Mosi : Indonesia Harus Membuat UU Kefarmasian Sebagai Payung Hukum Bagi Semua Tenaga Kefarmasian
Latar belakang dikeluarkannya mosi ini adalah akibat polemik yang terjadi pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2014
tentang tenaga kesehatan. Dimana pada UU tersebut, asisten apoteker yang pendidikannya setara dengan lulusan
SMF tidak lagi dimasukkan sebagai tenaga kesehatan. UU tenaga kesehatan tersebut juga mensyaratkan hanya
lulusan D3 ke atas yang disebut tenaga kesehatan. Asisten apoteker hanya disebut sebagai asisten tenaga kesehatan.
Hal ini mengancam puluhan ribu tenaga kesehatan yang berijazah di bawah diploma 3. menurut pasal 8 ayat 1 UU
tersebut, tenaga kesehatan yang berijazah di bawah D3 yang selama ini melakukan praktek sebagai tenaga
kesehatan hanya diberikan kesempatan berpraktek sebagai tenaga kesehatan hingga enam tahun mendatang.
Setelah 6 tahun, apabila masih ada tenaga kesehatan yang berijazah di bawah D3 masih melakukan praktek tenaga
kesehatan akan diancam hukuman pidana 5 tahun penjara. Hal tersebut dapat melemahkan semangat belajar 59.062
pelajar SMF yang selama ini bayangannya akan bisa langsung bekerja sebagai tenaga kesehatan setelah menamatkan
sekolah. Hal inilah yang membedakan tenaga kefarmasian dengan tenaga kesehatan lainnya, dimana farmasi telah
memiliki jenjang pendidikan mulai dari SMF. Oleh karena itu, farmasi tidak dapat disatukan dalam satu
undang-undang tenaga kesehatan, namun farmasi berhak dan harus memiliki UU kefarmasian yang akan menjadi
payung hukum bagi seluruh tenaga kefarmasian.
Pro Kontra
Limitasi : Solusi :
Pada kenyataannya apoteker belum siap dilaunching di masyarakat, untuk terjun ke pasien (cari jurnal tentang
kesiapan apt untuk praktek di puskesmas)
Persentase kesalahan pengobatan dikarenakan apoteker yang harus men screening sekian banyak resep dari
berbagai spesialistik dokter. Pada tenaga kesehatan lain seperti dokter sudah terdapat dokter spesialis dan dokter
subspesialis, contohnya adalah dokter spesialis penyakit dalam dengan dokter subspesialis
Gastroenterologi-Hepatologi (K-GEH). mosi pada hari ini yaitu tentang negara kita Indonesia perlu memiliki apoteker
subspesialis pada pelayanan kesehatan. Dilihat dari permasalahan medication error banyak hal yang menjadi
penyebabnya. Dengan adanya apoteker subspesialis ini bisa menjadi salah satu contoh solusi untuk mengatasi hal
tersebut.
Apoteker sekarang memiliki KIFI (Kolegium Ilmu Farmasi Indonesia) yang diketuai oleh Ibu Keri. Dimana dalam
kolegium tersebut telah diatur spesialistik farmasi klinis, farmasi rumah sakit, farmasi industri, dan herbal medicine.
Dengan adanya farmasi klinik, akan memiliki subspesialis jantung. Apoteker sub spesialis akan mengetahui lebih
spesifik mengenai suatu obat dalam penyakit tertentu.
