnya.
Diarhea yang di induksi penggunaan antibiotika dan
pseudomembranus enterocolitis, pasien memiliki riwayat penggunaan
antibiotika. Penghentian antibiotik dan rujukan segera ke dokter
diperlukan untuk diagnosis pasti. Pseudomembran enterocolitis
disebabkan oleh Clostridium difficile
Penyakit pada sistem hepatobilier, termasuk didalamnya
jaundice,Jaundise karena hemolisis, Jaundice karena
obstuksi(cholestasis), Jaundice hepatoseluler, Alkoholik hepatitis,
Hepatotoksis terkait obat obatan
Sirosis hati (liver cirrhosis), manifestasi sirrhosis di rongga mulut
dapat muncul berupaperubahan hemoragik, petekie, hematoma, ikterus
jaringan mukosa, perdarahan gingiva, atau perubahan mukosa ikterus,
Pasien dengan sirosis telah dilaporkan memiliki gangguan fungsi
gustatory dan sering mengalami malnutrisi. Kekurangan nutrisi dapat
menyebabkan glositis dan kehilangan papila lidah bersama munculnya
cheilitis angularis atau labial, bersamaan dengan munculnya infeksi
kandida

Manifestasi oral karena sindroma Gastrointestinal


Gangguan makan :
Anorexia dan Bulimia. Manifestasi kardinal oral dari gangguan
makan sangat parah terjadi erosi email pada permukaan lingual pada
gigi rahang atas.Asam dari muntah kronis adalah penyebabnya. kuku
pasien dapat mengungkapkan kelainan terkait dengan penggunaan jari
untuk memulai pembersihan. Gigi mandibula mungkin terpengaruh
tetapi tidak seberat itu gigi rahang atas, Kesehatan mulut mungkin
terpengaruh bahkan pada pasien yang relatif singkat mempunyai
riwayat gangguan makan seperti Bibir kering, lidah terbakar dan
pembengkakan kelenjar parotis.
Sindroma Gardner’s, Sindrom Gardner terdiri dari poliposis usus
(yang merupakan lesi premaligna) dan banyak osteoma, beberapa gigi
supernumerary yang impaksi,tumor jaringan ikat, karsinoma tiroid, dan
hipertrofi epitel berpigmen retina.
Sindoma Plummer- Vinson/ Paterson-kelly, Manifestasi oral
merupakqn sindroma anemia defisien Fe, Temuan oral termasuk
atrofiglossitis dengan eritema atau fisura, angular cheilitis , penipisan

82 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
batas vermilion bibir, dan leukoplakia lidah. Pemeriksaan membran
mukosa mulut akan terlihat atrofi dan hiperkeratinisasi. Perubahan di
oral mirip dengan yang ditemukan di faring dan osofagus.
Sindroma Peutz-Jeghers, pigmentasi sejak lahir yang muncul di
wajah, bibir, dan rongga mulut merupakan tanda dari sindroma ini
Sindroma Cowden’s Lesi mirip papiloma bertangkai dan banyak
fibroma ditemukan secara luas di seluruh rongga mulut.

3. Manajemen Oral Penyakit Gastrointestinal


Dalam melakukan perawatan penyakit GERD dan Hiatal hernia
dilakukann bersama dokter yang merawatnya, Obat kumur baking soda
ringan dapat dianjurkan untuk meminimalkan dysgeusia karena refluks
asam. Topikal aplikasi fluoride dianjurkan. Dalam memanajemen gigi
harus menyediakan aplikasi fluoride topikal, dokter gigi harus
merestorasi gigi yang rusak. Perubahan mukosa oral seperti eritema dan
atrofi mukosa dapat muncul akibat paparan kronis asam. Obat kumur
Natrium ringan bikarbonat dapat digunakan jika muncu stomatitis
ringan
Jika hiatal hernia diobati dengan obat yang menyebabkan
xerostomia, dosis atau jenis obat mungkin perludi bicarakan antara
dokter pasien. Berbagai modalitas pengobatan untuk mulut kering,
seperti air liur buatan, obat kumur bebas alkohol,atau peningkatan
asupan cairan, mungkin perlu diresepkan.Dalam merawat ulkus
peptikum dilakukan bersama dokter yang merawatnya, Recurrent
aphthous stomatitis yang muncul dapat di terapi dengan obat,kumur,

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Association AD (2015). The ADA Practical Guide to Patients with
Medical Conditions. 2nd Edition (LL Patton and M Glick, Eds.). Wiley
Blackwell..
2. 5. Glick M (2015). Burket’s Oral Medicine. 12th Edition (M Glick, Ed.).
People’sMedical Publishing House: Shelton, Connecticut.
3. 6. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL (2013). Dental
Management of the Medically Compromised Patient. 8th Edition.
Elsivier Mosby: St. Louis, Missouri.
4. 7. Scully C (2014). Scully’s Medical Problems in Dentistry. 7ed Edition.
Churcill Livingstone ELsevier: London.

Modul Semester VII Topik 4 83


Penyakit Kompromis Medis
Penyakit Hematologi
dr. Vita Yanti Anggraeni, Sp.PD, Sp.JP, M.Sc, Ph.D),
drg. B. Esty Chrismawaty, M.Kes., MDSc

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi di kelas dengan tatap muka selama 2 x 50 menit

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan, diharapkan mahasiswa mampu:
a. Mengetahui berbagai jenis kelainan hemato-onkologis.
b. Mengetahui aspek klinis dan manifestasi kelainan hemato-onkologis
pada jaringan gigi dan mulut.
c. Menentukan rencana perawatan gigi dan mulut pada pasien dengan
kelainan hemato-onkologis

C. Materi Pembelajaran
1. Pendahuluan
Sejumlah penyakit sistemik termasuk kelainan hematologis memiliki
manifestasi di wilayah orofasial. Hal ini dapat dikaitkan dengan fakta
bahwa rongga mulut dianggap sebagai jendela tubuh. Sebagian besar
manifestasi tersebut tidak spesifik atau non-patognomonik, tetapi
harus menjadi perhatian, baik ahli hematologi maupun dokter gigi
tentang kemungkinan kelainan hematologis yang disertai
memanifestasi oral. Manifestasi oral ini harus dikenali dengan benar,
ditegakkan diagnosis dan dilakukan rujukan yang tepat. Sangat
pentingnya memahami manifestasi orofasial, manifestasi oral sering
kali merupakan tanda awal dari penyakit hematopoietik yang
melatarinya.
2. Aspek klinis kelainan hemato-onkologis dan manifestasinya pada
jaringan gigi dan mulut
Hematology-oncology mengacu pada diagnosis, perawatan dan
pencegahan penyakit darah (hematology) dan kanker (oncology).
Klasifikasi gangguan hematologis dapat dibedakan berdasar
keterlibatan sel komponen darah, yaitu gangguan sel darah merah
(anemia, eritrositosis, dan Bone marrow failure syndrome) dan
gangguan sel darah putih (leukemia).
a) Gangguan sel darah merah. Gangguan hemolitik menyebabkan
anemia, ketika sumsum tulang tidak mampu mengganti sel darah
merah yang rusak secara memadai. Anemia dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, Tipe anemia: anemia normokromik, normositik
(anemia hemolitik, anemia aplastic, anemia akibat hemoragi akut

84 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
dan anemia terkait penyakit kronis), anemia hipokromik mikrositik
(anemia defisiensi Fe/Plummer-Vinson syndrome, anemia
sideroblastic, talasemia), anemia normokromik makrositik (anemia
defisiensi folat, anemia pernisiosa). Tanda dan gejala anemia terjadi
sebagai akibat hipoksia dan kompensasi fisiologisnya, berupa
tanda klasik pucat, lemah dan tidak punya tenaga, susah bernafas
dan takikardi. Manifestasi oral: glossitis, angular stomatitis, ulkus
aftosa, infeksi, terutama kandidiasis.
Hemolytic anemia, diklasifikasikan sebagai herediter atau dapatan.
Bentuk yang diturunkan antara lain sickle cell anemia dan
thalassemia. Bentuk dapatan antara lain immune hemolytic
anemia. Tanda pada jaringan mulut yang mengindikasikan
kemungkinan anemia hemolitik adalah mukosa mulut pucat atau
kekuningan (jaundice), parestesia, dan pada kondisi kronis tampak
adanya hiperplastik tulang fasial, maksila dan mandibula.
Sickle cell anaemia, disebabkan oleh mutase gen, hemoglobin,
menyebabkan hemolisis dan kehilangan kemampuan untuk
transport oksigen ke mikrosirkulasi sehingga pada akhirnya
menyebabkan iskemia dan nekrosis organ target. Keluhan sakit
merupakan karakteristik dan alasan hospitalisasi. Temuan oral
umumnya non-patognomonik, seperti mukosa pucat, delayed
eruption, diskolorisasi dan depapilasi lidah dan periodontitis.
Pengelolaan nyeri biasanya terdiri dari agen antiinflamasi,
analgesik opioid / nonopioid, dan hidrasi yang tepat.
Talasemia adalah sekelompok gangguan resesif autosomal yang
diwariskan dari sintesis Hb yang ditandai oleh gangguan produksi
rantai alfa (α) atau beta (β) Hb. Tanda dan gejala klinis talasemia
tergantung pada keparahan. Pasien talasemia α tidak
menunjukkan gejala, sementara . talasemia β dapat mengalami
anemia ringan. Manifestasi oral signifikan lebih sering muncul
pada pasien dengan talasemia β. Cacat kraniofasial merupakan
karakteristik antara lain berupa mandibula pendek, berkurangnya
tinggi wajah posterior, peningkatan proporsi wajah anterior,
chipmunk facies.
Anemia aplastic, terjadi ketika sumsum tulang tidak mampu
menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit
secara adekuat. AA dibedakan berdasar tingkat sitopenia darah
perifer menjadi nonsevere (NSAA), severe (SAA), dan very severe
(VSAA). Patofisiologis terkait sindrom myelodysplastic dan
paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH). Tanda dan gejala
potensial AA tidak spesifik, diantaranya kelelahan, dispnea saat

Modul Semester VII Topik 4 85


Penyakit Kompromis Medis
aktivitas, sakit kepala, demam, mudah memar, epistaksis,
pendarahan gingiva, dan menstruasi yang berat. Pasien NSAA
umumnya dapat mentolerir perawatan rutin. Pasien SAA berisiko
tinggi untuk kejadian hemoragik dan infeksius.
Erythrocytosis, terjadi ketika massa sel darah merah melebihi
125% dari nilai prediksi massa tubuh, ditandai dengan
peningkatan kadar hemoglobin atau peningkatan tingkat
hematokrit. Primary erythrocytosis merupakan kondisi
kompartemen eritropoetik berkembang tanpa pengaruh ekstrinsik,
salah satunya adalah polisitemia vera (PV). PV adalah kelainan
klon yang ditandai proliferasi independen dari erythroid cell line
tunggal. Biasanya asimptomatik dan seringkali ditemukan
kebetulan. PV harus dicurigai apabila terdapat peningkatan kadar
Hb atau HCT, splenomegali, atau trombosis vena porta. Gejala
klinis antara lain pruritis, vertigo, sakit lambung, sakit kepala,
parestesia, kelelahan, kelemahan, gangguan penglihatan, tinitus.
Pruritus muncul terutama setelah terpapar air hangat. Mukosa
mulut tampak merah gelap atau keunguan, glossitis, gingiva
edema dan mudah berdarah.
b) Gangguan sel darah putih. Sel darah putih terdiri dari granulosit
(neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan agranulosit (limfosit B dan T,
monosit, dan makrofag). Granulosit yang paling dominan adalah
neutrofil. Agranulocytes, melibatkan terutama limfosit (B dan T)
dan monosit, yang secara kolektif membentuk sekitar 20% -40%
dari semua sel darah putih. Limfosit menentukan dan
memfasilitasi respons imunitas humoral dan seluler tubuh
terhadap protein dan patogen asing.
Leucocytosis. Leukositosis, merupakan peningkatan jumlah
lekosit. Lekositosis mencerminkan respons normal terhadap
infeksi atau peradangan, biasanya menunjukkan peningkatan
jumlah neutrofil. Selain itu, leukositosis dapat menjadi tanda
kelainan sumsum tulang primer terkait leukemia atau kelainan
mieloproliferatif. Leukopenia didefinisikan sebagai jumlah lekosit
yang rendah (<5000/µL).
Neutropenia mengacu pada penurunan jumlah lekosit dengan
jumlah neutrofil absolut (ANC) <1.500/μL (normal 1.500–
8.000/μL). Etiologi bervariasi, antara lain infeksi, obat-obatan, dan
kondisi otoimun. Gejala klinis berupa demam dan manifestasi oral
berupa kandidiasis dan ulkus mulut, terutama pada gingiva dan
faring. Lesi gingiva secara cepat berkembang menjadi periodontitis
progresif. Netropenia siklis (cyclic neutropenia) merupakan

86 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
penyakit langka kambuhan dengan interval regular 3–4 minggu.
Karakter klinis penyakit berupa demam kambuhan disertai
stomatitis.
Leukemia, terjadi sebagai hasil dari proliferasi klon sel
hematopoietik abnormal dengan gangguan diferensiasi, regulasi,
dan kematian sel terprogram (apoptosis). Perjalanan penyakit
cepat hingga mengakibatkan kegagalan sumsum tulang. Leukemia
diklasifikasikan berdasarkan perilaku klinis (akut atau kronis) dan
garis sel hematopoietik primer yang terkena (myeloid atau limfoid),
dengan kategori diagnostik utama adalah: 1) acute myelogenous
leukemia (AML), 2) acute lymphocytic leukemia (ALL), 3) chronic
myelogenous leukemia (CML), dan 4) chronic lymphocytic leukemia
(CLL). Sel-sel leukemia berkembang biak, yang mengakibatkan
marrow failure, perubahan jumlah sel darah, dan, jika tidak
diobati menyebabkan kematian akibat infeksi, perdarahan, atau
keduanya.
Acute lymphocytic leukemia (ALL) merupakan jenis malignansi
terbanyak pada anak-anak, meski demikian secara keseluruhan
sepertiga kasus mengenai orang dewasa. Gejala sistemik umum
meliputi demam, penurunan berat badan, nyeri otot atau sendi,
letih/lesu, anemis/pucat, perdarahan mucosal, petekie dan infeksi
lokal. Manifestasi atau tanda klinis leukemia akut yang paling
umum pada presentasi awal penyakit adalah limfadenopati (71,4%
pada ALL; 45% pada AML), nyeri laring (52,7% pada ALL; 37,3%
pada AML), perdarahan gingiva (28,6% pada ALL; 43,2% pada
AML), ulkus mulut, dan pembesaran gingiva. Manifestasi oral
lainnya adalah bibir kering, ekimosis, dan infeksi kandidiasis,
gingivitis, mucositis, periodontitis, cheilitis, infeksi herpes
simpleks kambuhan dan gingivostomatitis herpes.
Leukemia kronis muncul dengan kegagalan sumsum yang lebih
berat dibanding leukemia akut, Faktor risiko termasuk usia tua,
laki-laki, dan paparan radiasi pengion. CML adalah gangguan klon
yang menyebabkan hiperplasia sumsum tulang myeloid dan sel-sel
myeloid dalam darah. CML jarang memiliki presentasi oral. CLL
terjadi sebagai hasil dari akumulasi limfosit B klonal. Manifestasi
oral pada CLL jarang terjadi, jikapun ada melibatkan perdarahan
atau infeksi.
Lymphocytopenia, mengacu pada penurunan limfosit (<1.000/μL)
pada orang dewasa. Etiologi dapat sebagai akibat iatrogenic,
infeksi, penyakit sistemik, atau herediter. Perawatan tergantung
pada penyebab dan tingkat keparahannya. Lymphocytosis,

Modul Semester VII Topik 4 87


Penyakit Kompromis Medis
mengacu pada peningkatan limfosit bersirkulasi, sebagai akibat
infeksi dan gangguan limfo-proliferatif seperti leukemia limfositik.
c) Lymphoma. Limfoma merupakan neoplasma limfosit malignan
yang terlokalisasi di dalam sumsum tulang, kelenjar getah bening,
dan organ lainnya. Limfoma sering muncul berupa pembesaran
kelenjar getah bening servikal, jarang di mulut kecuali pada
infeksi HIV.
Hodgkin’s lymphoma, merupakan tumor solid system imun,
terhitung 10% dari semua limfoma, dan sisanya diacu sebagai
non-Hodgkin lymphoma. Etiologi HLdiduga faktor genetic dan
lingkungan, termasuk infeksi EBV. Tanda awal HL khas, berupa
pembesaran limfonodi servikal asimtomatik, hilang dan timbul
dalam periode bulanan. Gejala sistemik berupa berkeringat basah
kuyup di malam hari, demam yang datang dan pergi beberapa hari
hingga minggu, dan penurunan berat badan.
Non-Hodgkin lymphomas, dilaporkan berkaitan dengan penyakit
inflamasi kronis seperti Sjögren’s syndrome, celiac disease, and
rheumatoid arthritis. Manifestasi klinis termasuk limfadenopati,
perut bengkak, sesak napas, demam, penurunan berat badan,
keringat malam, kelelahan, infeksi berat atau kambuhan. NHL
primer dari area oral jarang terjadi dan jika ada muncul sebagai
massa atau pembengkakkan gingiva atau mukosa. NHL dapat
melibatkan tulang yang ditandai dengan rarefaksi tulang di sekitar
apeks gigi dan keluhan nyeri seperti sakit gigi. Invasi pada saraf
berakibat parestesia atau anestesi. NHL dapat juga muncul
sebagai ulkus yang tidak sembuh-sembuh dengan bentuk
menyerupai lesi vesikobulosa.
Burkitt’s lymphoma, merupakan limfoma sel-B dengan etiologi
infeksi EBV pada individu imunokompromais. Limfoma dapat
dibedakan menjadi endemic, sporadis dan terkait defisiensi imun.
Dalam bentuk endemik, onset terjadi pada usia anak dan
berkaitan dengan infeksi EBV. Bentuk sporadic jarang terjadi,
umumnya menyertai infeksi HIV/ kondisi imunosupresi/usia tua.
Limfoma Burkitt adalah ekstranodal, dengan lesi berawal di
rahang, menyebabkan mobilitas dan nyeri gigi, pembengkakan
intraoral dan open bite. umumnya menyebar ke kelenjar parotis.
MALT (mucosa-associated lymphoid tissue) lymphomas,
berkembang dari limfosit B yang bersirkulasi melalui tonsil,
Peyer’s patches dan jaringan limfoid terkait usus lainnya untuk
menghasilkan respons imun mukosa. Limfoma MALT
kemungkinan dipicu oleh infeksi Helicobacter pylori, dan eliminasi

88 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
infeksi dapat menyebabkan regresi limfoma. Etiologi diduga
stimulasi antigenik kronis, manifestasi mulut berupa gangguan
kelenjar ludah sebagai komplikasi sindrom Sjögren.
Nasopharyngeal extranodal NK/T-cell lymphoma, merupakan tipe
limfoma yang sangat jarang namun yang paling agresif. Muncul
pada usia tua dan lesi berawal di traktus pernafasan atas dan
sangat berhubungan dengan infesi EBV. Di awal kemunculan
asimtomatik, atau berupa epistaksis. Kemungkinan kambuh dan
diseminasi., menyebar ke mukosa dan berprogres menjadi high-
grade lymphoma.
d) Multiple myeloma (MM). Myeloma multipe merupakan gangguan
neoplastic pada sel plasma, ditandai dengan proliferasi klonal sel
plasma malignan dalam lingkungan mikro sumsum tulang, protein
monoclonal dalam darah atau urine dan disfungsi organ. Gejala
klinis meliputi kelelahan, kelemahan, penurunan berat badan,
nyeri tulang, dan infeksi berulang. MM ditandai dengan kapasitas
tinggi untuk menginduksi lesi tulang osteolitik fokal, osteopenia
difus, dan fraktur patologis. Meskipun jarang, manifestasi oral
dapat menjadi satu-satunya tanda yang muncul dari
perkembangan penyakit. Presentasi klinis oro-wajah dapat meniru
patologi gigi umum secara umum sehingga menyebabkan
keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan.

3. Penatalaksanaan kelainan/penyakit gigi/mulut pada pasien


gangguan hemato-onkologis
Secara umum pengelolaan dental pasien dengan suspek
gangguan hematologis diawali dengan evaluasi kondisi medis,
dental dan oral yang komprehensif, menetapkan etiologi melalui
pemeriksaan laboratoris dan radiologis apabila dicurigai melibatkan
jaringan pendukung, menegakkan diagnosis lesi, analisa risiko
medik dan penatalaksanaan kondisi akut dan pengendalian latar
belakang penyakit. Apabila terdapat keluhan mulut
(nyeri/perdarahan), diberi terapi simtomatik dan instruksi oral
hygiene. Terapi promotif/preventif untuk mencegah infeksi
(bacterial/fungal), Apabila diperlukan tindakan invasif, sesuai hasil
analisa risiko medik/dental, ditetapkan modifikasi rencana
perawatan sesuai indikasinya untuk mencegah komplikasi/
kegawatdaruratan medik/dental. Setiap langkah perawatan dental
harus dilakukan sesudah konsultasi dengan dokter spesialis yang
merawat. Pada kasus keganasan, tindakan dental sebaiknya
diberikan sebelum, selama dan sesudah perawatan

Modul Semester VII Topik 4 89


Penyakit Kompromis Medis
kemo/radioterapi. Pada banyak kasus gangguan hemato-onkologis
masalah utama perawatan dental adalah adanya tendensi
perdarahan, meningkatnya risiko infeksi, risiko berkembangnya
osteonecrosis rahang dan dampak buruk pemberian medikasi
imunosupresif.
.
D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN
1. Glick, M., 2015. Burket's oral medicine. PMPH USA.
2. Odell, E.W., 2017. Cawson's essentials of oral pathology and oral
medicine e-book. Elsevier Health Sciences.
3. Little, J.W., Falace, D., Miller, C. and Rhodus, N.L., 2017. Dental
Management of the Medically Compromised Patient-E-Book.
Elsevier Health Sciences.

90 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Penyakit Perdarahan dan Pembekuan Darah
dr. Vita Yanti Anggraeni, Sp.PD, Sp.JP, M.Sc, Ph.D),
drg. Ayu Fresno Argadianti, Sp.PM.

A. Metode penyajian
Penyampaian materi di kelas dengan tatap muka selama 100 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
dapat:
1. Memahami dan menjelaskan kelainan perdarahan dan pembekuan
darah dalam tubuh
2. Memahami dan menjelaskan manifestasi kelainan perdarahan dan
pembekuan darah pada rongga mulut
3. Memahami dan menjelaskan kelola kasus pasien dengan kelainan
perdarahan dan pembekuandarah pada rongga mulut

C. Materi
1. Overview
Kelainan perdarahan dan pembekuan darah merupakan kondisi
adanya perubahan pembuluh darah, platelet dan faktor koagulasi dalam
mempertahankan hemostasis. Gangguan ini dapat diakibatkan oleh
penyakit kongenital atau penyakit yang didapat (acquired) dan
menyebabkan abnormalitas pada elemen darah baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
a. Kelainan Pembuluh Darah
Kelainan pembuluh darah dapat diakibatkan dari malformasi
struktural pembuluh darah atau dari kelainan jaringan ikat.
Kelainan ini dapat menyebabkan tampakan hemoragik, meskipun
biasanya perdarahan yang terjadi ringan dan terbatas pada kulit,
mukosa dan gingiva.
1) Scurvy
Scurvy terjadi akibat defisiensi vitamin C, banyak ditemukan di
lingkungan miskin apabila konsumsi vitamin C sehari-hari di
bawah 10 mg/d. Vitamin C penting untuk sintesis hidroksiprolin,
penyusun penting dari kolagen. Kolagen abnormal menyebabkan
kerusakan jaringan pendukung perivaskuler sehingga
menyebabkan kerapuhan kapiler dan penghambatan
penyembuhan luka. Salah satu tanda klinisnya adalah hemoragi

Modul Semester VII Topik 4 91


Penyakit Kompromis Medis
petekial pada folikel rambut dan purpura pada bagian belakang
ekstremitas bawah yang menyatu membentuk ekimosis.
2) Sindrom Cushing
Pasien sindrom Cushing dapat mengalami pendarahan kulit atau
mudah memar akibat produksi maupun asupan kortikosteroid
yang berlebih baik secara eksogen maupun endogen, sehingga
terjadi kekurangan protein secara umum dan atropi pada
jaringan ikat pendukung sekitar pembuluh darah.
3) Sindrom Ehlers-Danlos
Sindrom Ehlers-Danlos menyerang matriks jaringan ikat,
menyebabkan pembuluh darah kulit menjadi rapuh dan mudah
mengalami memar.
4) Sindrom Rendu-Osler-Weber (Hereditary Hemorrhagic
Telangiectasia/HHT)
Sindrom ini adalah sekelompok kelainan autosomal dominan
dengan telangiektasia kapiler abnormal, perdarahan hidung dan
pencernaan yang sering dan dikaitkan dengan lesi pada otak dan
paru-paru.

b. Kelainan Platelet
Perdarahan yang berkaitan dengan platelet dapat diakibatkan oleh
abnormalitas kuantitatif maupun kualitatif. Penurunan jumlah
platelet (trombositopenia) dapat terjadi akibat penurunan produksi
platelet dari disfungsi sumsum tulang, peningkatan sekuestrasi limpa,
atau peningkatan konsumsi platelet dalam kondisi medis yang didapat,
misalnya ITP (idiopathic thrombocytopenic purpura) dan TTP (thrombotic
thrombocytopenic purpura). ITP dan TTP memiliki gejala munculnya
peteki dan purpura pada badan, leher dan anggota badan. Perdarahan
mukosa dapat terjadi pada rongga mulut, saluran cerna dan
genitourinaria.
Medikasi juga dapat mengurangi jumlah platelet atau mengganggu
fungsinya sehingga menyebabkan hemoragi setelah tindakan bedah.
Supresi sumsum tulang belakang dari kemoterapi sitotoksik dapat
menyebabkan trombositopenia parah. ASA (aspirin) adalah antiplatelet
yang banyak digunakan. Aspirin akan berikatan secara ireversibel
dengan enzim COX (siklooksigenase) sehingga menyebabkan
penghambatan sintesis tromboksan dan prostaglandin, akhirnya
mencegah pelepasan platelet dan agregasinya selama kurang lebih 7 – 9
hari. Obat-obatan NSAID juga menghambat COX tapi bersifat reversibel
sehingga efeknya hanya berlangsung selama obat bersirkulasi.

