Anda di halaman 1dari 97

ANALISIS DATA KUALITATIF

DAN PENGECEKAN
KEABSAHAN DATA
Kelompok 1
ANGGOTA KELOMPOK

AYU AULYA RAHMAN FITRI AULIA RAHMA DINDA


200341617263 200341617244

01
ANALISIS DATA
KUALITATIF
PENGERTIAN
Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah
proses sistematis untuk mencari dan mengatur
transkri wawancara, catatan lapangan, dan
materi-materi lain untuk menemukan apa yang
penting dilaporkan kepada orang lain sebagai
temuan penelitian.
mencatat catatan lapangan
memberi kode agar sumber data dapat
di telusuri
mengumpulkan, memilah, dan
KEGIATAN ANALISIS mengkalsifikasi data
DATA mensisntesis, membuat
ikhtisar/rangkuman, dan membuat
Kegiatan analisis data termasuk indeksnya
di dalamnya adalah :
mengurutkan dan membuat kategori
agar data mempunyai makna
mencari dan menemukan pola atas
hubungan-hubungan
membuat temuan penelitian
Analisis data menurut Miles dan Huberman (1994)
paling tidak melibatkan tiga pendekatan, yaitu
interpretative approach, social anthropological
approach, and collaborative social research
approach.
Interpretative approaches
Interpretative approaches berorientasi pada
tindakan sosial dan aktivitas kemanusiaan sebagai
suatu teks. Tindakan manusia dipandang dari
pengumpulan simbul yang mengekspresikan
lapisan suatu makna. Data dari wawancara dan
pengamatan, kemudian ditranskrip ke suatu teks
tulisan yang kemudian dianalisis.
Social anthropological approach
Social anthropological approach dalam analisis data
menggambarkan aktivitas studi kasus dalam pengumpulan
datanya. Pada pendekatan ini, peneliti memiliki prespektif khusus
selama penelitian sebagaimana yang dilakukan untuk
memahami partisipan dan bagaimana individu memaknai dunia
sosialnya. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk memaknai
kehidupan sehari-sehari, bahasa dan penggunaannya, ritual,
upacara-upacara, dan hubungan-hubungan manusia.
Collaborative social research
approaches
Collaborative social research approaches dalam penelitian
kualitatif umumnya digunakan untuk penelitian tindakan (action
research). Dalam hal ini, analisis data dengan kolaboratif yang
menyertakan partisipan subjek yang dilihat peneliti sebagai
stakeholders dalam situasi yang dibutuhkan dalam suatu
perubahan atau tindakan. Dalam penerapannya, suatu saat
diperlukan upaya yang sama sebagaimana dalam pendekatan
interpretative dan social anthropology.
Teknik analisis isi
TEKNIK ANALISIS DATA Teknik analisis domain
KUALITATIF
Teknik analisis taksonomi
Menurut beberapa sumber Teknik analisis komponen
(Bngin, 2007; Bogdan dan Biklen,
Teknik analisis tema
1998; Moleong, 2008), teknik
atau model analisis data yang Teknik analisis komparatif
sering digunakan dalam Teknik analisis induksi
penelitian kualitatif adalah :
TEKNIK ANALISIS ISI
(CONTENT ANALYSIS)

Berg (2004) menyebut teknik analisis isi sebagai proses analisis


yang merubah hasil wawancara, catatan lapangan, macam-
macam keterangan data, menjadi informasi yang sistematis.
Teknik analisis ini selalu memaparkan tiga hal yang sekaligus
sebagai prasyaratnya, yaitu objektivitas, sistematis, dan
generalisasi. Cara kerja analisis isi menggunakan logika yang
sama dengan kebanyakan logika dalam penelitian kuantitatif,
yaitu memulai dengan menggunakan lambang,
mengklasifikasi/kategorisasi dengan kriteria tertentu, dan
kemudian memprediksi.
LANGKAH UMUM
ANALISIS ISI

1. Menentukan tingkatan unit analisis. Ketika menggunakan strategi


analisisisi untuk menilai dokumen tertulis, pertama-tama peneliti
harus memutuskan pada tingkat apa unit analisis itu akan
digunakan. Misalnya apakah peneliti mengikuti batasan tingkat
kata, frase, kalimat, paragraf, sub-bab, bab, buku/laporan
lengkap, penulis, ideologi yang dianut, topik, atau unsur-unsur
yang sama/relevan dengan konteks yang dianalisis.
LANGKAH UMUM
ANALISIS ISI

2. Langkah berikutnya adalah mengembangkan kategori.


Mengembangkan kategori ini umumnya digunakan untuk membangun
teori dari dasar (grounded theory). Untuk mengembangkan teori,
peneliti mengembangkan kategori dalam analisis isi dengan cara
induktif, deduktif, atau kombinasi keduanya. Pengembangan dengan
pendekatan induktif lebih disarankan untuk membangun teori dari
bawah karena pada pendekatan induktif, peneliti dapat
merepresentasikan pengalaman personalnya sebagai peneliti.
Berg (2004) mengemukakan langkah-langkah analisis isi dilakukan
dengan mengikuti 7 langkah, yaitu, secara rinci analisis isi dilakukan
dengan mengikuti najuh langkah, yaitu: (1) mengidentifikasi
pertanyaan penelitian, (2) menentukan kategori analitik, (3)
membaca data dan menetapkan kategori grounded dari data yang
ada, (4) menentukan kriteria seleksi untuk memilah potongan-
potongan data berdasarkan kategori analitik dan kategori grounded,
(5) mulai memilah data menjadi bermacam-macam kategori, (6)
menghitung jumlah kategori yang ada, dan setiap kategori
dideskripsikan: secara statistik agar mengikuti alur yang penting
untuk dipertunjukkan, serta mereview material teks untuk mencari
pola kategori, dan (7) mempertimbangkan pola kategori sebagai
pola yang melingkupi teori, memberikan penjelasan terhadap
temuan, dan mengaitkan hasil analisis dengan teori yang ada.
TEKNIK ANALISIS
DOMAIN (DOMAIN
ANALYSIS)

Analisis domain banyak digunakan oleh peneliti kualitatif untuk


menggambarkan objek penelitian secara umum atau di tingkat
permukaan, namun gambarnya relatif utuh. Peneliti
mengistilahkan enggunaan analisis domain ini untuk tujuan
eksplorasi. Artinya, peneliti ingin memberikan gambaran yang
utuh tentang objek yang teliti, tanpa harus dirinci secara detail
secara detail unsur-unsur yang ada dalam objek tersebut.
TEKNIK ANALISIS DOMAIN
(DOMAIN ANALYSIS)
Langkah-langkah analisis domain, dapat dilakukan sebagai
berikut.
1. Peneliti memulai dengan membuat domain dan memilih pola
hubungan semantik.
2. Menyiapkan lembaran kerja analisis domain, kemudian
memilah data sehingga terlihat kesamaan yang dapat
dikategorikan pada jenis tertentu.
3. Dari hasil pemilahan tersebut, kemudian dicari konsep
induknya dan kategori simbolik dari suatu domain yang
sesuai dengan hubungan semantiknya.
4. Sebelum seluruh domain dibuat final, peneliti harus bisa
menjawab pertanyaan struktural untuk setiap domainnya.
5. Membuat daftar domain yang ditemukan.
TEKNIK ANALISIS
DOMAIN (DOMAIN
ANALYSIS)

Dalam praktik penelitian sosial, kemungkinan domain yang


dapat dibuat oleh peneliti sangat banyak variasinya. Untuk itu,
merujuk saran Spradley yang ditegaskan oleh Bungin (2007) dan
Moleong (2008), peneliti dapat membuat domain sebagaimana
langkah pertama di atas berdasarkan hubungan semantik
berikut: (1) jenis, (2) ruang. (3) sebab-akibat, (4) rasional, (5)
lokasi kegiatan, (6) tujuan akhir, (7) fungsi, (8) urutan, dan (9)
atribut.
Contoh penerapan analisis domain model Spradley ini dapat dilakukan sebagai berikut. Pada
penelitian tentang "Ketidaktuntasan wajib belajar pendidikan dasar", dapat dianalisis domain
sebagaimana yang dijabarkan di bawah ini
TEKNIK ANALISIS
TAKSONOMI

