DAN PENGECEKAN
KEABSAHAN DATA
Kelompok 1
ANGGOTA KELOMPOK
01
ANALISIS DATA
KUALITATIF
PENGERTIAN
Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah
proses sistematis untuk mencari dan mengatur
transkri wawancara, catatan lapangan, dan
materi-materi lain untuk menemukan apa yang
penting dilaporkan kepada orang lain sebagai
temuan penelitian.
mencatat catatan lapangan
memberi kode agar sumber data dapat
di telusuri
mengumpulkan, memilah, dan
KEGIATAN ANALISIS mengkalsifikasi data
DATA mensisntesis, membuat
ikhtisar/rangkuman, dan membuat
Kegiatan analisis data termasuk indeksnya
di dalamnya adalah :
mengurutkan dan membuat kategori
agar data mempunyai makna
mencari dan menemukan pola atas
hubungan-hubungan
membuat temuan penelitian
Analisis data menurut Miles dan Huberman (1994)
paling tidak melibatkan tiga pendekatan, yaitu
interpretative approach, social anthropological
approach, and collaborative social research
approach.
Interpretative approaches
Interpretative approaches berorientasi pada
tindakan sosial dan aktivitas kemanusiaan sebagai
suatu teks. Tindakan manusia dipandang dari
pengumpulan simbul yang mengekspresikan
lapisan suatu makna. Data dari wawancara dan
pengamatan, kemudian ditranskrip ke suatu teks
tulisan yang kemudian dianalisis.
Social anthropological approach
Social anthropological approach dalam analisis data
menggambarkan aktivitas studi kasus dalam pengumpulan
datanya. Pada pendekatan ini, peneliti memiliki prespektif khusus
selama penelitian sebagaimana yang dilakukan untuk
memahami partisipan dan bagaimana individu memaknai dunia
sosialnya. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk memaknai
kehidupan sehari-sehari, bahasa dan penggunaannya, ritual,
upacara-upacara, dan hubungan-hubungan manusia.
Collaborative social research
approaches
Collaborative social research approaches dalam penelitian
kualitatif umumnya digunakan untuk penelitian tindakan (action
research). Dalam hal ini, analisis data dengan kolaboratif yang
menyertakan partisipan subjek yang dilihat peneliti sebagai
stakeholders dalam situasi yang dibutuhkan dalam suatu
perubahan atau tindakan. Dalam penerapannya, suatu saat
diperlukan upaya yang sama sebagaimana dalam pendekatan
interpretative dan social anthropology.
Teknik analisis isi
TEKNIK ANALISIS DATA Teknik analisis domain
KUALITATIF
Teknik analisis taksonomi
Menurut beberapa sumber Teknik analisis komponen
(Bngin, 2007; Bogdan dan Biklen,
Teknik analisis tema
1998; Moleong, 2008), teknik
atau model analisis data yang Teknik analisis komparatif
sering digunakan dalam Teknik analisis induksi
penelitian kualitatif adalah :
TEKNIK ANALISIS ISI
(CONTENT ANALYSIS)
Dari gambar diatas, dapat dikatakan bahwa ada empat faktor yang
menjadi penyebab anak putus sekolah. Satu faktor di antaranya adalah
kurangnya sarana-prasarana. Sarana-prasarana yang menjadi
penyebab anak putus sekolah antara lain adalah tidak adanya
transportasi yang bisa mengantarkan anak ke sekolah. mengingat
tempat tinggal anak ada di daerah terpencil.
TEKNIK ANALISIS KOMPONEN
(COMPONENTIAL ANALYSIS)
Analisis komponen adalah teknik analisis yang didasarkan atas
kesamaan komponen berdasarkan gejala sosial. Analisis ini
sangat mudah dilakukan karena peneliti hanya mengenali gejala
tersebut dan kemudian gejala yang memiliki kesamaan unsur
dipisahkan atau dikelompokkan secara alamiah. Teknik analisis
komponen secara keseluruhan banyak memiliki kesamaan kerja
dengan teknik analisis taksonomi. Yang membedakan adalah
bahwa dalam teknik analisis komponen lebih menggunakan
pendekatan unsur yang memiliki perbedaan atau memiliki
hubungan kontras satu dengan yang lain, sedangkan pada
analisis domain menggunakan pendekatan menganalisis unsur
yang memiliki kesamaan.