92 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
c. Kelainan Koagulasi
1) Kongenital
- Penyakit von Willebrand
vWD merupakan suatu kelainan bawaan yang paling
umum yang dapat menyebabkan bleeding disorder, dapat
terjadi penurunan faktor vWF secara kualitatif maupun
kuantitatif.
- Hemofilia A
Hemofilia A merupakan suatu kelainan dimana terjadi
defisiensi faktor pembekuan darah VIII, yaitu suatu faktor
antihemofilik. Kelainan ini diturunkan secara X-Linked
resesif.
- Hemofilia B
Hemofilia B merupakan suatu kelainan dimana terjadi
defisiensi faktor pembekuan darah IX (christmas factor).
- Defisiensi faktor pembekuan lain
Bleeding disorder juga dapat terjadi akibat defisiensi faktor
pembekuan darah lainnya seperti Faktor XI (Plasma
Tromboplastin Anteseden), Faktor XII (HagemanFactor),
Faktor X (StuartFactor), Faktor V (Proaccelerin), Faktor XIII
(Fibrin-stabilizing) dan Faktor I (Fibrinogen).
2) Didapat (acquired) dari obat-obatan
- Heparin
Heparin adalah antikoagulan poten yang berikatan dengan
antitrombin sehingga secara signifikan menghambat
aktivasi enzim pembekuan darah, sehingga mengurangi
pembentukan trombin dan fibrin.
- Antikoagulan Coumarin
Antikoagulan coumarin (termasuk warfarin dan dicumarol)
bekerja dengan melambatkan produksi trombin dan
formasi bekuan darah dengan memblok aksi vitamin K
sehingga terjadi penurunan tingkat faktor-faktor yang
dependen vitamin K (faktor II, VI, IX, dan X).
3) Koagulopati berkaitan dengan penyakit lain
- Penyakit Hati
Pasien dengan penyakit hati dapat memiliki defek
hemostasis spektrum luas akibat perluasan kerusakan
hatinya, yang mempengaruhi baik platelet maupun fase
koagulasi saat hemostasis. Akibat rusaknya sintesis
protein, maka faktor penting dan inhibitor pembekuan
darah dan sistem fibrinolitikpun sangat berkurang.

Modul Semester VII Topik 4 93


Penyakit Kompromis Medis
- Penyakit Ginjal
Pasien dengan penyakit ginjal memiliki kondisi
trombositopati akibat efek dari akumulasi urea pada
platelet.
- Defisiensi Vitamin K
Defisiensi vitamin K berkaitan dengan buruknya fungsi
faktor-faktor yang bergantung pada vitamin K, yaitu faktor
II, VII, IX dan X.
- DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
DIC adalah suatu proses di mana terjadi trombosis dan
hemoragi. DIC dipicu oleh stimulus poten yang
mengaktifkan baik faktor XII maupun faktor jaringan
(tissue factor) untuk mengawali terbentuknya mikrotrombi
dan emboli melalui mikrovaskularisasi. Trombosis
menyebabkan konsumsi yang sangat cepat dari faktor
koagulasi dan platelet dan juga membuat FDP (fibrin
degradation products) yang memiliki efek antihemostasis.
- Kelainan Fibrinolitik
Kelainan pada sistem fibrinolitik dapat menyebabkan
hemoragi ketika perusakan bekuan darah meningkat atau
menyebabkan pembekuan darah dan trombosis eksesif
ketika mekanisme perusakan bekuan darah terlambat
bekerja.

2. Manifestasi Oral Penyakit Perdarahan dan Pembekuan Darah


Defisiensi platelet dan kelainan dinding vaskuler menyebabkan
ekstravasasi darah menuju jaringan ikat dan epitel kulit serta
mukosa, sehingga membentuk hemoragi kecil (pinpoint) yang disebut
peteki dan patch yang lebih luas yang disebut ekimosis. Kelainan
platelet atau koagulasi dengan hemostasis yang sangat terganggu
dapat menyebabkan pendarahan gingiva spontan, seperti pada
pembesaran gingiva hiperemik hiperplastik pada pasien leukemia.
Perdarahan pada rongga mulut yang terus menerus dalam jangka
waktu yang lama akan menumpuk hemosiderin dan produk
pemecahan darah lainnya pada permukaan gigi sehingga berwarna
kecoklatan.
Pasien hemofilia dapat mengalami banyak episode pendarahan
rongga mulut sepanjang hidupnya. Lokasi pendarahan pada rongga
mulut yang sering dijumpai adalah pada frenum labial (60%), lidah
(23%), mukosa bukal (17%), gingiva dan palatal (0,5%). Pendarahan
pada pasien hemofilia ini biasanya terjadi akibat luka traumatik.

94 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Selain itu juga bisa dipicu oleh buruknya kebersihan rongga mulut
dan faktor iatrogenik.Hemarthrosis adalah komplikasi yang umum
terjadi pada persendian penopang berat pada pasien hemofilia, tapi
hal ini langka terjadi pada TMJ.

3. Manajemen Oral Penyakit Perdarahan dan Pembekuan Darah


Dokter gigi dapat mengidentifikasi pasien yang mungkin memiliki
masalah perdarahan dengan melakukan:
a. Riwayat lengkap
Identifikasi pasien dental dengan atau berisiko mengalami kelainan
perdarahan dimulai dengan mencatat riwayat medis dengan lengkap.
Laporan pasien atas riwayat keluarga mengenai masalah perdarahan
dapat membantu mengidentifikasi kelainan hemostasis yang
diturunkan. Selain itu, perlu ditanyakan pula riwayat perdarahan
pasien setelah prosedur bedah, termasuk pencabutan gigi. Penting
pula mengidentifikasi medikasi dengan efek hemostasis
(antikoagulan, heparin, aspirin, NSAID dan kemoterapi sitotoksik).
Harus diidentifikasi pula kondisi medis pasien yang dapat menjadi
faktor predisposisi pasien terhadap masalah perdarahan (penyakit
hati, ginjal, keganasan hematologi, pasien kanker dengan
kemoterapi, trombositopenia).
b. Pemeriksaan fisik
Dokter gigi dapat memeriksa kulit, mukosa rongga mulut, dan faring
pasien untuk mengecek tanda yang mengindikasikan adanya
kelainan perdarahan, seperti peteki, ekimosis, spider angioma,
telangiektasia, pucat, dan sianosis.
c. Uji laboratorium
Dokter gigi dapat mengecek jumlah platelet (untuk melihat apakah
terjadi trombositopenia), aPTT/activated partial thromboplastin time
(untuk mengecek status jalur intrinsik dan umum koagulasi),
PT/prothrombin time (untuk mengecek status jalur ekstrinsik dan
umum koagulasi), dan TT/thrombin time (untuk mengecek
kemampuan fibrinogen membentuk bekuan darah awal).
d. Observasi perdarahan berlebih paska prosedur bedah
Perdarahan berkepanjangan setelah tindakan bedah dapat
merupakan indikasi awal adanya masalah perdarahan pada pasien
tanpa riwayat dan tampakan klinis kelainan perdarahan. Dokter gigi
bisa melakukan prosedur lokal untuk mengontrol perdarahan.

Modifikasi dental dibutuhkan bagi pasien dengan kelainan


perdarahan, tergantung dari tipe serta keinvasifan prosedur dental

Modul Semester VII Topik 4 95


Penyakit Kompromis Medis
yang akan diberikan, dan tipe serta keparahan dari kelainan
perdarahan pasien,ketika diperkirakan akan terjadi perdarahan yang
signifikan, tujuan utama perawatan adalah menyiapkan sistem
hemostasis sebelum tindakan supaya berada dalam rentang yang
cukup dengan dibantu medikasi tambahan dan/atau tindakan lokal.
Pada kelainan hemostasis reversibel atau akut, lebih baik untuk
mengatasi penyakit dasar atau defek pasien terlebih dahulu sehingga
risiko perdarahan pasien selama periode perawatan dental dapat
dikendalikan. Mengenai perubahan hemostasis akibat medikasi
pasien, pemberian tindakan lokal biasanya cukup; meskipun
terdapat keterbatasan di mana perlu dilakukan penghentian obat-
obatan sehingga perlu dilakukan konsultasi pada dokter pasien.
Pada koagulopati ireversibel, elemen yang hilang atau defektif
mungkin harus diganti dari sumber eksogen untuk memungkinkan
kontrol perdarahan (misalnya, terapi penggantian faktor untuk
hemofilia). Pemeriksaan koagulopati dan pemberian terapi yang tepat
sebelum prosedur dental lebih baik dicapai dengan konsultasi
dengan hematologis dan dapat melibatkan perawatan di fasilitas
rumah sakit spesialistik.
Agen dan teknik hemostatik lokal termasuk pemberian tekanan,
tindakan bedah, vasokontriktor, penjahitan, stent bedah, trombin
topikal, dan penggunaan material hemostatik yang dapat diserap.
Meskipun tidak memiliki efek langsung terhadap hemostasis,
penutupan luka primer membantu kenyamanan pasien,
menurunkan ukuran bekuan darah, dan melindungi bekuan darah
dari trauma mastikasi dan perdarahan berikutnya. Penggunaan
aspirin dan NSAID lainnya untuk perawatan nyeri secara umum
dihindari pada pasien dengan kelainan perdarahan karena aksinya
menghambat fungsi platelet dan adanya kemungkinan episode
perdarahan.
Bagi pasien trombositopenia (primer maupun sekunder terhadap
penyakit sistemik atau perawatan), transfusi platelet mungkin
dibutuhkan sebelum ekstraksi dental ataupun tindakan bedah oral
lainnya dengan target ideal menaikkan jumlah platelet di atas
50.000/mm3. Diskontinuasi atau perubahan medikasi antiplatelet
harus dipertimbangkan, setelah konsultasi dokter. Pada kasus
penggunaan aspirin, diskontinuasi 1 minggu sebelum prosedur
bedah rongga mulut ekstensif biasa dilakukan karena efeknya
berlangsung selama 8 – 10 hari siklus platelet.

96 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN
1. Association AD (2015). The ADA Practical Guide to Patients with
Medical Conditions. 2nd Edition (LL Patton and M Glick, Eds.). Wiley
Blackwell.
2. Ghom AG, Ghom SA (2014). Textbook of Oral Medicine. 3rd Edition.
Jaypee Brothers Medical Publishers: New Delhi
3. Glick M (2015). Burket’s Oral Medicine. 12th Edition (M Glick, Ed.).
People’sMedical Publishing House: Shelton, Connecticut.
4. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL (2013). Dental
Management of the Medically Compromised Patient. 8th Edition.
Elsivier Mosby: St. Louis, Missouri.

Modul Semester VII Topik 4 97


Penyakit Kompromis Medis
Identifikasi dan Penatalaksanaan Dental
pada pasien dengan Oral Lesion-related Syndrome
drg. B. Esty Chrismawaty, M.Kes., MDSc

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi di kelas dengan tatap muka selama 2 x 50 menit

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengetahui berbagai sindroma yang melibatkan jaringan mulut,
2. Mengidentifikasi dan dapat menegakkan diagnosis kerja lesi oral
terkai tterkait sindroma
3. Merencanakan perawatan lesi oral terkait terkait sindroma sesuai
indikasinya.

C. Materi
1. Pendahuluan
Kata SYNDROME berasal dari literatur Yunani‘sundrome’: yang
berarti, berjalan bersama" (syn: bersama dan dromos:berjalan). Sindrom
merupakan asosiasi dari ‘tanda’ (yang diamati oleh dokter), ‘gejala’ (yang
dilaporkan oleh pasien),gambaran/perangai klinis, fenomena atau
karakteristikyang dapat dikenali dan sering terjadibersama-sama,
sehingga keberadaan salah satu temuan klinis menimbulkan
kewaspadaan dokter terhadap kehadiran temuan klinis lainnya (Ghom et
al, 2014).MenurutAnuthama et. Al (2013), sindrom berkaitan dengan
berbagai gambaran, tanda, gejala, fenomena atau karakteristik klinis
yang dapat diidentifikasi/dikenali.Lebih dari 300 entitas sindrom
diketahui melibatkan struktur kraniofasial termasuk jaringan gigi.

2. Etiopathogenesis/patofisiologi sindroma
Istilah‘Syndrome’mengacu pada kombinasi gejala yang disebabkan
oleh satu penyebab tunggal atau terjadi secara bersamaan dan
membentuk entitas klinis tertentu. Ghom et.al (2014) membedakan
berbagai etiologi dan kausa sindroma sebagai berikut: a.genetik, b.
Penyimpangan kromosomal, c.disfungsiimun, d.responimun abnormal,
e.disfungsikelenjar/glandular, f.disfungsi vaskular, g.disfungsisaraf, dan
h.gangguan metabolic.

98 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
3. Klasifikasi orofasial sindroma
Dalam perspektif diagnostik, sindrom diklasifikasikandalam
kaitannya dengan manifestasi oral, yang melibatkan jaringan lunak
(Tabel 1) dan jaringan keras (Tabel 2).

Tabel 1. Sindromaorofasial yang melibatkanjaringanlunak


Manifestation Example. Syndrome
Microglossia Goldenhar syndrome
Tongue Macroglossia Beckwith Wiedemann syndrome, Down
syndrome, Sturge Weber syndrome, Von
Recklinghausen’s Neurofibromatosis.
Ankyloglossia Orofacial digital syndrome type 2
Lips Microstomia Hallermann Strieff syndrome
Macrostomia Coffin Lowry syndrome
Lip pits Sturge Weber syndrome, Vander Woude
syndrome.
Double lip Ascher syndrome
Enlargement Miescher’s Syndrome,Down
syndrome,Melkersson Rosenthal Syndrome
Albright’s Syndrome,Behcet’s syndrome, Burning mouth
syndrome, Candidosis Endocrinopathy Syndrome,Chediak
Oral Higashi syndrome, Cowden syndrome, Dyskeratosis
mucosa Congenital/(Zinsser-Engman-Cole Syndrome), Ehler Danlos
syndrome, Giles de la Tourette Syndrome,Jadassohn-
Lewandowsky Syndrome, Kawasaki Disease, Laugier-
Hunziker Syndrome Magic Syndrome. Osler Rendu Weber
syndrome, Orofacial granulomatosis,PFAPA Syndrome,Peutz
Jeghers syndrome, Plummer Vinson syndrome, Reiter’s
syndrome, Sweet Syndrome, Steven Johnson syndrome,
Gingiva / Acanthosis Nigricans Syndrome. Chediak
Periodontium Higashi syndrome, Aldrich’s Syndrome
Salivary gland Sjogren syndrome, Auriculotemporal (Frey’s)
Syndrome.
Apert syndrome, Beckwith wiedemann syndrome,
Orofacial Cowden syndrome, Crouzon syndrome, Goldenhar
Clefting syndrome, Orofacial digital syndrome type 1,
Orofacial digital syndrome type 2, Treacher Collins
syndrome, Vander Woude syndrome.
Neural defect Melkersson Rosenthal syndrome, Ramsay Hunt
syndrome

Modul Semester VII Topik 4 99


Penyakit Kompromis Medis
Tabel 2. Sindroma orofasial yang melibatkan jaringan keras
Manifestatio Example. Syndrome
n
Agnathia / Apert syndrome, Cowden syndrome, Crouzon
Jaws Micrognathi syndrome, Goldenhar syndrome, Orofacial
a digital syndrome-type2, Treacher Collins
syndrome, Turner syndrome.
Macrognathi Mc Cune Albright syndrome
a
Syngnathia Popliteal pterygium syndrome, Vander Woude
syndrome
Facia Mid face Aarskog syndrome, Apert syndrome, Carpenter
l hypoplasia syndrome, Crouzon syndrome, Nager syndrome,
Bone Orofacial digital syndrome, Pfieffer syndrome,
s Rieger syndrome, SHORT syndrome, Stickler
syndrome, Treacher Collins syndrome
Hemifacial Goldenhar syndrome, Horner syndrome, Parry-
hypoplasia Romberg syndrome
Hypodontia Crouzon syndrome, Down syndrome, Ehler
/ Anodontia Danlos syndrome, Goldenhar syndrome,
Hallermann Strieff syndrome, Orofacialdigital
Teeth syndrome type 2, Sturge Weber syndrome,
Turner syndrome, Vander Woude syndrome.
Hyperdontia Apert syndrome, Crouzon syndrome, Down
syndrome, Ehler Danlos syndrome, Hallermann
Strieff syndrome, Sturge Weber syndrome,
Microdontia Coffin-Lowry Syndrome, Down’s Syndrome
Macrodontia Otodental syndrome, facialhemihyperplasia,Ek
man-Westborg-Julin syndrome,
Enamel Goltz syndrome, Hallermann Strieff syndrome,
hypoplasia Trichodento-osseous syndrome,
Dentinal Ehler Danlos syndrome
defects
Impacted / Cleidocranial dysplasia, Gardner's syndrome,
Unerupted Down syndrome,Aarskog syndrome,
teeth Zimmerman-Laband syndromeand Noonan's
syndrome
Other Cracked Tooth Syndrome.

100 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
5. Penyakit gangguan/kelainan sindromik dengan signifikan lesi oral
a. Aldrich’s Syndrome/‘Wiskott-Aldrich’ syndrome. It is characterized
by thrombocytopenic purpura, eczema, and increased susceptibility
to infection. Oral features: Spontaneous bleeding from gingiva and
palatal petechiae can be seen.
b. Auriculotemporal (Frey’s) Syndrome. It is caused by damage to
auriculotemporal nerve. Orofacial features: Flushing and sweating
of the involved side of face, chiefly in temporal area, during eating.
c. Behcet’s Syndrome. Recurring genital ulceration: Ulcer of scrotum
and penis in males and ulcers of labia in females. Skin lesions:
large pustular lesions. Ocular lesions: uveitis, retinal vasculitis,
optic atrophy, recurrent conjunctivitis and keratitis. Orofacial
features: recurrent oral ulceration.
d. Burning Mouth Syndrome. An autoimmune disorder of exocrine
glands which may be associated with neuropathy and
lymphoproliferative disorder. Lacrimal and salivary glands are
affected. Xerostomia is a major complaint. Enlargement of
submandibular gland may be there. Pain and burning sensation in
the mouth and altered taste sensation. No clinically detectable
lesions in the oral cavity.
e. Chediak-Higashi Syndrome. It is transmitted as autosomal
dominant trait. General: Hypopigmentation will be seen on skin
and hair,oculocutaneous albinism, photophobia, nystagmus and
recurrent infection of respiratory tract and skin.Orofacial features:
Ulceration of the oral mucosa, severe gingivitis and glossitis, early
loss of teeth is noted.
f. Cowden’s Syndrome. An autosomal dominant disease characterized
by facial trichilemmomas associated with gastrointestinal tract,
central nervous system, thyroid and musculoskeletal abnormalities.
Orofacial features: papillomatous lesion as well as ‘pebbly’ lesions
of lip, gingiva, palate and pharynx occurs. Lichenoid and
papillomatous lesions of perioral. Tongue is also fissured.
g. Dyskeratosis Congenital/(Zinsser-Engman-Cole Syndrome). A rare
X-linked disorder characterized leading to atrophic, leukoplakic
oral mucosa. Tongue and cheek are adversely affected. Oral lesions
start before the age of 10 as vesicles and white necrotic patches
with candida, ulcerations and erythroplakic changes.
h. Giles de la Tourette Syndrome. Spontaneous erratic behavior of the
patients. Incoherent facial expressions and verbalization. Tendency
for self mutilation of oral tissue by use of teeth and finger nails.

Modul Semester VII Topik 4 101


Penyakit Kompromis Medis
i. Jadassohn-Lewandowsky Syndrome. A congenital gross thickening
of finger and toe nailswith leukokeratosis. Nail lesion is noted just
after birth with a horny brownish material at nail bed. Oral
leukokeratosis affects dorsum of tongue which becomes thickened
and grayish white. Frequent oral aphthous ulceration may develop.
j. Kawasaki Disease (KD). An acute systemic vasculitis,
predominately affecting children under 5 years of age. KD is
characterized by fever, bilateral non-exudative conjunctivitis,
erythema of lip and oral mucosa, cervical lymphadenopathy,
changes in the extremities and polymorphous exanthema.
k. MAGIC syndrome is a very infrequent disease which includes
clinical manifestations of Behçet disease and relapsing
polychondritis (RP).
l. Melkersson Rosenthal Syndrome.A triad of cheilitis granulomatosa,
facial paralysis and scrotal tongue.
m. Miescher’s Syndrome/‘cheilitis granulomatosa’. Diffuse swelling of
lip especially lower lip. Scarring, fissuring, vesicle or pustule
formation on the vermilion border.
n. Orofacial granulomatosis. Persistent enlargement of the soft tissues
of the mouth, lips and the area around the mouth. Does not cause
any pain.The disease was progressive raising the suspicion of
being oral manifestation of a systemic disorder such as
Sarcoidosis or Crohn's disease.
o. Osler-Rendu Weber syndrome/Hereditary hemorrhagic
telangiectasia (HHT). A rare autosomal dominant genetic disorder
that leads to abnormal blood vessel formation in the skin, mucous
membranes, and often in organs such as the lungs, liver, and
brain.The oral lesionsmay be the first sign of the disease.
p. Periodic Fever, Aphthous Stomatitis, Pharyngitis and Cervical
Adenitis (PFAPA) Syndrome. A pediatric periodic disease
characterized by recurrent febrile episodes associated with head
and neck symptoms.
q. Peutz-Jeghers Syndrome/‘hereditary intestinal polyposis
syndrome’. A familial generalized intestinal polyposis. Pigmentation
of face, sometimes on hands and feet. Oral features: multiple, focal,
melanotic brown macules concentrated on lips, may go upto 3-5 cm
in size.
r. Plummer-Vinson Syndrome. Orofacial features: Cracks or fissures
at the corner of mouth (angular cheilitis). Dysphagia due to
esophageal webs. Atrophy of filiform papillae and koilonychia.

102 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
s. Ramsay Hunt Syndrome. Zoster infection of geniculate ganglion
with involvement of external ear and oral mucosa. Facial paralysis,
pain of external auditory meatus and pinna of the ear. Vesicular
eruptions in the oral cavity and oropharynx with hoarseness,
tinnitus, and vertigo.
t. Reiter’s Syndrome. Urethritis: Urethral discharge is associated with
itching and burning sensation. Arthritis: It is often bilaterally
symmetrical and usually polyarticular. Conjunctivitis: It is often
mild. Mucocutaneous lesions: red or yellow keratotic macules or
papules which eventually desquamate. Oral features: There is
recurrent oral ulcerations.
u. Sjogren’s Syndrome. Primary: Keratoconjunctivitis sicca and
xerostomia. Secondary: Keratoconjunctivitis sicca and xerostomia.
v. Stevens Johnson Syndrome. Erythema multiforme is classified
Stevens-Johnson syndrome when the vesicles and bullae involve
skin, mouth, eyes and genitals. It may be secondary to a drug
reaction. It can slough skin and mucosa.
w. Sturge-Weber Syndrome. Angiomatosis of face (nevus flammeus),
leptomeningeal angiomas, intracranial calcifications and
contralateral hemiplegia. Orofacial features: massive growth of
gingiva and asymmetrical jaw growth and tooth eruption sequence.
x. Sweet Syndrome/acute febrile neutrophilic dermatosis. A
constellation of clinical symptoms, physical features, and
pathologic findings which include fever, neutrophilia, tender
erythematous skin lesions (papules, nodules, and plaques).
Orofacial features: Skin lesion such as tender erythematous
plaque, nodules, vesicle and pustules on the face and extremities,
intraoral ulceration.

6. Penegakan diagnosis kelainan/penyakit gigi dan mulut pada


pasien sindromik.
Penegakan diagnostik untuk sindrom atau cacat lahir dapat
dikategorikan ke dalam diagnosis prenatal dan postnatal. Diagnosis
prenatal ditujukkan untuk mendapatkan informasi tentang embrio
terkait kelainan. Diagnosis postnatal dimulai segera setelah kelahiran
anak. Metode diagnosis postnatal melalui identifikasi tanda dan gejala
klinis, dalam hal ini partisipasi dokter gigi yang sangat penting.
Identifikasi sindrom orofasial berdasarkan manifestasi oral, berdasar
esesuaian gambaran/perangai klinis dan menentukan suspek sindrom.
Selain itu, diagnosis dapat dikonfirmasi dengan metode antropometri

Modul Semester VII Topik 4 103


Penyakit Kompromis Medis
kraniofasial, radioimaging, tes biokimia, dan tes genetik tergantung pada
suspek sindrom.

C. Penatalaksanaan kelainan/penyakit gigi dan mulut pada pasien


sindromik.
Perawatan ditujukan terutama untuk mengatasi gejala (terapi
simtomatik), dan dapat dilanjutkan untuk terapi promotif/preventif
untuk mencegah perkembangan kelainan/gangguan oral ataupun
mengelola keberadaan lesi agar tidak berlanjut. Terapi kuratif maupun
terapi rehabilitative dapat diberikan sesuai dengan indikasinya.

Peran dokter gigi dalam pengelolaan kesehatan gigi dan mulut

pasien sindromik .
Mengenali, mengelola, dan merawat semua masalah kesehatan gigi
dan mulut pasien dengan sindroma orodental merupakan satu tugas
dokter gigi umum. Langkah awal, dokter gigi harus mengetahui dan
dapat mengenali atau mengidentifikasi suatu kelainan/lesi oral terkait
dengan tanda dan gejala lain yang mengarah pada entitas sindromik,
memberikan perawatan inisial dan selanjutnya dapat melakukan
rujukan sesuai indikasinya.

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Ghom, A.G. and Ghom, S.A.L. eds., 2014. Textbook of oral medicine.
JP Medical Ltd.
2. Khanna, S., Singh, N.N., Brave, V.R., Sreedhar, G., Purwar, A. and
Gupta, S., 2013. Oro-Facial Syndromes: An Approach Towards
Etiopathogenesis, Diagnosis and Management–A Systematic
Review. IJOMP, 4(1):15-25.