Dalam setiap penelitian kualitatif, selalu akan muncul dua sifat


domain, yaitu domain yang superior dan domain yang inferior.
Domain superior adalah domain yang sangat penting sekaligus
mendominasi hampir di seluruh deskripsi tujuan penelitian.
Sedangkan domain inferior adalah domain yang kurang dapat
memberikan kesempatan untuk mengembangkan analisis
berikutnya. Domain superior itulah yang perlu dianalisis lebih
lanjut dengan analisis taksonomi.
TEKNIK ANALISIS
TAKSONOMI

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis taksonomi


dapat mengikuti urutan sebagai berikut.
Memilih satu atau dua domain superior yang akan dianalisis
lebih lanjut.
Mencari kesamaan/kesetaraan atas dasar hubungan
semantik yang digunakan untuk domain itu.
Mencari tambahan istilah untuk menjelaskan domain dan
bagian-bagiannya.
Mencari domain yang lebih besar yang dapat dimasukkan
sebagai bagian dari domain yang dianalisis.
TEKNIK ANALISIS
TAKSONOMI

Membentuk taksonomi sementara berdasarkan urutan


bagian domain yang telah dibuat.
Mengadakan wawancara terfokus untuk mengecek
keabsahan hasil analisis yang telah dibuat.
Membangun taksonomi secara lengkap.
TEKNIK ANALISIS
TAKSONOMI

contoh urutan hasil analisis taksonomi

Dari gambar diatas, dapat dikatakan bahwa ada empat faktor yang
menjadi penyebab anak putus sekolah. Satu faktor di antaranya adalah
kurangnya sarana-prasarana. Sarana-prasarana yang menjadi
penyebab anak putus sekolah antara lain adalah tidak adanya
transportasi yang bisa mengantarkan anak ke sekolah. mengingat
tempat tinggal anak ada di daerah terpencil.
TEKNIK ANALISIS KOMPONEN
(COMPONENTIAL ANALYSIS)
Analisis komponen adalah teknik analisis yang didasarkan atas
kesamaan komponen berdasarkan gejala sosial. Analisis ini
sangat mudah dilakukan karena peneliti hanya mengenali gejala
tersebut dan kemudian gejala yang memiliki kesamaan unsur
dipisahkan atau dikelompokkan secara alamiah. Teknik analisis
komponen secara keseluruhan banyak memiliki kesamaan kerja
dengan teknik analisis taksonomi. Yang membedakan adalah
bahwa dalam teknik analisis komponen lebih menggunakan
pendekatan unsur yang memiliki perbedaan atau memiliki
hubungan kontras satu dengan yang lain, sedangkan pada
analisis domain menggunakan pendekatan menganalisis unsur
yang memiliki kesamaan.
TEKNIK ANALISIS KOMPONEN
(COMPONENTIAL ANALYSIS)

Langkah-langkah analisis komponen dilakukan sebagai berikut:


1. Memilih domain yang akan dianalisis. Domain ini dipilih dari
data hasil wawancara dan observasi yang sudah dianalisis
dengan analisis domain.
2. Mengidentifikasi seluruh hal-hal yang kontras yang telah
ditemukan. Identifikasi dilakukan dengan membuat tabel
yang dapat dipakai untuk mencari dan menempatkan
pemilahan domain yang memiliki unsur kontras.
3. Menyiapkan paradirma komponen secara lengkap.
TEKNIK ANALISIS TEMA
(THEME ANALYSIS)
Analisis tema memiliki bentuk yang sama dengan analisis domain,
tetapi muatan analisisnya berbeda. Jika dicermati, cara kerja analisis
tema tampak menyerupai sarang laba-laba yang terstruktur. Artinya,
setiap domain atau tema yang dianalisis akan memiliki garis simpul
satu sama lain. Pada analisis tema, peneliti mencoba mengumpulkan
banyak tema dan fokus yang terkonsentrasi pada domain-domain
tertentu. Dengan analisis tema, peneliti berusaha menemukan
hubungan-hubungan yang terdapat pada domain- domain yang
dianalisis, sehingga akan membentuk suatu kesatuan yang holistik,
terpola dalam suatu pola yang kompleks, yang akhimya akan
menampakkan tema-tema atau faktor-faktor yang paling
mendominasi domain yang dianalisis.
TEKNIK ANALISIS KOMPARATIF
KONSTAN (CONSTANT
COMPARATIVE ANALYSIS)

Teknik analisis komparatif konstan dalam penelitian kualitatif bertujuan


untuk menemukan teori (grounded theory). Untuk dapat menemukan
teori, peneliti melakukan penelitiannya dengan waktu yang cukup
lama, sehingga dapat diketahui kejadian yang terus-menerus secara
ajeg (constant). Di samping itu, subjek kejadian yang diteliti pasti lebih
dari sPada analisis komparatif, peneliti membandingkan kejadian-
kejadian yang terjadi secara terus-menerus (constant) dan banyak,
atau berulang-ulang sepanjang penelitian itu dilakukan, mulai saat
pengumpulan data sampai dengan analisis setelah pengumpulan
data.
TEKNIK ANALISIS KOMPARATIF
KONSTAN (CONSTANT
COMPARATIVE ANALYSIS)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis komparatif konstan


sebagai berikut:
Membandingkan kejadian yang dapat diterapkan pada tiap
kategori. Kegiatannya dimulai dari peneliti mencatat setiap
kejadian. Kemudian peneliti melanjutkan dengan membandingkan
kejadian-kejadian tersebut (mengenai dimensi, kondisi saat
kejadian berlangsung, hubungan dengan kategori yang lain, dsb)
secara terus menerus sampai peneliti dapat menemukan ciri-ciri
kategori teoritis.
TEKNIK INDUKSI ANALITIK
TERMODIFIKASI (MODIFIED
ANALYTIC INDUCTION)
Teknik analisis ini dalam penelitian kualitatif dimaksudkan untuk
mengembangkan teori substantif (grounded theory) sebagaimana
yang dilakukan pada teknik analisis komparatif konstan. Induksi
analistik digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan dan
menganalisis data, serta mengembangkan teori dan mengujinya.
Prosedur induksi analitik dipergunakan apabila terdapat masalah atau
issu khusus dalam fokus penelitiannya. Pengumpulan data dan
analisisnya dilakukan secara berulang- ulang, dimana pengumpulan
data berikutnya dilakukan, dianalisis, dan digunakan untuk
mengembangkan model deskriptif dari fenomena yang ada pada
semua situs penelitian.
TEKNIK INDUKSI ANALITIK
TERMODIFIKASI (MODIFIED
ANALYTIC INDUCTION)
Langkah-langkah induksi analitik termodifikasi dilakukan sebagai berikut:
1. Mengembangkan suatu definisi kasar terhadap fenomena tertentu
dan penjelasannya
2. Mengumpulkan data sampai menemukan apa yang telah
didefinisikan (secara kasar) itu.
3. Memodifikasi definisi dan/atau penjelasannya ketika tidak cocok
dengan definisi yang telah dirumuskan.
4. Melacak informasi terkait dengan kasus baru yang tidak sesuai
dengan definisi yang telah dibuat sebelumnya.
5. Mendefinisikan kembali fenomena tersebut dan menyusun kembali
penjelasannya sampai dengan diperoleh hubungan yang sifatnya
umum
PROSES ANALISIS
DATA
Analisis Saat Pengumpulan
Sebagaimana diketahui pada
Data
penelitian kuantitatif, proses analisis
datanya berlangsung linier. antara Analisis Setelah
kegiatan pengumpulan data dan Pengumpulan Data
analisis data dalam penelitian
kualitatif menjadi satu kegiatan
yang tak terpisahkan. Keduanya
berlangsung secara simultan atau
serempak.
ANALISIS SAAT
PENGUMPULAN DATA

Dari beberapa cara menangani data, pada dasarnya ada dua


pendekatan yang digunakan dalam analisis data, yaitu
pendekatan bahwa analisis data merupakan kegiatan yang
dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data, dan
pendekatan bahwa analisis data dilakukan setelah
pengumpulan data. Analisis data saat pengumpulan data
berarti peneliti bekerja mengupulkan data di lapangan sekaligus
menganalisisnya. Paling tidak ada tiga tahapan dalam bekerja
dengan analisis data saat di lapangan, yaitu (1) membuat
transkrip dan catatan lapangan, (2) mengorganisasikan data
atau catatan lapangan, dan (3) membuat kode catatan.
ANALISIS SAAT
PENGUMPULAN DATA