TEKNIK ANALISIS KOMPONEN
(COMPONENTIAL ANALYSIS)
2. Menetapkan bentuk atau tipe kajian yang ingin dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan keputusan rancangan yang dipilih.Kegiatan
pengumpulan data sangat tegantung dengan rancangan tipe yang
dipilihnya ini. Apa yang dikejar/dicari di lapangan sangat bergantung pada
tradisi jenis penelitiannya.peneliti harus memikirkan apakah ia akan
melakukan deskripsi penuh settingnya atau lebih cenderung akan
menggeneralisasikan aspek teorinya. Sebagai contoh yang dilakukan
penulis ketika ingin melakukan generalisasi aspek teori dalam penelitian
tentang "hambatan guru wanita menjadi kepala sekolah", maka sejak awal
sudah menentukan bahwa penelitiannya menggunakan rancangan studi
multi situs.
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :
3. Mengembangkan pertanyaan analitis. Peneliti kualitatif lebih
mementingkan pertanyaan-pertanyaan substantif dan bukan pertanyaan-
pertanyaan formal eoretik. Peneliti harus memelihara alur pertanyaan pada
tingkat substantif. Sebagai contoh yang dilakukan penulis ketika dalam
penelitiannya ingin mengetahui bagaimana prosedur pengangkatan
kepala sekolah di madrasah swasta, sehingga guru wanita banyak yang
tidak bisa menjadi kepala sekolah. Ketika awal penulis di lapangan,
memulai dengan pertanyaan: "apakah ada standar prosedur (SOP) dalam
seleksi/ pengangkatan kepala sekolah?" Tetapi, setelah melakukan
observasi, diketahui bahwa banyak guru wanita yang memiliki kemampuan
manajerial dan memiliki pengalaman organisasional, tetapi ia tidak
diberdayakan untuk memimpin sekolah, maka pertanyaan harus diganti
dengan pertanyaan yang lebih analitis, yaitu "mengapa guru-guru wanita
yang potensial itu tidak bisa menjadi kepala sekolah?
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :
6. Menulis "memo" untuk diri sendiri tentang sesuatu yang harus dipelajari
atau apa yang segera dilakukan oleh peneliti. Jika peneliti sudah
melakukan pengumpulan data beberapa kali (misalnya lima kali), maka
buatlah ringkasan data. Ringkasan data yang dibuat secara teratur dapat
membantu peneliti untuk mengembangkan pokok-pokok pikiran yang
kemudian dihubungkan dengan refleksi peneliti. Sebagai contoh yang
dilakukan penulis dengan membuat “memo" kepada diri sendiri agar
pelajari faham "androcentric" vs "feminocentric" dalam manajemen
pendidikan ketika dalam penelitiannya menemukan gejala bias jender
dalam pengangkatan kepala sekolah.
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :
2. Memberi kode dan siap membuat rencana lanjutan. Sistem kode (koding)
dibuat sesuai dengan kenyamanan peneliti dalam bekerja. Misalnya koding
dibuat menurut pengelompokannya yaitu: (1) koding yang terkait dengan
fokus penelitian/topik liputan, (2) koding yang terkait dengan urutan
catatan atau urutan data, (3) koding yang terkait dengan latar penelitian,
(4) koding yang terkait dengan nama informan, (5) koding yang terkait
dengan waktu pengumpulan data, dan (6) koding yang terkait dengan
teknik pengumpulan data.
