Anda di halaman 1dari 5

TITRASI ASAM BASA

I.Tujuan
Menentukan Kemolaran Larutan HCl dengan Larutan NaOH 0.1 M

II. Alat dan Bahan


1. Statif dan Klem
2. Buret
3. Erlenmeyer
4. Corong Plastik
5. Gelas Ukur
6. Larutan HCl
7. Larutan NaOH 0.1 M
8. Fenolftalein (PP)

III. Dasar Teori


Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan
cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat yang diketahui konsentrasinya secara tepat.
Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi netralisasi asam basa. Titik ekuivalen
pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam dinetralkan oleh sejumlah
basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. Pada titik ekuivalen ditentukan oleh
sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisasi asam basa. Indikator yang digunakan pada
titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pHdimana titik ekuivalen berada. Pada
umumnya titik ekuivalen tersebut sulit diamati, yang mudah diamati adalah titik akhir yang
dapat terjadi sebelum atau sesudah titik ekuivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat
titik akhir titrasi dicapai yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi
tidak selalu berimpit dengan titik ekuivalen . Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita
dapat memperkecil kesalahan titrasi. Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam kuat dan basa
kuat dalam air terurai dengan sempurna. Oleh karena itu, ion hidrogen dan ion hidroksida
selama titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan. Pada
titik ekuivalen dari titrasi asam kuat dan basa kuat, pH larutan pada temperatur 25° C sama
dengan pH air yaitu sama dengan 7.
Seorang analisis mengambil faedah dari perubahan besar dari pH yang terjadi dalam titrasi
agar dapat menentukan kapan titik ekivalennya akan tercapai. Ada banyak asam dan basa
organik dan basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak berdisosiasi dan ionnya
menunjukkawrana yang berbeda warna. Molekul-molekul demikian dapat digunakan untuk
menentukan kapan cukup titran telah ditambahkan dan disebut indikator visual. Suatu contoh
yang sederhana adalah para-nitrofenol, yang merupakan suatu asam lemah da berdisosiasi.
Bentuk tak terdisosiasi adalah tak berwarna, tetapi anionnya, yang mempunyai sistem ikatan
tunggal dan ikatan rangkap dua yang berganti-ganti (suatu systemterkonjugasikan), berwarna
kuning. Molekul-molekul atau ion-ion yang mempunyai systemterkonjugasikan, menyerap
cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan molekul-
molekul sebanding tetapi yang tanpa systemterkonjugasikan. Cahaya yang diserap sering ada
pada bagian spectrum yang tampak, dan dengan demikian molekul atau ionnya berwarna.
Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia mula-mula
berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian, dengan kehilangan hidrogen
ke dua, menjadi ion dengan systemterkonjugasikan, maka dihasilakanlahwrana merah. Metal
oranye, indikator lain yang secara luas digunakan, merupakan basa dan berwarna kuning
dalam bentuk molekular. Penambahan ion hidrogen menghasilkan suatu kation yang
berwarna merah muda.Perubahan minimum dalam pH yang diperlukan untuk suatu
perubahan warna disebut “jangkau indicator”. Pada harga pHantara,warna yang ditunjukkan
bukan warna merah atau kuning, tetapi sedikit agak kuning. Pada pH 5,pKa dari HIn, kedua
bentuk berwarna sama konsentrasinya, yaitu HIn separuh tenetralisasikan. Seringkali kita
mendengar terminology seperti suatu indikator yang berubah warna pada pH 5 telah
digunakan ini berarti bahwa pKaindicator sebesar 5 dan jangkauannya sebesar pH 4 sampai
6.Pada titrasi asam lemah, pemilihan indikator jauh lebih terbatas untuk suatu asam dengan
pKa 5 kira-kira kepunnyaan asma asetat, pH lebih tinggi dari 7 pada titik ekivalen, dan
perubahan dalam pH relatif kecil. Phenoftalein berubah warna pada kira-kira titik ekivalen
dan merupakan indicator yang cocok. Dalam hal asam yang sangat lemah, misalnya pKa = 9,
tidak ada perubahan dalam pH yang besar terjadi sekitar titik ekivalen. Jadi volume basa yang
lebih besar akan diperlukan untuk merubah warna suatu indikator dan titik ekivalen tidak
akan di deteksi dengan ketepatan yang biasa diharapkan.Kelarutan garam dari asam lemah
tergantung pada pH larutan. Beberapa contoh yang lebih penting dari garam-garam demikian
dalam kimia analitik adalah oksilat sulfida, hidrogsida, karbonat dan fosfat. Ion hidroksida
bereaksi dengan anion garam untuk membentuk asam lemah, dengan demikian meningkatkan
kelarutan garam.