104 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Manajemen Eksodonsi pada pasien dengan
kelainan Jantung
drg. Yosaphat Bayu Rosanto, MDSc. Sp.BMM

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi, diskusi, dan kuis di kelasdengan tatap muka
selama50 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu :
1. Memahami dan menerangkan kembali persiapan tindakan eksodonsia
pada pasien dengan kelainan jantung.
2. Memahami dan menerangkan kembali tindakan eksodonsia pada pasien
dengan kelainan jantung.
3. Memahami dan menerangkan kembali resiko, komplikasi dan
penanganannya pada pasien dengan kelainan jantung pasca tindakan
eksodonsia.

C. Materi
1. Infective Endocarditis (IE)
a. Potensi Permasalahan Medis pada Tindakan Pencabutan Gigi
i. Bakterimia
ii. Perdarahan berlebihan dan/atau berkepanjangan. Hal ini dapat
terjadi karena konsumsi antikoagulan yang biasa digunakan
pada pasien yang memakai katub jantung buatan
b. Manifestasi Oral yang Bisa Menjadi Tanda
i. Petechiae
c. Pencegahan Terjadinya Permasalahan
i. Identifikasi pasien dengan resiko tinggi, yaitu pasien dengan:
- Katub jantung buatan
- Riwayat IE yang telah terdiagnosis sebelumnya
- Riwayat transplantasi jantung
ii. Penggunaan antibiotik profilaksis
- 30-60 menit sebelum tindakan
- Standar: Amoxicilin 2 g
- Alergi penicilin: Cefadroxyl 2 g, clindamicin 600 mg,
azythromycin 500 mg

Modul Semester VII Topik 4 105


Penyakit Kompromis Medis
d. Modifikasi Tindakan
i. Kebersihan rongga mulut yang optimal (scaling, restorasi)
ii. Tindakan yang membutuhkan beberapa kunjungan dilakukan
dengan rentang paling cepat 10 hari. Hal ini bertujuan untuk
meminimalisasi organisme yang resisten terhadap penisilin.
Apabila tindakan harus dilakukan dalam waktu kurang dari 10
hari, maka dipilih alternatif antibiotik yang lain sebagai
profilaksis.
iii. Pasien yang mengkonsumsi antikoaguan perlu penurunan dosis
sesuai dengan dokter kardiologi yang merawat dan melakukan
cek international normalized ratio (INR)
2. Angina Pectoris
a. Potensi Permasalahan Medis pada Tindakan Pencabutan Gigi
i. Stress dan kecemasan dapat memacu anginal attack, myocardial
infarction, atau sudden death
ii. Peningkatan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan
konsumsi nonselective beta blocker
iii. Perdarahan berlebihan dan/atau berkepanjangan pada pasien
dengan konsumsi antikoagulan
b. Manifestasi Oral yang Bisa Menjadi Tanda
i. Tidak ada tanda spesifik
ii. Mulut kering dan perubahan indra perasa dapat terjadi sebagai
efek samping obat
c. Pencegahan Terjadinya Permasalahan
i. Resiko tinggi (Unstable angina):
- Tindakan elektif sebaiknya ditunda
- Tindakan yang harus dilakukan harus konsultasi dengan
dokter kardiologi
- Tindakan harus dilakukan dengan terpasang IV line, monitor
EKG, oksimeter, tensimeter, oksigen, dan menggunakan sedasi
ii. Resiko sedang (Stable angina)
- Reduksi stress dan kecemasan dengan premedikasi sedasi oral
- Monitor vital sign sebelum, sewaktu, dan setelah tindakan
- Sediakan nitrogliserin sebelum tindakan
- Hindari penggunaan vasokonstriktor
iii. Pasien konsumsi nonselective beta blocker
- Batasi penggunaan vasokonstriktor (< 2 ampul epinefrin
1:100.000)
- Gunakan anestesi lokal dengan efektif (minimal dosis,
maksimal efek) untuk mengurangi efek samping dan kontrol
nyeri yang dapat menimbulkan kecemasan

106 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
- Antibiotik profilaksis tidak dipelukan
- Hindari penggunaan vasokonstriktor
d. Modifikasi Tindakan
i. Unstable Angina
- Tindakan dental dibatasi untuk tindakan infeksi akut,
perdarahan, atau nyeri
ii. Stable Angina
- Tindakan elektif dapat dilakukan apabila manajemen
permasalahan dapat di atasi
3. Arrhytmias
a. Potensi Permasalahan Medis pada Tindakan Pencabutan Gigi
i. Stress, kecemasan, dan penggunaan vasokonstriktor berlebihan
dapat memacu life-threatening arrhytmias
ii. Peningkatan resiko komplikasi seperti angina, myocardial
infarction, stroke, heart failure, cardiac arrest
iii. Pasien dengan pacemarker atau defibrilator beresiko tidak
befungsi akibat gangguan elektromagnet dari instrumen dental
iv. Pasien yang konsumsu nonselective beta blocker beresiko
peningkatan tekanan darah yang membahayakan akibat
penggunaan vasokonstriktor berlebih
v. Pasien dengan atrial fibrilation yang mengkonsumsi warfari
beresiko perdarahan berlebih
vi. Pasien yang mengkonsumsi digoxin beresiko arrhytmia pada
penggunaan epinephrine
b. Manifestasi Oral yang Bisa Menjadi Tanda
i. Tidak ada tanda spesifik
ii. Mulut kering dan perubahan indra perasa dapat terjadi sebagai
efek samping obat
iii. Bruising dapat terjadi akibat penggunaan warfarin
c. Pencegahan Terjadinya Permasalahan
i. Assesment keparahan dan terapi arrhytmia melalui anamnesis
dan temuan klinis.
ii. Apabila tidak jelas, konsultasi ke dokter kardiologi
iii. Arrhytmias beresiko tinggi (atrioventricular block, symptomatic
ventricular arrhytmia, supraventricular arrhytmia):
- Tindakan elektif harus ditunda
- Tindakan yang sangat perlu dlakukan harus konsultasi dengan
dokter kardiologi
- Tindakan harus dilakukan dengan terpasang IV line, monitor
EKG, oksimeter, tensimeter, oksigen, dan menggunakan sedasi
iv. Arrhytmias beresiko sedang dan ringan

Modul Semester VII Topik 4 107


Penyakit Kompromis Medis
- Reduksi stress dan kecemasan dengan premedikasi sedasi oral
- Monitor vital sign sebelum, sewaktu, dan setelah tindakan
- Sediakan nitrogliserin sebelum tindakan
- Hindari penggunaan vasokonstriktor
- Pasien yang mengkonsumsi warfarin nilai INR harus < 3,5
- Pasien dengan pacemakers atau defibrilator tidak boleh
dilakukan tindakan dengan electrosurgery dan ultrasonic scaler
- Pasien dengan konsumsi digoxin beresiko memacu arrhytmias
pada penggunaan epinphrine. Hipersalivasi merupakan salah
satu tanda efek digoxin.
v. Pasieng konsumsi nonselective beta blocker
- Batasi penggunaan vasokonstriktor (< 2 ampul epinefrin
1:100.000)
- Gunakan anestesi lokal dengan efektif (minimal dosis,
maksimal efek) untuk mengurangi efek samping dan kontrol
nyeri yang dapat menimbulkan kecemasan
- Antibiotik profilaksis tidak dipelukan
- Hindari penggunaan vasokonstriktor
d. Modifikasi Tindakan
i. Arrhytmias resiko tinggi
- Tindakan dental dibatasi untuk tindakan infeksi akut,
perdarahan, atau nyeri
ii. Arrhytmias resiko sedang-rendah
- Tindakan elektif dapat dilakukan apabila manajemen
permasalahan dapat di atasi
4. Heart Failure
a. Potensi Permasalahan Medis pada Tindakan Pencabutan Gigi
i. Peningkatan resiko komplikasi seperti gejala HF memburuk,
acute failure, arrhytmia, myocardial infarction, stroke, cardiac
arrest pada pasien simptomatik atau yang tidak terkontrol
ii. Sesak nafas tidak toleransi posisi supine
iii. Pasien yang konsumsu nonselective beta blocker beresiko
peningkatan tekanan darah yang membahayakan akibat
penggunaan vasokonstriktor berlebih
iv. Pasien yang mengkonsumsi digoxin beresiko arrhytmia pada
penggunaan epinephrine
b. Manifestasi Oral yang Bisa Menjadi Tanda
i. Tidak ada tanda spesifik
ii. Mulut kering dan perubahan indra perasa dapat terjadi sebagai
efek samping obat
iii. Digoxin meningkatkan reflex muntah

108 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
c. Pencegahan Terjadinya Permasalahan
i. Symptomatic heart failure (NYHA class III dan IV)
- Tindakan elektif harus ditunda
- Tindakan yang sangat perlu dlakukan harus konsultasi dengan
dokter kardiologi
- Tindakan harus dilakukan dengan terpasang IV line, monitor
EKG, oksimeter, tensimeter, oksigen, dan menggunakan sedasi
ii. Asymptomatic/Mild heart failure (NYHA class I dan II)
- Reduksi stress dan kecemasan dengan premedikasi sedasi oral
atau inhalasi
- Monitor vital sign sebelum, sewaktu, dan setelah tindakan
- Posisi pasien senyaman mungkin, posisi supine kadang tidak
dapat ditoleransi pasien
- NSAIDs tidak dapat digunakan
- Pasien dengan konsumsi digoxin beresiko memacu arrhytmias
pada penggunaan epinphrine. Hipersalivasi merupakan salah
satu tanda efek digoxin.
iii. Pasien konsumsi nonselective beta blocker
- Batasi penggunaan vasokonstriktor (< 2 ampul epinefrin
1:100.000)
- Gunakan anestesi lokal dengan efektif (minimal dosis,
maksimal efek) untuk mengurangi efek samping dan kontrol
nyeri yang dapat menimbulkan kecemasan
d. Modifikasi Tindakan
i. Symptomatic heart failure (NYHA class III dan IV)
- Tindakan dental dibatasi untuk tindakan infeksi akut,
perdarahan, atau nyeri
ii. Symptomatic heart failure (NYHA class I dan II)
- Tindakan elektif dapat dilakukan apabila manajemen
permasalahan dapat di atasi

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Little, J.W., Falace, D.A., Miller, C., S., Rhodus, N.L., 2013, Dental
Management of the Medically Compromised Patient, Mosby, an Imprint
of Elsevier Inc

Modul Semester VII Topik 4 109


Penyakit Kompromis Medis
Pengelolaan Pencabutan Gigi pada pasien Hipertensi
drg. Poerwati Soetji Rahajoe, Sp.BM (K)

A. Metode Pembelajaran
Pembelajaran ini diberikan 50 menit dalam bentuk ceramah dan diskusi
di dalam kelas.

B. Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa memahami dan mampu menceriterakan kembali cara
pengelolaan pasien yang akan dilakukan tindakan ekstrasi pada
pasien hipertensi,yang meliputi persiapan, saat periode tindakan dan
pengelolaan paska tindakan.
2. Mahasiswa memahami dan dapat menyebutkan komplikasi tindakan
ekstrasi pada pasien hipertensi.
3. Mahasiswa memahami dan dapat menyebutkan obat - obatan yang
diberikan pasca tindakan dan interaksi obat - obatan yang diberikan
dengan obat – obat hipertensi.

C. Materi
1. Pendahuluan
Hipertensi adalah peningkatan tekanan arterial yang tidak normal,
systole ≥ 140 mmHg atau diastole ≥ 90 mmHg. Klasifikasi hipertensi
meliputi prehipertensi, Stage 1 hipertensi, dan stage 2 hipertensi (table
3.1).Penderita hipertensi pada awal kadang asymptomatic hanya ditandai
dengan peningkatan tensi saja dan/atau dengan tambahan gejala yang
tidak spesifik, seperti pusing, sakit kepala dan tinnitus, namun akhirnya
pada jangka panjang dan tidak terkontrol, kasus – kasus advanced akan
menyebabkan gangguan pada beberapa organ ,seperti ginjal, jantung, otak
dan mata (Box3.2).

110 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Sekitar 90% pasien tidak teridentifikasi penyebabnya (hipertensi primer)
dan 10% akibat dari problem atau penyakit lain, seperti obesitas, intake
alcohol,tiroid ,penyakit ginjal,diabetes dll. Fisiologis tekanan darah seorang
pasien menunjukkan variasi, dengan level tertinggi terlihat pada pagi
sampai siang hari (tengah hari) dan akan menurun, terendah pada malam
hari. Hipertensi disebut tidak terkontrol (JNC 7 guideline) bila> 180/110
mmHg,dan bila> 180/120 disebut krisis atau akut hipertensi. Semakin
tinggi hipertensi, semakin tinggi resiko untuk terjadi heart attack, heart
failure,stroke.
Pada pembedahan (exodonsi), kewajiban pertama Dokter Gigi harus
mengidentifikasi pasien hipertensi, baik yang sudah terdiagnosis maupun
yang belum terdiagnosis. Selain itu, harus membuat langkah langkah
pengelolaan untuk reduksi stress semaksimal mungkin sebagai upaya
menurunkan pelepasan katecholamine endogen selama perawatan.
Pemberian obat anestesi dan medikasi pasca tindakan harus
mempertimbangkan interaksi obat. Untuk pasien yang sudah terdiagnosis
hipertensi,interaksi dengan obat–obat hipertesi,dan adanya keterlibatan
organ lain harus menjadi pertimbangan dalam menentukan pengobatan.

2. Pra tindakan Eksodonsi


Anamnesis merupakan hal yang sangat penting. Review of system
berkaitan gejala hipertensi harus ditelusuri dengan cermat. Riwayat medik
yang meliputi hipertensi, lama menderita hipertensi bagaimana dirawat,
identifikasi komplikasi yang pernah terjadi dan identifikasi obat-obat rutin

Modul Semester VII Topik 4 111


Penyakit Kompromis Medis
yang dikonsumsi, stabilitas penyakit hipertensi harus didapatkan.Selain itu,
untuk pasien yang sudah menderita hipertensi perlu ditelusuri gejala
komplikasi keterlibatan organ lain yang berkaitan dan adanya penyakit
penyerta yang lain juga harus ditanyakan secara lengkap. Kondisi kondisi
tersebut harus teridentifikasi dengan baik karena untuk kepentingan
memodifikasi rencana pengelolaan tindakan pencabutan.(table 3.6).

Semua pasien baru dan semua pasien lama/lanjutan harus secara


rutin dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Pengelolaan pasien dengan
hipertensi yang tidak terkontrol harus dirujuk ke dokter penyakit
dalam,untuk mengkontrol tensi pasien sebelum tindakan. Pada kasus
emergensi tindakan harus konservatif (medikasi, trepanasi, devitalisasi dll).
Pembedahan ditunda sampai tekanan darah telah terkontrol.
Pasien diberi instruksi untuk mengkonsumsi obat hipertensi seperti
dosis yang biasa diberikan oleh dokter yang merawat pada hari tindakan.
Kontrol kecemasan harus dilakukan secara maksimal (box1.2), kalau perlu
obat – obat anxiolitik bisa diberikan terutama untuk pasien dengan
kecemasan (5-19 mg diazepam atau triamzolam 0.125- 0.25 mg mgpada
malam , dan 1-2 jam sebelum tindakan), atau alternative lain dengan
menggunakan sedasi dengan nitrous oxide. Pasien direncanakan untuk
tidak terlalu lama menunggu diruang tunggu (< 30 menit).

112 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
C. Periode Operasi
Pengukuran tanda tanda vital harus dilakukan sebelum tindakan
dilakukan .Kontrol anestesi lokal harus baik, untuk mencegah timbulnya
rasa sakit selama tindakan, yang kemungkinan bisa memicu meningkatnya
tekanan darah (bila diperlukan beri topical anestesi sebelum injeksi).
Pemilihan obat anestesi tergantung dari tekanan darah saat diperiksa dan
ada tidaknya organ lain yang terlibat . Injeksi intravaskuler harus dihindari
dan dosis obat anestesi dengan vasokonstriktor harus benar- benar
diperhitungkan, adrenalin tidak boleh melebihi 0.04 mg ( 2 carpule yang
berisi 1.8 ml anestesi local dengan adrenalin 1:100.000), penggunaan
levonordephrine sebaiknya dihindari, karena resiko terjadinya peningkatan
tensi dan bradikardi. Apabila dibutuhkan ulangan anestesi lokal,lakukan
pengecekan ulang tanda-tanda vital sebelum melakukan ulangan anestesi
lokal. Setiap kenaikan tekanan darah systole 20 mmHg dan 10 mmHg
diastole beresiko peningkatan ischemic heart disease dan stroke.Selama
tindakan hindari perubahan posisi pasien secara mendadak untuk
menghindari terjadinya orthostatic hipertensi ,akibat efek samping dari obat
obat hipertensi yang dikonsumsi.
Setelah tindakan pencabutan selesai, harus dinilai kemungkinan
timbulnya rasa sakit pasca tindakan, dan apabila kemungkinan tindakan
dapat menimbulkan sakit yang besar, bila diperlukan dapat
dipertimbangkan pemberian long acting anestesi (bupivakain) setelah
tindakan selesai, sebelum pasien pulang (sebagai preemtive analgesia).

3. Pascatindakan Pencabutan
Komplikasi perdarahan massive akibat hipertensi kemungkinan dapat
terjadi namun jarang terjadi. Pasca tindakan harus dilakukan usaha usaha
untuk mereduksi faktor- faktor yang dapat memicu naiknya tekanan darah
pasien, seperti kecemasan dan rasa sakit. Selain itu, adanya interaksi obat
obatan harus dipertimbangkan. Pemberian analgetik harus adekuat bila
diperlukan dapat diberikan preemtive analgesia, sebelum tindakan. Jenis
pemilihan analgetik harus disesuaikan dengan kondisi medis pasien
Obat antiinflamasi nonsteroid tertentu,seperti ibuprofen, indomethacin
atau naproxen dapat berinteraksi dengan obat – obat hipertensi seperti
golongan beta blocker,diuretic,ACEi (angiotensin-converting enzyme
inhibitor),yang dapat menurunkan aksi dari obat hipertensi, oleh karena itu
tidak boleh diresepkan untuk periode lebih dari 5 hari.Eritromisin dan
klaritromisin harus dipertimbangkan Karena dapat menimbulkan efek
hipotensi pada pasien hipertensi yang mengkonsumsi obat obatan calsium
chanel blocker(CCB), seperti: nifedipine ,amlodipine dll),yang dapat
mengakibatkan trauma akut pada ginjal.

Modul Semester VII Topik 4 113


Penyakit Kompromis Medis
D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN
1. James W. Little,Craig S. Miller,Nelson L. Rhodus,Little and falace’s
Dental Manage of The madically Compromised Patient ,9 th Ed.,
ElsevierInc.,St.Loise Missouri, USA
2. Kanchan Ganda,Dentis’s Guide to Medical Conditions,Medications &
Complications, 2 nd Ed.,Willey Blackwell,UK

114 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Manajemen Eksodonsi pasien dengan penyakit Ginjal
drg. Cahya Yustisia Hasan. Sp.BM(K)

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi, diskusi, dan kuis di kelas dengan tatap muka 50
menit

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan tentang materi ini, diharapkan
mahasiswa mampu:
1. Memahami dan menjelaskan kembali persiapan tindakan eksodonsi
pada pasien dengan penyakit ginjal
2. Memahami dan menjelaskan kembali tindakan eksodonsi pada
pasien dengan penyakit ginjal
3. Memahami dan menjelaskan kembali resiko, komplikasi dan
penanganan tindakan eksodonsi pada pasien dengan penyakit ginjal.

C. Materi
Pasien dengan problem penyakit ginjal seringkali mempunyai
permasalahan medis yang serius, sehingga seorang dokter gigi perlu
mengenali status klinis pasien, mewaspadai komplikasi yang mungkin
terjadi dan penanganannya, serta menguasai manajemen pencabutan gigi
yang tepat. Penyakit ginjal yang progresif bisa menyebabkan penurunan
fungsi ginjal dan kegagalan ginjal yang berefek pada system multi organ.
Manifestasi yang perlu kita waspadai meliputi anemia, perdarahan
abnormal, ketidakseimbangan elektrolit dan cairan, hipertensi,
intoleransi obat, dan abnormalitas skeletal, yang dapat mempengaruhi
tindakan dan perawatan gigi. Selain itu, pasien-pasien dengan penyakit
ginjal yang parah dan progresif perlu menjalani hemodialysis dan
transplantasi ginjal.
Secara garis besar, penyakit ginjal dibagi menjadi 2, yaitu gagal ginjal
akut (acute kidney injury/acute renal failure) dan kronis (chronic kidney
disease/chronic kidney failure)
1. Penyakit ginjal akut (acute kidney injury/acute renal failure)
Gagal ginjal akut merupakan penurunan secara mendadak fungsi
ginjal dalam beberapa jam atau dalam beberapa hari, ginjal tidak
mampu menjalankan fungsinya. Ditandai dengan penurunan glomerular
filtration rate secara tiba-tiba, bermanifestasi klinis sebagai peningkatan
ureum dan kreatinin yang mendadak dan berkelanjutan, tetapi sifatnya
reversibel.

Modul Semester VII Topik 4 115


Penyakit Kompromis Medis
Etiologi gagal ginjal akut adalah: a. Gagal ginjal akut prerenal,
merupakan akibat dari penurunan suplai darah ke ginjal; b. Gagal
ginjal akut intrarenal, yaitu terdapat kelainan/kerusakan di dalam
ginjal itu sendiri; dan c. Gagal ginjal akut postrenal, terjadi karena
adanya sumbatan pada sistem yang berada di luar ginjal (saluran
kencing), misalnya batu ginjal
Gambaran klinis: a. Perubahan volume urin, berupa poliuria,
oliguria, dan anuria; b. Gangguan neurologis, berupa lemah,
letih, dan gangguan mental; c. Gangguan pada kulit, berupa pigmentasi,
gatal-gatal dan pallor; dan d. Tanda pada kardiopulmoner, berupa
pericarditis, sesak, dan gejala pada saluran cerna seperti mual, nafsu
makan menurun serta muntah.

2. Penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease)


Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan struktur atau fungsi ginjal
secara terus-menerus yang terjadi selama 3 bulan atau lebih lama (atau
bersifat menahun) pada individu secara progresif yang ditandai dengan
penurunan GFR yang progresif. Apabila fungsi ginjal turun hingga 25%
normal, akan terjadi kerusakan nefron-nefron pada ginjal yang
mengakibatkan meningkatnya laju infiltrasi, reabsorbsi, dan sekresinya.
Setelah terjadi dalam waktu yang lama, berangsur angsur dapat terjadi
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Etiologi Penyakit Ginjal kronis adalah: Infeksi (Pielonefritis, TBC),
Penyakit imunologis (glumerulonefritis, poliarteritis nodosa), Penyakit
vaskular (aterosklerosis dan hipertensi),
Gangguan tubulus primer (Netrotoksin analgetik logam berat),
Gangguan Metabolik (diabetes melitus, amiloldosis, dan gout), Kelainan
ginjal kongenital, dan Obstruksi saluran kencing/traktus urinarius
(batu ginjal dan konstriksi uretra)
Tingkat destruksi dan keparahan CKD tergantung pada kelainan-
kelainan dan faktor-faktor penyebab. CKD lebih sering terjadi pada laki-
laki, orang Afrika, Amerika asli dan orang Amerika keturunan Asia.
Diabetes melitus, hipertensi dan penuaan (usia di atas 60 tahun)
merupakan penyebab yang utama. Tahap awal CKD cenderung
asimtomatik (1-3), namun sebagian pasien menderita End Stage Renal
Disease (ESRD). Penyebab ESRD yang paling umum adalah DM,
hipertensi, glumerulonefritis kronis dan penyakit polikistik ginjal. Usia di
atas 60 tahun merupakan faktor resiko tertinggi pada penyakit ini.
Pasien dengan ESDR menunjukkan beberapa kelainan hematologi,
seperti anemia, disfungsi leukosit dan trombosit koagulopati. Klasifikasi
tingkatan CKD dan kondisi komorbid terkait disajikan pada tabel 1.

116 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Tabel 1 Klasifikasi Tahap CKD dan Kondisi Komorbid terkait

Penatalaksanaan pasien penyakit ginjal stage 1-3 bisa dengan


perawatan konservatif. Stage 4 perawatan oleh seorang nefrologis sangat
direkomendasikan, dan persiapan terapi untuk penggantian ginjal
mulai dilakukan. Stage 5, atau jika gambaran uremik muncul, atau bila
tejadi overload cairan yang tidak bisa diatasi, maka dilakukan dialysis

Gambaran klinis CKD (Courtesy Matt Hazzard, University of Kentucky)

Modul Semester VII Topik 4 117


Penyakit Kompromis Medis
3. Manajemen eksodonsi pada pasien dengan penyakit ginjal
1. Pasien penyakit ginjal dengan perawatan konservatif
Pasien dengan resiko tinggi (hipertensi, DM dan geriatri) harus
diskrining dari CKD. Apabila terdapat DM, hipertensi, atau factor-faktor
resiko lain, seperti obesitas, merokok, memiliki penyakit kardiovaskular,
atau memiliki anggota keluarga dengan ESRD, atau pasien dengan
gejala penyait ginjal (hematuria, infeksi saluran kemih berulang, atau
edema), harus dionsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam.
Penilaian resiko dimulai dengan mengetahui GFR pasien, stage CKD,
dan luasnya albuminuria. CKD stage 1-3 bisa dilaukan tindakan
pencabutan gigi dengan rawat jalan dengan syarat penyakit terkontrol
dengan baik. Stage 4 harus dikonsulkan dulu pada spesialis penyakit
dalam. Pasien dengan ESRD atau memiliki komorbid lain seperti DM,
hipertensi, SLE, atau jika albuminuria parah, atau terjadi
ketidakseimbangan elektrolit, maka perawatan dental ditunda, sampai
CKD teratasi. Sebelum merencanaan pencabutan gigi pada pasien CKD,
seorang dokter gigi harus mempertimbangkan jenis dan tingkat
disfungsi ginjal dan perawatan medis yang tersedia.
Pasien dengan CKD stage 1-3 atau yang tidak menjalani dialysis
tidak memerlukan tambahan pertimbangan antibiotik, namun saat
pencabutan gigi direncanakan pada pasien CKD di atas stage 3, dokter
gigi harus melakukan perubahan dosis obat yang disesuaikan dengan
fungsi ginjal. Jika terjadi infeksi orofasial, harus dilakukan uji kultur
dan sensitifitas antibiotic yang paling tepat.
Pemeriksaan laboratorium darah harus dilakukan karena potensial
terjadi perdarahan, terutama pemeriksaan jumlah trombosit, PTT, APTT,
BT, Hb, dan hematokrit. Pencabutan bisa dilakukan apabila jumlah
trombosit >50.000 dan hematokrit >25%.
Tekanan darah harus dipantau terus sebelum, selama dan sesudah
pencabutan gigi. Agen anestetikum lokal seperti lidokain, artikain,
mepivakain dan prilokain aman digunakan. Pencabutan gigi harus
dilakukan secara hati-hati menggunakan teknik atraumatik. Pasca
pencabutan perlu dilakukan suturing dan pemberian agen hemostatik
lokal, seperti gelatin spons yang bisa diserap.
Beberapa obat diekskresikan terutama oleh ginjal, dan agen-agen
tertentu bersifat nefrotoksis. Obat-obat yang nefrotoksis seperti NSAID,
asiklovir, tetrasiklin (kecuali doksisiklin), aspirin, aminoglikosid harus
dihindari. NSAID menghambat sintesis prostaglandin, menyebabkan
vasokonstriksi, dan menurunkan perfusi ginjal. Asetaminofen dosis
rendah dan pemberian dalam wakltu singkat lebih aman daripada
NSAID, tetapi dalam dosis tinggi bisa menyebabkan nekrosis tubular

118 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
ginjal. Analgetik alternatif adalah tramadol. Obat-obatan yang
mempengaruhi syaraf pusat (barbiturate, narkotik) harus dihindari.
Antibiotik seperti klindamisin, eritromisin dan metronidazole aman
digunakan. Amoksisilin aman, tetapi perlu penyesuaian dosis pada CKD
yang parah (GFR <50).