Analisis data bersamaan dengan pengumpulan data, umumnya


dilakukan oleh peneliti dan pekerja lapangan yang sudah lebih
berpengalaman, sedangkan para peneliti pemula umumnya
lebih banyak menganalisis data setelah pengumpulan data.
Memang benar, terlalu sulit jika peneliti pemula langsung masuk
melakukan analisis bersamaam dengan ketika ia di lapangan.
Hal ini karena pekerjaan di lapangan terlalu rumit, boros, dan
belum lagi ditambah peneliti pemula seringkali tidak memiliki
latar belakang teoretis dan substantif untuk masuk ke
persoalan-persoalan dan tema-tema yang harus ditemukan.
Oleh karena itu, disarankan peneliti pemula menahan dahulu
analisis datanya beberapa saat setelah pengumpulan data.
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :
1. Upayakan segera memutuskan untuk mempersempit bidang kajian.
Peneliti awalnya berupaya melacak data sebanyak-banyaknya dan
seluas-luasnya. Namun, peneliti harus segera menyadari untuk segera
pula mengembangkan fokus penelitiannya atas dasar apa yang harus
dikerjakan dan apa yang sebenarnya diminati. Bagi peneliti pemula,
cara yang paling efektif untuk mendisiplinkan diri tetap pada fokus
penelitian adalah dengan menyusun panduan atau protokol
pengumpulan data, misalnya menyusun panduan wawancara.
Panduan ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan fokus
penelitian. Pengalaman yang dilakukan oleh penulis, jika penelitiannya
multi kasus/situs, maka pada langkah ini peneliti membuat panduan
dan format catatan lapangan dengan menggunakan kertas berwama.
Setiap wama kertas menunjukkan kasus/situs yang berbeda.
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :

2. Menetapkan bentuk atau tipe kajian yang ingin dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan keputusan rancangan yang dipilih.Kegiatan
pengumpulan data sangat tegantung dengan rancangan tipe yang
dipilihnya ini. Apa yang dikejar/dicari di lapangan sangat bergantung pada
tradisi jenis penelitiannya.peneliti harus memikirkan apakah ia akan
melakukan deskripsi penuh settingnya atau lebih cenderung akan
menggeneralisasikan aspek teorinya. Sebagai contoh yang dilakukan
penulis ketika ingin melakukan generalisasi aspek teori dalam penelitian
tentang "hambatan guru wanita menjadi kepala sekolah", maka sejak awal
sudah menentukan bahwa penelitiannya menggunakan rancangan studi
multi situs.
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :
3. Mengembangkan pertanyaan analitis. Peneliti kualitatif lebih
mementingkan pertanyaan-pertanyaan substantif dan bukan pertanyaan-
pertanyaan formal eoretik. Peneliti harus memelihara alur pertanyaan pada
tingkat substantif. Sebagai contoh yang dilakukan penulis ketika dalam
penelitiannya ingin mengetahui bagaimana prosedur pengangkatan
kepala sekolah di madrasah swasta, sehingga guru wanita banyak yang
tidak bisa menjadi kepala sekolah. Ketika awal penulis di lapangan,
memulai dengan pertanyaan: "apakah ada standar prosedur (SOP) dalam
seleksi/ pengangkatan kepala sekolah?" Tetapi, setelah melakukan
observasi, diketahui bahwa banyak guru wanita yang memiliki kemampuan
manajerial dan memiliki pengalaman organisasional, tetapi ia tidak
diberdayakan untuk memimpin sekolah, maka pertanyaan harus diganti
dengan pertanyaan yang lebih analitis, yaitu "mengapa guru-guru wanita
yang potensial itu tidak bisa menjadi kepala sekolah?
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :

4. Membuat ringkasan data sementara dan merencanakan pengumpulan


data berikutnya dengan memperhatikan ringkasan data sebelumnya.
Sebagai contoh yang dilakukan penulis ketika melakukan penelitian
kualitatif, setelah empat sampai lima sesi pengumpulan data, biasanya
penulis langsung membuat dan mereview catatan lapangan. Setelah
peneliti memahami catatan lapangan, menginterpretasikan, dan kemudian
membuat ringkasan datanya. Setelah ada ringkasan data, kemudian
penulis bertanya kepada diri sendiri: "apa yang sudah saya ketahui? Apa
yang tidak saya ketahui sebelumnya untuk menjawab pertanyaan ini, maka
peneliti harus berpikir tentang apa yang sudah diketahui dan apa yang
seharusnya diketahui.Dengan demikian, ringkasan data sementara ini berisi
tiga hal yaitu (1) teman sementara, (2) pertanyaan yang akan diajukan
pada pengumpulan data berikutnya, dan (3) sasaran pengumpulan data
berikutnya.
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :

5. Menulis sebanyak-banyaknya "komentar pengamat" tentang gagasan


yang berkembang atau gagasan yang akan digeneralisasikan.
Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa isi catatan
lapangan terdiri atas dua bagian, yaitu deskripsi dan refleksi. Deskripsi
adalah catatan informasi dari lapangan. Sedangkan refleksi adalah
ungkapan/pikiran/perasaan peneliti/pengamat terhadap deskripsi. Refleksi
ini pada catatan lapangan, umumnya disebut komentar pengamat. Jika
dalam pengumpulan data peneliti menemukan dugaan-dugaan, sehingga
menggiring peneliti untuk memperkirakan maknanya, maka jangan takut
menulis pikiran dan perasaan peneliti.
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :

6. Menulis "memo" untuk diri sendiri tentang sesuatu yang harus dipelajari
atau apa yang segera dilakukan oleh peneliti. Jika peneliti sudah
melakukan pengumpulan data beberapa kali (misalnya lima kali), maka
buatlah ringkasan data. Ringkasan data yang dibuat secara teratur dapat
membantu peneliti untuk mengembangkan pokok-pokok pikiran yang
kemudian dihubungkan dengan refleksi peneliti. Sebagai contoh yang
dilakukan penulis dengan membuat “memo" kepada diri sendiri agar
pelajari faham "androcentric" vs "feminocentric" dalam manajemen
pendidikan ketika dalam penelitiannya menemukan gejala bias jender
dalam pengangkatan kepala sekolah.
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :

7. Mencoba mengungkap gagasan-gagasan dan tema-tema tentang


subyek menjadi tema dalam pokok persoalan. Ketika di lapangan, peneliti
berhadapan dengan informan kunci, yaitu subyek yang dianggap dapat
dan cepat memahami maksud penelitian. Sebagai contoh dalam penelitian
tentang hambatan guru wanita menjadi kepala sekolah, peneliti
menemukan beberapa guru wanita yang memiliki kamampuan manajerial
tinggi yang menurut perspektif peneliti memenuhi syarat menjadi kepala
sekolah. Karena itu, merekalah yang dijadikan informan kunci.
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :

8. Mulailah mengkaji sumber kepustakaan sementara peneliti di lapangan


penelitian. Untuk memperkaya wawasan analisisnya, hendaknya peneliti
segera mengkaji sumber-sumber kepustakaan, walaupun ia masih di
lapangan. Hal ini dilakukan agar membantu mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan dalam pencarian data, dan selanjutnya dapat memperlancar
analisis kajian.
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :

9. Bermain kata dengan menggunakan metofora, analogi, dan konsep.


Sering kali peneliti terkurung pada kekaburan data dengan fakta-fakta dan
hal-hal yang sangat rinci, sehingga sulit mengaitkannya dengan latar atau
pengalaman yang lain. Sebagai contoh peneliti menggunakan ungkapan
dalam Bahasa Jawa "nrimo ing pandum" untuk menggambarkan
penerimaan guru wanita yang potensial, tetapi ia tidak memiliki
kesempatan menjadi kepala sekolah, dan ia tidak protes, tidak menonjolkan
diri, atau tidak memiliki ambisi menjadi kepala sekolah.
Berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken
(1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantja (2007) beserta contoh
penerapannya :