Kegiatan yang termasuk reduksi data sebagai berikut :
Cara yang paling mudah untuk mendeskripsikan kasus adalah membuat kerangka
atau struktur yang mencerminkan atau memuat topik-topik yang akan
dideskripsikan
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
Untuk menganalisis data setelah pengumpulan data studi kasus, Yin (2003)
menyarankan agar menggunakan tiga teknik analisis secara bersama-sama, yaitu
Bagaimana penerapan ketiga teknik ini, tidak ada patokan yang jelas. Kejelasan
analisis sangat tergantung pada kreativitas dan pengalaman peneliti. Pengalaman
peneliti dapat dimulai dari pemahamannya yang cukup terhadap kebutuhan akan
strategi bagaimana bukti-bukti studi kasus (catatan lapangan, dokumen-dokumen,
dan sebagainya) dapat dianalisis.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
1. Menjodohkan Pola
Salah satu strategi analisis studi kasus yang paling banyak disenangi oleh peneliti
adalah penggunaan logika menjodohkan pola. Penjodohan pola dilakukan dengan
membandingkan pola yang didasarkan atas data lapangan dan pola yang
didasarkan atas prediksi alternatif (dari kajian teori) yang disusun sebelum
pengumpulan data. Jika keduanya terjadi kesamaan, maka hasilnya menguatkan
validitas internal studi kasus. Apabila studi kasus yang dipilih untuk tujuan
eksploratoris, maka polanya dapat disusun dengan "meminjam/analog" cara
eksperimen, yaitu kaitan variabel dependen dan independen (pola hubungan
sebab-akibat). Apabila studi kasusnya untuk tujuan deskriptif (tunggal), penjodohan
dilakukan dengan pola variabel-variabel spesifik yang diprediksi. Dapat pula pola
disusun berdasarkan variabel nonequivalen, eksplanasi tandingan, atau pola-pola
yang lebih sederhana (pola hubungan kronologi dan unsur).
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
2. Membuat Eksplanasi
Strategi analisis yang kedua adalah tipe khusus menjodohkan pola, tetapi
prosedumya lebih sulit karenanya perlu mendapat perhatian tersendiri. Tujuannya
untuk membuat kejelasan kasus yang bersangkutan. Umumnya strategi ini
digunakan untuk mengembangkan gagasan penelitian selanjutnya, misalnya jika
studi kasus harus ditindaklanjuti dengan metode penelitian berikutnya. Membuat
eksplanasi dilakukan dengan cara:
Unsur-unsur eksplanasi paling tidak ditandai dengan kata "menjelaskan" dan
penjelasan yang naratif. Cara yang paling banyak digunakan peneliti adalah
penjelasan naratif. Penjelasan naratif dapat dilakukan misalnya berurutan dari
pertama sampai dengan akhir, dari tingkatan lokal sampai dengan nasional, dari
situs/kasus satu sampai dengan situs/kasus berikutnya. Dan seterusnya.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
2. Membuat Eksplanasi
Analisis deret waktu ini dilakukan dengan mengikuti pola prosedural suatu tindakan.
Deret waktu dapat terjadi dengan berpasangan antara kecenderungan butir-butir
data dibandingkan dengan kecenderungan teoretis dan kecenderungan perangkat
yang digunakan.
Pada studi kasus tunggal umumnya menggunakan deret waktu sederhana, yaitu
hanya melibatkan fenomena tunggal atau dalam istilah kuantitatif melibatkan
variabel dependen atau independen saja. Misalnya penelitian tentang "Pelaksanaan
Masa Orientasi Siswa Baru di Sekolah Luar Biasa Tunas Mulia Tahun Pelajaran
2012/2013".
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
3. Analisis Deret Waktu
Jika kasusnya lebih kompleks, yang ditandai dengan studi multi kasus atau multi
situs, maka analisisnya dapat menggunakan deret waktu kompleks. Kekomplekan itu
ditandai oleh adanya serangkaian variabel ganda, baik yang menyangkut
banyaknya tempat, tingkatan, perubahan, dan indikator- indikator lainnya. Misalnya
penelitian tentang "Faktor-faktor Sosio-kultural yang Menghambat Kesempatan Guru
Wanita Menjadi Kepala Sekolah: Studi Multi Kasus di Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidaiyah Pada Masa Orde Baru Sampai Dengan Masa Reformasi".
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
3. Analisis Deret Waktu
Deret kronologis.
Deret waktu yang juga dapat dipilih peneliti baik studi kasus tunggal maupun studi
kasus ganda adalah didasarkan atas kronologi peristiwa. Untuk membuat kronologis,
hal-hal berikut perlu mendapat perhatian:
(1) sejumlah peristiwa harus terjadi setelah peristiwa lain,
(2)sejumlah kejadian harus selalu diikuti oleh kejadian lain atas dasar kontingensi,
(3) sejumlah peristiwa bisa mengikuti peristiwa lain yang diprediksi.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
3. Analisis Deret Waktu
Jenis analisis apapun yang digunakan, harus selalu ingat bahwa studi kasus pada
hakikatnya meneliti sejumlah pertanyaan "bagaimana" dan "mengapa". Untuk itu,
yang terpenting bukan menonjolkan kecenderungan waktunya, tetapi waktu yang
relevan untuk menerangkan hubungan antar peristiwa. Hal ini bisa dilakukan dengan
mengidentifikasi indikator-indikator spesifik yang perlu dilacak pada suatu ketika
dan interval waktu tertentu yang harus dicakup. Misalnya pada contoh judul
penelitian point b di atas, selain diuraikan kapan peristiwanya terjadi, juga diuraikan
bagaimana urutan peristiwanya terjadi dan mengapa hal itu terjadi.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
3. Analisis Unit terjalin
Analisis ini bisa sebagai alternatif untuk melengkapi tiga jenis analisis sebelumnya.