2. Pasien penyakit ginjal yang menjalani dialysis


Pasien yang menjalani dialysis mempunyai kecenderungan terjadi
perdarahan akibat dari obat pengencer darah yang diberikan saat
dialysis (warfarin, heparin). Saat yang paling tepat untuk melakukan
tindakan pencabutan gigi adalah 24 jam setelah dialysis dilakukan,
karena efek dari pengencer darah sudah hilang, darah dalam kondisi
bersih, dan pasien sudah tidak lemah.
Dokter gigi harus mengetahui jenis dialisisnya, derajat disfungsi
ginjal, komorbid (anemia, imun, dan hemostasis), Pasien yang menjalani
terapi hemodialisis rentan terhadap infeksi maka diperlukan antibiotic
profilaksis, terutama pasien dengan komorbid DM. Pasien juga rentan
tertular Hepatitis dan HIV.
Dialisis bisa menghilangkan beberapa obat dari sirkulasi darah,
sehingga mempersingkat durasi efek obat tersebut. Kemungkinan obat
akan didialisis dipengaruhi oleh: 1) berat molekul dan ukuran, 2) tingkat
protein binding, 3) volume distribusi obat, 4) endogenous clearance
obat.

3. Pasien penyakit ginjal yang menjalani transplantasi ginjal


Pasien post transplantasi ginjal diterapi dengan imunosupresif
dengan tujuan untuk mencegah graft ditolak, infeksi, dan terjadinya
komplikasi. Obat yang diberikan biasanya dikenal sebagai triple drug
therapy, yang terdiri dari kortikosteroid (prednisoslon), calcineuron
(cyclosporine), dan purin sintesis inhibitor. Terapi imunosupresif
tersebut menyebabkan pasien lebih rentan terhadap infeksi spectrum
luas, sehingga saat akan mencabut gigi memerlukan antibiotic
profilaksis. Selain itu juga harus selalu memeriksa tekanan darahnya
akibat pemberian kortikosteroid dan cyclospirin, karena dapat
meningkatkan tekanan darahnya.

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Little, J.W., Falace, D.A., Miller, C., S., Rhodus, N.L., 2013, Dental
Management of the Medically Compromised Patient, Mosby, an Imprint
of Elsevier Inc

Modul Semester VII Topik 4 119


Penyakit Kompromis Medis
2. Goldsmith D., Jayawardene S., and Ackland P., 2013, ABC of
Kidney disease, 2nd ed., Willey-Blackwell, West Susex, UK
3. Corwin E .J., 2009, Handbook of Pathophysiology: Foundations of
Health & Disease, 3thed., Lippincott Williams & Wilkins

120 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Manajemen Eksodonsi pada pasien
dengan penyakit dan gangguan Endokrin
drg. Bramasto Purbo Sejati, Sp.BMM

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi, diskusi, dan kuis di kelasdengan tatap muka
selama 50 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu :
1. Memahami dan menerangkan kembali persiapan tindakan eksodonsia
pada pasien dengan penyakit dan gangguan endokrin termasuk diabetes
melitus tipe 1 dan 2, gangguan tiroid berupa hipertiroid dan hipotiroid.
2. Memahami dan menerangkan kembali tindakan eksodonsia pada pasien
dengan penyakit dan gangguan endokrin termasuk diabetes melitus tipe
1 dan 2, gangguan tiroid berupa hipertiroid dan hipotiroid.
3. Memahami dan menerangkan kembali resiko, komplikasi dan
penanganannya pada pasien dengan penyakit dan gangguan
endokrintermasuk diabetes melitus tipe 1 dan 2, gangguan tiroid berupa
hipertiroid dan hipotiroid pasca tindakan eksodonsia.

C. Materi
1. Overview
Hasil riskesdas tahun 2018 menyebutkan bahwa penderita diabetes
melitus di Indonesia meningkat dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir, dengan prevalensi 8,9 per 1000 penduduk menderita
diabetes melitus pada tahun 2018. Berdasarkan data tersebut bisa
dipastikan bahwa angka kunjungan pasien ke dokter gigi dengan
gangguan endokrin tentunya akan meningkat. Kunjungan ke dokter
gigi salah satunya adalah untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi.
Penderita diabetes melitus, hipertiroid, hipotiroid harus diidentifikasi
terutama untuk mengatasi perubahan kondisi pada pasien yang
mungkin terjadi.
2. Tatalaksana tindakan pencabutan gigi pada pasien endokrin
Diabetes Melitus
Pre operatif :
a. Anamnesis: pertanyaan yang diajukan dengan kalimat sederhana
dan jelas dengan jawaban pertanyaan ya/tidak, berdiri atau

Modul Semester VII Topik 4 121


Penyakit Kompromis Medis
duduk di depan pasien, tanpa masker, kontak mata, gerak tubuh
pelan. Anamnesis meliputi faktor resiko pasien: tanda cardinal dan
gejala dari diabetes, penyakit maupun kondisi yang menyertai
diabetes seperti: riwayat hiperosmolar nonketotic koma, riwayat
CAD; hipertensi; riwayat stroke, retinopathy, katarak, diabetic
nephropathy, ulceration dan gangrene pada ekstremitas, disfagia,
impotensi.
b. Riwayat hasil cek gula darah : kapan (tanggal), jenis pemeriksaan,
c. Ukur tekanan darah dan skala nyeri.
d. Sebelum tindakan pencabutan gigi :
a. Antibiotics Prophylactic antibiotics tidak dibutuhkan. Antibiotik
dapat diberikan pada pasien yang sangat sulit dikontrol kadar
gulanya, yang membutuhkan tindakan invasive tetapi oral
hygiene buruk dengan kadar gula darah puasa diatas 200
mg/dL.

Durante Operasi
a. Anestesi lokal
b. Jumlah minimal larutan anestesi, konsentrasi epinefrin harus
sangat rendah (1:100.000 atau 1:200.000). Kontrol nyeri yang
baik selama tindakan, tetapi dosis ephinefrin dibatasi maksimal 2
carpule
c. Lakukan tindakan pencabutan gigi secara atraumatik,
penggunaan gelfoam, penekanan pada luka dan lakukan
penjahitan. Persiapkan nonadrenergik agen hemostatik dan
alatnya (elektrokauter).
d. Pantau Tekanan darah dan saturasi oksigen.
e. Diperlukan tindakan penjahitan pasca pencabutan gigi.

Post operasi
a. Perlu perhatian khusus pada interaksi obat-obatan:
b. Beta-blocker drugs (propanolol, bisoprolol)dapat meningkatkan
kondisi hypoglycemia pada pasien yang mengkonsumsi
sulfonylureas.Corticosteroids akan menurunkan
aksisulfonylureas(amaryl/glimepiride).

3. Perhatian Khusus
a. Insulin pump harus digunakan dengan benar dan dipastikan
bekerja dengan baik.
b. Pasien diinstruksikan untuk tetap makan sesuai porsi normal
dan dosis insulin atau obat yang seperti biasa.

122 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
c. Sedia glucometer untuk mengecekan kadar glukosa
d. Emergensi: menginformasikan pada dokter gigi atau paramedis
apabila terjadi reaksi insulin, pre hipoglikemia. Sedia sumber
glukosa (orange juice, soda, permen)
e. Ketika operasi besar diperlukan:
Konsultasi dengan dokter ahli penyakit dalam terkait diet pasien
post operatif serta pada kasus berat yaitu pada pasien dengan
diabetes tidak terkontrol (fasting blood glucose<70 mg/dL or
>200 mg/dL) dengan comorbidities (post-MI, renaldisease, CHF,
symptomatic angina, old age, cardiac
dysrhythmias,cerebrovascular accident)selain blood
pressure>180/110 mm Hg)

Hipertiroid
Pre operatif :
a) Anamnesis: pertanyaan yang diajukan dengan kalimat sederhana dan
jelas dengan jawaban pertanyaan ya/tidak, berdiri atau duduk di
depan pasien, tanpa masker, kontak mata, gerak tubuh pelan.
Anamnesis meliputi faktor resiko pasien: gejala hipertiroid, seperti
mudah lemas, tremor, takikardi, penurunan berat badan, tidak
toleran terhadap suhu udara panas, mudah berkeringat, penampilan
exoptalmus, hipertensi.
b) Riwayat krisis tiroid : kapan (tanggal), keparahan, perawatan yang
diberikan.
c) Ukur tekanan darah dan skala nyeri.
d) Waktu kunjungan lebih baik di pagi hari, dengan kunjungan singkat.
Pasien yang menderita hipertiroid sangat mudah tercetus oleh kondisi
stress.
e) Sebelum tindakan pencabutan gigi :
a) Analgesik aspirin dan NSAIDs dapat meningkatkan jumlah
circulating T4, menyebabkan kontrol tiroid semakin sulit.
b) Antibiotik ciprofloxacin sebaiknya tidak diberikan berbarengan
dengan levothyroxine karena dapat menyebabkan pernurunan
absopsi hormon tiroid.
c) Efek samping dari obat anttiroid (methimazole and
propylthiouracil) antara lain rash, pruritus, demam, and
arthralgias. Agranulocytosis dan hepatitis merupakan komplikasi
yang jarang terjadi tetapi salah satu jenis komplikasi yang serius
dari antithyroid drugs

Modul Semester VII Topik 4 123


Penyakit Kompromis Medis
Durante Operasi
a. Anestesi lokal
b. Jumlah minimal larutan anestesi, konsentrasi epinefrin harus
sangat rendah (1:100.000 atau 1:200.000). Kontrol nyeri yang
baik selama tindakan, tetapi dosis ephinefrin dibatasi maksimal 2
carpule.
c. Lakukan tindakan pencabutan gigi secara atraumatik,
penggunaan gelfoam, penekanan pada luka dan lakukan
penjahitan. Persiapkan nonadrenergik agen hemostatik dan
alatnya (elektrokauter).
d. Pantau Tekanan darah dan saturasi oksigen. Pnatu keadaanyang
mengarah ke aritmia atau CHF.
e. Diperlukan tindakan penjahitan pasca pencabutan gigi.

Post operasi
a. Perdarahan masif dapat terjadi pada pasien dengan
trombositopenia tidak terkontrol, permasalahannya jarang
trombositopenia terdeteksi.
b. Penggunaan epinefrin dan (gingival retraction cords atau untuk
kontrolbleeding) harus dihindari pada pasien dengan hipertiroid
tidak terkontrol.Pasien Emergensi dengan pengobatan antitiroid
antara lain dapat berupa demam, nyeri tenggorokan, atau oral
ulcer harus segera dibawa ke IGD (kemungkinan agranulocytosis).
Pasien dengan jaundice dan abdominal pain (kemungkinan
hepatitis) harus segera dibawa ke IGD.
c. Krisis tiroid dapat terjadi di klinik gigi: sedia peralatan emergensi,
vital sign pasien harus dimonitor, dapat diaplikasijan ice pack,
injeksi 100 to300 mg of hydrocortisone, IV glucose solution;
pemberian propylthiouracil(PTU) dan segera pindahkan pasien ke
IGD terdekat.
d. Krisis tiroid dapat dicetus oleh infeksi maupun tindakan
pembedahan

Hipotiroid
Pre operatif :
a) Anamnesis: pertanyaan yang diajukan dengan kalimat sederhana
dan jelas dengan jawaban pertanyaan ya/tidak, berdiri atau
duduk di depan pasien, tanpa masker, kontak mata, gerak tubuh
pelan. Anamnesis meliputi faktor resiko pasien: riwayat hipotensi,
bradikardi, penambahan berat badan, puffy face-hand-eyes, tidak
toleran dengan suhu dingin, nyeri sendi, sering keram. Kongenital

124 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
hipotiroid mempunyai ciri delay erupsi gigi, maloklusi, enlarged
tongue, dan skeletal retardation
b) Riwayat myxoedema koma yang muncul : kapan (tanggal),
keparahan, perawatan yang diberikan.
c) Ukur tekanan darah dan skala nyeri.
d) Waktu kunjungan lebih baik di pagi hari, dengan kunjungan
singkat. Pasien yang menderita hipertiroid sangat mudah tercetus
oleh kondisi stress.
e) Sebelum tindakan pencabutan gigi :
a) Analgesik hindari CNS depressants seperti
narcotics,barbiturates, dan sedatives
b) Antibiotics dapat diberikan pada pasien dengan poorly
hipotiroid terutama pada kasus yang membutuhkan incisi dan
drainase.

Durante Operasi
a) Anestesi lokal
b) Jumlah minimal larutan anestesi, konsentrasi epinefrin harus
sangat rendah (1:100.000 atau 1:200.000). Kontrol nyeri yang
baik selama tindakan, tetapi dosis ephinefrin dibatasi maksimal 2
carpule
c) Lakukan tindakan pencabutan gigi secara atraumatik,
penggunaan gelfoam, penekanan pada luka dan lakukan
penjahitan. Persiapkan nonadrenergik agen hemostatik dan
alatnya (elektrokauter).
d) Pantau Tekanan darah dan saturasi oksigen.
e) Diperlukan tindakan penjahitan pasca pencabutan gigi.

Perhatian khusus
a) Analgesik hindari CNS depressants seperti narcotics,barbiturates,
dan sedatives
b) Antibiotics dapat diberikan pada pasien dengan poorly hipotiroid
terutama pada kasus yang membutuhkan incisi dan drainase
c) Phenytoin, phenobarbital, carbamazepine, danrifampin sebaiknya
dipertimbangkan penggunaannya karena dapat meningkatkan
metabolism obat thyroid replacement drugs.
d) Ferrous sulfate, calcium carbonate, dan aluminum hydroxide
dapat mempengaruhi absorpsi thyroxine (dosis thyroxineharus
dibagi menjadi per 4 jam atau lebih).
e) Emergencies

Modul Semester VII Topik 4 125


Penyakit Kompromis Medis
Myxedema koma: sedia peralatan emergensi, vital sign pasien
harus dimonitor. Tutupi tubuh pasien untuk menjaga suhu tubuh
tetap hangat ; injeksi 100 to 300 mg of hydrocortisone,thyroxine
(1.8 μg/kg daily with a 500-μgloading dose), IV saline, dan
glucose;dan segera pindahkan pasien ke IGD terdekat.

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Little, J.W., Falace, D.A., Miller, C., S., Rhodus, N.L., 2018, Dental
Management of the Medically Compromised Patient, Mosby, an Imprint
of Elsevier Inc

126 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Manajemen Eksodonsi pada pasien
dengan penyakit Hepatogastrointestinal
drg. Pingky Krisna Arindra, Sp.BMM

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi manajemen eksodonsi pada pasien dengan
kompromis medis dengan penyakit hepatogastrointetinal meliputi penyakit
Hepatitis, Liver Disease, Sirosis, Ulkus intestinal, dan gastritis dengan
metode presentasi dilanjutkan dengan diskusi, dan kuis di kelasselama50
menit.

B. LuaranPembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu :
1. Memahami dan menerangkan kembali persiapan tindakan eksodonsia
pada pasien dengan penyakit hepatogastrointestinal.
2. Memahami dan menerangkan kembali tindakan eksodonsia pada pasien
dengan penyakit penyakit hepatogastrointestinal.
3. Memahami dan menerangkan kembali resiko, komplikasi dan
penanganannya pada pasien dengan penyakit penyakit
hepatogastrointestinal pasca tindakan eksodonsia.

C. Materi-Hepar
1. Overview
Pasien dengan riwayat penyakit viral hepatitis biasanya sebagai
pembawa penyakit asimptomatik dan dapat menularkan secara tidak
diketahui ke petugas kesehatan atau pasien lainnya. Kontrol infeksi
yang ketat dan resiko perdarahan yang memanjang patut
diperhatikan. Selain itu beberapa obat dimetabolisme di hati
termasuk analgesic dan obat lokal anestesi.
2. Tatalaksana tindakan pencabutan gigi pada pasien dengan
penyakit hepar
Pre operatif : Evaluasi pasien dan asesmen resiko :
a. Evaluasi riwayat kesehatan dan diskusikan tentang riwayat
penyakit yang diderita atau pernah diderita oleh pasien
b. Identifikasi obat-obatan yang diminum atau obat yang akan
dikonsumsi oleh pasien
c. Pemeriksaan tanda dan gejala penyakit yang dideritan pasien.
d. Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan ro foto

Modul Semester VII Topik 4 127


Penyakit Kompromis Medis
e. Riwayat perdarahan : apakah mampu menjendal dengan normal?
f. Ukur tekanan darah dan skala nyeri.
g. Perlu konsultasi dengan sejawat dokter Spesialis Penyakit Dalam
jika pasien tidak terkontrol dengan baik atau belum terdiagnosis
sebelumnya
h. Managemen kecemasan perlu dilakukan tetapi hindari penggunaan
obat benzodiazepam.
i. Universal precaution ketat.

Durante Operasi
a. Anestesi lokal : Anestesi lokal dengan dosis yang lebih tinggi
diperlukan terutama pada pasien dengan alkoholik liver disease.
Perlu diketahui fungsi liver saat ini dengan test laboratorium.
Pasien harus dimonitor secara ketat terkait pemberian anestesi
lokal ini.
b. Lakukan tindakan pencabutan gigi secara atraumatik,
penggunaan gelfoam, penekanan pada luka.
c. Pantau Tekanan darah dan saturasi oksigen.
d. Jika diperlukan lakukan tindakan penjahitan pasca pencabutan
gigi.

Post operasi
a. Pemberian antibiotik: hindari metronidazole dan vankomisin.
b. Pemberian Analgesik: hindari penggunana Asam Asetilsalisilat dan
Paracetamol
c. Tata laksanan kegawatdaruratan : terutama pada pasien dengan
penyakti hati yang parah lakukan perawatan di Rumah Sakit
dengan konsultasi medis dari sejarat Penyakit Dalam.

Perhatian khusus
a. Resiko perdarahan penurunan metabolisme obat.
b. Kontrol post operasi untuk memastikan ada tidaknya komplikasi
post operasi.

Materi-Gastrointestinal
1. Overview
Pasien dengan penyakit lambung dan usus perlu diperhatikan
pemberian obat pasca tindakan pencabutan gigi. Beberapa obat akan
langsung mengiritasi saluran cerna yang akan menyebabkan nyeri
lambung dan colitis.

128 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
2. Tatalaksana tindakan pencabutan gigi pada pasien
gastrointestinal
Pre operatif- Evaluasi pasien dan asesmen resiko:
a. Evaluasi riwayat kesehatan dan diskusikan tentang riwayat
penyakit yang diderita atau pernah diderita oleh pasien
b. Identifikasi obat-obatan yang diminum atau obat yang akan
dikonsumsi oleh pasien
c. Pemeriksaan tanda dan gejala penyakit yang dideritan pasien.
d. Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan ro foto
e. Ukur tekanan darah dan skala nyeri.
f. Perlu konsultasi dengan sejawat dokter Spesialis Penyakit Dalam
jika pasien tidak terkontrol dengan baik atau belum terdiagnosis
sebelumnya
g. Managemen kecemasan dilakukan dengan pemberian sedasi
intraoperative yang bisa diberikan melalui rute per oral, inhalasi
atau intravena
3. Durante Operasi
a. Anestesi lokal : tidak ada permasalahan pengguanaan lokal
anestesi pada pasien dengan penyakit gastrointestinal
b. Lakukan tindakan pencabutan gigi secara atraumatic.
c. Lakukan pencabutan gigi dengan posisi kursi gigi yang nyaman
bagi pasien terkait penyakit gastrointestinal yang diderita.
4. Post operasi
a. Pemberian antibiotik: harus hati-hati dalam meresepkan antibiotik
dikarenakan peningkatan resiko intestinal flareup pada pasien
dengan penyakit inflamasi bowel. Hindari penggunaan antibiotic
jangka Panjang untuk meminimalkan pseudomembaran colitis.
Monitor tanda dan gejala diare dan nyeri lambung.
b. Pemberian Analgesik: hindari pemberian aspirin dan NSAID pada
pasien dengan riwayat ulkus peptikum atau inflammatory bowel
disease. Gunakan Paracetamol atau Celecoxib (selectinve inhibitor
Cox-2) dengan kombinasi obat proton pump inhibitor atau
misoprostol.
5. Perhatian khusus
a. Penggunaan obat PPI (Proton Pump Inhibitor) dapat mengurangi
absorpsi obat dan obat anti jamur.
b. Kunjungan dental yang singkat
c. Pasien dengan usia 65 tahun ke atas dengan riwayat pengobatan
NSAIDs, kortikosteroid, antikoagulan, dan biphosphonat.
d. Pasien dengan ulcerative colitis beresiko tinggi terhadap penyakit
kanker usus.

Modul Semester VII Topik 4 129


Penyakit Kompromis Medis
E. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN
Little, J.W., Falace, D.A., Miller, C., S., Rhodus, N.L., 2013, Dental
Management of the Medically Compromised Patient, Mosby, an Imprint
of Elsevier Inc

130 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Manajemen Eksodonsia pada pasien
wanita hamil dan menyusui
drg. Erdananda Haryosuwandito

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi, diskusi, dan kuis di kelasdengan tatap muka
selama50 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu :
1. Memahami dan menerangkan kembali persiapan tindakan eksodonsia
pada pasien hamil dan menyusui.
2. Memahami dan menerangkan kembali tindakan eksodonsia pada pasien
pasien hamil dan menyusui.
3. Memahami dan menerangkan kembali resiko, komplikasi dan
penanganannya pada pasien pasien hamil dan menyusui pasca tindakan
eksodonsia.

C. Materi
i. Overview
Manajemen dental pada pasien hamil dan menyusui membutuhkan
perhatian khusus.Dimana pada pasien hamil perlu diperhatikan
pemilihan obat, jenis tindakan dental dan waktu dilakukan tindakan
harus diperhatikan dengan seksama. Pasien menyusi diperlukan
perhatian pemilihan obat yang diberikan agar aman bagi anak .Salah
satu tindakan dental yang perlu diwaspadai selama kehamilan adalah
tindakan bedah.

ii. Tatalaksana tindakan pencabutan gigi pada pasien hamil


Pre operatif :
a. Anamnesis: pertanyaan yang diajukan dengan kalimat sederhana
dan jelas dengan jawaban pertanyaan ya/tidak, berdiri atau
duduk di depan pasien, tanpa masker, kontak mata, gerak tubuh
pelan. Anamnesis meliputi faktor resiko pasien: riwayat hamil
,anak keberapa,hipertensi, penyakit jantung, transient vascular
accident, diabetes, dyslipidemia, koronari atheromatosis, riwayat
merokok, usia.
b. Riwayat Hamil: Trimester keberapa, Hamil keberapa.
c. Ukur tekanan darah dan skala nyeri.

Modul Semester VII Topik 4 131


Penyakit Kompromis Medis
d. Perawatan disarankan atas persetujuan dari TS Obsgyn
e. Waktu kunjungan lebih baik di pagi hari, dengan kunjungan
singkat.

Durante Operasi
a. Anestesi local
b. Kontrol nyeri yang baik selama tindakan
c. Lakukan tindakan pencabutan gigi
d. Pantau Tekanan darah dan saturasi oksigen.

Post operasi
a. Pemberian antibiotik: sesuai yang disarankan oleh FDA
b. Pemberian Analgesik: sesuai yang disarankan oleh FDA

Tatalaksana tindakan pencabutan gigi pada pasien menyusui


Pre operatif :
a. Anamnesis: pertanyaan yang diajukan dengan kalimat sederhana
dan jelas dengan jawaban pertanyaan ya/tidak, berdiri atau
duduk di depan pasien, tanpa masker, kontak mata, gerak tubuh
pelan. Anamnesis meliputi faktor resiko pasien: riwayat hamil,
anak keberapa,hipertensi, penyakit jantung, transient vascular
accident, diabetes, dyslipidemia, koronari atheromatosis, riwayat
merokok, usia.
b. Riwayat Hamil: Anak keberapa, kondisi anak apakah terdapat
kelainan.
c. Ukur tekanan darah dan skala nyeri.