10. Gunakan alat-alat atau perlengkapan visual. Untuk mempermudah


keterbacaan dan memperoleh perhatian tentang data, peneliti dianjurkan
memanfaatkan penggunaan grafik, diagram, tabel, matrik, gambar, dan
sebagainya. Perlengkapan visual seperti ini dapat memperlihatkan
kompleksitas yang mungkin sulit diuraikan dengan kata-kata.
ANALISIS SETELAH
PENGUMPULAN DATA

Analisis setelah pengumpulan data di lapangan dapat dilakukan


dengan kegiatan mengorganisasikan data. Menurut banyak
peneliti, analisis data setelah di lapangan umumnya dimulai
dengan reduksi data (data reduction). Reduksi data; yaitu proses
pemilihan, pemusatan perhatian untuk penyederhanaan,
pengabstraksian, dan transformasi data dari catatan lapangan.
Kegiatan yang termasuk reduksi data sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi data yang akan diperlukan. Transkrip wawancara,


catatan lapangan, foto-foto, video, dokumen, arsip, artefak, dan yang
lainnya merupakan sumber data yang dibutuhkan untuk analisis. Cara
yang paling tepat untuk identifikasi data adalah dengan membuat file-
file dokumen yang berbeda dalam program komputer.
Kegiatan yang termasuk reduksi data sebagai berikut :

2. Memberi kode dan siap membuat rencana lanjutan. Sistem kode (koding)
dibuat sesuai dengan kenyamanan peneliti dalam bekerja. Misalnya koding
dibuat menurut pengelompokannya yaitu: (1) koding yang terkait dengan
fokus penelitian/topik liputan, (2) koding yang terkait dengan urutan
catatan atau urutan data, (3) koding yang terkait dengan latar penelitian,
(4) koding yang terkait dengan nama informan, (5) koding yang terkait
dengan waktu pengumpulan data, dan (6) koding yang terkait dengan
teknik pengumpulan data.
Kegiatan yang termasuk reduksi data sebagai berikut :

3. Pengelompokan dan pemilahan data berdasarkan kode fokus atau topik


liputan, termasuk di dalamnya juga kegiatan menelusur tema, membuat
paparan, membuat ringkasan, dan membuat catatan kaki (foot notes). Jika
kode sudah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menelusur dan
mengelompokkan catatan lapangan dan data yang mengandung kode
yang sama atau berurutan.
Kegiatan yang termasuk reduksi data sebagai berikut :

4. Penyimpanan rekaman. Data yang sudah lengkap, berikut


pengelompokan dan kode-kodenya, selanjutnya harus disimpan
sementara secara baik dan sewaktu- waktu siap ditindaklanjuti.Hal ini
dilakukan untuk menjamin "tidak hilang" dan memudahkan kegiatan
triangulasi atau auditabilitas untuk mengetahui keabsahan datanya.
Penyimpanan sementara dilakukan dengan mengurutkan kode secara
alphabetis sehingga memudahkan untuk mengingat sistem kodenya.
ANALISIS SETELAH
PENGUMPULAN DATA
Setelah melakukan reduksi data, kegiatan berikutnya bi ilakukan
dengan pemaparan atau penyajian data (data display).
Pemaparan data adalah kegiatan menyusun informasi dari
catatan lapangan menjadi susunan yang sistematis dan
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.Mungkin
bisa dimulai dengan "one-draft writing", kemudian dilakukan
revising and recomposing, bahkan bisa jadi editing Untuk
mendapatkan hasil final dari suatu laporan kegiatan ilmiah,
disarankan peneliti meminta kepada bermacam-macam
pembaca yang memiliki latar belakang keahlian bidang yang
berbeda untuk membaca draft akhir, sehingga para pembaca
tidak terjebak pada kesalahan teks yang dipaparkan
ANALISIS SETELAH
PENGUMPULAN DATA

Langkah akhir dari analisis datu adalah menarik dan


menegaskan kesimpulan/ temuan penelitian (conclusion
drawing and verifying). Jika pada tahap paparan data dengan
peneliti membuat ikhtisar dalam bentuk tabel, pola dan diagram,
maka sebenarnya sudah merupakan upaya peneliti untuk
melakukan pemaparan dan penegasan kesimpulan.
ANALISIS DATA STUDI Strategi umum analisis kasus
KASUS Strategi Khusus analisis kasus
Menarik Kesimpulan studi kasus
Kegiatan analisis data studi
kasus termasuk di dalamnya
adalah :
ANALISIS DATA STUDI
KASUS

Sebenarnya tidak ada perbedaan yang sangat menonjol setiap


jenis penelitian kualitatif. Semua penelitian kualitatif memerlukan
teknik analisis yang sifatnya kualitatif dalam bentuk naratif.
Perbedaan analisis tergantung pada fokus dan tujuan penelitian
serta metode penelitian yang dipilih oleh peneliti. Penelitian yang
menggunakan metode studi kasus (baik untuk studi kasus
tunggal maupun multi kasus/situs), di samping mengikuti
strategi dan langkah-langkah analisis data sebagaimana yang
diuraikan di atas, dapat dipertegas dengan mengikuti strategi
sebagai berikut, terutama analisis setelah pengumpulan data.
STRATEGI UMUM ANALISIS
KASUS
Setelah data dan bukti-bukti studi kasus dari lapangan terkumpul, maka peneliti
harus meyakinkan bahwa bukti-bukti tersebut dapat dianalisis. Untuk dapat
memahami agar bukti-bukti tersebut dapat dianalisis, Miles dan Huberman (1994)
menyarankan hal-hal sebagai berikut:
Masukkan informasi ke sebuah daftar yang berbeda-beda berdasarkan kasus
atau fokusnya.
Buatlah matrik kategori dan tempatkan bukti-bukti informasi ke kategori tersebut.
Buatlah flowchart data dan perangkat lainnya untuk memeriksa informasi data
itu.
Buatlah tabulasi frekuensi peristiwa yang berbeda-beda.
Periksa kekomplekkan tabulasi dan urutkan peristiwa-peristiwanya.
Masukkan informasi ke dalam urutan kronologis atau berdasarkan urutan
waktunya.
STRATEGI UMUM ANALISIS
KASUS
Jika bukti-bukti studi kasus sudah dipastikan dapat dianalisis, maka disarankan pula
untuk mengikuti dua langkah berikutnya, yaitu:
Mengikuti proposisi teoretis yang menuntun studi kasus. Desain studi kasus
umumnya dipilih berdasarkan atas proposisi-proposisi teoretis. Proposisi ini
selanjutnya tercermin pada serangkaian pertanyaan "bagaimana" dan
"mengapa yang menjadi masalah/fokus penelitian, dan akhirnya membentuk
rencana pengumpulan data.
Mengembangkan deskripsi kasus. Jika proposisi teoretis tidak ada, maka langkah
ini menjadi alternatif. Tujuan asli dari studi kasus adalah mendesripsikan kasus.

Cara yang paling mudah untuk mendeskripsikan kasus adalah membuat kerangka
atau struktur yang mencerminkan atau memuat topik-topik yang akan
dideskripsikan
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
Untuk menganalisis data setelah pengumpulan data studi kasus, Yin (2003)
menyarankan agar menggunakan tiga teknik analisis secara bersama-sama, yaitu

(1) jodohkan pola,


(2) membuat penjelasan atau eksplanasi,
(3) menganalisis deret waktu, dan
(4) menganalisis unit terjalin.