Pro Kontra
Limitasi : Solusi :
2. Pelayanan kefarmasian (rumah sakit, apotek) Saat di Indonesia apoteker spesialis belum ada
bagaimana merealisasikan apoteker subspesialis,
3. Regulasi (Pengawasan, pembinaan, pengujian dan yang jelas-jelas lebih dalam dari apoteker spesialis
pemeriksaan)
Meskipun sekarang ada apoteker telah mengalami
4. Saintifik (penelitian dan pengembangan, pendidikan penjurusan atau spesialisasi tapi pas di dunia kerja
dan pelatihan) tidak memandang apoteker tersebut berasal dari
Sektor-sektor lain yang berkaitan dengan kefarmasian spesialisasi yang mana hal ini dikarenakan
tergantung dari kebutuhan industri atau rumah sakit
Mekanisme apoteker subspesialis. Apoteker tersebut. Masalah seperti ini membuat apoteker
subspesialis akan dinaungi oleh Kolegium dan KFN spesialisasi menjadi tidak tepat sasaran
(Komite Farmasi Nasional). membuat depo untuk
apoteker subspesialis. Apoteker subspesialis dapat Pemerintah belum siap karena apoteker
melakukan visit bersama dokter. Visit sudah ada di subspesialisasi ini mau ditempatkan dimana, belum
RSHS, RSCM, Fatmawati, RS UGM ada peraturan yang menaungi apoteker
subspesialisasi ini
Apoteker dapat menjadi mitra dokter dalam
konsultasi obat, apoteker subspesialis dapat Dokter butuh subspesialisasi karena masalah
memberikan pertimbangan kepada dokter, sehingga kesehatan yang dialaminya kompleks, tapi obat ga
dokter dan apoteker dapat berjalan berbarengan. sekompleks itu (lebih menyederhanakan obat)
Peningkatan kualitas kesehatan diharapkan sehingga tidak perlu apoteker subspesialis
meningkat dengan adanya apoteker subspesialis, Ga semua apoteker mendukung apoteker
karena apoteker subspesialis lebih spesifik dalam
subspesialis
memberikan informasi kepada pasien. Sehingga
medication error pada latar belakang yang telah
disebutkan bisa diminimalisasi
Latar belakang sekarang Indonesia berada pada era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). lulusan farmasi di Indonesia
sebagai kompetitor harus memiliki nilai plus dalam pengembangan industri kesehatan dibanding negara lain.
Pro Kontra
Limitasi : Solusi :
Outputnya adalah lulusan farmasi akan melakukan Bawa role model kapitalis dimana orientasinya
pekerjaan keafarmasian, salah satunya adalah : bukan creating pekerja tetapi creating user. Bawa
konselor obat. Syarat untuk menjadi konselor obat contoh owner kalbe yang seorang dokter, ownernya
harus seorang apoteker mensa group yang kuliah di farmasi aja ga selesai,
ketua GP Jamu aja cuma sarjana ekonomi mereka
Efisiensi waktu : kalo ga lanjut profesi mending
sukses di bisnis farmasi yang penting itu impact
ambil aja D3 atau SMF. (status S1 ga diakui di bukan status. Kasih contoh dedi mizwar gubernur
permenkes sebagai tenaga kerja kesehatan. Ga adil jabar yang lulus SMF. Mungkin dia ga bakalana
S1 disetarakan dengan D3, karena D3 lebih banyak ngasih impact yang lebih besar ketika dia lanjut
kerja prakteknya) sekolah jadi apoteker dibandingkan sekarang saat
Tidak dilindungi regulasi praktek menjadi gubernur
Kalau diselang kerja, apa ilmunya masih ingat Low security dari pemerintah. Kasus pasar pramuka
yang banyak apoteker yang tekab. Mirisnya itu
Memang sarjana farmasi bisa bekerja apa saja, orang dinkes porsi kerjanya coba liat, di industri
contohnya ingin di bidang manajemen bisa menjadi cuma 3 key position yang harus apt (produk, qa, qc)
REP medical representative (sales obat) tapi tetap itu pun cuma manager nya aja pasar MEA, dikita
saja jadi bawahan karena buat menjadi manajer belom ada penyetaraan profesi. Jadi kalo mau
tetap harus apoteker. Dan bisa aja kalah sama anak intervensi pasar negara lain tetap aja kita harus
sarjana manajemen dan ekonomi yang udah belajar penyetaraan ulang, bawa role model apoteker di
dari dulunya negara lain misalnya malaysia, mereka kalo mau
dapat gelar apt harus praktek dulu,
Pro Kontra
Limitasi : peran apoteker yang tergerus hanya di apotek kita tidak dapat menyangkal adanya apotek online
bukan di bidang lain karena ini merupakan ciri dari perkembangan zaman.