Misalnya dalam suatu survei terdapat unit-unit yang perlu dilakukan studi kasus, maka
analisis kasus merupakan bagian dari analisis kasus yang lebih besar yang menjadi
minat utama peneliti. Dengan demikian, keterjalinan kasus merupakan masalah
kontekstual yang lebih kecil dari bagian yang lebih besar. Untuk itu, analisis semacam ini
bukan dipandang sebagai studi kasus, tetapi melibatkan strategi penelitian yang lain.
Sebagai contoh seorang peneliti ingin mengembangkan perangkat pembelajaran yang
tepat bagi anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas inklusi. Untuk bisa
mengembangkan perangkat pembelajaran yang dianggap tepat, peneliti terlebih dahulu
melakukan studi kasus tentang apa dan bagaimana perangkat pembelajaran yang
selama ini dipakai oleh siswa inklusi, dan hasil analisis kasusnya dijadikan dasar untuk
mengembangkat perangkat pembelajaran baru yang lebih efektif.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
3. Analisis Unit terjalin
Analisis unit terjalin juga bisa digunakan untuk penelitian yang melibatkan banyak kasus.
Analisis studi multi kasus atau multi situs sangat tepat jika menggunakan jenis analisis
unit terjalin ini. Misalnya menggunakan analisis lintas kasus/situs. Pertama- tama
dilakukan analisis untuk masing-masing kasus/situs. Hasilnya diinterpretasikan pada
tingkat kasus/situs tunggal (tentu dapat diterapkan dengan penjodohan pola dan
eksplanasi). Pola dan eksplanasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan lintas kasus/
situs. Akhirnya, kesimpulan ditarik berdasarkan keseluruhan multi kasus/situs.
MENARIK KESIMPULAN STUDI
KASUS
Pada studi kasus tunggal, analisis data dapat dilakukan dengan teknik dan proses
sebagaimana yang telah diuraikan di atas sampai dengan mendeskripsikan
kasusnya terutama untuk menjawab pertanyaan "apa, bagaimana, dan mengapa".
Dari deskripsi itu kemudian membuat pola dalam bentuk bagan atau cart yang
menggambarkan alur proses atau deskripsinya. Dari deskripsi itu, kemudian ditarik
implikasinya dalam bentuk kebijakan, tindak lanjut, atau rekomendasi.
MENARIK KESIMPULAN STUDI
KASUS
Pada studi multi kasus atau multi situs, analisisnya diawali dari kesimpulan tiap
kasus, kemudian ditarik kesimpulan pada lintas kasus/situs. Untuk memudahkan
menarik kesimpulan lintas kasus, selain dibuat dalam bentuk pola tiap kasus juga
dibuat tabel perbandingan antar tiap kasus/situsnya. Dari tabel itulah kemudian
ditarik kesimpulan lintas kasus/situsnya. Pada kesimpulan lintas kasus lebih
ditekankan perbedaannya, sedangkan kesimpulan lintas situs lebih ditekankan
kesamaannya. Hasil analisis lintas kasus/situs tidak hanya sampai deskripsi kasus,
tetapi sampai menemukan teori substantif atau memodifikasi teori. Dari teori
substantif kemudian ditarik implikasinya dalam bentuk kebijakan, tindak lanjut,
atau rekomendasi.
02
PENGECEKAN
KEABSAHAN DATA
KUALITATIF
Keabsahan data :
Kepercayaan atau Kredibilitas
Keteralihan atau Transferabilitas POKOK
Auditabilitas/ketergantungan
Konfirmabilitas
BAHASAN
PENGERTIAN
KEABSAHAN DATA
Dalam setiap penelitian, kriteria utama dalam melihat keabsahan data penelitian
menurut Sugiyono (2008) adalah valid, reliabel dan objektif.