Bagaimana penerapan ketiga teknik ini, tidak ada patokan yang jelas. Kejelasan
analisis sangat tergantung pada kreativitas dan pengalaman peneliti. Pengalaman
peneliti dapat dimulai dari pemahamannya yang cukup terhadap kebutuhan akan
strategi bagaimana bukti-bukti studi kasus (catatan lapangan, dokumen-dokumen,
dan sebagainya) dapat dianalisis.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
1. Menjodohkan Pola

Salah satu strategi analisis studi kasus yang paling banyak disenangi oleh peneliti
adalah penggunaan logika menjodohkan pola. Penjodohan pola dilakukan dengan
membandingkan pola yang didasarkan atas data lapangan dan pola yang
didasarkan atas prediksi alternatif (dari kajian teori) yang disusun sebelum
pengumpulan data. Jika keduanya terjadi kesamaan, maka hasilnya menguatkan
validitas internal studi kasus. Apabila studi kasus yang dipilih untuk tujuan
eksploratoris, maka polanya dapat disusun dengan "meminjam/analog" cara
eksperimen, yaitu kaitan variabel dependen dan independen (pola hubungan
sebab-akibat). Apabila studi kasusnya untuk tujuan deskriptif (tunggal), penjodohan
dilakukan dengan pola variabel-variabel spesifik yang diprediksi. Dapat pula pola
disusun berdasarkan variabel nonequivalen, eksplanasi tandingan, atau pola-pola
yang lebih sederhana (pola hubungan kronologi dan unsur).
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
2. Membuat Eksplanasi

Strategi analisis yang kedua adalah tipe khusus menjodohkan pola, tetapi
prosedumya lebih sulit karenanya perlu mendapat perhatian tersendiri. Tujuannya
untuk membuat kejelasan kasus yang bersangkutan. Umumnya strategi ini
digunakan untuk mengembangkan gagasan penelitian selanjutnya, misalnya jika
studi kasus harus ditindaklanjuti dengan metode penelitian berikutnya. Membuat
eksplanasi dilakukan dengan cara:
Unsur-unsur eksplanasi paling tidak ditandai dengan kata "menjelaskan" dan
penjelasan yang naratif. Cara yang paling banyak digunakan peneliti adalah
penjelasan naratif. Penjelasan naratif dapat dilakukan misalnya berurutan dari
pertama sampai dengan akhir, dari tingkatan lokal sampai dengan nasional, dari
situs/kasus satu sampai dengan situs/kasus berikutnya. Dan seterusnya.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
2. Membuat Eksplanasi

Serangkaian pengulangan eksplanasi. Rangkaian pengulangan eksplanasi ini


dilakukan dengan:
Membuat suatu pernyataan teoritis awal atau proposisi awal tentang
kebijakan atau perilaku sosial.
Membandingkan temuan kasus awal dengan pernyataan proposisi tadi.
Memperbaiki pernyataan atau proposisi.
Membandingkan rincian kasus lainnya untuk melakukan perbaikan kasus
Memperbaiki lagi penyataan atau proposisinya.
Membandingkan perbaikan tersebut dengan fakta-fakta dari kasus kedua,
ketiga, dan seterusnya.
Mengulangi proses ini sebanyak yang diperlukan.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
2. Membuat Eksplanasi

Persoalan potensial dalam pengembangan eksplanasi. Dalam mengembangkan


eksplanasi, peneliti sering menghadapi persoalan yang potensial yaitu terjebak
pada persoalan yang terlalu jauh dari tujuan asal studi kasus, misalnya beralih
dari pilihan topik asalnya. Untuk itu perlu ada pengamanan, misalnya
penggunaan berkas data studi kasus, dan penetapan data dasar untuk setiap
kasusnya.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
3. Analisis Deret Waktu

Analisis deret waktu ini dilakukan dengan mengikuti pola prosedural suatu tindakan.
Deret waktu dapat terjadi dengan berpasangan antara kecenderungan butir-butir
data dibandingkan dengan kecenderungan teoretis dan kecenderungan perangkat
yang digunakan.

Deret waktu sederhana.

Pada studi kasus tunggal umumnya menggunakan deret waktu sederhana, yaitu
hanya melibatkan fenomena tunggal atau dalam istilah kuantitatif melibatkan
variabel dependen atau independen saja. Misalnya penelitian tentang "Pelaksanaan
Masa Orientasi Siswa Baru di Sekolah Luar Biasa Tunas Mulia Tahun Pelajaran
2012/2013".
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
3. Analisis Deret Waktu

Deret waktu kompleks.

Jika kasusnya lebih kompleks, yang ditandai dengan studi multi kasus atau multi
situs, maka analisisnya dapat menggunakan deret waktu kompleks. Kekomplekan itu
ditandai oleh adanya serangkaian variabel ganda, baik yang menyangkut
banyaknya tempat, tingkatan, perubahan, dan indikator- indikator lainnya. Misalnya
penelitian tentang "Faktor-faktor Sosio-kultural yang Menghambat Kesempatan Guru
Wanita Menjadi Kepala Sekolah: Studi Multi Kasus di Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidaiyah Pada Masa Orde Baru Sampai Dengan Masa Reformasi".
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
3. Analisis Deret Waktu

Deret kronologis.

Deret waktu yang juga dapat dipilih peneliti baik studi kasus tunggal maupun studi
kasus ganda adalah didasarkan atas kronologi peristiwa. Untuk membuat kronologis,
hal-hal berikut perlu mendapat perhatian:
(1) sejumlah peristiwa harus terjadi setelah peristiwa lain,
(2)sejumlah kejadian harus selalu diikuti oleh kejadian lain atas dasar kontingensi,
(3) sejumlah peristiwa bisa mengikuti peristiwa lain yang diprediksi.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
3. Analisis Deret Waktu

Kondisi untuk deret waktu.

Jenis analisis apapun yang digunakan, harus selalu ingat bahwa studi kasus pada
hakikatnya meneliti sejumlah pertanyaan "bagaimana" dan "mengapa". Untuk itu,
yang terpenting bukan menonjolkan kecenderungan waktunya, tetapi waktu yang
relevan untuk menerangkan hubungan antar peristiwa. Hal ini bisa dilakukan dengan
mengidentifikasi indikator-indikator spesifik yang perlu dilacak pada suatu ketika
dan interval waktu tertentu yang harus dicakup. Misalnya pada contoh judul
penelitian point b di atas, selain diuraikan kapan peristiwanya terjadi, juga diuraikan
bagaimana urutan peristiwanya terjadi dan mengapa hal itu terjadi.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
3. Analisis Unit terjalin

Analisis ini bisa sebagai alternatif untuk melengkapi tiga jenis analisis sebelumnya.
Misalnya dalam suatu survei terdapat unit-unit yang perlu dilakukan studi kasus, maka
analisis kasus merupakan bagian dari analisis kasus yang lebih besar yang menjadi
minat utama peneliti. Dengan demikian, keterjalinan kasus merupakan masalah
kontekstual yang lebih kecil dari bagian yang lebih besar. Untuk itu, analisis semacam ini
bukan dipandang sebagai studi kasus, tetapi melibatkan strategi penelitian yang lain.
Sebagai contoh seorang peneliti ingin mengembangkan perangkat pembelajaran yang
tepat bagi anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas inklusi. Untuk bisa
mengembangkan perangkat pembelajaran yang dianggap tepat, peneliti terlebih dahulu
melakukan studi kasus tentang apa dan bagaimana perangkat pembelajaran yang
selama ini dipakai oleh siswa inklusi, dan hasil analisis kasusnya dijadikan dasar untuk
mengembangkat perangkat pembelajaran baru yang lebih efektif.
STRATEGI KHUSUS ANALISIS
KASUS
3. Analisis Unit terjalin

Analisis unit terjalin juga bisa digunakan untuk penelitian yang melibatkan banyak kasus.
Analisis studi multi kasus atau multi situs sangat tepat jika menggunakan jenis analisis
unit terjalin ini. Misalnya menggunakan analisis lintas kasus/situs. Pertama- tama
dilakukan analisis untuk masing-masing kasus/situs. Hasilnya diinterpretasikan pada
tingkat kasus/situs tunggal (tentu dapat diterapkan dengan penjodohan pola dan
eksplanasi). Pola dan eksplanasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan lintas kasus/
situs. Akhirnya, kesimpulan ditarik berdasarkan keseluruhan multi kasus/situs.
MENARIK KESIMPULAN STUDI
KASUS

Pada studi kasus tunggal, analisis data dapat dilakukan dengan teknik dan proses
sebagaimana yang telah diuraikan di atas sampai dengan mendeskripsikan
kasusnya terutama untuk menjawab pertanyaan "apa, bagaimana, dan mengapa".
Dari deskripsi itu kemudian membuat pola dalam bentuk bagan atau cart yang
menggambarkan alur proses atau deskripsinya. Dari deskripsi itu, kemudian ditarik
implikasinya dalam bentuk kebijakan, tindak lanjut, atau rekomendasi.
MENARIK KESIMPULAN STUDI
KASUS