Hal ini sesuai dengan kode edik apoteker Bab I.
kewajiban umum bahwa apoteker harus mengikuti
Menurut PP No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan perkembangan di bidang kesehatan (umum) dan
Kefarmasian, apotek adalah pelayanan kefarmasian farmasi (khusus) artinya dengan adanya
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. perkembangan di bidang teknologi kesehatan yaitu
Apoteker sendiri berdasarkan Keputusan Menteri apotek online. Justru dengan adanya apotek online,
Kesehatan RI No. 127/Menkes/SK/IX/20014 adalah peran apoteker dapat lebih massiv karena apoteker
jadi memiliki akses yang lebih mudah untuk
sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi
dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan melaksanakan pelayanan informasi obat ke
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan masyarakat.
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Selain itu, peran apoteker tidak tergerus selama
Indonesia sebagai apoteker. apoteker tersebut tetap mengawasi jalannya apotek
Peran apoteker yang dimaksud dalam online. Karena apotek sendiri adalah pelayanan
Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 23 Tahun kefarmasian, siapa yang melayankan pelayanan
1992 telah diatur tentang peranan profesi apoteker, kefarmasian? Ya apoteker itu sendiri. sebagai
yakni pembuatan, termasuk pengendalian mutu apoteker bijak tidak perlu khawatir dengan adanya
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, apotek online, karena seorang apoteker tetap akan
penyimpanan, dan distribusi obat, pengelolaan obat, memiliki peran penting sebagaimana mestinya.
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan Mekanisme apotek online disini adalah dalam
informasi obat serta pengembangan obat dan obat aplikasi tersebut minimal ada penerimaan obat,
tradisional. pelayanan informasi obat, dan peracikan obat
9 stars of phamacist adalah istilah yang diungkapkan Mekanisme baru pelayanan informasi obat dimana
World Health Organization (WHO) untuk pasien yang telah membeli obat akan secara otomatis
menggambarkan peran seorang farmasi dalam mendapatkan layanan voice call ataupun video call
pelayanan kesehatan, dua diantaranya adalah di smartphone atau personal computer untuk
care-giver, seorang apoteker merupakan profesional mendapatkan pelayanan informasi obat dari apoteker
kesehatan yg peduli, dalam wujud nyata memberi yang lebih maksimal
pelayanan kefarmasian kepada pasien dan
masyarakat luas, berinteraksi secara langsung, Belum ada bukti bahwa peran apoteker tergerus
meliputi pelayanan klinik, analitik, tehnik, sesuai dengan adanya apotek online yang saudara katakan
dengan peraturan yang berlaku (PP No 51 tahun hanyalah sebatas asumsi. Sekarang mari kita
2009), misalnya peracikan obat, memberi PIO membuka cakrawala dengan data berikut
(Pelayanan Informasi Obat), konseling, konsultasi,
screening resep, monitoring, visite, dan banyak tugas Berdasarkan grafik rekapitulasi apotek di Indonesia yang
kefarmasian lainnya, dan yang kedua communicator, dilansir oleh
seorang apoteker harus mampu menjadi komunikator http://binfir.kemkes.go.id/2013/10/grafik-rekapitulasi-a
yang baik, sehingga pelayanan kefarmasian dan potek/ tercatat bahwa peningkatan jumlah apotek
interaksi kepada pasien, masyarakat, dan tenaga sebesar kurang lebih 7% setiap tahun hal ini
kesehatan berjalan dengan baik, misalnya menjadi menunjukkan bahwa apoteker tidak tergerus dengan
komunikator yang baik dalam PIO (Pelayanan adanya apotek online.