Durante Operasi
a. Anestesi local
b. Kontrol nyeri yang baik selama tindakan
c. Lakukan tindakan pencabutan gigi

Post operasi
a. Pemberian antibiotik: sesuai yang disarankan oleh FDA
b. Pemberian Analgesik: sesuai yang disarankan oleh FDA

Perhatian khusus
a. Pasien-pasien hamil harus diingat bahwa segala tindakan dan
obat yang kita berikan dapat mempengaruhu dari perkembangan
janin

132 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
b. Waktu tindakan dan pemberian obat (Pemilihan Trimester) juga
sangat mempengaruhi dari perkembangan janin, Trimester yang
disarankan untuk tindakan dental adalah trimester 2
c. Pemberian obat pada pasien menyusui disarankan sesuai
rekomendasi FDA agar aman untuk bayi yang disusui

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Little, J.W., Falace, D.A., Miller, C., S., Rhodus, N.L., 2013, Dental
Management of the Medically Compromised Patient, Mosby, an
Imprint of Elsevier Inc

Modul Semester VII Topik 4 133


Penyakit Kompromis Medis
Manajemen Eksodonsi pada pasien
dengan penyakit Neuromuskuler
drg. Pingky Krisna Arindra, Sp.BMM

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi manajemen eksodonsia pada pasien dengan
kompromis medis neuromuskuler meliputi penyakit stroke, epilepsi,
Parkinson, dan penyakit laiannya dengan metode dilanjutkan dengan
diskusi, dan kuis di kelasselama50 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu :
1. Memahami dan menerangkan kembali persiapan tindakan eksodonsia
pada pasien dengan penyakit dan gangguan neurologis.
2. Memahami dan menerangkan kembali tindakan eksodonsia pada pasien
dengan penyakit dan gangguan neuromuskuler.
3. Memahami dan menerangkan kembali resiko, komplikasi dan
penanganannya pada pasien dengan penyakit dan gangguan neurologis
pasca tindakan eksodonsia.

C. Materi-Stroke
1. Overview
Penderita stroke mempunyai faktor predisposisi seperti hipertensi
dan diabetes, yang harus diidentifikasi terutama untuk mengatasi
perubahan kondisi pada pasien yang mungkin terjadi. Diperhatikan
konsumsi obat antikoagulan dan atau antiplatelet sebelum tindakan
pencabutan gigi.
2. Tatalaksana tindakan pencabutan gigi pada pasien stroke
Pre operatif :
a. Anamnesis: pertanyaan yang diajukan dengan kalimat sederhana
dan jelas dengan jawaban pertanyaan ya/tidak, berdiri atau
duduk di depan pasien, tanpa masker, kontak mata, gerak tubuh
pelan. Anamnesis meliputi faktor resiko pasien: riwayat
hipertensi, penyakit jantung, transient vascular accident,
diabetes, dyslipidemia, koronari atheromatosis, riwayat merokok,
usia.
b. Riwayat post stroke yang muncul : kapan (tanggal), keparahan,
perawatan yang diberikan.
c. Ukur tekanan darah dan skala nyeri.

134 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
d. Perawatan emergency post stroke diperbolehkan 6 bulan pasca
stroke, dilakukan secara hati-hati, sesuai saran spesialis saraf
e. Waktu kunjungan lebih baik di pagi hari, dengan kunjungan
singkat. Pasien yang menderita disabilitas pasca stroke
mempunyai resiko jatuh- harus dipandu dan dibantu

Sebelum tindakan pencabutan gigi :


a. Antikoagulan akan menyebabkan perdarahan, untuk itu
antikoagulan seperti: heparin harus dihentikan sekurang-
kurangnya 6-12 hari sebelum perawatan. Enam jam setelah
perdarahan, dan terbentuk jendalan darah, heparin sistemik bisa
dilanjutkan.
b. Antikoagulan lainnya harus dihentikan beberapa jam atau hari
sebeling tindakan pencabutan, dengan menilai International
Cloting Rate (ICR) dan keputusan tergantung spesialis saraf.

Durante Operasi
a. Anestesi lokal
b. Jumlah minimal larutan anestesi, konsentrasi epinefrin harus
sangat rendah (1:100.000 atau 1:200.000). Kontrol nyeri yang
baik selama tindakan, tetapi dosis ephinefrin dibatasi maksimal 2
carpule
c. Lakukan tindakan pencabutan gigi secara atraumatik,
penggunaan gelfoam, penekanan pada luka dan lakukan
penjahitan. Persiapkan nonadrenergik agen hemostatik dan
alatnya (elektrokauter).
d. Pantau Tekanan darah dan saturasi oksigen.
e. Diperlukan tindakan penjahitan pasca pencabutan gigi.

Post operasi
a. Pemberian antibiotik: hindari metronidazole dan tetrasiklin
karena akan mempengaruhi jendalan darah menurunkan
metabolism warfarin sehingga dapat meningkatkan INR
b. Pemberian Analgesik: Disarankan menggunakan paracetamol,
hindari penggunana Asam Asetilsalisilat dan NSAIDs lainnya
karena resiko meningkatkan perdarahan
c. Tata laksanan kegawatdaruratan :
d. Jika pasien menunjukkan gejala stroke : Beri terapi oksigen
segera dan kirim ke Rumah Sakit terdekat

Modul Semester VII Topik 4 135


Penyakit Kompromis Medis
Perhatian khusus
a. Pasien2 stroke yang pengobatan antikoagulan dan atau
antiplatelet (Apirin, clopidrogel, abciximab, atau ticlopidine) akan
meningkatkan resiko perdarahan
b. Pasien dengan pengobatan Coumarin (warfarin): nilai INR yang
direkomendasikan adalah dibawah 3,5.
c. Pasien dengan pengobatan Heparin : dihentikan penggunaan
heparin 6-12 jam sebelum tindakan, dan dilanjutkan pengguaan
antikogulan lain (warfarin) dengan persetujuan dokter. Lanjutkan
heparin setelah jendalan darah terbentuk (6 jam kemudian)

Materi-Epilepsi
Overview
Pasien dengan penyakit epilepsy mungkin akan mengalami episode
kejang tonik-klonik pada saat berada di kursi gigi. Perlu managemen
perioperative yang baik dalam melakukan tindakan pada pasien
dengan penyakit epilepsy.

Tatalaksana tindakan pencabutan gigi pada pasien epilepsi


Pre operatif :
a. Anamnesis:dokter gigi melakukan pendekatan yang baik kepada
pasien untuk mengurangi rasa takut atau stres. Stres merupakan
salah satu faktor pencetus terpenting yang dapat menyebabkan
bangkitan epilepsi. Stres harus diminimalkan sebelum memulai
perawatan. Hal ini dapat dilakukan dengan tehnik komunikasi verbal
dan non verbal yang baik.
b. Riwayat kejang yang muncul: kapan (tanggal), keparahan, perawatan
yang diberikan, tipe kejang (seizure) yang dialami, frekuensi
kejangdan penyebab timbulnya kejang.
c. Usia pada saat menderita epilepsy, pengobatan yang diberikan, rutin
kontrol ke neurologis.
d. Pasien dengan epilepsy yang terkontrol baik maka tindakan
pencabutan gigi bisa dilakukan. Pasien yang tidak terkontrol dengan
baik maka perlu konsultasi ke neurologis untuk perawatan lebih
lanjut.

Durante Operasi
a. Anestesi lokal :
1. Anestesi lokal dengan dosis terapetik aman untuk diberikan pada
pasien epilepsy, tidak terdapat interaksi dengan obat antiepilepsi.
Anestesi lokal diindikasikan pada pasien epilepsy yang terkontrol

136 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
dengan baik. Pasien yang tidak terkontrol dengan baik maka
disarankan dengan general anestesia. Anestesi lokal lebih
disarankan untuk penderita epilepsy dikarenakan dengan general
anestesi otak pasien dapat menderita anoksia sementara yang
dapat memicu kejang.
2. Pemberian sedasi sadar dengan menggunakan N2O disarankan
untuk mengontrol kejang pada saat pasien dilakukan tindakan di
kursi gigi. Jika terjadi kejang maka perawatan dihentikan.
b. Lakukan tindakan pencabutan gigi secara atraumatic.
c. Gunakan mouthprop yang bisa dengan mudah ditarik keluar.
d. Jika pasien menderita kejang pada saat tindakan :
1. Hentikan perawatan, tampon dan segala alat harus
dikeluarkan dari rongga mulut.
2. Posisikan pasien dengan posisi supine dan jauhkan dari
alat-alat yang digunakan; tahan kaki dan tangan pasien
untuk menghindari cedera pada pasien. Cari bantuan.
3. Longgarkan pakaian yang ketat.
4. Pastikan jalan nafas aman dari obstruksi benda asing.
5. Tindakan dihentikan dan ditunda sampai pasien merasa
lebih baik.

Post operasi
1. Pemberian antibiotik: hindari pemberian eritromisin pada pasien
dengan pengobatan carbamazepine, karena dapat mengganggu
metabolisme carbamazepin sehingga meningkatkan resiko toksik.
2. Pemberian Analgesik: hindari pemberian aspirin dan NSAID pada
pasien yang mengkonsumsi asam valproic dikarenakan akan
menurunkan agregasi platelet sehingga meningkatkan resiko
perdarahan. Pemberian analgetik yang baik terutama paracetamol.

Perhatian khusus
1. Pada kasus kegawatdaruratan akibat kejang; pastikan tanda vital,
pemberian obat, dan respon pasien termonitor dengan baik
2. Dukungan respirasi yang adekuat dikarenakan kejang dapat memicu
henti nafas
3. Rujuk pasien ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang lebih memadai
terutama jika kejang tidak tertangani dengan baik.

Modul Semester VII Topik 4 137


Penyakit Kompromis Medis
D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN
1. Little, J.W., Falace, D.A., Miller, C., S., Rhodus, N.L., 2013, Dental
Management of the Medically Compromised Patient, Mosby, an Imprint
of Elsevier Inc
2. Bodnar, D.C., Varlan, C.M., Varlan, V., Vaideanu, T., Popa, M.B.,
2008, Dental management in stroke patient, TMJ, Vol 58:3-4
3. Elad, S., Zadik, Y., Kaufman, E., Leker, R., Finter, O., Findler, M.,
2010, A new management approach for dental treatment after a
cerebrovascular event: a comparative study, Oral Surg Oral Med Oral
Pathol Oral Radiol Endod, 110:145-150
4. Mehmet, Y., Senem, O, Sulun, T, Humeyra K., 2012, Management of
epileptic patient in Dentistry, Surgical Science, 3:47-52
5. Fitriana, R., 2018, Epilepsi, http://yankes.kemkes.go.id/read-
epilepsi-4812.html

138 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Manajemen Eksodonsi pada pasien
dengan penyakit Imunodefisiensi
drg. Bambang Dwirahardjo, Sp.BM (K)

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi dan diskusi di kelas dengan tatap muka selama 50
menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu :
1. Memahami dan menerangkan kembali persiapan tindakan eksodonsia
pada pasien dengan penyakit imunodefisiensi.
2. Memahami dan menerangkan kembali tindakan eksodonsia pada pasien
dengan penyakit imunodefisiensi.
3. Memahami dan menerangkan kembali resiko, komplikasi dan
penanganannya pada pasien dengan penyakit imunodefisiensi dan pasca
tindakan eksodonsia.

C. Materi
1. Overview
Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan
tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem
imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya sebagai
bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad,
parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokan organ dan
jaringan. Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen.
Antigen adalah molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas
permukaan sel (seperti bakteri, virus, atau sel kanker). Beberapa
antigen ada pada jaringan sendiri tetapi biasanya, sistem imunitas
bereaksi hanya terhadap antigen dari bahan asing atau berbahaya, tidak
terhadap antigen sendiri.
Sistem munitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan
tubuh sendiri sebagai antigen asing dan menghasilkan antibodi (disebut
autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang jaringan
tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut
menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin
merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang menghasilkan
jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun

Modul Semester VII Topik 4 139


Penyakit Kompromis Medis
tidak terjadi. Ada beberapa penyakit autoimun yang ada hubungannya
dengan gigi dan mulut. Salah satunya adalah AIDS, dimana ia
merupakan penyakit autoimun yang berbahaya.
HIV (human immunodeficiency virus ) adalah sebuah retrovirus yang
menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh manusia terutama CD4+ T cell
dan macrophage, komponen vital dari sistem sistem kekebalan tubuh
tuan rumah " dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka,
sehinggadari waktu ke waktu jumlahnya akan menurun, demikian juga
fungsinya akan semakin menurun. Th mempunyai peranan sentral dalam
mengatur sistemimunitas tubuh. Bila teraktivasi oleh antigen, Th akan
merangsang baik responimun seluler maupun respon imun humoral, sehingga
seluruh sistem imun akan terpengaruh. Namun yang terutama sekali mengalami
kerusakan adalah sistemimun seluler. Jadi akibat HIV akan terjadi gangguan
jumlah maupun fungsi Th yang menyebabkan hampir keseluruhan respon
imunitas tubuh tidak berlangsung normal (Prince,2006).
Manifestasi di mulut seringkali merupakan tanda awal infesi HIV meliputi,
Infeksi karena jamur (Oral Candidiasis) , infeksi Virus dan Infeksi Bakteri.
Kandiasis mulut sejauh ini merupakan tanda di dalam mulut yang paling sering
dijumpai baik pada penderita AIDS dan merupakan tanda dari manifestasi klinis
pada penderita kelompok resiko tinggi pada lebih59% kasus. Kandidiasis mulut
atau faring adalah infeksi jamur tersering yang dijumpai sebagai manifestasi awal
oleh HIV. Kebanyakan pasien juga didapatkan kandidiasis di esophagus.
Mekanisme utama infeksi HIV dimulai setelah virus masuk ke dalam
tubuh pejamu. Setelah masuk ke dalam tubuh pejamu, HIV terutama
akan menginfeksi CD4 limfosit, juga menginfeksi makrofag, sel
dendritik, serta sel mikroglia. Selubung protein yaitu gp120
memanfaatkan antigen CD4 sebagai reseptor untuk perlekatan awal.
Kemudian terjadi perubahan bentuk dimana gp120 membutuhkan
koreseptor (biasanya ko-reseptor chemokine CCR5), sehingga
memungkinkan selubung protein kedua yaitu gp41 untuk berinteraksi
dengan membran sel pejamu dan memungkinkan HIV masuk ke dalam
sel.
RNA dari HIV kemudian akan membentuk DNA serat ganda oleh
enzim reverse transcriptase. Setelah DNA virus yang dibentuk masuk ke
dalam inti selpejamu dan berintegrasi dengan DNA dari sel pejamu
akan ikut mengalami replikasi pada setiap terjadi proliferasi sel. Setiap
hasil replikasi DNA ini selanjutnya akan menghasilkan virus baru.
Kemudian virus baru ini akan berkembang di dalam membran sel.
(Sasongko, 1996)

140 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
2. Macam Penyakit Autoimun Pada Gigi dan Mulut
Sindrom Sjogren
Atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit
autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan
biasanya memberikan gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata
akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan lakrimalis. 20-30 %
pasien sindrom sjogren primer mengalami pembesaran kelenjar parotis
atau submandibularis yang tidak nyeri.Pembesaran kelenjar ini dapat
bertransformasi menjadi limfoma. (Alimudiamis, 2009)

Pemphigoid
Merupakan penyakit vesikulobulus autoimun yang jarang terjadi,
dan dapat menyerang kulit dan mukosa mulut. Kondisi ini ditandai
dengan pembentukan bulla sub epitalial. Gambaran oral sangat
bervariasi tetapi kadang-kadang terlihat sebagai daerah-daerah ulserasi
mukosa atau gingivitis deskuamatif.

Pemphigus
Merupakan sekumpulan kelainan vesikulobulous yang ditandai oleh
serangan pada kulit, mulut, serta daerah membran mukosa lainnya.
Gambaran klinis pemphigus tidak spesifik dengan daerah yang
mengalami erosi pada mukosa mana saja. Pemphigus biasannya
penyakit orang tua dan wanita lebih banyak terserang dibandingkan
pria.

Anemia Pernisiosa
Penyakit autoimun ini biasannya terjadi pada wanita tua dan
setengan baya. Pasien tidak mempunyai keluhan spesifik pada saluran
pencernaan tetapi akan mengalami simptom-simptom sebagai akibat
kekurangan vitamin B12. Gambaran oral memperlihatkan adanya
glositis, keilitis, angularitis, sindrom rasa terbakar pada mulut atau
ulserasi oral yang berulang.(Sudoyo, 2006)

Lichen Planus
Lichen Planus adalah suatu penyakit kulit biasa yang seringkali
mempunyai manifestasi mukosa.Etiologi dan patogenesisnya tidak
dketahui , meskipun bukti menunjukkan bahwa lichen planus adalah
kelainan imunologik, kemungkinan suatu penyakit autoimu, dimana
limfosit T merusak lapisan sel basal dari epitel yang terkena.
Lesi-lesi kulit dari lichen planus pada awalnya terdiri atas papula-
papula kecil, puncaknya rata, merah dengan tengahnya berlekuk.

Modul Semester VII Topik 4 141


Penyakit Kompromis Medis
Papula sedikit demi sedikit mendapat warna ungu dan licheniikasi
permukaan terdiri atas striae putih kecil. Lesi – lesi oral dari
lichenplanus dapat mempunyai 1 dari 4 gambaran : atrofik, erosif,
menyebar (retikuler) atau mirip plak. (Sudoyo, 2006)

3. Tatalaksana tindakan pencabutan gigi pada pasien dengan penyakit


imunodefisiensi
Pre operatif :
1. Anamnesis: pertanyaan yang diajukan dengan kalimat sederhana
dan jelas dengan jawaban pertanyaan ya/tidak, berdiri atau duduk
di depan pasien, tanpa masker, kontak mata, gerak tubuh pelan.
Anamnesis meliputi pertanyaan tentang kapan pasien menderita
penyakit imunodefisiensi (HIV / lupus). Dan menanyakan hasil lab
CD4 untuk HIV.
2. Ukur tekanan darah dan skala nyeri.
3. Sebelum tindakan pencabutan gigi : Persiapan operator memakai
sarung tangan, masker, kacamata, untuk melindungi terjadinya
penularan HIV dan alat-alat diagnostic steril.

Durante Operasi
a. Anestesi lokal
1. Lakukan tindakan pencabutan gigi secara atraumatik,
penggunaan gelfoam, penekanan pada luka dan lakukan
penjahitan. Persiapkan nonadrenergik agen hemostatik dan
alatnya (elektrokauter).
2. Pantau Tekanan darah.

Post operasi
1. Pemberian antibiotic yang adekwat dan roburansia.
2. Pemberian Analgesik bisa golongan NSID dan anti inflamasi

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Mariam, Siti. 2010. Laboratorium HIV. Universitas Indonesia
2. Price, Richard. 2006. The Cellular Basis Of Central Nervous System
HIV-1 Infection and The AIDS Dementia Complex. New York : The
Haworth Medical Press
3. Puspita, Meny. 2012. Oral Medicine Macam-macam Jenis Lesi
&Penyakit Rongga Mulut. Universitas Padjajaran
4. Trijatmo R, dkk.1992.Sindrome AIDS Penanggulangan
Penyebarannya dalam praktek dokter gigi. Jakarta: EGC,:1-54

142 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Manajemen Eksodonsi pada pasien dengan gangguan
perdarahan
drg. Adyaputra Indra Pradana.

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi, diskusi, dan kuis di kelasdengan tatap muka
selama50 menit.

B. LuaranPembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu :
1. Memahami dan menerangkan kembali persiapan tindakan eksodonsia
pada pasien dengan gangguan perdarahan.
2. Memahami dan menerangkan kembali tindakan eksodonsia pada pasien
dengan gangguan perdarahan.
3. Memahami dan menerangkan kembali resiko, komplikasi dan
penanganannya pada pasien dengan gangguan perdarahan pasca
tindakan eksodonsia.

C. Materi
1. Pendahuluan
Gangguan perdarahan (bleeding disorder) merupakan keadaan
perdarahan yang disebabkan oleh kemampuan pembuluh darah,
platelet, dan faktor koagulasi pada sistem hemostatis. Gangguan
perdarahan dapat bersifat genetik maupun dapatan (acquired). Pada
kelainan dapatan terjadi oleh karena adanya penyakit-penyakit yang
mengganggu integritas dinding pembuluh darah, platelet, faktor
koagulasi, obat-obatan, radiasi, atau kemoterapi saat perawatan
kanker. Beberapa prosedur di dalam perawatan gigi dan mulut dapat
menyebabkan perdarahan. Dalam keadaan normal tindakan ini tidak
menyebabkan gangguan, namun pada pasien dengan gangguan
pembekuan darah tindakan perawatan gigi dan mulut dapat
menyebabkan keadaan pasien menjadi lebih parah. Pemeriksaan
awal yang meliputi pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan
fisik, skrining laboratoris, dan melakukan observasi setelah
dilakukan tindakan bedah merupakan hal-hal yang harus
diperhatikan saat melakukan perawatan gigi. Dokter gigi sebaiknya
mengetahui faktor-faktor dan proses yang terjadi pada pembekuan
darah sehingga tindakan yang akan dilakukan tidak menjadi
penyebab terjadinya keadaan yang fatal. (Patton, 2003; Little et al
2013)

Modul Semester VII Topik 4 143


Penyakit Kompromis Medis
2. Definisi gangguan perdarahan
Gangguan perdarahan merupakan keadaan perdarahan yang
disebabkan oleh kemampuan pembuluh darah, platelet, dan faktor
koagulasi pada sistem hemostatis. Gangguan perdarahan dapat
bersifat genetik maupun dapatan. Pada kelainan dapatan terjadi oleh
karena adanya penyakit-penyakit yang mengganggu integritas
dinding pembuluh darah, platelet, faktor koagulasi, obat-obatan,
radiasi, atau kemoterapi saat perawatan kanker. Faktor iatrogenik
juga dapat menjadi penyebab terjadinya gangguan pembekuan
darah. Pasien-pasien yang menggunakan coumadin/heparin untuk
pencegahan terjadinya trombosis yang berulang memiliki potensi
mengalami gangguan pembekuan darah. Pasien dengan kelainan
jantung yang menggunakan aspirin juga memiliki potensi untuk
terjadinya gangguan perdarahan. (Patton, 2003; Little et al 2013)
Penyakit gangguan perdarahan dapatan yang sangat sering
adalah von Willebrand’s disease (vWD) dan Hemofilia A (defisiensi
faktor VIII). Hemofilia B (Christmas disease) merupakan gangguan
perdarahan akibat defisiensi faktor IX. Penderita leukemia kronis
memiliki kecenderungan mengalami perdarahan akibat
trombositopenia yang disebabkan oleh sel-sel kanker pada sumsum
tulang sehingga tidak terdapat tempat bagi sel-sel darah merah dan
prekursor platelet. Akibatnya pasien leukemia akan mengalami
trombositopenia sebagai akibat dari efek toksik beberapa macam
pengobatan kemoterapi yang digunakan. (Patton, 2003; Little et al
2013)
Gangguan perdarahan merupakan faktor resiko pada tindakan
perawatan gigi dan mulut. Penderita mengalami waktu perdarahan
yang panjang bahkan dapat pula mengalami perdarahan yang terus-
menerus. Beberapa faktor pencetus penyakit-penyakit sistemik dan
penggunaan obat-obatan dapat pula menjadi penyebab.
3. Etiologi gangguan perdarahan
Klasifikasi gangguan perdarahan dapat dikelompokkan
berdasarkan jumlah platelet normal (nontrombositopeni purpura),
penurunan jumlah platelet (trombositopeni purpura), dan gangguan
koagulasi. Nontrombositopeni purpura dapat disebabkan oleh
perubahan pada dinding pembuluh darah akibat sumbatan, infeksi,
kimiawi, dan alergi. Penyebab lain adalah gangguan fungsi platelet
akibat defek genetik (Bernard-Soulier disease), obat-obatan (aspirin,
NSAIDs, warfarin, heparin, alkohol, antibiotik beta laktam, penisilin,
dan cephalosporin), alergi, penyakit autoimun, von Willebrand’s
disease, dan uremia. Trombositopeni purpura terbagi menjadi

144 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
primer/idiopatik dan sekunder. Penyebab sekunder akibat faktor
kimia, fisik (radiasi), penyakit-penyakit sistemik, metastase kanker
pada tulang, splenomegali, obat-obatan (alkohol, obat diuretika,
estrogen, dan gold salts), vaskulitis, alat pacu jantung, infeksi virus
dan bakteri. Gangguan koagulasi dapat bersifat diturunkan seperti
hemofili A, hemofili B dan dapatan (penderita penyakit liver,
defisiensi vitamin, obat-obat antikoagulasi, disseminated
intravascular coagulation, dan fibrinogenolisis primer). (Patton, 2003;
Little et al 2013)

Tabel 1. Klasifikasi Gangguan Perdarahan

Modul Semester VII Topik 4 145


Penyakit Kompromis Medis
4. Patofisiologi gangguan perdarahan
Proses perdarahan terjadi melalui tiga fase yaitu vaskuler,
platelet, dan koagulasi. Vaskuler dan platelet merupakan fase primer
sedangkan koagulasi merupakan fase sekunder. Fase koagulasi akan
diikuti oleh fase fibrinolitik . Fase vaskuler terjadi sesaat setelah
terjadi trauma sehingga melibatkan vasokonstriksi arteri dan vena,
restriksi arteri, dan tekanan ekstravaskuler. Fase platelet dimulai
dengan terjadinya kekakuan platelet dan pembuluh darah, kemudian
pembuluh darah akan tersumbat. Proses ini terjadi beberapa detik
setelah fase vaskuler terjadi. Pada fase koagulasi darah akan keluar
ke daerah sekitar dan akan membatasi daerah yang terjadi
perdarahan dengan adanya bantuan faktor ekstrinsik dan intrinsik.
Waktu yang dibutuhkan pada fase ini lebih lambat dibandingkan
fase sebelumnya. Fase lanjutan adalah fase fibrinolitik yang ditandai
dengan adanya pelepasan antithrombotic agent dan penghancuran
limfa serta hati oleh anthrombotic agent. (Patton, 2003; Little et al
2013)

Gambar 1. Sistem Koagulasi Primer dan Sekunder(Little et al,


2013)

146 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
5. Pemeriksaan klinis
Penderita dengan gangguan pembekuan darah akan jelas terlihat
pada kulit dan membran mukosa sesaat setelah terjadi trauma
ataupun tindakan invasif lain. Terlihat adanya jaundice, spider
angiomas, ecchymosis, dan sedikit tremor saat memegang sesuatu
akan didapatkan pada penderita liver. Kira-kira 50% penderita liver
akan mengalami penurunan jumlah platelet oleh karena terjadi
hipersplenisme akibat efek hipertensi portal sehingga didapatkan
adanya ptechiae pada kulit dan mukosa.(Little et al, 2013)

a b
Gambar 2. Spider Angioma

a b

c d
Gambar 3. a. Ecchymosis, b. Hiperplasi Gusi,
c. Ptechiae pada Tangan, dan d. Ptechiae pada Palatum

Modul Semester VII Topik 4 147


Penyakit Kompromis Medis
Ecchymosis, hemarthrosis, dan dissecting hematomas merupakan
gambaran klinis yang sering terlihat pada pasien dengan gangguan
koagulasi genetik, dan pasien dengan jumlah platelet
abnormal/trombositopeni sering mengalami ptechiae dan
ecchymosis. Penderita leukemia akut dan kronis sering
menunjukkan gejala ulserasi pada mukosa oral, hiperplasia gusi,
ptechiae dan ecchymosis pada kulit dan membran mukosa, serta
lymphadenopathy. (Little et al, 2013).