Pada studi multi kasus atau multi situs, analisisnya diawali dari kesimpulan tiap
kasus, kemudian ditarik kesimpulan pada lintas kasus/situs. Untuk memudahkan
menarik kesimpulan lintas kasus, selain dibuat dalam bentuk pola tiap kasus juga
dibuat tabel perbandingan antar tiap kasus/situsnya. Dari tabel itulah kemudian
ditarik kesimpulan lintas kasus/situsnya. Pada kesimpulan lintas kasus lebih
ditekankan perbedaannya, sedangkan kesimpulan lintas situs lebih ditekankan
kesamaannya. Hasil analisis lintas kasus/situs tidak hanya sampai deskripsi kasus,
tetapi sampai menemukan teori substantif atau memodifikasi teori. Dari teori
substantif kemudian ditarik implikasinya dalam bentuk kebijakan, tindak lanjut,
atau rekomendasi.
02
PENGECEKAN
KEABSAHAN DATA
KUALITATIF
Keabsahan data :
Kepercayaan atau Kredibilitas
Keteralihan atau Transferabilitas POKOK
Auditabilitas/ketergantungan
Konfirmabilitas
BAHASAN
PENGERTIAN
KEABSAHAN DATA
Dalam setiap penelitian, kriteria utama dalam melihat keabsahan data penelitian
menurut Sugiyono (2008) adalah valid, reliabel dan objektif.
Valid atau validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada
objek penelitian dengan daya tangkap peneliti. Data yang valid adalah data yang
sama antara yang dilaporkan peneliti dengan data yang terjadi pada realitas
objek/subjek yang diteliti. Umumnya, terdapat dua macam validitas untuk melihat
keabsahan data, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal
berkaitan dengan derajat ketepatan rancangan penelitian dengan hasil yang dicapai
dalam penelitian. Sedangkan validitas eksternal adalah berkaitan dengan derajat
keakuratan hasil penelitian untuk dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada
populasi dimana sampel penelitian diambil.
PENGERTIAN
KEABSAHAN DATA
Dalam setiap penelitian, kriteria utama dalam melihat keabsahan data penelitian
menurut Sugiyono (2008) adalah valid, reliabel dan objektif.

Reliabel atau reliabilitas adalah derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan.
Dalam penelitian kuantitatif, data dinyatakan reliabel jika dua atau lebih peneliti
dalam objek yang sama menghasilkan data yang sama, atau peneliti yang sama
dalam waktu yang berbeda menghasilkan data yang sama.
PENGERTIAN
KEABSAHAN DATA
Dalam setiap penelitian, kriteria utama dalam melihat keabsahan data penelitian
menurut Sugiyono (2008) adalah valid, reliabel dan objektif.
Objektif atau obyektivitas adalah berkenaan dengan derajat kesepakatan
(interpersonal agreement) antar banyak orang terhadap suatu data. Jika dari seratus
orang, terdapat sembilanpuluh sembilan orang mengatakan bahwa terdapat warna
hitam pada rambut yang menjadi objek penelitian, maka data itu dinyatakan objektif.
Data yang objektif (diakui banyak orang) cenderung valid, tetapi tidak selalu
demikian. Artinya, data yang subyektif (hanya diakui oleh sedikit orang) bisa juga
menjadi valid. Misalnya dari seratus orang tersebut, satu di antaranya mengatakan
bahwa rambutnya sebenarnya berwarna putih. Karena satu orang yang mengatakan
itu adalah pengakuan dirinya sendiri, maka data itu dinyatakan valid, sedangkan
pernyataan sembilanpuluh sembilan orang lainnya tidak valid.
PENGERTIAN
KEABSAHAN DATA
Dalam penelitian kuantitatif untuk mendapatkan data yang valid, reliabel, dan objektif,
maka dilakukan dengan menguji instrumen penelitiannya sehingga menjadi instrumen
yang valid dan reliabel. Instrumen yang teruji valid dan reliabel akan menghasilkan data
yang valid dan reliabel pula. Hal ini berbeda dengan penelitian kualitatif. Untuk
mendapatkan data yang valid dan reliabel dalam penelitian kualitatif, dilakukan dengan
melihat/menguji datanya (bukan menguji instrumennya).
Pada penelitian kualitatif, berdasarkan sejumlah referensi (Guba dan Lincoln,1981; Patton,
2001; Sugiyono, 2008; dan Moleong, 2008), sepakat bahwa untuk melihat keabsahan data
tidak menggunakan istilah validitas, reliabilitas, dan objektivitas data sebagaimana yang
dilakukan dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, kriteria keabsahan
data dilakukan dengan mengecek/menguji empat kriteria, yaitu (1) derajat kepercayaan
atau kredibilitas (credibility), (2) keteralihan (transferability), (3) ketergantungan
(dependability), dan (4) kepastian (confirmability).
1. Kepercayaan atau Kedibilitas

Kriteria derajat kepercayaan (credibility) pada penelitian kualitatif pada


dasamya setara atau menggantikan istilah validitas internal (internal
validity) dalam penelitian kuantitatif. Validitas internal ini menurut kajian
Merriam (1998) berhubungan dengan pertanyaan "How research findings
match reality; How congruent are the findings with reality; Do the findings
capture what is really there; Are investigators observing or measuring what
they think they are measuring". Maksudnya, seberapa hasil/temuan
penelitian itu cocok dengan kenyaataan? Bagaimana kesamaan itu ada
pada hasil dan kenyataan? Apakah yang ditemukan itu menangkap apa
yang ada dalam kenyataan? Apakah peneliti/penyelidik mengamati atau
mengukur al yang sama dengan apa mereka pikirkan, sehingga betul-
betul terukur?
1. Kepercayaan atau Kedibilitas

Jika merujuk saran dari Ratcliffe (1983) yang ditegaskan kembali oleh
Merriam (1998) agar peneliti berhati-hati, menunjukkan bahwa:
data tidak akan berbicara dengan sendirinya, tetapi perlu interpretor
atau penerjemah;
ketika seseorang melakukan observasi atau pengukuran terhadap
suatu fenomena/event tanpa merubahnya, fisik/material dari realitas
itu tidak bisa terulang lagi dengan waktu yang panjang (to be single-
faceted);
angka, persamaan, dan kata-kata, semuanya adalah abstraksi, simbol
dari representasi realitas dan bukan realitas itu sendiri.
Dengan demikian, validitas internal merupakan kunci dari semua jenis
penelitian (kuantitatif maupun kualitatif) untuk mengetahui makna dari
realitas yang diteliti.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.

a. Triangulasi (Triangulation)

Triangulasi adalah pemeriksaan/pengecekan keabsahan data dengan


menggunakan:
(1) banyak sumber data,
(2) banyak metode/teknik pengumpulan untuk konfirmasi data,
(3) banyak waktu, dan
(4) banyak penyidik/investigator.
1. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik informasi atau


data yang diperoleh dari sumber/informan yang berbeda.

Contoh :
seorang informan (orang tua murid) mengatakan bahwa anaknya yang bungsu
selalu mengaji (membaca al-Qur'an) sebelum belajar dan mengerjakan
pekerjaan rumah (PR). Untuk mengecek kebenarannya, peneliti menanyakan
kepada murid yang bersangkutan. menanyakan juga kepada saudara yang
lainnya Jika jawabannya sama, maka dapat dikatakan datanya valid. Jika
jawabannya berbeda, maka peneliti terus mencari dan menanyakan ke sumber
lain serta mendiskusikan untuk menganalisisnya sampai menemukan kepastian
jawaban yang benar.
2. Triangulasi Metode/teknik
Triangulasi metode/teknik berarti membandingkan dan mengecek balik
informasi atau data yang diperoleh dari metode pengumpulan data yang
berbeda- beda.