Informasi Obat), Penyuluhan, konseling dan
konsultasi obat kepada pasien, melakukan visite
ke ruang perawatan pasien, Pengajar, Narasumber,
dan sebagainya. Dalam hal ini sudah sangat jelas,
dengan apotek online, kualitas dalam penyampaian
informasi obat menjadi kurang maksimal karena
pasien tidak langsung mendapatkan informasi dari
apoteker.
Mosi : Uji Kompetensi apoteker indonesia adalah cara terbaik untuk melihat dan mengukur mutu dan kompetensi
para apoteker Indonesia
Apoteker yang akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki Sertifikat Kompetensi Profesi yang
dikeluarkan oleh organisasi Profesi setelah lulus Uji Kompetensi. Sertifikat Kompetensi berlaku 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang setiap 5 (lima) tahun melalui mekanisme resertifikasi. Sejak tahun 2011 semua apoteker yang
akan melakukan praktek kefarmasian diwajibkan memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker STRA dan sertifikat
kompetensi profesi apoteker. Namun, saat ini masih ada apoteker yang telah lama lulus tetapi belum memiliki
sertifikat kompetensi profesi apoteker dan STRA, sehingga perlu dipikirkan cara agar apoteker tersebut dapat tetap
melakukan praktek kefarmasian. Bagi Apoteker yang lulus sebelum tahun 2011 dan belum pernah memiliki Sertifikat
Kompetensi Apoteker, maka Apoteker tersebut harus mengikuti Uji Kompetensi Profesi Apoteker apabila Apoteker
tetap akan menjalankan Praktek Kefarmasian. Beberapa orang menganggap bahwa uji kompetensi ini sangat penting
dalam upaya mendapatkan apoteker yang berkompeten, cerdas, serta memiliki ilmu mengenai obat secara luas,
tetapi sebagian orang berpendapat bahwa UKAI saja tidak cukup untuk menilah bahwa seorang apoteker yang
bersangkutan memiliki mutu yang baik. Sebagian orang mungkin menganggap bahwa ada faktor lain yang dapat
dijadikan acuan untuk menilai mutu kerja seorang apoteker karena apoteker adalah sebuah profesi yang harus
melayani masyarakat dan memiliki banyak poin penilaian untuk mengatakan mutunya baik maupun buruk.
Pro Kontra
Mosi : Pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap swamedikasi
swamedikasi menurut WHO adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh
seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit.
Pro Kontra
Mosi : obat hanya boleh dijual di apotek yang memiliki ijin resmi dari pemerintah
Peredaran obat ilegal sebenarnya telah terjadi semenjak beberapa tahun terakhir ini. Salah satu kasus yang parah
terjadi di Balaraja, Banten yang baru terungkap pada tahun 2016. Disana terdapat lima gudang produksi obat palsu,
pemerintah mengamankan lebih dari 47 juta butir obat palsu. Obat obatan ini akan diedarkan ke toko toko obat
terutama di daerah Kalimantan Selatan, pabrik ini tidak hanya memproduksi obat secara ilegal, tetapi juga
mengedarkannya tanpa ijin resmi serta dengan penyelundupan sehingga pemerintah baru mengetahuinya. Melihat
fenomena ini, hendaknya pemerintah berkaca melalui kasus vaksin palsu yang sempat membahayakan banyak bayi
di Indonesia. Obat ilegal terkadang didistribusikan ke penerima yakni toko obat ataupun supermarket yang tidak
memiliki apoteker sebagai pengawasnya. Sehingga, masyarakat awam yang tidak memiliki pengetahuan yang luas
mengenai obat akan membeli obat yang salah. Obat yang seharusnya membawa efek penyembuhan akan mejadi
memperparah penyakit pasien. Maka dari itu, akan lebih baik jika yang menjual obat hanyalah apotek yang lebih