Valid atau validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada
objek penelitian dengan daya tangkap peneliti. Data yang valid adalah data yang
sama antara yang dilaporkan peneliti dengan data yang terjadi pada realitas
objek/subjek yang diteliti. Umumnya, terdapat dua macam validitas untuk melihat
keabsahan data, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal
berkaitan dengan derajat ketepatan rancangan penelitian dengan hasil yang dicapai
dalam penelitian. Sedangkan validitas eksternal adalah berkaitan dengan derajat
keakuratan hasil penelitian untuk dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada
populasi dimana sampel penelitian diambil.
PENGERTIAN
KEABSAHAN DATA
Dalam setiap penelitian, kriteria utama dalam melihat keabsahan data penelitian
menurut Sugiyono (2008) adalah valid, reliabel dan objektif.
Reliabel atau reliabilitas adalah derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan.
Dalam penelitian kuantitatif, data dinyatakan reliabel jika dua atau lebih peneliti
dalam objek yang sama menghasilkan data yang sama, atau peneliti yang sama
dalam waktu yang berbeda menghasilkan data yang sama.
PENGERTIAN
KEABSAHAN DATA
Dalam setiap penelitian, kriteria utama dalam melihat keabsahan data penelitian
menurut Sugiyono (2008) adalah valid, reliabel dan objektif.
Objektif atau obyektivitas adalah berkenaan dengan derajat kesepakatan
(interpersonal agreement) antar banyak orang terhadap suatu data. Jika dari seratus
orang, terdapat sembilanpuluh sembilan orang mengatakan bahwa terdapat warna
hitam pada rambut yang menjadi objek penelitian, maka data itu dinyatakan objektif.
Data yang objektif (diakui banyak orang) cenderung valid, tetapi tidak selalu
demikian. Artinya, data yang subyektif (hanya diakui oleh sedikit orang) bisa juga
menjadi valid. Misalnya dari seratus orang tersebut, satu di antaranya mengatakan
bahwa rambutnya sebenarnya berwarna putih. Karena satu orang yang mengatakan
itu adalah pengakuan dirinya sendiri, maka data itu dinyatakan valid, sedangkan
pernyataan sembilanpuluh sembilan orang lainnya tidak valid.
PENGERTIAN
KEABSAHAN DATA
Dalam penelitian kuantitatif untuk mendapatkan data yang valid, reliabel, dan objektif,
maka dilakukan dengan menguji instrumen penelitiannya sehingga menjadi instrumen
yang valid dan reliabel. Instrumen yang teruji valid dan reliabel akan menghasilkan data
yang valid dan reliabel pula. Hal ini berbeda dengan penelitian kualitatif. Untuk
mendapatkan data yang valid dan reliabel dalam penelitian kualitatif, dilakukan dengan
melihat/menguji datanya (bukan menguji instrumennya).
Pada penelitian kualitatif, berdasarkan sejumlah referensi (Guba dan Lincoln,1981; Patton,
2001; Sugiyono, 2008; dan Moleong, 2008), sepakat bahwa untuk melihat keabsahan data
tidak menggunakan istilah validitas, reliabilitas, dan objektivitas data sebagaimana yang
dilakukan dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, kriteria keabsahan
data dilakukan dengan mengecek/menguji empat kriteria, yaitu (1) derajat kepercayaan
atau kredibilitas (credibility), (2) keteralihan (transferability), (3) ketergantungan
(dependability), dan (4) kepastian (confirmability).
1. Kepercayaan atau Kedibilitas
Jika merujuk saran dari Ratcliffe (1983) yang ditegaskan kembali oleh
Merriam (1998) agar peneliti berhati-hati, menunjukkan bahwa:
data tidak akan berbicara dengan sendirinya, tetapi perlu interpretor
atau penerjemah;
ketika seseorang melakukan observasi atau pengukuran terhadap
suatu fenomena/event tanpa merubahnya, fisik/material dari realitas
itu tidak bisa terulang lagi dengan waktu yang panjang (to be single-
faceted);
angka, persamaan, dan kata-kata, semuanya adalah abstraksi, simbol
dari representasi realitas dan bukan realitas itu sendiri.