IV. Cara Kerja


1. Masukkan 20 ml larutan HCl dan 5 tetes indikator fenolftaleinkedalamerlenmeyer
2. Isi buret dengan larutan NaOH 0,1 M sehingga batas 0 mL
3. Teteskan larutan NaOH. Penetesan harus dilakukan dengan hati-hati dan labu
erlenmeyer terus diguncangkan. Penetesan dihentikan saat terjadi perubahan warna
merah muda yang tetap.
4. Ulangi prosedur diatas sehingga dioeroleh 3 data yang hampir sama (dengan
perbedaan volume maks 0,5 mL)
V. Hasil Percobaan

No Volume HCl Volume NaOH


1 10 mL 12 mL
2 10 mL 9,5 mL
Volume Rata – Rata 10,75 mL

Volume yang tertera pada tabel diatas ditentukan dari penggunaan larutan NaOH 0,1 M yang
dihitung dari volume akhir setelah titrasi dikurangi volume awal yaitu 0 mL. Dari percobaan
no.1 volume awal dari NaOH adalah 0,8 mL dan digunakan sebanyak 12,8 mL sehingga
diperoleh selisih dari hasil tersebut yaitu sebanyak 12 mL larutan NaOH, Pada percobaan
no.2 volume awal adalah 12,8 mL kemudian digunakan sehingga 22,3 mL dan selisih dari
kedua hasil tersebut adalah 9,5 mL larutan NaOH 0,1 M

VI. Analisis Data


1. Tentukan jumlah mol NaOH yang digunakan!
Percobaan No 1 :
mol = M × V
= 0,1 M × 12 mL
= 1,2 mol

Percobaan No 2 :
mol = M × V
= 0,1 M × 9,5 mL
= 0,95 mol

2. Tentukan jumlah molaritas HCl.


Percobaan No 1 :
M1 × V1 = M2 × V2
0,1 M × 12 mL = M2 × 10 mL
1,2 mol = M2 × 10 mL
M2 = 1,2/10 = 0,12 M HCl
Percobaan No 2 :
M1 × V1 = M2 × V2
0,1 M × 9,5 mL = M2 × 10 mL
0,95 = M2 × 10 mL
M2 = 0,95/10 = 0,095 M HCl

3. Tuliskan reaksi kimia yang terjadi.


Reaksi kimia:
HCL (aq) + NaOH (aq) → NaCL (aq) + H2O (l)

V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa titrasi asam
basa merupakan proses penentuan larutan suatu zat dengan cara mereaksikan larutan
tersebut dengan zat yang diketahui konsentrasinya secara tepat. Dari proses titrasi asam
basa yang dtelah dilakukan, diperoleh hasil jumlah mol NaOH yaitu pada percobaan
pertama mendapatkan hasil 1,2 mol dan pada percobaan kedua mendapatkan hasil 0,95
mol. Sedangkan, jumlah molaritas HCL pada percobaan pertama mendapatkan hasil 0,12
M HCL dan pada percobaan kedua mendapatkan hasil 0,095 M HCL. Pada proses titrasi
asam basa biasanya akan terdapat kesalahan-kesalahan yang diakibatkan oleh praktikan
ataupun kesalahan dari alatnya sendiri.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai