Jika dokter berhak memberikan resep, maka seorang apoteker pun memiliki wewenang
untuk dapat memberi PIO atau Pelayanan Informasi Obat kepada pasien. Nah, dalam hal ini tidak
sedikit pasien yang masih kebingungan ketika hendak meminta penjelasan mengenai obat yang
diresepkan, ada yang langsung meminta penjelasan pada dokter yang bersangkutan, ada pula
yang datang ke Instalasi Farmasi. Namun, tak jarang masih ada beberapa yang masih mengira
Farmasis Tukang Obat, Benarkah?
Jika farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluruh aspek obat,
farmakognosi lebih menekankan pada penggunaan bahan alam yang dapat dijadikan obat.
Sebaiknya kita simak beberapa penjelasan lainnya.
Selanjutnya, ada biofarmasi yang merupakan ilmu tentang pengaruh formulasi obat
terhadap efek terapeutiknya. Lalu, ada Farmakoterapi yang mempelajari penggunaan obat untuk
mengobati penyakit dan gejalanya. Juga anatomi fisiologi, di pelajaran ini materi yang mengarah
ke kedokteran, kita juga akan mempelajari bagaimana obat masuk ke dalam tubuh dan diproses
sesuai porsi dari tiap anatomi yang terdapat pada tubuh kita.
Nah, ada satu lagi yang menarik. Yap, psikologi. Untuk yang ini memang belum
disinggung di paragraf sebelumnya, namun ini juga aspek sekaligus pelajaran penting yang
Farmasis Tukang Obat, Benarkah?
harus dimiliki seorang farmasis maupun apoteker. Mengapa demikian? Karena disadari atau
tidak, cara penyampaian seorang farmasis atau Apoteker pada pasien mengenai Pelayanan
Informasi Obat atau yang lebih dikenal Pharmaceutical Care ini, sangat berpengaruh tehadap
psikologis dan pemahaman pasien mengenai obat yang disampaikan. Tidak mudah dalam
menghadapi berbagai tipe macam pasien, karena semua pasien pasti mempunyai keunikan
tersendiri.
Untuk menghadapi pasien yang bawel alias banyak bertanya, kita pun harus
menyeimbangi, dalam kata lain pun kita harus ikut bawel. Dan jika ada pasien yang selalu patuh
atau bahkan hanya menggangguk tiap diberi penjelasan, pun kita harus meyakinkan kalau pasien
tersebut benar-benar mengerti tentang PIO yang disampaikan. Nah, materi psikologi disini
sangat dibutuhkan, karena dalam kondisi seperti ini, sabar saja tidak cukup, walaupun hal itu
tentunya harus dimiliki oleh seorang apoteker. Di materi psikologi farmasi, kita juga akan
mempelajari agar pasien merasa nyaman dengan penjelasan yang diberikan. Tak hanya ketika
berbicara dua arah, namun gesture tubuh pun berperan penting dalam hal ini.
Apabila hal ini sudah diterapkan, kecil kemungkinan untuk pasien tidak mengerti apa
yang disampaikan oleh apoteker. Tidak hanya dalam bertatap empat mata dengan pasien, di
materi psikologi ini pun, seorang farmasis dilatih agar bisa menyampaikan suatu pemahaman
tentang obat dengan ruang atau forum yang lebih besar, contohnya dalam beberapa Instalasi dan
rumah sakit, tiap minggunya sudah diterapkan seminar pharmaceutical care yang pemaparan nya
disampaikan langsung oleh apoteker di Instalasi tersebut. Seminar yang diadakan beragam, mulai
dari penjelasan cara penggunaan obat, dosis, juga kepatuhan minum obat.
Cukup kompleks bukan seorang farmasis ini? Yang pasti, farmasis tak sekedar tukang
obat loh, meskipun hal itu sudah sangat melekat di kalangan masyarakat, tapi setidaknya kita pun
dapat mengenal dan mengetahui farmasis itu sendiri lebih dalam. Karena tak kenal, maka
kenalan. Salam farmasis!
Farmasis Tukang Obat, Benarkah?