jelas ijin semua surat suratnya. Tetapi, beberapa orang mungkin berpikir bahwa jika pemerintah melakukan hal ini,
maka jangkauan obat oleh
Pro Kontra
Pro Kontra
Pro Kontra
Limitasi : moratorium farmasi dilaksanakan pada Dari rekomendasi WHO ini moratorium S1 Farmasi
waktu tertentu, ditujukan untuk universitas perlu dipertimbangkan lagi. Untuk mengatasi
dengan akreditasi rendah masalah kualitas apoteker dan jumlah PSPA yang
Maraknya pembukaan program sudai farmasi kurang dapat dilakukan dengan memperbanyak
baru di Indonesia yang dibawahi dari berbagai
jumlah Fakultas Farmasi yang ada PSPA dan S1
institusi maupun yayasan melandasi adanya
moratorium kefarmasian ini, hal itu dikarenakan Farmasi yang di luar Jawa dengan tidak hanya
penambahan jumlah dari segi kuantitas melakukan sentralisasi di Jawa namun juga di luar
pendidikan dengan jurusan farmasi tidak dengan cara bertahap. Tidak hanya itu saja,
diimbangi dengan segi kualitasnya. Berdasarkan pemerintah harusnya melakukan lobbying pada
data dari BAN-PT dari 163 program studi farmasi
rumah sakit dan industri untuk lebih menerima
yang sudah terakreditasi di Indonesia baru
apoteker lulusan PSPA dari luar pulau jawa dan
sekitar 20 institusi farmasi terakreditas A, sekitar
membuat peraturan daerah mengenai
60 institusi terakreditas B dan sisanya masih
terakreditas C pembentukan PSPA terfokus untuk suatu daerah
Pada tahun 2014, Dirjen Dikti menyebutkan yang kekurangan tenaga apoteker baik di bidang
jurusan farmasi adalah jurusan di perguruan klinis atau industri. Solusi lain yaitu dengan
tinggi dengan peminatan terbanyak ke-5 di menurunkan biaya peningkatan akreditasi yang
Indonesia, dijelaskan lebih lanjut dikarenakan selama ini memberatkan prodi S1 maupun PSPA.
jurusan farmasi adalah jurusan kesehatan yang Tidak hanya peningkatan kualitas
mana kesehatan merupakan sesuatu yang tidak apoteker peningkatan kuantitas pun juga
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, masih dibutuhkan karena di Indonesia sudah banyak
tinggginya asumsi masyarakat bahwa lulusan
kualitas apoteker yang bagus namun tidak
farmasi akan mudah mencari pekerjaan dengan
terdistribusi secara merata karena perbedaan
status sosial yang bergengsi di masyarakat
gaji antara apoteker di pulau jawa dan di luar
ditambah dengan masih kurangnya pemerataan
tenaga kesehatan di berbagai wilayah membuat jawayang menyebabkan apoteker dan s1 farmasi
jurusan farmasi bagaikan kantong semar di masih lebih terkonsentrasi di pulau jawa saja.
tengah koloni serangga. Hal tersebutlah yang
membuat berbagai institusi berlomba-lomba
membuka jurusan farmasi yang murah dan dapat
dijangkau oleh daerah terpencil, namun
sayangnya tidak diimbangi dengan segi kualitas
dan pembukaan prodi apoteker. Padahal seorang
farmasi adalah tenaga kesehatan yang dipercaya
untuk mencegah medication error dalam
pengobatan .
Berdasarkan data BAN-PT tahun 2018 baru ada
26 prodi apoteker di Indonesia. Bila kita melihat
rasio perbandingan apoteker dengan masyarakat
(1:4552) yang masih jauh dari rekomendasi dari
WHO (1:2000), Indonesia masih membutuhkan
banyak program studi profesi apoteker yang
dapat menambah kuantitas dari tenaga
apoteker. Perbandingan jumlah program studi
S-1 Farmasi dengan Program studi Apoteker
melandasi terjadinya praktek apotek tanpa
apoteker yang masih terjadi di berbagai daerah
yang menimbulkan medication error semakin
meningkat.
pro kontra