6. Pemeriksaan laboratoris
Beberapa pemeriksaan laboratoris yang dilakukan bagi penderita
dengan gangguan perdarahan adalah activated partial thromboplastin
time (APTT), plasma prothrombin time (PPT), platelet count/ angka
trombosit (AT), ivy bleeding time, platelet function analyzer 100 (PFA-
100), dan thrombin time. (Little et al, 2013)
Activated partial thromboplastin time (APTT) digunakan untuk
memeriksa sistem intrinsik (faktor VIII, IX, XI, dan XII) dan jalur
utama (faktor V dan X, protrombin, dan fibrinogen). Tes ini juga
merupakan tes terbaik untuk screening gangguan koagulasi. Plasma
prothrombine time(PPT) digunakan untuk memeriksa jalur ekstrinsik
(faktor VII) dan jalur utama (faktor V dan X, prothrombin, dan
fibrinogen). Platelet count(AT) digunakan untuk memeriksa penyebab-
penyebab gangguan perdarahan akibat trombositopenia. Angka
normal platelet count adalah 140.000-400.000/mm3 dari
keseluruhan jumlah darah. Ivy bleeding time digunakan untuk
melihat gangguan fungsi platelet dan trombositopenia. Platelet
function analyzer 100 (FA-100) merupakan pemeriksaan invitro
untuk mendeteksi disfungsi platelet. Trombine time menunjukkan
jumlah fibrinogen yang ada di dalam darah. (Little et al, 2013)

7. Tatalaksana medis
Penyakit-penyakit yang termasuk di dalam defek vaskuler adalah
hereditary hemorrhagic telangiectasia (Osler-Weber-Rendu syndrome),
Ehler-Danlos, osteogenesis imperfekta, pseudoxanthoma elasticum,
dan Marfan syndrome. Penderita penyakit ini sebaiknya menghindari
tindakan pembedahan, namun bila pembedahan tetap dilakukan
sebaiknya dilakukan penanganan khusus terhadap kerusakan
pembuluh darah. (Little et al, 2013)

148 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Gangguan pada platelet terjadi pada penderita von Willebrand’s
disease, Bernard- Soulier disease, Glanzmann’s thrombosthenia, dan
disorders of platelet release. Penanganan yang dapat dilakukan
adalah transfusi platelet dan penggantian faktor VIII. Hemofilia A
dan B merupakan manifestasi dari gangguan koagulasi. Penanganan
yang dilakukan adalah pemberian prednisone; IV gamma globulin,
dan transfusi platelet, pemberian faktor VIII, dan faktor VIIa serta
steroid.(Little et al, 2013)

Tabel 2. Perawatan Medis pada Penderita Gangguan Perdarahan


(Little et al, 2013)

Jenis Penyakit Defek Tindakan Medis


Von Defisiensi atau kelainan DDAVP, EACA,
Willebrand’s vWF yang menyebabkan mengganti
disease kerusakan adhesi faktor VIII yang
platelet, defisiensi faktor dirusak oleh
VIII vWF
Hemofilia A Defisiensi atau defek DDAVP, EACA, faktor
pada faktor VIII VIII; porcine faktor
VIII, PCC, aPCC,
faktor VIIa, dan atau
pemberian steroids
Hemofilia B Defisiensi atau defek Pemberian faktor IX
pada faktor IX
Trombositopeni Platelet mengalami Pemberian
primer kerusakan akibat proses prednisone, IV
autoimun gamma globulin; dan
platelet transfusion
Trombositopeni Defisiensi platelet yang Tranfusi platelet
sekunder menyebabkan terjadinya
percepatan destruksi
platelet, berkurangnya
produksi
platelet, dan platelet
abnormal
Bernard-Soulier Defek genetik pada Transfusi platelet
membran platelet; tidak
terdapat glicoprotein Ib
(GP-Ib) yang

Modul Semester VII Topik 4 149


Penyakit Kompromis Medis
menyebabkan gangguan
pada adhesi platelet

Penyakit Liver Defek pada faktor Pemberian vitamin K,


koagulasi multipel pemberian terapi
pengganti hanya bila
ada perdarahan
serius setelah
tindakan
pembedahan
DIC Defek faktor koagulasi Pemberian heparin,
multipel yang cryoprecipitate atau
menimbulkan degradasi pemberian fresh
fibrin dan fibrinogen frozen plasma sebagai
sehingga terjadi pengganti fibrinogen,
fibrinolisis dan transfusi platelet
trombositopeni

8. Tatalaksana dental : eksodonsi


Metode pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi
saat mengidentifikasi pasien dengan kelainan perdarahan adalah
membuat riwayat penyakit secara lengkap, pemeriksaan fisik,
skrining laboratoris, dan observasi terjadinya perdarahan yang luas
setelah tindakan pembedahan.
Riwayat penyakit pasien harus dibuat selengkap mungkin.
Pertanyaan-pertanyaan hendaknya disusun secara berurutan
dimulai dari pengalaman-pengalaman pasien terdahulu. Beberapa
penyakit gangguan perdarahan dapat diturunkan, sehingga
pertanyaan juga perlu diarahkan ke anggota keluarga yang lain.
Pengelompokan pertanyaan dilakukan sesuai dengan jenis-jenis
penyakit gangguan perdarahan yang mungkin dapat terjadi. Adapun
pertanyaan tersebut meliputi: apakah ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan perdarahan, apakah pernah mengalami
perdarahan yang cukup lama setelah dilakukan tindakan
pembedahan seperti operasi dan cabut gigi, apakah pernah terjadi
perdarahan yang cukup lama setelah mengalami trauma, apakah
sedang meminum obat-obatan untuk pencegahan gangguan
koagulasi atau sakit kronis, riwayat penyakit terdahulu, dan apakah
pernah mengalami perdarahan spontan.

150 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Tabel 3. Deteksi Pasien dengan Riwayat Perdarahan
1. Riwayat Penyakit Lengkap
a. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan perdarahan
b. Gangguan perdarahan setelah dilakukan operasi dan pencabutan gigi
c. Gangguan perdarahan setelah mengalami trauma
d. Konsumsi obat-obatan yang menimbulkan masalah perdarahan seperti aspirin, antikoagulan,
pemakaian antibiotika jangka panjang, dan obat-obat herbal
e. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gangguan perdarahan seperti leukemia,
penyakit liver, hemofilia, penyakit jantung bawaan, penyakit ginjal
f. Perdarahan spontan dari hidung, mulut, telinga, dan lain-lain
2. Pemeriksaan Fisik
a. Jaundice dan pallor
b. Spider angiomas
c. Ecchymosis
d. Ptechiae
e. Oral ulcers
f. Hyperplastic gingival tissues
g. Hemarthrosis
3. Skrining laboratoris
a. PPT
b. APTT
c. INR
d. Jumlah Platelet/ Angka trombosit (AT)
4. Tindakan pembedahan yang pernah dialami sehingga menimbulkan gangguan perdarahan

Tabel 4. Nilai normal faal hemostasis


Pemeriksaan Nilai normal
PPT 12,3 - 15,3 detik
APTT 27,9 – 37,0 detik
INR 0,9 – 1,10
AT 150 - 450 x 103
BT 1 – 6 menit

Skrining laboratoris perlu dilakukan terutama pemeriksaan PPT,


APTT, INR, dan AT. Jenis pemeriksaan yang dilakukan disesuaikan
dengan pengelompokan gangguan perdarahan. Tiap laboratorium
memiliki harga normal yang berlainan tergantung dari reagen yang
digunakan, karena itu selalu menggunakan plasma kontrol.

Modul Semester VII Topik 4 151


Penyakit Kompromis Medis
Pasien dengan konsumsi obat antiplatelet dan antikoagulan perlu
memperhatikan rasio INR. Tindakan biasanya dapat dilakukan apabila
INR <2-2,5 dengan mempertimbangkan modifikasi perawatan dan
mempersiapkan penanganan komplikasi perdarahan seperti persiapan
transfusi dan penggunaan agen hemostatik. Pasien dengan kondisi
trombositopenia dapat dilakukan tindakan pembedahan minor apabila
nilai AT > 50.000 dengan mempertimbangkan modifikasi perwatan dan
komplikasinya seperti transfusi platelet serta penggunaan agen
hemostatik. Tindakan harus dilakukan dengan minimal invasive dan
sebisa mungkin tidak terlalu banyak menyebabkan perlukaan pada area
operasi atau pencabutan gigi. (Little et al, 2013)
Rasa sakit pasca ekstraksi gigi dapat ditanggulangi dengan
memberikan parasetamol atauasetaminofen. Penggunaan aspirin harus
dihindari oleh karena dapat menjadi menimbulkanpenghambatan
agregasi platelet. Apabila akan memberikan NSAID hendaknya
melakukankonsultasi terlebih dahulu dengan ahli hematologi oleh
karena golongan obat ini dapatmenimbulkan penghambatan agregasi
platelet. Anesthesi lokal dengan cara infiltrasi pada daerah bukal, intra
papilary, danintraligamen tidak memerlukan agen hemostatic lokal
namun anesthesi dengan cara blokmandibula dan infiltrasi lingual
sebaiknya diberikan agen hemostatic lokal
Untuk mengatasi komplikasi perdarahan, dapat digunakan agen
hemostatik lokal dengan beberapa contoh diantaranya tertera dalam
tabel 5. (Little et al, 2013)

152 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Tabel 5. Agen Hemostatik lokal untuk mengatasi perdarahan pasca
pencabutan gigi

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Patton, L. L. 2003. Bleeding and clotting disorders. In: Greenberg, M.
S., and Glick, M. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment. 10th
ed. USA: BC Decker.
2. Little, J.W., Falace, D.A., Miller, C., S., Rhodus, N.L., 2013, Dental
Management of the Medically Compromised Patient, Mosby, an Imprint
of Elsevier Inc

Modul Semester VII Topik 4 153


Penyakit Kompromis Medis
Manajemen Eksodonsi pada pasien Geriatri
Dr.drg.Maria Goreti Widiastuti, SpBM (K)

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi , diskusi, dan kuis di kelas dengan tatap muka
selama 50 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu :
1. Memahami dan dapat menerangkan kembali persiapan tindakan
eksodonsia pada pasien geriatri
2. Memahami dan dapat menerangkan kembali prosedur tindakan
eksodonsia pada pasien geriatri
3. Memahami dan dapat menerangkan kembali resiko, komplikasi dan
penanganan komplikasi tindakan eksodonsia pada pasien geriatri

C. Materi
1. Overview (Ikhtisar)
Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan multi penyakit, dan
atau gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial,
ekonomi, dan lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan
secara terpadu dengan pendekatan multi disiplin dan bekerja secara
interdisiplin. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas.
Kelompok lanjut usia mengalami Aging Process atau proses penuaan.
yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ
tubuh , antara lain sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah,
pernafasan, pencernaan, endokrin . Tubuh semakin rentan terhadap
berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Peningkatan usia menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi
sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya
mempengaruhi kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial pasien lanjut usia,
sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living. Oleh
karenanya diperlukan perhatian khusus pada manajemen eksodonsia
pasien geriatri.

154 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
2. Potensi permasalahan medis manajemen eksodonsi pada pasien
geriatri
a. Penyakit kronis
b. Timbulnya penyakit tanpa gejala yang tidak khas
c. Multi patologi
d. Multi medikasi
e. Penurunan kemampuan fungsional

3. Manifestasi penyakit kronis, kemunduran fungsi organ dan habit


pada pasien geriatri
a. Penyakit kronis
- Hipertensi
- Artritis
- Chronic joint symptoms
- Penyakit Jantung
- Kanker
- Diabetes Mellitus
- Penyakit Jantung Koroner
- Sinusitis
- Ulcer
- Stroke
b. Kemunduran Fungsi Organ
- Pendengaran
- Penglihatan
- Kehilangan Gigi
- Ketidak mampuan fisik
c. Habit
- Perokok baru
- Perokok lama
- Peminum baru
- Peminum lama

4. Multi patologi
Multi patologi yang sering terjadi pada pasien geriatri:
a. Congestive Heart Failure(CHF)
b. Depresi
c. Dementia
d. Chronic Renal Failure(Gagal Ginjal Kronik)
e. Angina Pectoris
f. Osteoartritis

Modul Semester VII Topik 4 155


Penyakit Kompromis Medis
g. Osteoporosis
h. Gait disorder
i. Urinary incontinence
j. Vascular insufficiency
k. Konstipasi
l. Diabetes Mellitus
m. Sensory deficits
n. Sleep disturbance
o. Reaksi efek samping obat
q. Anemia

5. Multi medikasi
a. Obat antihipertensi : Diuretika, terutama jenis thiazide atau agonis
aldosteron , Beta Blocker (BB), Calcium Chanel Blocker , Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) , Angiotensin II Receptor Blocker
(ARB)
b. Obat Artritis Rematoid: Analgesik, Obat Anti Inflamatorik Non
Steroid (NSAID), Kortikosteroid, Obat , Anti Rematik dan Obat
imunosupresif
c. Obat Angina Pectoris: Nitroglycerin, Propanolol
d. Obat Infeksi Saluran Kemih: Antibiotik
e. Obat Kemoterapi: Antagonis asam folat, antagonis pyrimidine,
antagonis purin, antibiotic anti tumor, Alkaloid Vinca, obat
ankylating, cisplatin
f. Radioterapi
g. Obat Diabetes Melitus
h . Obat Anti koagulan
i. Obat Transkuiliser
j. Obat Antihistamin

6. Komplikasi atau penyulit manajemen eksodonsia pada pasien


geriatri
a. Resiko jatuh
b. Resiko perdarahan
c. Kerentanan terhadap infeksi
d. Osteoradionekrosis
e. Gangguan penyembuhan luka bekas pencabutan
f. Efek samping obat

156 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya
komplikasi eksodonsi pada pasien geriatri
a. Evaluasi pemeriksaan klinis yang cermat untukmendapatkan
status medik pasien yang lengkap ( riwayat medis dan riwayat
oral, pemeriksaan klinis, physical environtment, dan teknik
komunikasi perlu perhatian yang khusus )
b. Kerja sama dengan pasien keluarga untuk melakukan
pemeriksaan yang akurat dan lengkap
c. Konsultasi dengan disiplin ilmu yang terkait gangguan sistemik
pasien geriatri
d. Modifikasi manajemen eksodonsia sesuai dengan kondisi
sistemik pasien geriatric.

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN:


1. Ghezzi, E .M., Berkey, D. B., Besdine, R. W., Jones, J. A., 2015. In:
Pederson, P. H.,
2. Walls, A. W. G., Ship, J. A., (eds), Wiley Blackwell,Chennai,India,
pp:61 -80
3. Little, J. W., Falace, D. A., Miller,C. S., Rhodus, N. L., 2013, Dental
Management of the
4. Medically Compromised Patient, Mosby, an Imprint of Elsevier Inc
5. Louis,F. R., Donald, K., 1997, Buku Ajar Penyakit Dalam untuk
Kedokteran Gigi, edisi 2 Binarupa Aksara, Jakarta

Modul Semester VII Topik 4 157


Penyakit Kompromis Medis
Periodontal Treatment terkait
dengan Penyakit Sistemik
Dr. drg Ahmad Syaify, Sp.Perio (K)

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi, presentasi kelompok, diskusi di kelasdengan tatap
muka Selama 50 menit.

B. LuaranPembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu :
1. Memahami dan menerangkan kembali pengaruh penyakit periodontal
terhadap penyakit sistemik, terutama diabetes melitus.
2. Memahami dan menerangkan kembali pengaruh dan manifestasi
beberapa penyakit sistemik terhadap jaringan periodontal.
3. Memahami dan menerangkan kembali periodontal treatment pada
pasien dengan penyakit dan gangguan endokrin, terutama diabetes
melitus

C. Materi
1. Overview
Faktor penyebab utama penyakit periodontal, baik gingivitis maupun
periodontitis adalah bakteri plak terutama golongan gram negative
anaerob seperti P. gingivalis, A. actinomycetemcommitan, P. intermedia,
dll. Bakteri jenis ini sangat potensial menimbulkan fokal infeksi yang
berpangaruh terhadap beberapa penyakit sistemik, seperti diabetes
mellitus dan penyakit kardiovaskuler. Sebaliknya gangguan sistemik
juga menimbulkan komplikasi pada jaringan periodontal, sehingga ralasi
penyakit periodontal dengan penyakit sistemik bersifat timbal balik atau
two way relationships. Calon dokter gigi perlu memahami permasalahan
tersebut. Selain itu perlu jiuga diberikan pemahaman mengenai
tindakan periodontal pada pasien dengan gangguan atau penyakit
sistemik.

2. Pengaruh penyakit periodontal terhadap penyakit sistemik


Beberapa hal berikut ini penting untuk dipahami mengenai
keterkaitan atau pengaruh penyakit periodontal terhadap penyakit
sistemik:
a. Penyakit periodontal berupa periodontitis merupakan kondisi
inflamasi kronis yang ditandai dengan adanya poket periodontal yang
disebabkan oleh infeksi bakteri dan toksin yang dihasilkannya

158 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
(lipopolisakarida), serta protein pro inflamatory yang menyertai
kondisi radang kronis tersebut.
b. Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap bakteri maupun
substansi lain yang menginvasi tubuh kita, dalam hal ini jaringan
periodontal, yang ditandai dengan perubahan warna, tekstur dan
konsistensi gusi, bleeding on probing (BOP), rasa sakit, serta
kerusakan jaringan gingiva.
c. Bakteri penyebab penyakit periodontal sangat potensial untuk
menimbulkan fokal infeksi pada organ tubuh lainnya melalui 3 jalur
penyebaran : bakteri, endotoksin (lipopolisakarid/LPS) dari dinding
sel bakteri, sitokin pro-inflamatori yang meningkat selama prose
inflamasi.
d. Beberapa penyakit sistemik yang dipengaruhi oleh penyakit
peridontal (peridontitis) antara lain : diabetes mellitus (DM), penyakit
kardiovaskuler, berat bayi lahir rendah/BBLR, dan kelahiran
prematur.
e. Diantara berbagai penyakit sistemik, maka diabetes mellitus tipe 2
merupakan penyakit sistemik yang paling banyak dilaporkan
memiliki kaitan sangat erat dengan periodontitis. Dalan kondisi
inflamasi kronis pada jaringan periodontal (periodontitis), terjadi
peningkatan level sitkon pro inflamatoy terutama TNF-alfa dan
interleukin 1 beta (IL-1 beta) yang akan mengganggu reseptor insulin
pada dinding sel. Selanjutnya terjadi kondisi resistensi insulin yang
menyebabkan hiperglikemia.

2. Mekanisme resistensi insulin akibat peningkatan kadar TNF-α pada


periodontitis
Referensi Mekanisme yang diajukan

TNF-α memfosforilasi residu insulin receptor


substrate-1 (IRS-1) dan menghambat fosforilasi
tirosin esensial untuk signal transduksi insulin

TNF-α menekan ekspresi mRNA dari IRS-1 dan


transporter glukosa intraseluler, GLUT-4.

TNF-α menekan stabilitas mRNA dari IRS-1

TNF-α menginduksi hidrogen peroksida


intraseluler dengan menghambat fosforilasi
tirosin dari IRS-1.

Modul Semester VII Topik 4 159


Penyakit Kompromis Medis
3. Pengaruh dan manifestasi penyakit sistemik pada jaringan
periodontal
Tingkat keparahan dan komplikasi dari periodontitis dalam
beberapa tahun terakhir ini banyak dikaitkan dengan penyakit sistemik
seperti diabetes melitus dan penyakit kardiovaskuler. Di antara
beberapa komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler penyakit DM,
periodontitis diabetika menduduki urutan ke-6 (enam) dan penyakit ini

160 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
merupakan komplikasi utama DM di rongga mulut. Periodontitis
diabetika hampir selalu ditemukan di kalangan pengidap DM tipe 2
tidak terkontrol dengan kondisi yang parah. Beberapa faktor penyebab
keparahan penyakit periodontal pada penderita diebetes mellitus sebagai
berikut :
1. Gangguan respon imun tubuh
Penderita DM mengalami penurunan fungsi neutrofil dan monosit.
Gangguan fungsi tersebut meliputi; penurunan fagositosis dan
intracellular killing, serta respons kemotaksis.
2. Perubahan vaskuler.
Adanya perubahan vaskuler berupa penebalan membrana basalis
kapiler akibat kondisi hiperglikemik, jmenyebabkan terganggunya
suplai nutrien dan migrasi sel-sel pertahanan tubuh ke jaringan
periodontal.
3. Biokimiawi cairan sulkus gingiva
Perubahan komponen dan aliran cairan sulkus gingiva seringkali
dihubungan dengan kondisi hiperglikemia pada penderita diabetes
mellitus. Level siklus AMP mengalami penurunan pada pasisen DM
dibandingkan subyek normal.
4. Perubahan mikroflora plak gigi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aktivitas proteolitik tidak
mengalami perubahan, tetapi aktifvitas hyaluronidase lebih rendah
pada penderita diabets mellitus.
5. Pembentukan AGEs
Meningkatnya level Advance Glycation End products (AGEs) pada
kondisi hiperglikemia dilaporkan menyebabkan perubahan vaskuler,
dan meningkatnya sekresi sitokin pro inflamatori terutama TNF- alfa
dan interleukin 1-beta.

4. Terapi Periodontal Konvensional pada pasien dengan penyakit


sistemik
Perawatan periodontal pada pasien dengan penyakit sistemik
diutamakan adalah tindakan non bedah yakni mencakup macam2
tindakan dan pengobatan dalam fase inisial (initial treatment),
sebagai berikut :
a. Kontrol plak
b. Scaling dan root planing
c. Immobiliasi/fiksasi gigi goyah
d. Kuretase
e. Koreksi predisposing factor terkait tindakan dental lainnya
(konservasi, prostodonsi, dll.)

Modul Semester VII Topik 4 161


Penyakit Kompromis Medis
f. Penggunaan antibiotik, antiseptik
g. Host modulation therapy (HMT)

Untuk tindakan scaling dan root planing (SRP) bisa m menggunakan


metode berikut ini, dengan mempertimbangkan kondisi sistemik
pasisen :
a. SRP gigi geligi per-kuadrat yang dikenal dengan terapi
periodontal konvensional atau conventional stage debridement
(CSD)
b. SRP dalam satu atau dua sesi selama 24 jam dengan
menggunakan antiseptik lokal (full mouth desinfection/FMD),
atau SRP sekaligus seluruh gigi dengan diawali penggunaan
antibiotik sistemik (full mouth scaling root planing/FMSRP).
c. Perawatan dengan metoda CSD maupun FMD dapat
dikombinasikan dengan terapi laser atau terapi fotodinamik.

Terapi periodontal konvensional CSD meliputi :


1. Motivasi pasien
2. Instruksi kebersihan gigi dan mulut
3. Menghilangkan kalkulus dengan instrument ultrasonik
4. Root planing perkuadrat dengan instrumen manual

Terapi periodontal dengan full mouth desinfection (FMD) menurut


protokol Quirynen sbb :
a. Scaling dan root planing seluruh gigi dalam 2 sesi sehari dengan
anestesi lokal
b. Pembersihan bagian belakang lidah menggunakan khlorhesidin
gel 1% selama 1 menit
c. Berkumur dengan khlorheksidin 0.2% sampai bagian tonsil
selama 10 detik
d. Irigasi peket perodontal menggunakan khlorheksidin gel 1%
diulang 3 kali dalam 10 menit
e. Instruksi berkumur dengan khlorheksidine 0.2% dua kali sehari
selama 2 minggui
f. Instruksi menjaga oral higiene di rumah

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Ricci, G and Aimentti, M., 2014. Periodontal diagnosis and Therapy,
Quentessenza, London.
2. Reddy, S., 2014. Essentials of Clinical Periodontology & Periodontics,
4th ed, Jaypee Brothers Medical Publisher, Philadelphia

162 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Penatalaksanaan kompromis medis
bidang Konservasi Gigi
drg. Wignyo Hadriyanto, M.Kes, Sp.KG (K)

A. Metode penyajian
Penyampaian di kelas dengan tatap muka selama 100 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu:
1. Mengetahui dan memahami penyakit sistemik pada pasien yang
mendapatkan perawatan Konservasi Gigi
2. Memahami tatalaksana pasien konservasi gigi dengan penyakit sistemik

C. Materi
Dokter gigi tidak mungkin menghindari pasien yang kebetulan memiliki
penyakit sistemik. Kemajuan ilmu kedokteran berhasil menekan mortalitas
danmorbiditas penderita penyakit sistemik (penyakit degeneratif).
Konsekuensi kemajuan ilmu kedokteran meningkatkan angka harapan
hidup manusia. Dokter gigi akan berhadapan dengan pasien dalam 4
kategori ditinjau dari risiko medis yaitu : pasien sehat, pasien dengan risiko
rendah, risiko sedang, risiko tinggi
Pasien sehat tanpa penyakit sistemik boleh dilakukan semua tindakan
kedokteran gigi. Pasien dengan penyakit sistemik ringan, boleh dilakukan
tindakan KG non invasif dan infasif sederhana yang dimodifikasi. Pasien
dengan sistemik sedang hanya tindakan non invasif ringan dan dimodifikasi
sesuai keperluan. Pasien dengan sistemik berat kontra indikasi semua
tindakan KG

Pertimbangan perawatan konservasi pasien Hipertensi :


1. Perawatan Pulpektomi yang membutuhkan anestesi ( block/infiltrasi)
2. Lama waktu perawatan ( restorasi/endodontik )
3. Pasien pra-hipertensi (120-139/80-89 mmHg) dapat menerima semua
tindakan perawatan dental serta dapat diberikan anastesi lokal dengan
kandungan epineprin 1:100.000. 14

Pertimbangan perawatan konservasi gigi pasien gangguan Endokrin :


Salah satu penyakit gangguan endokrin adalah diabetes melitus.
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi

Modul Semester VII Topik 4 163


Penyakit Kompromis Medis
pada membran basalis Pasien yang memiliki gangguan endokrin akan
mengalami waktu penyembuhan luka yang lama apabila menerima tindakan
invasif oleh dokter gigi.Pasien harus melakukan diet diabetes agar kondisi
gula normal saat dilakukan tindakan bedah endodontik, setidaknya turun
sagar penyembuhan lebih cepat.