Contoh :
Data dari hasil wawancara dengan orang tua yang mengatakan bahwa
anaknya yang bungsu selalu mengaji (membaca al-Qur'an) sebelum belajar
dan mengerjakan pekerjaan rumah (PR) seperti tersebut di atas, maka peneliti
mengecek kebenarannya dengan melakukan pengamatan langsung ke rumah
tempat tinggal anak tersebut pada jam-jam belajar. Di samping peneliti
melakukan pengamatan, juga mengecek dengan bukti dokumen al-Qur'an yang
dibacanya. Jika belum menemukan data yang sama/benar, maka peneliti terus
melakukan dengan metode lain atau jenis triangulasi lain, dan menganalisisnya
sampai menemukan data yang benar.
3. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu berarti peneliti melakukan pengecekan data dengan waktu
yang berbeda. Pengamatan tidak hanya dilakukan satu kali, tetapi beberapa kali
dalam waktu yang berbeda. Misalnya untuk mengecek kebenaran data bahwa
anak bungsu itu selalu membaca al-Qur'an sebelum belajar, peneliti melakukan
pengamatan tidak hanya satu kali pada malam hari, tetapi juga melakukan
pengamatan pada pagi, siang, dan sore hari.
4. Triangulasi Investigator
Triangulasi penyidik/investigator berarti membandingkan dan mengecek
informasi atau data yang diperoleh oleh peneliti yang satu dengan peneliti yang
lain. Penggunaan teknik triangulasi jenis ini terutama digunakan jika
penelitiannya dilakukan dalam bentuk kelompok (team). Penelitian kelompok
memerlukan persamaan persepsi dalam melihat dan menafsirkan data. Untuk
itu, triangulasi penyidik dapat diterapkan untuk mengurangi perbedaan tafsir
terhadap data yang dikumpulkan.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.

b. Pengecekan Anggota (Member Checks)


Pengecekan anggota adalah cara pemeriksaan keabsahan data dengan
menanyakan kembali kepada anggota yang terlibat dalam subjek penelitian
atau informan penelitian (sebagai sumber data) tentang data yang telah
direkam atau ditulis dalam catatan lapangan. Pengecekan anggota bisa
dilakukan secara formal dan informal setelah beberapa kali melakukan
pengumpulan data. Cara formal dilakukan peneliti dengan menyodorkan
kembali transkrip catatan lapangannya untuk dibaca anggota pemberi data
(informan) dan jika data yang telah ditulis peneliti dalam catatan lapangan
dianggap benar oleh informan, maka sebagai bukti ia memberikan persetujuan
melalui paraf atau tanda tangan. Cara lain yang dilakukan secara informal
adalah peneliti menyampaikan isi catatan lapangannya secara lisan, kemudian
mendiskusikannya kembali dengan informan sampai mendapatkan kesamaan
informasi atau data yang dimaksudkan.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.

c. Perpanjangan Waktu Pengamatan (long-term observation)


Perpanjangan pengamatan akan dapat meningkatkan kepercayaan data yang
dikumpulkan. Peneliti kualitatif, pada tahap awal memasuki lapangan umumnya
masih dianggap sebagai orang asing sehingga ia tidak banyak mendapatkan
informasi yang dibutuhkan dan informasi yang benar. Seberapa lama dan
berapa kali peneliti melakukan pengamatan memang tidak ada ketentuan yang
pasti. Tetapi, semakin lama waktu pengamatan, maka dapat diasumsikan
semakin dalam dan semakin banyak data yang dikumpulkan. Bahkan untuk
penelitian jenis etnografi atau penelitian yang sifatnya menemukan teori
(grounded) misalnya, memerlukan waktu yang relatif lama untuk bisa
menemukan makna dari yang diteliti. Waktu yang lama ketika di lapangan inilah
yang membedakan dengan penelitian kuantitatif yang relatif singkat dalam
pengumpulan datanya.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.

c. Perpanjangan Waktu Pengamatan (long-term observation)

Dalam banyak pengalaman peneliti, waktu yang diperkirakan peneliti di


lapangan sering tidak cukup dengan waktu yang diperlukan dalam
pengumpulan data. Hal ini karena tergantung pada beberapa hal antara lain:
kondisi dan situasi subjek yang sering berubah,
kemampuan peneliti dalam membangun hubungan baik atau keakraban
(rapport) dengan subjek, dan
kedalaman dan kerincian fokus penelitian. Jika hal ini terjadi, maka peneliti
harus memutuskan untuk menambah waktu untuk melakukan pengamatan
kembali.
Untuk membuktikan bahwa peneliti melakukan perpanjangan waktu
pengamatan, maka akan lebih baik jika dibuktikan secara formal misalnya
dengan surat keterangan perpanjangan penelitian.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.

d. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih teliti,


cermat, dan berkesinambungan. Seorang peneliti yang ingin mengetahui
bagaimana perilaku seorang anak remaja kepada orang tuanya, maka secara
tekun ia mengamati setiap hari dalam waktu yang relatif lama terhadap perilaku
anak itu kepada orang tuanya. Peneliti juga menanyakan secara mendalam dan
mencatat setiap bahasa dan istilah yang diungkapkan anak kepada orang
tuanya. Setelah peneliti mencermati secara mendalam dan memahami perilaku
dan bahasa (bahkan istilah atau sandi-sandi) yang digunakan, maka kemudian
peneliti dapat menyimpulkan bagaimana perilaku anak itu kepada orang
tuanya. Bukti bahwa peneliti melakukan ketekunan dalam pengamatan, antara
lain dapat ditunjukkan dengan seberapa banyak, rinci, dan sistematis urutan
peristiwa yang diamati.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.

e. Pemeriksaan/Diskusi Teman Sejawat (peer examination)

Pemeriksaan oleh teman sejawat dilakukan dengan cara mengumpulkan


teman-teman peneliti yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang
apa yang sedang diteliti. Mereka diajak berdiskusi untuk dapat me-review
persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan oleh peneliti. Teman-
teman peneliti ini tugasnya memberi saran, kritik, dan masukan-masukan yang
dapat dipertimbangkan oleh peneliti dalam pengumpulan data berikutnya atau
untuk mempertajam hasil penelitian. Misalnya seorang peneliti mengundang
beberapa teman peneliti lain yang memiliki bidang kajian yang sama untuk
melakukan diskusi terhadap hasil pengumpulan data dalam penelitiannya. Bukti
bahwa ada pemeriksaan/diskusi teman sejawat, dapat ditunjukkan dengan
adanya berita acara atau catatan-catatan hasil diskusi dan bukti kehadiran
(presensi) dari teman sejawat tersebut.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.

f. Kecukupan Bahan Referensi

Yang dimaksud bahan referensi di sini adalah bahan-bahan sebagai bukti


pendukung untuk membuktikan data yang ditemukan peneliti. Bahan-bahan itu
antara lain catatan lapangan, transkrip wawancara, alat bantu perekam, foto-
foto, dan sebagainya. Sebagai contoh seorang peneliti melakukan wawancara
dengan informan, maka peneliti dapat menunjukkan bukti transkrip
wawancaranya, bahkan didukung oleh rekaman dalam kaset tape-recorder
yang digunakan. Begitu juga peneliti yang melakukan pengamatan, sebagai
bukti peneliti dapat menunjukkan rekaman pengamatan dalam bentuk catatan
lapangan yang didukung oleh pengamatan yang direkam di dalam camera
atau handy cam. Dengan bukti-bukti yang cukup sebagai bahan referensi itu,
maka datanya dapat dipercaya.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.

g. Analisis Kasus Negatif

Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau bahkan berlawanan dengan
hasil penelitian. Dengan menganalisis kasus negatif, maka akan dapat
meningkatkan kredibilitas data. Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti
mencari data yang berbeda atau bertentangan dengan data yang ditemukan.
Analisis kasus negatif dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan mengapa
ada data yang berbeda, atau mungkin sebenarnya data itu sama. Jika peneliti
memang menemukan kasus negatif dan datanya memang berbeda, maka
peneliti harus mendapat kepastian seberapa tingkat perbedaannya. Jika
perbedaannya memang banyak, maka peneliti dapat merubah atau membatasi
temuannya. Jika semakin sedikit perbedaannya, maka data atau hasil penelitian
itu dapat dipercaya.
Dalam melihat kredibilitas data atau validitas internal data dalam
penelitian kualitatif diperlukan beberapa cara sebagai berikut.

