Anda di halaman 1dari 2

Peran Farmasis sebagai Komunikator

Baiklah teman-teman saya akan sedikit bercerita, apa sih sebenarnya peran seorang farmasis
itu? Sebagian teman-teman mungkin akan menjawab peran farmasis adalah meracik dan
menyediakan obat. Jadi, sebelum kita membahas apa peran farmasis, lebih baik kita tahu
terlebih dahulu siapa sih farmasis itu? Farmasis atau yang biasa disebut dalam masyarakat
Indonesia sebagai apoteker adalah sarjana farmasi yang sudah lulus sebagai Apoteker dan
sudah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

Nah, teman-teman sekarang sudah mengetahui siapa sebenarnya farmasis itu kan. Sekarang
kita akan membahas peran seorang farmasis atau apoteker. Selain meracik dan menyediakan
obat, peran apoteker telah diungkapkan dalam 9 Stars of Pharmacist oleh World Health
Organization (WHO), yakni care-giver, decision-maker, communicator, manager, leader, life
long learner, teacher, research,dan enterpreneur. Dari kesembilan peran farmasis yang
diungkapkan dalam Nine Stars of Pharmacist, saya hanya akan membahas salah satu saja dari
kesembilan peran apoteker, yaitu apoteker sebagai communicator. 

Dimana seorang apoteker harus dapat menjadi komunikator yang baik. Maksudnya adalah
saat seorang apoteker telah turun ke masyarakat, seorang apoteker dapat menyampaikan
informasi tentang obat kepada orang lain terutama pasien. Misalnya, apabila seorang pasien
yang hendak mengambil atau membeli resep di apotek, si apoteker dapat memberitahu
tentang obat yang ia berikan pada pasien tersebut, seperti nama obat, kegunaan obat, efek
samping obat, aturan pemakaian obat, dan hal yang lainnya agar si pasien tidak mendapatkan
dampak negatif (keracunan) akibat salah pengonsumsian obat. Hal itu bisa saja terjadi jika si
pasien tidak memeroleh info yang benar tentang obat.

Begitulah pentingnya apoteker sebagai komunikator yang baik. Pelatihan apoteker untuk


menjadi komunikator dapat diperoleh apoteker ketika masih dalam perkuliahan. Dalam
perkuliahan diajarkan untuk seorang apoteker meracik obat, apoteker diajarkan juga cara
memberikan obat dalam resep terhadap pasien. Selain itu, komunikator yang baik dapat
diperoleh ketika calon sarjana farmasi melakukan KKN (Kuliah Kerja Nyata), mereka dilatih
dan diuji langsung dengan menurunkan mereka di tengah masyarakat. Dari artikel yang
pernah saya baja, terdapat dua komunikasi apoteker dalam pemberian info terhadap pasien,
yakni komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
Komunikasi verbal adalah tanya jawab antara apoteker dan pasien baik secara tertulis
maupun tidak tertulis. Saat apoteker berkomunikasi dengan pasien, apoteker harus mencoba
menciptakan suasana yang tenang dan santai. Inilah pentingnya apoteker sebagai
komunikator untuk menciptakan suasana yang nyaman saat terjadi komunikasi kepada
pasien, sehingga pasien dapat menerima informasi dengan baik. Selain komunikasi verbal,
terdapat komunikasi nonverbal, yaitu apoteker harus melihat berbagai tanda nonverbal,
contohnya tanda cemas, marah, atau malu. Komunikasi ini juga sangat penting seperti halnya
dengan komunikasi verbal. Buruknya hubungan apoteker dengan pasien merupakan hasil dari
komunikasi nonverbal yang buruk.

Nah, teman-teman, terutama calon farmasis atau apoteker sekarang paham kan betapa
pentingnya komunikasi dalam dunia medis, khususnya dalam dunia apoteker. Betapa
banyaknya manfaat yang diperoleh saat apoteker dapat menyampaikan informasi tentang obat
dengan baik, sehingga berdampak positif terhadap pasien. Mungkin untuk peran farmasis
sebagai komunikator dapat membuat indonesia lebih baik lagi yaitu dengan cara seorang
farmasis dapat terjun langusung ke dalam penjualan obat di apotek, tidak memberikan obat
berbahaya tanpa adanya resep dari dokter dan apoteker dapat bekerja sama secara langsung
dalam penyembuhan pasien. Maka masa depan lebih baik lagi jika kita membangunnya
dengan baik.

Oleh Anya Aulia Fatihah, STIKES HI JAMBI

Anda mungkin juga menyukai