Pertimbangan perawatan konservasi gigi dengan gangguan Pernafasan :


Sistem pernafasan pada dasarnya bertanggung jawab terhadap
pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan lingkungan luar. Kalau sistem
pertukaran gas tersebuttidak berjalan normal, maka akan bisa
menimbulkan dampak terhadap tubuh.
a. Posisikan pasien di posisi yang nyaman serta sirkulasi udara yang
diterima juga baik.
b. Untuk melakukan tindakan anestesi, gunakan larutan anastesi yang
tidak mengandung adrenalin.
c. Hindari kondisi stres pada pasien karena bisa menstimulasi untuk
terjadinya gangguan pernafasan saat perawatan sedang dilakukan

Pertimbangan perawatan Konservasi gigi dengan gangguan Pembuluh


darah
Prosedur dental, seperti pulpotomy dan bedah endodontik , adalah
contoh dari tindakan invasif di bidang kedokteran gigi. Tindakan invasif
tersebut tentu saja bisa menyebabkan perdarahan. Pasien yang memiliki
gangguan pembuluh darah tentu akan memiliki masalah dalam tindakan
invasif tersebut.
1. Dokter gigi harus berhati-hati terhadap dampak dari gangguan
pembuluh darah saat melakukan perawatan dental
2. Pada saat melakukan anastesi lokal dengan cara infiltrasi pada daerah
bukal, intrapapilari dan intraligamen tidak perlu menambahkan obat
anti hemostatik, sedangkan anastesi dengan cara blok mandibula dan
infiltrasi lingual harus diberikan anti hemostatik.

Pertimbangan perawatan konservasi gigi dengan penyakit Ginjal


Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler
sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum
pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit
jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau pertanda kerusakan
ginjal seperti proteinuria

164 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
1. Perawatan yang diindikasikan untuk pasien yang menderita penyakit
ginjal adalah perawatan non bedah.
2. Infeksi rongga mulut harus dieliminasi dan antibiotik profilaksis harus
dipertimbangkan apabila risiko bakterial endokarditis (pada penderita
yang menjalani hemodialisis) dan septimia meningkat. Contohnya, saat
tindakan bedah endodontik.
3. Demi mengurangi risiko perdarahan, perawatan dapat dijadwalkan pada
hari setelah hemodialisis supaya heparin dalam darah berada pada
tingkat paling minimal.
4. Sebelum perawatan dimulai, tekanan darah penderita harus
diperhatikan dan disarankan untuk mengurangi perasaan cemas pada
penderita dengan sedas

Modul Semester VII Topik 4 165


Penyakit Kompromis Medis
Perawatan Ortodonsi Pada Pasien Medically
Compromised
drg. Yanuarti Retnaningrum, Sp. Ort(K)
drg. Paramita Noviasari., Sp. Ort(K)

A. METODE PENYAJIAN
Penyampaian materi di kelas dengan tatap muka selama 100 menit

B. LUARAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti perkuliahan ini diharapkan mahasiswa dapat
memahami tentang manajemen perawatan ortodonti pada pasien medically
compromised

C. MATERI
 Kompromise medis (Medically-compromised) adalah suatu keadaan
seorang pasien yang mempunyai kelainan atau kondisi yang harus
dikompromikan ke dokter sebelum dilakukan suatu tindakan apapun
yang berhubungan dengan penyakit tersebut. Kelainan sistemik yang
merupakan kondisi medically compromised diantaranya adalah kelainan
kardiovaskuler, kelainan hematologi, kelainan metabolik-endokrin,
gangguan koagulasi, kelainan ginjal, dan kehamilan
 Perawatan ortodonti pada pasien kompromis medis dihadapkan pada
risiko perawatan, keterbatasan perawatan, dan komplikasi perawatan
yang lebih besar daripada orang sehat (Graber dkk. 2012).
 Hal-hal yang harus dilakukan saat melakukan perawatan ortodonti pada
pasien kompromis medis antara lain:
 Penandatangan informed consent. Resiko, keuntungan, dan rencana
perawatan harus sudah dijelaskan pada pasien sebelum
penandatanganan informed consent.
 Menerapkan strategi perilaku bagi pasien dan orang tua sehingga
perawatan dapat berlangsung dengan baik
 Re-evaluasi perawatan
 Dokumentasi setiap perawatan yang dilakukan
 Timbulnya hasil perawatan yang tidak diharapkan harus dijelaskan
pada pasien sesegera mungkin
 Jelaskan bahwa perawatan pada pasien adalah perawatan yang
harus dilakukan oleh tim dokter

166 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
1. Perawatan Ortodonti pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler
a. Infeksi endokarditis
 Perawatan ortodonti pada pasien gangguan jantung resiko rendah
(general population, repaired VSD’s isolated secundum atrial defects,
mitral prolapse with regurgitation, palliative shunts and conduits,
coronary artery bypass graft) tidak memerlukan tindakan khusus.
 Perawatan ortodonti pada pasien gangguan jantung resiko tinggi
(endocarditis, prosthetic heart valves, complex cyanotic congenital
heart disease(CHD), unrepaired cyanotid CHD) harus
mempertimbangkan untung dan ruginya
 Perawatan ortodonti harus dikomunikasikan terlebih dahulu dengan
dokter penyakit dalam pasien
 Tanda tangan informed consent dilakukan sebelum dilakukan
perawatan ortodonti
 Prosedur kebersihan mulut harus dijelaskan pada pasien dengan
baik dan benar seperti cara menyikat gigi, dan flosing interdental
agar akumulasi plak, kalkulus, dan terbentuknya gingivitis marginal
dapat dicegah
 Hindari penggunaan band. Bila tetap perlu banding, harus disertai
konsumsi antibiotik profilaksis
 Prosedur banding, dan penempatan separator (pada perawatan
ortodonti) memerlukan profilaksis antibiotik. Antibiotik profilaksis
tidak direkomendasikan pada pemasangan alat ortodonti lepasan,
kontrol ortho, pemasangan braket dan pada kasus perdarahan
akibat trauma pada mukosa atau bibir.
 Antibiotik profilaksis yang dapat diberikan pada pasien resiko tinggi
adalah golongan penisilin. Amoxicilin oral 3 gm (anak-anak 50
mg/kg); clindamisin 600 mg (anak-anak 20 mg/ kg) (Tekale dkk.,
2015)
 Pasien dianjurkan kumur-kumur obat kumur. Berdasarkan british
nationaly formulary obat kumur yang disarankan adalah
chlorhexidine gluconate gel 1 % atau chlorhexidine gluconate
mouthwash 0,2 %. Penggunaannya tidak akan mengakibatkan
resistensi bakteri, oleh karena itu kumur chlorhexidin dapat
digunakan sehari-hari pada pasien dengan perawatan ortodonti
(Tekale dkk., 2015)
 Eksposur gigi impaksi pada pasien dengan penyakit kardiovasikuler
harus menghindari penggunaan metode tertutup (closed method
eruption)

Modul Semester VII Topik 4 167


Penyakit Kompromis Medis
b. Hipertensi
 Pasien dengan riwayat hipertensi tidak kontraindikasi perawatan
ortodonti, namun perawatan dapat diberikan saat tekanan darah
terkontrol
 Minimalisasi stress selama perawatan ortodonti harus dilakukan
 Lama perawatan ortodonti sebaiknya kurang dari 1 jam
 Jaga kesehatan jaringan periodontal dan kondisi oral hygiene,
edukasi pasien tentang cara menjaga kebersihan dan kesehatan
mulut
 Calcium channel blocker dapat menyebabkan gingiva hiperplasi
sehingga dapat terisitasi oleh alat ortodontik cekat. Tergantung
kondisi, pasien dapat dirujuk kembali ke dokter penyakit dalam
untuk minta diberikan alternatif obat lain untuk perawatan
hipertensinya

2. Perawatan ortodonti pada pasien dengan penyakit renal


 Pasien dengan riwayat penyakit renal yang paling sering datang ke
dokter gigi adalah pasien dengan riwayat gagal ginjal kronis
 Pasien dengan penyakit renal yang terkontrol dengan baik tidak
kontraindikasi perawatan ortodonti
 kekuatan ortodonti yang diberikan harus dikurangi dan dilakukan
dengan interval yang lebih pendek
 Perawatan ortodonti dengan ekstraksi gigi harus dilakukan hati-hati
pada pasien tersebut. Karena peningkatan sirkulasi hormon
paratiroid. Penyembuhan tulang yang abnormal paska ekstraksi
dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme kalsium dan
fosfor serta hiperparatiroid sekunder yang dapat mengakibatkan
demineralisasi tulang
 Hiperplasi gingiva dapat dijumpai pada pasien dengan gangguan
ginjal akibat pemberian obat imunosupresi (Nifedipine). Hiperplasi
gingiva dapat menghambat pergerakan gigi selama perawatan
ortodonti namun tindakan gingivektomi harus sangat
dipertimbangkan

3. Perawatan ortodonti pada pasien dengan penyakit respirasi


a. Asma bronkhial
 Manifestasi oral: oral candidiasis, aliran saliva menurun, kalkulus,
gingivitis, dan penyakit periodontal
 Kebiasaan buruk: bernafas lewat mulut
 Ketika seorang pasien dengan riwayat asma bronkhial mencari
perawatan ortodonti, seorang ortodontis harus meninjau riwayat

168 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
penyakitnya, frekuensi, tingkat keparahan, obat-obatan yang
dikonsumsi pasien dan agen pemicu spesifik
 Mencegah obstruksi jalan nafas mendadak sangat penting saat
melakukan perawatan pada pasien dengan riwayat asma bronkhial
 Perawatan ortodonti hanya dapat dilakukan pada pasien dengan
riwayat asma asimtomatik atau terkontrol dengan baik. Untuk
meminimalkan resiko serangan asma, janji perawatan dilakukan
pagi atau sore hari.
 Seorang dokter gigi harus mengetahui bahan dan produk kedokteran
gigi yang dapat memperburuk asma (seperti: pasta gigi, fissure
selant, debu email gigi/ saat grinding interproksimal, dan metil
metakrilat). Kecemasan merupakan salah satu pemicu asma oleh
karena itu seorang dokter gigi harus dapat mengurangi tingkat stress
pasien
 Oksigen dan bronkhodilator harus tersedia selama perawatan
ortodonti
 Alat ortodonti cekat dan pemakaian retainer non akrilik lebih disukai
 Perlu diketahui bahwa pemakaian suction, pemakaian gulungan
kapas di dasar mulut, dan penempatan posisi telentang dalam waktu
lama dapat memicu respon nafas hiperaktif pada pasien yang sensitif
 Hindari penggunaan rubber dam karena dapat mengganggu
pernafasan
 Pada serangan akut, langkah-langkah yang harus dilakukan antara
lain:
 Hentikan prosedur perawatan, biarkan pasien mengambil posisi
yang nyaman
 Pertahankan jalan nafas dan berikan bronkodilator melalui
inhaler/ nebulizer
 Berikan oksigen
 Pertahankan tingkat oksigen dalam kadar yang baik hingga
pasien berhenti sesak nafas dan bantuan medis tiba
 Dalam kasus ini analgetik pilihan adalah asetaminofen

4. Perawatan ortodonti pada pasien dengan penyakit endokrin dan


kehamilan
a. Diabetes Melitus
 Perawatan ortodonti pada pasien diabetes melitus yang tidak
terkontrol dan ketergantungan insulin harus dihindari, karena
sangat rentan terhadap kerusakan jaringan periodontal (HbA1C>9)
 Tidak ada batasan usia untuk perawatan ortodonti pada pasien
riwayat diabetes melitus terkontrol (Tipe I dan Tipe II)

Modul Semester VII Topik 4 169


Penyakit Kompromis Medis
 Cek HbA1C pasien atau rujuk ke dokter penyakit dalam pasien
untuk memverifikasi peyakin diabetesnya
 Pasien dewasa dengan riwayat diabetes melitus terkontrol diwajibkan
melakukan evaluasi periodontal sebelum melakukan perawatan
ortodonti
 Perawatan ortodonti dapat dilakukan dengan alat lepasan maupun
alat cekat namun, oral hygiene harus diperhatikan
 Mikroangiopati diabetes dapat mempengaruhi pasokan vaskuler
perifer sehingga dapat menyebabkan unexplained toothache, nyeri
tekan, perkusi (+) dan bahkan hilangnya vitalitas gigi
 Vitalitas gigi harus dicek secara berkala
 Kekuatan ortodonti yang dapat diaplikasikan pada gigi ringan dan
tidak membebani gigi
 Pasien dengan penyakit diabetes melitus umumnya xerostomia
sehingg kumur-kumur dengan obat kumur yang mengandung fluor
dapat memberikan manfaat lebih lanjut
b. Gangguan tiroid dan paratiroid
 Gangguan endokrin yang paling umum dijumpai setelah Diabetes
Melitus adalah Gangguan tiroid
 Kondisi oral yang sering dijumpai pada pasien hipotiroid antara lain
makroglosia, dysgeusia, erupsi gigi tertunda, Lidah yang besar pada
pasien hipertiroid akan menimbulkan masalah selama perawatan
ortodonti
 kesehatan jaringan periodontal yang buruk, dan waktu
penyembuhan luka lebih lama
 Pasien dengan terapi hormon dan dalam kondisi terkontrol tidak
memiliki masalah dengan perawatan ortodonti. Namun perlu
diketahui bahwa high bone turnover pada pasien hipertiroid akan
meningkatkan jumlah pergerakan gigi dan low bone turnover pada
pasien hipotiroid dapat menurunkan kecepatan bone turnover
sehingga dapat resiko resorbsi akar meningkat
 Sebelum melakukan perawatan pada pasien dengan gangguan tiroid,
dokter harus memastikan diagnosis, etiologi, komplikasi medis masa
lalu, dan terapi yang dijalani saat ini
 Pasien hipotiroid lebih rentan terhadap penyakit kardiovaskuler dan
peningkatan LDL sehingga status kardiovaskuler harus dipastikan
terlebih dahulu sebelum melakukan perawatan.
 Perawatan ortodonti sebaiknya dilakukan dengan cepat. Hindari
stress, penggunaan adrenalin dan fokus infeksi

170 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
 Perawatan ortodonti harus dihentikan bila ditemukan tanda dan
gejala krisis tiroroksik berkembang dan akses pelayanan medis
darurat harus tersedia
 Setelah perawatan ortodonti penting bagi pasien untuk terus
mengkonsumsi obat tiroid sesuai yang diresepkan dokter penyakit
dalam
c. Kehamilan
 Kehamilan tidak kontraindikasi perawatan ortodonti
 Perawatan ortodonti dapat menjadi sumber retensi plak yang
potensial dan meningkatkan reaksi inflamasi gingiva dan jaringan
periodontal selama kehamilan sehingga kontrol plak dan kebersihan
mulut harus sangat dijaga selama perawatan ortodonti. Skaling, root
planning dan polishing perlu dilakukan secara berkala
 Hindari pengambilan radiografi, terapi obat, dan ekstraksi
khususnya di trimester pertama kehamilan
 Trimester kedua adalah waktu teraman ekstraksi gigi
 Hindari posisi supine di akhir kehamilan, untuk menghindari
terjadinya supine hypotensive syndrome. Sindrom ini dapat terjadi
karena obstruksi vena cava dan orta. Hal ini dapat mengakibatkan
berkurangnya pasukan darah ke jantung dan menurunan perfusi
plasenta.
 Waktu perawatan harus singkat dan pasien harus sering berpindah
posisi
 Pemberian antibiotik, analgetik, anestesi lokal serta obat-obatan lain
harus ditinjau efek nya pada janin

5. Perawatan ortodonti pada pasien dengan penyakit neuromuskuler


a. Cerebral Palsy
 Merupakan gangguan neuromuskuler non-progresif yang disebabkan
oleh kerusakan otak, yang dapat berasal dari sebelum, setelah
kelahiran, atau paska kelahiran
 Gambaran oral dan gigi pada anak-anak dengan cerebral palsy
adalah peningkatan penyakit periodontal dengan pembesaran gingiva
yang diinduksi obat, peningkatan prevalensi maloklusi, peningkatan
prevalensi karies, hipoplasia Enamel, peningkatan air liur, dan
penurunan laju aliran parotid
 Enamel hipoplastik memiliki struktur prisma yang tidak sama
dengan enamel normal.
 Ketangkasan anak-anak dengan kelainan neuromuskuler untuk
menjaga kebersihan diri umumnya berkurang, sehingga pemakaian
sikat gigi elektrik dianjurkan

Modul Semester VII Topik 4 171


Penyakit Kompromis Medis
 Pemeliharaan perawatan kesehatan mulut yang tepat harus
diberikan khususnya selama perawatan ortodontik.
b. Multiple Sklerosis
 Merupakan penyakit autoimun yang menggangu sistem syaraf pusat
dan menyebabkan kerusakan pada axon dan myelin
 Penggunaan metal selama perawatan ortodonti dapat mempengaruhi
teknik pencitraan yang digunakan untuk mendiagnosis dan
mamantau perkembangan multiple sclerosis, sedangkan obat-obatan
yang digunakan untuk terapi multiple sklerosis dapat berdampak
negatif pada pergerakan gigi
 Gejala multiple sklerosis sangat bervariasi. Beberapa efek dari
multiple sklerosis berdampak pada kemampuan pasien untuk
membersihkan gigi, memakai karet elastik dan menggunakan alat
lepasan selama perawatan ortodonti. Hal ini disebabkan karena
kelemahan otot, abnormal muskcle spasme, kesulitan mobilitas dan
gangguan keseimbangan pada pasien multiple sklerosis
 Pasien direkomendasikan menggunakan sikat gigi elektrik dan
kontrol rutin harus dijadwalkan dengan baik

6. Perawatan ortodonti pada pasien dengan penyakit gastrointestinal


a. Crohn disease
 Merupakan perawatan multidisipliner
 Terdapat beberapa keterbatasan perawatan ortodonti pada pasien
dengan penyakit crohn disease.
 Keparahan maloklusi, status TMJ, status periodontal, waktu
perawatan penggunaan obat-obatan dan jenis alat yang akan
digunakan adalah faktor yang harus dipertimbangkan ketika
membuat keputusan klinis
 Tiga puluh persen pasien crohn disease memiliki gangguan TMJ
 Kortikosteroid (prednisolon dan metilprednisolon) merupakan obat-
obatan yang digunakan selama perawatan penyakit crohn disease.
Obat-obatan ini dapat mempengaruhi pergerakan gigi, dan
merupakan faktor yang membatasi perawatan ortodonti
 Lesi oral pada pasien dengan crohn disease berhubungan dengan
rendahnya level zat besi dalam darah karena berkurangnya absorbsi
vitamin. Pemilihan dan penyesuaian alat ortodonti harus dilakukan
dengan hati-hati
 Gerakan gigi selama perawatan ortodonti kemungkinan dapat
memburuk masalah TMJ dan menambah ulserasi oral

172 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
b. GERD
 Perawatan gigi pada pasien gerd adalah perawatan multidisipliner
yang melibatkan dokter penyakit dalam, dokter gigi, spesialis
konservasi gigi, prostodontis, ortodontis dan gastroenterologis
 Sebagian pasien gerd memiliki masalah erosi gigi, hal ini disebabkan
karena patological refluks. Monitoring harus dilakukan pada pH
esophageal untuk menentukan perawatan yang tepat pada pasien
gerd.
 Erosi gigi harus ditangani dengan baik untuk mencegah kerusakan
gigi yang lebih parah
 Perlu dilakukan kontrol plak, pengurangan konsumsi karbohidrat
dan minuman berkarbonasi untuk memaksimalkan potensi
remineralisasi dan mengoptimalkan pH dalam mulut. Pasien harus
dimotivasi agar Gerd dapat terkontrol dengan baik melalui
perbaikan pola hidup

7. Perawatan ortodonti pada pasien dengan penyakit hematologi,


perdarahan dan gangguan perdarahan
a. Hemofili
 Hemofilia adalah gangguan perdarahan kongenital
 Hemofili A terkait kromosom sex, (defisiensi faktor VII)
 Hemofili B/ Christmast disease (defisiensi faktor IX)
 Von Willebrand disease (defect von willebrand faktor)
 Pendekatan ortodonti
 Durasi perawatan harus diperhatikan. Perawatan terlalu lama
dapat meningkatkan komplikasi
 Iritasi kronis alat ortodonti harus dihindari
 Lebih baik menggunakan self ligating bracket
 Jika memerlukan ekstraksi, Produksi factor VIII dapat
ditingkatkan dengan DDAVP. Pemberian Parenteral DDAVP
dapat digunakan untuk meningkatkan faktor VIII untuk
mencegah perdarahan paska operasi
b. Hematological malignansi
 E.g: leukimia, limfoma
 Pendekatan ortodonti
 Iritasi ringan dapat menyebabkan komplikasi serius
 Gunakan alat dengan gaya ringan sehingga dapat
meminimalkan resiko resporbsi akar. Trauma berlebihan
dapat meningkatkan resiko osteoradionekrosis. Rahang
bawah lebih beresiko terkena osteoradionekrosis karena
keterbatasan asupan darah.

Modul Semester VII Topik 4 173


Penyakit Kompromis Medis
 Atraumatik ekstraksi dapat mengurangi resiko
osteoradionekrosis
c. Thalasemia
 Kelainan genetik yang disebabkan oleh gangguan pembentukan
hemoglobin
 Diklasifikasikan menjadi
 Thalasemia Mayor (Anemia Cooley)
 Thalasemia Minor
 Manifestasi oral
 Hiperplasi maksila (chipmunk face)
 Overjet besar
 Spasing maksila
 Maloklusi>>
 Pendekatan ortodonti
 Pasien yang telah menjalani splenektomi beresiko terkena
infeksi dan bakterimia
 Profilaksis antibiotik harus diberikan pada prosedur infasive
seperti ekstraksi gigi. Antibiotik pilihan yang dapat diberikan
adalah penisilin V 2000 mg atau eritromisin 1000 mg
diberikan 30 -120 menit sebelum pencabutan gigi. Kemudian
500 mg setiap 6 jam sebanyak 8 kali
 Alat fungsional dan alat ekstraoral dapat digunakan, namun
gaya yang diberikan harus ringan (<Normal) karena pasien
thalasemia memiliki tulang kortikal yang tipis.
 Pengambilan rontgen foto perlu dilakukan setiap 3 bulan
karena tipisnya tulang kortikal dapat mempersulit perawatan
ortodonti
 Profilaksis harian dengan aplikasi flouride untuk pasien
 Ekstraksi dapat dilakukan saat proses transfusi darah dan
diiringi dengan pemberian antibiotik
 Pasien thalasemia beresiko terjangkit hepatitis dan AIDS
karena transfusi darah berulang, oleh karena itu skrining
virus harus tetap dilakukan secara berkala.

F. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Graber T., Eliades T., Athanasious, AE., 2004., Risk Management in
Orthodontics: Experts’ Guide to Malparactice., Quintessence
Publishing Co Inc., United States
2. Maheswari. S., Verma. SK., Ansar. J., Prabhat., KC., 2012.,
Orthodontic Care of Medically Compromised Patients., Indian Journal
of Oral Science 3 (3): 129-37.

174 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
3. Loganathan D., Kumar S., J. Yamini., PR. Annamalai., 2014,
Limitation and Scope of Orthodontic Treatment in Medical
Compromised Patient., Chettinad Health City Medical Journal., 3 (3):
118-121.

Modul Semester VII Topik 4 175


Penyakit Kompromis Medis
Perawatan Prostodonsia pada pasien
dengan Kompromis Medis
Dr. drg. Sri Budi Barunawati, M.Kes., Sp.Pros (K)

A. Metode penyajian
Penyampaian materi di kelas dengan tatap muka selama 2 x 50 menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa
mampu:
1. Mengetahui dan memahami penyakit sistemik pada pasien yang dapat
mempengaruhi keberhasilan perawatan Prostodonsia.
2. Memahami prosedur perawatan pasien Prostodonsia dengan penyakit
sistemik

C. Materi
Perawatan Prostodonsia perlu mempertimbangkan kondisi penyakit
sistemik yang dimiliki oleh pasien baik pada perawatan kasus gigi tiruan
lengkap (GTL), gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL), gigi tiruan cekat (GTC).
Kesehatan rongga mulut pasien menjadi hal yang penting diperhatikan pada
perawatan pasien Prostodonsia. Penyakit sistemik yang diderita oleh pasien
dapat mempengaruhi kesehatan rongga mulut pasien. Rongga mulut
merupakan lingkungan kompleks yang tidak hanya terdiri dari bakteri tetapi
juga berbagai organisme lainnya seperti jamur, protozoa, virus yang dapat
memunculkan terjadinya suatu penyakit dari berbagai kategori tersebut.
Berbagai organisme tersebut dapat tetap terkontrol dipengaruhi oleh sistem
imun tubuh manusia.
Seorang dokter gigi harus memperhatikan kondisi pasien penderita
penyakit sistemik pada perawatan prostodonsia seperti posisi pasien pada
kursi gigi, lama perawatan, pemilihan anastesi yang sesuai, kontrol rasa
sakit, rasa mual dan perdarahan, manajemen sinkop, infark miokardial,
stroke. Beberapa penyakit sistemik yang harus diperhatikan pada
perawatan prostodonsia misalnya: diabetes melitus, hipertensi, epilepsi,
osteoporosis.