Dengan demikian, validitas internal merupakan kunci dari semua jenis
penelitian (kuantitatif maupun kualitatif) untuk mengetahui makna dari
realitas yang diteliti.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.
a. Triangulasi (Triangulation)
Contoh :
seorang informan (orang tua murid) mengatakan bahwa anaknya yang bungsu
selalu mengaji (membaca al-Qur'an) sebelum belajar dan mengerjakan
pekerjaan rumah (PR). Untuk mengecek kebenarannya, peneliti menanyakan
kepada murid yang bersangkutan. menanyakan juga kepada saudara yang
lainnya Jika jawabannya sama, maka dapat dikatakan datanya valid. Jika
jawabannya berbeda, maka peneliti terus mencari dan menanyakan ke sumber
lain serta mendiskusikan untuk menganalisisnya sampai menemukan kepastian
jawaban yang benar.
2. Triangulasi Metode/teknik
Triangulasi metode/teknik berarti membandingkan dan mengecek balik
informasi atau data yang diperoleh dari metode pengumpulan data yang
berbeda- beda.
Contoh :
Data dari hasil wawancara dengan orang tua yang mengatakan bahwa
anaknya yang bungsu selalu mengaji (membaca al-Qur'an) sebelum belajar
dan mengerjakan pekerjaan rumah (PR) seperti tersebut di atas, maka peneliti
mengecek kebenarannya dengan melakukan pengamatan langsung ke rumah
tempat tinggal anak tersebut pada jam-jam belajar. Di samping peneliti
melakukan pengamatan, juga mengecek dengan bukti dokumen al-Qur'an yang
dibacanya. Jika belum menemukan data yang sama/benar, maka peneliti terus
melakukan dengan metode lain atau jenis triangulasi lain, dan menganalisisnya
sampai menemukan data yang benar.
3. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu berarti peneliti melakukan pengecekan data dengan waktu
yang berbeda. Pengamatan tidak hanya dilakukan satu kali, tetapi beberapa kali
dalam waktu yang berbeda. Misalnya untuk mengecek kebenaran data bahwa
anak bungsu itu selalu membaca al-Qur'an sebelum belajar, peneliti melakukan
pengamatan tidak hanya satu kali pada malam hari, tetapi juga melakukan
pengamatan pada pagi, siang, dan sore hari.
4. Triangulasi Investigator
Triangulasi penyidik/investigator berarti membandingkan dan mengecek
informasi atau data yang diperoleh oleh peneliti yang satu dengan peneliti yang
lain. Penggunaan teknik triangulasi jenis ini terutama digunakan jika
penelitiannya dilakukan dalam bentuk kelompok (team). Penelitian kelompok
memerlukan persamaan persepsi dalam melihat dan menafsirkan data. Untuk
itu, triangulasi penyidik dapat diterapkan untuk mengurangi perbedaan tafsir
terhadap data yang dikumpulkan.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.
d. Meningkatkan Ketekunan
Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau bahkan berlawanan dengan
hasil penelitian. Dengan menganalisis kasus negatif, maka akan dapat
meningkatkan kredibilitas data. Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti
mencari data yang berbeda atau bertentangan dengan data yang ditemukan.
Analisis kasus negatif dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan mengapa
ada data yang berbeda, atau mungkin sebenarnya data itu sama. Jika peneliti
memang menemukan kasus negatif dan datanya memang berbeda, maka
peneliti harus mendapat kepastian seberapa tingkat perbedaannya. Jika
perbedaannya memang banyak, maka peneliti dapat merubah atau membatasi
temuannya. Jika semakin sedikit perbedaannya, maka data atau hasil penelitian
itu dapat dipercaya.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.
Contoh :
Pengalaman penulis, setelah beberapa kali melakukan pengumpulan data pada
penelitian di sejumlah madrasah yang dipimpin oleh wanita, kemudian
menyimpulkan bahwa guru wanita secara sosio-kultural diberi kesempatan
yang luas untuk menjadi kepala sekolah di madrasah ibtidaiyah swasta. Untuk
mengetahui apakah kesimpulan itu benar, maka peneliti mencari dan
menemukan madrasah yang tidak mau mengangkat kepala sekolah wanita,
bahkan semua gurunya adalah pria. Setelah kasus ini diteliti dan dianalisis
sebagai kasus negatif mengapa hal itu terjadi, maka dapat disimpulkan karena
itu merupakan wasiat dari pendirinya yang memiliki pemikiran bahwa menjadi
kepala sekolah itu identik menjadi pemimpin, dan menurut keyakinannya wanita
tidak boleh menjadi pemimpin. Dengan adanya analisis kasus negatif, maka
memperkuat tingkat kepercayaan hasil penelitian.