g. Analisis Kasus Negatif

Contoh :
Pengalaman penulis, setelah beberapa kali melakukan pengumpulan data pada
penelitian di sejumlah madrasah yang dipimpin oleh wanita, kemudian
menyimpulkan bahwa guru wanita secara sosio-kultural diberi kesempatan
yang luas untuk menjadi kepala sekolah di madrasah ibtidaiyah swasta. Untuk
mengetahui apakah kesimpulan itu benar, maka peneliti mencari dan
menemukan madrasah yang tidak mau mengangkat kepala sekolah wanita,
bahkan semua gurunya adalah pria. Setelah kasus ini diteliti dan dianalisis
sebagai kasus negatif mengapa hal itu terjadi, maka dapat disimpulkan karena
itu merupakan wasiat dari pendirinya yang memiliki pemikiran bahwa menjadi
kepala sekolah itu identik menjadi pemimpin, dan menurut keyakinannya wanita
tidak boleh menjadi pemimpin. Dengan adanya analisis kasus negatif, maka
memperkuat tingkat kepercayaan hasil penelitian.
2. Keteralihan atau transferabilitas (transferability)

Keteralihan atau transferabilitas (transferability) dalam penelitian kualitatif merupakan


pengujian sebagaimana validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Pada penelitian
kuantitatif, validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil
penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil. Dalam penelitian kualitatif, nilai
keteralihan atau tranfer berkenaan dengan pertanyaan "sampai batas mana penelitian dapat
diterapkan atau digunakan dalam situasi lain". Jawaban atas pertanyaan ini, peneliti tidak
menjamin atau memastikan karena penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk
digeneralisasikan. Namun demikian, untuk meningkatkan agar orang lain dapat memahami
hasil penelitiannya, sehingga ada kemungkinan menerapkan hasil tersebut pada situasi lain,
maka peneliti dapat memaparkan data dan mendeskripsikan temuannya secara rinci dan
sitematis.
2. Keteralihan atau transferabilitas (transferability)

Dengan demikian, pembaca dapat memahami secara jelas hasil penelitian tersebut dan
memutuskan sendiri bisa atau tidak bisa hasil penelitian itu diaplikasikan di tempat lain. Jika
pembaca mendapat gambaran yang jelas tentang hasil penelitian yang dibacanya dan
dapat memutuskan bisa atau tidak bisa hasil penelitian itu ditransfer ke situasi lain, maka
hasil penelitian itu masih memenuhi standar transferabilitas.
Dalam penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk melakukan generalisasi hasil sehingga
memenuhi validitas eksternal. Tetapi, hal ini bukan berarti tidak terjadi generalisasi.
3. Auditabilitas atau ketergantungan
(auditability/dependability)

Auditabilitas atau ketergantungan (auditability/dependability) yang dilakukan dalam


penelitian kualitatif disebut reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Reliabilitas ini untuk
melihat konsistensi temuan penelitian. Untuk melihat konsistensi ini masih ada kaitannya
dengan validitas internal dalam penelitian kuantitatif. Dalam pandangan tradisional memiliki
asumsi bahwa suatu penelitian dikatakan valid jika pengamatan yang dilakukan dalam waktu
yang sama diulang kembali menghasilkan temuan yang sama, atau jika dilakukan replikasi
maka hasilnya juga sama. Pandangan yang demikian tidak berlaku untuk penelitian kualitatif.
Hal ini karena dalam penelitian kualitatif dikatakan oleh Merriam (1998) "to be in flux,
multifaceted, and highly contextual". Untuk itu, informasi yang dikumpulkan berfungsi sebagai
bukti seberapa terampil peneliti melakukan pengumpulan data, dan ketepatan rancangan
yang dipilih sebagai pengontrol untuk mendapatkan nilai reliabilitas. Untuk itu, Guba dan
Lincoln (1981) menyarankan dilakukannya dependability atau consistency hasil penelitian
dengan melihat datanya. Begitu juga dengan melihat data yang ditampilkan, akan dapat
melihat bagaimana pengumpulannya.
3. Auditabilitas atau ketergantungan
(auditability/dependability)

Untuk melihat ketergantungan ini dapat dilakukan dengan melihat: (1) posisi peneliti (the
investigator 's position), (2) triangulasi (triangulation), dan (3) penelusuran audit (audit trail).
Penelusuran audit (audit trail) berangkat dari konsep auditing yang diterapkan di bidang
bisnis untuk memeriksa ketergantungan dan kepastian data mulai dari proses sampai
dengan hasil. Dalam penelitian kualitatif, pengujian dependability dilakukan dengan
menelusur audit terhadap keseluruhan proses dan hasil penelitian. Cara yang paling banyak
dilakukan oleh auditor independen untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam
melakukan penelitian. Mulai dari menentukan fokus, memasuki lapangan, memilih sumber,
melakukan analisis, menguji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan penelitian. Proses
auditing bisa dilakukan dengan merujuk pengalaman Halpern yang dikuatkan oleh Moleong
(2008), misalnya mulai dari pra-entri, penetapan hal-hal yang dapat diaudit, kesepakatan
formal, dan terakhir penentuan keabsahan data.
3. Auditabilitas atau ketergantungan
(auditability/dependability)

Yang bertindak sebagai auditor adalah orang yang ikut bertanggung jawab terhadap
kebenaran penelitian. Jika penelitian dilakukan oleh mahasiswa, misalnya dalam rangka
penulisan skripsi, tesis, atau disertasi, maka yang bertindak sebagai auditor dan harus
melakukan penelusuran audit adalah dosen pembimbing. Pada penelitian lain yang tidak
terkait dengan tugas studi, maka yang dapat bertindak sebagai auditor adalah reviewer atau
orang yang menilai kebenaran penelitian itu.
4. Konfirmabilitas (confirmability)

Pengujian konfirmabiltas (confirmability) dalam penelitian kualitatif sama halnya untuk


melihat keobjektifan dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, untuk melihat
confirmability dapat dilakukan mirip dengan yang dilakukan dalam melihat depenability.
Untuk itu, keduanya dapat dilakukan secara bersamaan. Jika di atas telah dinyatakan bahwa
untuk melihat konsistensi dapat dilihat dengan audit ketergantungan, maka untuk menguji
objektivitas atau konfirmabilitas dapat dilakukan dengan audit kepastian. Jika dengan audit
teregantungan dapat menguji bahwa hasil penelitian dikaitkan dengan proses yang
dilakukan, maka pada audit kepastian dilakukan dengan melihat bahwa hasil penelitian
berarti menunjukkan adanya proses penelitian. Dengan demikian, sebenarnya dengan
melakukan audit ketergantungan sekaligus dapat ditunjukkan kepastiannya.
4. Konfirmabilitas (confirmability)

Untuk menunjukkan kepada auditor bahwa penelitiannya dilakukan melalui proses benar dan
menghasilkan temuan yang benar, peneliti disarankan untuk melaporkan penelitiannya
dengan uraian yang rinci. Uraian yang rinci dapat ditunjukkan dengan sejelas mungkin
konteks penelitian, rincian fokus penelitian, proses pengumpulan datanya, dan uraian rinci
hasilnya. Untuk dapat melaporkan secara rinci proses dan hasil penelitian itu, maka peneliti
dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup, tidak hanya tentang
bidang kajian yang diteliti, tetapi juga tentang metode penelitian kualitatif yang dipilihnya.
Dengan demikian, syarat akademis dan metodologis merupakan jaminan kepastian
objektivitas penelitian.
4. Konfirmabilitas (confirmability)

Terkait dengan validitas dan reliabilitas untuk menjamin keobjektifan penelitian, bahkan tidak
hanya pada penelitian kualitatif, tetapi juga penelitian kuantitatif, Merriam (1998) menekankan
juga pentingnya etika (ethics), baik etika dalam pengumpulan data, maupun analisis dan
diseminasi hasil penelitian. Etika dalam penelitian bisa menjadi suatu dilematis yang terus
diperdebatkan. Ketika pengumpulan data, peneliti dihadapkan dilema misalnya dengan hal-
hal yang sifatnya privacy atau peneliti berperan sebagai partisipan. Untuk itu peneliti harus
melakukan berhati-hati dan memastikan bahwa informasi yang diberikan semata-mata
hanya untuk tujuan penelitian.
THANK YOU
I hope you can get helpful
knowledge from this presentation.
Good luck!

Anda mungkin juga menyukai