I. Pertimbangan perawatan Prostodonsia pada pasien penderita


diabetes melitus
Salah satu penyakit sistemik yang perlu diperhatikan pada
perawatan prostodonsia adalah diabetes melitus. Penyakit ini

176 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
merupakan penyakit sistemik yang dapat menekan kekebalan tubuh,
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penyakit periodontal dan
kehilangan gigi. Perawatan Prostodonsia perlu diperhatikan pada pasien
penderita diabetes melitus yang mendapatkan perawatan GTC, GTS,
GTL. Perawatan pada pasien pemakai protesa lepasan maupun protesa
cekat berhubungan dengan mikrobiota rongga mulut terutama denture
stomatitis dan respon inflamasi akibat infeksi jamur yang disebabkan
oleh jamur Candida spp. yang cenderung meningkat pada pasien
penderita Diabetes Melitus. Candida dapat menempel pada fitting surface
dan polishing surface protesa lepasan atau pada permukaan protesa gigi
tiruan cekat. Rusaknya jaringan periodontal yang dapat mengakibatkan
kegoyahan gigi sampai hilangnya gigi dapat berpengaruh pada
keberhasilan perawatan gigi tiruan cekat apabila terjadi pada gigi
penyangga. Penderita diabetes melitus juga mengalami xerostomia yang
dapat menurangi retensi dari protesa lepasan.

2. Pertimbangan perawatan Prostodonsia pada pasien dengan penyakit


hipertensi
Pasien penderita hipertensi atau tekanan darah tinggi didefinisikan
sebagai pasien yang mempunyai tekanan sistolik > 140 mmHg dan
tekanan diastolik > 90 mmHg. Prosedur perawatan perlu
mempertimbangkan:
1. Pasien sebaiknya merupakan penderita hipertensi terkontrol.
2. Disarankan untuk meminum obat anti hipertensi sebelum
dilakukan prosedur perawatan.
3. Lebih disarankan untuk datang pada waktu pagi hari dan meminum
obat penenang pada malam hari atau 1-2 jam sebelum perawatan
(5-10 mg diazepam ).
4. Pemberian anastesi lokal pada preparasi gigi tiruan cekat sedapat
mungkin dihindari kecuali pasien merasakan sensasi rasa ngilu
berlebih saat dilakukan prosedur preparasi.

3. Pertimbangan perawatan Prostodonsia pada penderita penyakit


epilepsi
Epilepsi merupakan suatu penyakit akibat kelainan neurogenik dan
merupakan gangguan neurologis jangka panjang yang cirinya ditandai
dengan serangan-serangan epileptik. Serangan epileptik ini episodenya
dapat bermacam-macam mulai dari serangan singkat dan hampir tak
terdeteksi hingga guncangan kuat untuk periode yang lama. Pada
penderita epilepsi serangan cenderung berulang, dan tidak ada
penyebab yang mendasari secara langsung. Prosedur perawatan sebagai

Modul Semester VII Topik 4 177


Penyakit Kompromis Medis
berikut:
1. Pasien disarankan untuk mengkonsumsi obat sebelum perawatan
2. Perawatan dilakukan dalam jangka waktu tidak terlalu lama tanpa
menimbulkan stress berlebih pada pasien.

4. Pertimbangan perawatan Prostodonsia pada penderita osteoporosis


Osteoporosis merupakan penyakit yang banyak diderita oleh pasien
lanjut usia terutama pada wanita yang telah menopause. Penderita
osteoporosis akan mengalami kehilangan densitas atau kepadatan
tulang. Demikian pula tulang alveolar pada rongga mulut dapat
mengalami resorbsi berlebihan. Pengaruh osteoporosis pada perawatan
prostodonsia adalah:
1. Kegoyahan sampai kehilangan gigi yang cepat
2. Kondisi edentulous
3. Resorpsi tulang yang berlangsung cepat
4. Gigi tiruan yang memerlukan relining, rebasing atau pembuatan
ulang

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Mahmood, H.N., Khan, M.W.U., Azeem, M., Naeem, S., Shah, A.A,
Saleem, M.M., 2019, Frequency of Medical Co-Morbidities in Oral
Surgery, Prosthodontic and Orthodontic Patients, JADA, 29 (1) : 38-
41
2. Narasimhan, N.S., Rai, R., Geetha K.R., Srimathi, N.N., 2019,
Detection of Candida Species in Relation to Fixed Partial Dentures in
Diabetic and Non-Diabetic Individuals, IJAR, 9 (12): 68-69
3. Singh, S., Gupta K., Garg, K.N., Fuloria, N.K., Fuloria, S., Jain, T.,
2017, Dental Management of the Cardiovascular Compromised
Patient : A Clinical Approach, J. Young Pharm., 9 (4) 453 – 456

178 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Manajemen Dental pada Anak Kompromis Medis
Dr. drg. Indah Titien, SU., Sp.KGA (K)

1. Epilepsi
Epilepsi merupakan manifestasi kronis kekacauan otak yang
menyebabkan aktivitas elektrik/mekanisme rangsang yang abnormal. Kira-
kira 5% mempunyai mental subnormal.
Biasanya menyertai kecacatan yang lain misalnya Cerebral Palsi (spastik
50%, Atetoid 25%). Serangan datang lebih sering pada anak-anak dibanding
dewasa, pada anak-anak usia 18 bulan-3 tahun mengalami serangan
karena kenaikan temperatur yang mendadak disertai demam
Penyebab Epilepsi
Idiopatik
Simtomatik/ epilepsi sekunder
- ketegangan fibril
- sebab-sebab intrakranial
. Adanya lesi yang membutuhkan ruang
. Trauma
. Kerusakan vaskuler
. Infeksi- meningitis
. Cerebral palsi
- Sebab-sebab sistemik: hipoksia, hipoglikemi, gangguan metabolis saat
lahir, ketergantungan obat

Klasifikasi Epilepsi :
a. Grand mal/ general seizure : biasanya mulai terjadi sebelum usia
sekolah. Serangan besar diawali dengan pandangan dan gerakan yang
berubah sebagai peringatan; didahului sakit kepala Awalnya ada
spasmus diseluruh badan dengan hilangnya kesadaran. Wajah pucat,
pupil melebar; bola mata berputar keatas, kepala terdorong kebelakang.
Bila otot pengunyah kontraksi, lidah dapat tergigit. Penderita bangun
dengan sakit kepala dan bingung.
b. Petit mal/ partial seizure: serangan lebih ringan, hilang kesadaran
sekejap. Kejadian kurang dari 30 detik, mungkin kepala pusing dan
tidak dihiraukan. Kondisi ini jarang disertai mental subnormal.

Modul Semester VII Topik 4 179


Penyakit Kompromis Medis
Perawatan gigi :
1. Kontrol rasa sakit:
- anestesi lokal : lidokain dosis tinggi yang diberikan intravenus bisa
menyebabkan kejang, kurangi dosis dan hanya untuk epilesi ringan.
- inhalasi sedasi : didapat digunakan, hati-hati dengan pengurangan
dosis yang tiba-2. N2O akan meningkatkan depressi CNS pada
pasien yang dalam pengaruh obat anticonvulsant, dab menyebabkan
pusing dan mual bila baru minum phenytoin
- GA : beberapa obat dapat meningkatkan efek toksin antikonvulsan

2. Modifikasi Perawatan:
o Preventif: skaling periodik dapat mengurangi gingival enlargement,
obat kumur /gel/spray dapat dianjurkan
o Prostetik fixed dari metal lebih dianjurkan dibanding porselin. Tidak
dianjurkan lepasan karena dapat mengganggu pernafasan atau
tertelan kalau patah saat terjadi kejang.
o Periodontal Surgery: dapat dilakukan insisi periodontal untuk
mengurangi pembengkakan gusi untuk memudahkan pengunyahan

2. Leukemia
 Leukemia adalah tumor ganas yang berasal dari sel pembentuk
darah.
 Sel-sel yang abnormal tumbuh dan bertambah banyak tak
terkontrol.
 Bila penyakit berlanjut, sel-sel leukemia akan bergerak melalui aliran
darah dan invasi ke organ-organ lain seperti limfa, liver dan sietem
saraf pusat.
 Produksi darah putih tak terkontrol, banyak yang belum masak dan
bentuk abnormal. Sel darah putih yang paling banyak kena adalah
lymphosit, myelosit atau monosit.
 Diagnosis berdasarkan pada anamnesis, tes darah dan biopsi

Etiologi :
 Tidak diketahui secara pasti. Faktor-faktor resiko yang
meningkatkan terjadinya Leukemia pada anak-anak adalah sebagai
berikut :
 Paparan ion radiasi dosis tinggi . Kemotherapi, yang digunakan
untuk perawatan kanker lain dapat menyebabkan kerusakan DNA
dan meningkatkan risiko berkembangnya leukemia
 Infeksi beberapa virus , EBV (Epstein Bar Virus), HTLV-1 (Human
Lymphotropic virus)

180 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
 Paparan zat kimia tertentu misalnya benzena.
 Pajanan dalam waktu yang lama dengan benzena misalnya karena
pekerjaan dapat mengalami leukemia akut.
 Abnormalitas khromosom
 Anak dengan Down’s syndrome mempunyai risiko 10-20 kali
mendapatkan leukemia dibanding populasi umum

Tipe Leukemia :
Leukemia diklasifiksikan dalam 4 tipe utama berdasarkan pada kondisi
penyakit dan sel darah putih yang terlibat :
1. Acute myelogenous leukemia (AML)
2. Chronic myelogenous leukemia (CML)
3. Acute lymphocytic leukemia (ALL) � anak-anak
4. Chronic lymphocytic leukemia (CLL)
Myelogenous leukemia menyerang sel-sel myeloid, granulasi
(neutrofil, basofil, and eosinofil) dan monosit (macrophages).
Lymfositik leukemia melibatkan sel T and B (limfosit).

Tata laksana perawatan gigi dan Mulut :


 Disarankan untuk banyak minum, mengurangi kekeringan mulut
 Penggunaan fluor untuk mencegah karies dengan multiple fluoridasi,
terutama sebelum dilakukan kemoterapi.
 Penggunaan obat jel anti jamur/obat oles untuk mukositis

3. Thalassemia
Penyakit kelainan darah bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada
anaknya
Kelainan darah:
1. terjadi gangguan pada str. rantai globin, rantai abnormal,
hemoglobin abnormal/patologik
2. terjadi gangguan sintesis salah satu, jumlah rantai globin
berkurang, molekul hemoglobin abnormal, Thalassemia

Nama lain Thalassemia:


- Mediteranian disease
- Anemia Timur Tengah
- Anemia Cooley
- Leptositosis

Modul Semester VII Topik 4 181


Penyakit Kompromis Medis
Berdasar gangguan pada rantai globin:
- Th 
- Th 

Berdasar berat ringan penyakit


- Th mayor: gejala klinis berat
- Th intermedia : peralihan dari berat-ringan, bentuk sebenarnya
minor tapi gejalanya jelas
- Th minor: gejala luas, mulai tidak ada gejala smp gejala ringan
- Th minima: minor yg tidak menunjukkan gejala, morfol erit normal

Berdasar konstitusi genetic


- Th homozygote  Th mayor: gejala klinis berat
- Th heterozygote  Th minor

Tatalaksana kesehatan gigi dan mulut :


1. Kebersihan gigi dan mulut penderita thalassemia kebanyakan buruk,
terutama yang telah menerima transfusi berkali-kali.
2. Perhatian penderita/orang tua penderita lebih tertuju pada kondisi
yang mengancam jiwa.
3. Plak, kalkulus, gingivitis, karies, maloklusi banyak terdapat.
4. Semua prosedur perawatan gigi dan mulut dapat dilaksanakan
kecuali orthodonsi
5. Untuk pencabutan dan scaling /tindakan yang menimbulkan
pendarahan idealnya dilaksanakan minimal seminggu setelah
transfuse

4. Penyakit Jantung Bawaan


Etiologi :
• Penyebab  tidak jelas
• 2-5 % erat kaitannya dengan abnormalitas kromosom.
• Down’s syndrome  60 % kelainan jantung kongenital seperti defek
septum ventrikel, tetralogi fallot, duktus arteriosus persisten, dan
defek septum atrium. saudara kandung, 2-4 % mengidap kelainan
jantung bawaan yang sama
• Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi pada akhir
semester pertama yang berpotensi terjadi gangguan pembentukan
jantung.
Faktor terjadinya penyakit jantung bawaan dipengaruhi oleh :
paparan sinar radiasi, trauma fisik dan psikis, virus TORCH obat-
obatan, rokok, alkohol, dan sebagainya.

182 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
Manajemen perawatan gigi dan mulut:
Perawatan gigi pada anak penderita PJB harus dilakukan dalam
kondisinya terkendali dan tindakan pada giginya menjadi suatu hal yang
sangat penting karena dapat berdampak serius terhadap penyakitnya
o Permasalahan yang dapat terjadi selama perawatan gigi :
o Penggunaan obat-obatan digitalis dapat menyebabkan pusing dan
mulal selama perawatan gigi
o Bila terdapat gejala toksik dari obat digitalis (mis. nausea, mual,
pandangan kabur, takikardi, pusing, neuralgia, delirium) maka
harus dilakukan evaluasi medis.
o Perlu ditanyakan pada pasien kapan terakhir ka minum obat, untuk
menghindari efek samping obat.
o Bila terjadi sesak nafas maka posisi pasien diubah menjadi posisi
upright chair (ditegakkan)
o Bila pasien dalam keadaan lemah maka harus dilakukan penundaan
dan dijadwal ulang. Untuk itu perlu diskusi dengan dokter yang
merawat untuk tindakan selanjutnya.
o Beberapa obat anti arithythmic dapat menyebabkan lesi oral contoh
(vrapamil). Enalapril dan diltiazem dapat menyebabkan pembesaran
gingiva
o Penanganan gigi pada anak PJB :
• Sianotik Modifikasi perilaku
• Profilaksis antibiotik (amoksilin 50mg/kg bb)
Pulse oximetry  Pemberian oksigen selama perawatan
apabila pasien menggunakan pacemaker:
* hati-hati untuk menggunakan electronic dental analgesia,
Electrosurgical unit, Ultrasonic Scaler, Radiotherapy, Apex
locater, electric tooth brushes

Modul Semester VII Topik 4 183


Penyakit Kompromis Medis
PENUTUP

Pada akhir topik pembelajaran mengenai manajemen lesi oral akan


dilakukan penilaian sebagai berikut:
1. Ujian meliputi: ujian topik (UT) dan ujian akhir semester (UAS)
2. Nilai akhir ditentukan berdasarkan komponen:
- Ujian topik 50%
- Ujian Akhir Semester 50%

184 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
LAMPIRAN 1
Capaian Pembelajaran Lulusan
Setiap lulusan program studi kedokteran gigi jenjang sarjana memiliki capaian
pembelajaran sebagai berikut :
1. Sikap:
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap
religius;
b. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas
berdasarkan agama, moral dan etika;
c. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan peradaban berdasarkan Pancasila;
d. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki
nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan bangsa;
e. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan kepercayaan,
serta pendapat atau temuan orisinal orang lain;
f. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungan;
g. Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;
h. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik;
i. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang
keahliannya secara mandiri;
j. Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan;
k. Memiliki sikap melayani (caring) dan empati kepada pasien dan keluarganya;
l. Menjaga kerahasiaan profesi terhadap teman sejawat, tenaga kesehatan,
dan pasien; dan
m. Menunjukkan sikap menghormati hak otonomi pasien, berbuat yang terbaik
(beneficence), tidak merugikan (non-maleficence), tanpa diskriminasi,
kejujuran (veracity) dan adil (justice).

2. Penguasaan pengetahuan
a. Menguasai pengetahuan faktual tentang:
a. Hukum kesehatan;
b. Kebijakan lokal, regional, dan global tentang kesehatan;
c. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran gigi;
d. Standar kompetensi dokter gigi sesuai dengan standar kompetensi
dokter gigi indonesia.
b. Menguasai prosedur perawatan klinis dalam bidang kedokteran gigi;
c. Menguasai prinsip-prinsip:
1) Psikologi kesehatan;
2) Ilmu biostatistik;
3) Epidemiologi.
d. Menguasai konsep aplikatif:
1) Dasar etik kedokteran;
2) Teknik perawatan klinis di bidang kedokteran gigi.
e. Menguasai konsep teoritis secara umum tentang:
1) Ilmu biomedik meliputi anatomi, histologi, fisiologi tubuh manusia,
patologi dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi tubuh,
mikrobiologi, biologi, biokimia, farmakologi, serta ilmu gizi;

Modul Semester VII Topik 4 185


Penyakit Kompromis Medis
2) Ilmu kedokteran klinik meliputi Ilmu Penyakit Dalam, Telinga
Hidung Tenggorokan, Kulit dan Kelamin, Ilmu Kesehatan Mata,
Neurologi, Bedah Umum;
3) Perkembangan mental anak;
4) Ilmu kedokteran paraklinik meliputi Patologi Anatomi, Patologi
Klinik;
5) Forensik Kedokteran Gigi.
f. Menguasai konsep teoritis secara mendalam tentang:
1) Biologi Oral;
2) Morfologi makroskopis, mikroskospis dan topografi organ, jaringan
penyusun sistem tubuh manusia secara terpadu;
3) Proses tumbuh kembang dentokraniofasial pranatal dan pascanatal;
4) Komunikasi kesehatan dan komunikasi teurapeutik.
g. Menguasai konsep teoritis tentang:
1) Patogenesis penyakit atau kelainan yang meliputi, infeksi, dan non-
infeksi;
2) Sterilisasi, desinfeksi dan asepsis;
3) Obat-obat yang digunakan untuk penyakit gigi mulut, termasuk efek
samping dan interaksinya;
4) Tatalaksana kedokteran gigi klinik untuk membantu dalam
memberikan pelayanan kesehatan gigi mulut;
5) Berpikir analitis guna mendukung kedokteran gigi berbasis bukti
(evidence based dentistry);
6) Metodologi penelitian; dan
h. Menguasai konsep teoritis dalam:
1) Ilmu kedokteran gigi klinik untuk memberikan pelayanan kesehatan
gigi mulut yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif;
2) Biomaterial/material dan teknologi kedokteran gigi;
3) Radiologi Kedokteran Gigi;
4) Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat;
5) Manajemen Kesehatan.

3. Ketrampilan Khusus
a. Mampu melakukan anamnesis secara mandiri dengan menggali riwayat
pasien (riwayat keluarga dan psikososial ekonomi, riwayat kepenyakitan dan
pengobatan, riwayat perawatan gigi mulut, perilaku) yang relevan dengan
keluhan utama melalui metode komunikasi efektif terhadap pasien simulasi;
b. Mampu melakukan pemeriksaan fisik umum dan sistem stomatognatik yang
meliputi pemeriksaan ekstra dan intra oral secara mandiri pada pasien
simulasi dengan akurat serta mampu menetapkan pemeriksaan penunjang
sesuai indikasi dan kode etik;
c. Mampu mencatat hasil pemeriksaan dalam rekam medik yang komprehensif
untuk keperluan identifikasi odontologi forensik sesuai dengan Disaster
Victim Identification (DVI) sebagai bahan untuk menentukan rencana
perawatan gigi mulut secara kelompok;
d. Mampu menegakkan diagnosis awal, diagnosis banding, diagnosis akhir dan
menetapkan prognosis kelainan atau penyakit gigi mulut secara teoritis
berdasarkan patogenesis dengan mempertimbangkan derajat resiko penyakit
melalui interpretasi, analisis, dan sintesis data kasus sesuai standar
klasifikasi penyakit internasional (International Classification of Diseases)
secara mandiri;

186 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
e. Mampu menyusun rencana perawatan gigi mulut berdasarkan analisis data
kasus sesuai konsep kedokteran gigi klinik, kedokteran gigi pencegahan,
kedokteran gigi dasar, kedokteran klinik dan ilmu biomedik yang relevan
dengan mempertimbangkan siklus hidup pasien dan kondisi sosio-budaya
secara mandiri;
f. Mampu membuat keputusan dan melakukan perawatan gigi mulut pada
manekin secara mandiri sesuai dengan metode dan prosedur baku di bawah
bimbingan dosen;
g. Mampu memilih dan mendemonstrasikan penggunaan material, peralatan,
dan teknologi kedokteran gigi untuk perawatan gigi mulut pada alat peraga
(panthom) dan/atau pasien simulasi sesuai indikasi secara mandiri;
h. Mampu mendemonstrasikan cara mengendalikan rasa nyeri, takut dan
cemas dengan pendekatan farmakologis dan/atau non-farmakologis
secara mandiri;
i. Mampu membuat kajian secara mandiri permasalahan bidang kedokteran
gigi pada pasien atau masyarakat, dan mengusulkan alternatif solusi yang
inovatif dengan pendekatan kedokteran gigi berbasis bukti (evidence-based
dentistry) yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik;
j. Mampu mendemonstrasikan pengelolaan praktik dan lingkungan kerja yang
ergonomik dengan menerapkan prinsip manajemen kesehatan termasuk
keselamatan kerja, kontrol infeksi dan konsep green dentistry secara mandiri
atau kelompok;
k. Mampu mengambil keputusan medik berdasarkan data kasus untuk
merujuk pasien kepada sejawat dan/atau penyelenggara kesehatan lain
berdasarkan standar prosedur operasional secara mandiri;
l. Mampu merancang, mendemonstrasikan dan mengevaluasi upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit gigi mulut masyarakat
secara kelompok;
m. Mampu mendemonstrasikan cara mengelola perilaku pada pasien simulasi
dengan menerapkan prinsip manajemen perilaku secara mandiri dan
kelompok;
n. Mampu melakukan kolaborasi antar profesi kesehatan dalam mengelola
kesehatan pasien simulasi secara kelompok; dan
o. Mampu mendemonstrasikan cara mengidentifikasi dan tindakan medik
pada manekin sesuai dengan prosedur bantuan hidup dasar (basic life
support) dan kegawatdaruratan dental terbatas secara mandiri dan
kelompok.

4. Keterampilan umum:
a. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam
konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi
yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan
bidang kedokteran gigi;
b. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur;
c. Mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai
humaniora sesuai dengan keahliannya berdasarkan kaidah, tata cara dan
etika ilmiah dalam rangka menghasilkan solusi, gagasan, desain atau kritik
seni;

Modul Semester VII Topik 4 187


Penyakit Kompromis Medis
d. Mampu menyusun deskripsi saintifik hasil kajian tersebut di atas dalam
bentuk skripsi atau laporan tugas akhir, dan mengunggahnya dalam laman
perguruan tinggi;
e. Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian
masalah di bidang kedokteran gigi, berdasarkan hasil analisis informasi dan
data;
f. Mampu memelihara dan mengembangkan jaringan kerja dengan
pembimbing, kolega, sejawat baik di dalam maupun di luar lembaganya;
g. Mampu bertanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan
melakukan supervisi serta evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan yang
ditugaskan kepada pekerja yang berada di bawah tanggung jawabnya;
h. Mampu melakukan proses evaluasi diri terhadap kelompok kerja yang
berada di bawah tanggung jawabnya, dan mampu mengelola pembelajaran
secara mandiri; dan
i. Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan
kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi.

188 Modul Semester VII Topik 4


Penyakit Kompromis Medis
LAMPIRAN 2
Nama dan Kode Topik Program Studi S1 Kedokteran Gigi
NO KODE NAMA TOPIK SKS SEMESTER
SEMESTER GASAL
PERSPEKTIF KESEHATAN INDIVIDU DAN
1 KG1101 1 2
MASYARAKAT
2 KG1112 BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER 1 3
3 KG1113 SISTEM TUBUH MANUSIA 1 6
4 KG1114 HOMEOSTASIS DAN RELEVANSI KLINIS 1 3
5 KG2111 INFLAMASI, INFEKSI DAN PROSES PENYEMBUHAN 3 4
6 KG2112 KARIOLOGI 3 3
PROMOSI KESEHATAN DAN PENCEGAHAN
7 KG2113 3 4
PENYAKIT
8 KG2114 KONTROL INFEKSI DAN KESELAMATAN KERJA 3 2
9 KG3111 INITIAL PHASE THERAPY PERIODONTAL 5 2
10 KG3112 RESTORASI GIGI 5 5
11 KG3113 GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN 5 4
12 KG3114 ORTODONTI PREVENTIF DAN INTERSEPTIF 5 3
13 KG3115 MANAJEMEN LESI ORAL 5 2
14 KG3116 PENULISAN KARYA ILMIAH I 5 4
15 KG4111 GIGI TIRUAN LENGKAP 7 2
16 KG4112 SPECIAL CARE DENTISTRY 7 3
17 KG4113 ETIKOLEGAL DAN FORENSIK KEDOKTERAN GIGI 7 4
18 KG4114 PENYAKIT KOMPROMIS MEDIS 7 5
19 KG4115 PROBLEM KLINIK KOMPLEK 7 3
20 KG4116 GAWAT DARURAT & PERSIAPAN KLINIK 7 3
SEMESTER GENAP
1 KG1211 TUMBUH KEMBANG DENTOKRANIOFASIAL 4 2
2 KG1212 HOMEOSTASIS DAN FUNGSI RONGGA MULUT 4 2
3 KG1213 TEKNOLOGI DAN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI 6 2
4 KG1214 FARMAKOLOGI UMUM DAN FARMASI 2 2
5 KG1215 MUKOSA, JARINGAN PERIODONTAL DAN RAHANG 2 2
6 KG2211 DASAR PROSEDUR KLINIS KEDOKTERAN GIGI 6 4
7 KG2212 KELAINAN DENTOMAKSILOFASIAL I 4 4
8 KG2213 KELAINAN DENTOMAKSILOFASIAL II 5 4
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KEBIJAKAN
9 KG2214 3 4
PUBLIK
10 KG3211 PENULISAN KARYA ILMIAH II 4 6
11 KG3212 SURVEY DAN EPIDEMIOLOGI 3 6
12 KG3213 ENDODONTIK 3 6
13 KG3214 ORTODONTI KURATIF 2 6
14 KG3215 GIGI TIRUAN CEKAT 2 6
15 KG3216 MANAJEMEN BEDAH ORAL I 4 6
16 KG3217 MANAJEMEN BEDAH ORAL II 4 6

Modul Semester VII Topik 4 189


Penyakit Kompromis Medis

Anda mungkin juga menyukai