2. Keteralihan atau transferabilitas (transferability)
Dengan demikian, pembaca dapat memahami secara jelas hasil penelitian tersebut dan
memutuskan sendiri bisa atau tidak bisa hasil penelitian itu diaplikasikan di tempat lain. Jika
pembaca mendapat gambaran yang jelas tentang hasil penelitian yang dibacanya dan
dapat memutuskan bisa atau tidak bisa hasil penelitian itu ditransfer ke situasi lain, maka
hasil penelitian itu masih memenuhi standar transferabilitas.
Dalam penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk melakukan generalisasi hasil sehingga
memenuhi validitas eksternal. Tetapi, hal ini bukan berarti tidak terjadi generalisasi.
3. Auditabilitas atau ketergantungan
(auditability/dependability)
Untuk melihat ketergantungan ini dapat dilakukan dengan melihat: (1) posisi peneliti (the
investigator 's position), (2) triangulasi (triangulation), dan (3) penelusuran audit (audit trail).
Penelusuran audit (audit trail) berangkat dari konsep auditing yang diterapkan di bidang
bisnis untuk memeriksa ketergantungan dan kepastian data mulai dari proses sampai
dengan hasil. Dalam penelitian kualitatif, pengujian dependability dilakukan dengan
menelusur audit terhadap keseluruhan proses dan hasil penelitian. Cara yang paling banyak
dilakukan oleh auditor independen untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam
melakukan penelitian. Mulai dari menentukan fokus, memasuki lapangan, memilih sumber,
melakukan analisis, menguji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan penelitian. Proses
auditing bisa dilakukan dengan merujuk pengalaman Halpern yang dikuatkan oleh Moleong
(2008), misalnya mulai dari pra-entri, penetapan hal-hal yang dapat diaudit, kesepakatan
formal, dan terakhir penentuan keabsahan data.
3. Auditabilitas atau ketergantungan
(auditability/dependability)
Yang bertindak sebagai auditor adalah orang yang ikut bertanggung jawab terhadap
kebenaran penelitian. Jika penelitian dilakukan oleh mahasiswa, misalnya dalam rangka
penulisan skripsi, tesis, atau disertasi, maka yang bertindak sebagai auditor dan harus
melakukan penelusuran audit adalah dosen pembimbing. Pada penelitian lain yang tidak
terkait dengan tugas studi, maka yang dapat bertindak sebagai auditor adalah reviewer atau
orang yang menilai kebenaran penelitian itu.
4. Konfirmabilitas (confirmability)
Untuk menunjukkan kepada auditor bahwa penelitiannya dilakukan melalui proses benar dan
menghasilkan temuan yang benar, peneliti disarankan untuk melaporkan penelitiannya
dengan uraian yang rinci. Uraian yang rinci dapat ditunjukkan dengan sejelas mungkin
konteks penelitian, rincian fokus penelitian, proses pengumpulan datanya, dan uraian rinci
hasilnya. Untuk dapat melaporkan secara rinci proses dan hasil penelitian itu, maka peneliti
dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup, tidak hanya tentang
bidang kajian yang diteliti, tetapi juga tentang metode penelitian kualitatif yang dipilihnya.
Dengan demikian, syarat akademis dan metodologis merupakan jaminan kepastian
objektivitas penelitian.
4. Konfirmabilitas (confirmability)
Terkait dengan validitas dan reliabilitas untuk menjamin keobjektifan penelitian, bahkan tidak
hanya pada penelitian kualitatif, tetapi juga penelitian kuantitatif, Merriam (1998) menekankan
juga pentingnya etika (ethics), baik etika dalam pengumpulan data, maupun analisis dan
diseminasi hasil penelitian. Etika dalam penelitian bisa menjadi suatu dilematis yang terus
diperdebatkan. Ketika pengumpulan data, peneliti dihadapkan dilema misalnya dengan hal-
hal yang sifatnya privacy atau peneliti berperan sebagai partisipan. Untuk itu peneliti harus
melakukan berhati-hati dan memastikan bahwa informasi yang diberikan semata-mata
hanya untuk tujuan penelitian.
THANK YOU
I hope you can get helpful
knowledge from this presentation.
Good luck!