DOSEN PENGAMPU
DISUSUN OLEH
Elyana Ramadhaniyati
222.02.10169
A. PENDAHULUAN
Dunia perguruan tinggi di seluruh dunia tidak pernah bersih dari
praktik korupsi. Penyebab dari besarnya korupsi di perguruan tinggi
disebabkan oleh kurangnya atau rendahnya integritas akademika dan etika di
antara insan perguruan tinggi (Denisova-Schmidt 2018; Sugandi et al., 2019)
Praktik korupsi di perguruan tinggi bukan hal yang tabu saat ini, hal
ini dibuktikan dengan banyaknya jajaran perguruan tinggi atau yang memiliki
latar belakang perguruan tinggi terlibat korupsi (dalam konteks UU Tipikor).
Sedangkan praktik korupsi yang jarang terekspos di perguruan tinggi adalah
korupsi yang lahir karena adanya transaksi antara pengajar dan mahasiswa.
Meskipun dianggap hal yang sepele. praktik korupsi antara pengajar dan
mahasiswa dapat menjadi masalah serius jika sudah menyangkut kredibilitas
perguruan tinggi sebagai badan penyelenggara pendidikan. Badan
penyelenggara pendidikan memiliki fungsi “mendidik” sehingga peserta didik
tidak melakukan perbuatan melanggar hukum. Pengajar sebagai pendidik
dapat memberikan ajaran tidak hanya dalam konteks materi ataupun normatif
saja, namun juga dalam perbuatan yang dapat menjadi contoh bagi peserta
didik (Adhari, 2017)
Korupsi di perguruan tinggi terdiri atas korupsi dalam bidang
manajerial yang biasanya dilakukan oleh pimpinan dan staf administrasi serta
tenaga kependidikan, dan korupsi dalam bidang pelaksanaan akademik -yang
diperankan oleh mahasiswa dan dosen Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
pada tahun 2010 melakukan pemeriksaan terhadap perguruan tinggi negeri di
Indonesia. Dari pemeriksaan tersebut diperoleh hasil bahwa terdapat beberapa
tindakan kecurangan pada beberapa perguruan tinggi yang diperiksa,
diantaranya adalah terdapat sisa dana bantuan sosial yang tidak disalurkan
sebagai mana mestinya dan tidak disetorkan ke kas negara. Selain itu,
terdapat pembayaran ganda honorarium dan perjalanan dinas, serta adanya
rekening fiktif yang dibuka tanpa sepengetahuan kementerian keuangan
sehingga mengakibatkan rekening tersebut bersifat ilegal (Thoyibatun, 2012).
Kasus korupsi yang melanda perguruan tinggi tidak hanya masalah
penggelapan dana dan mark up anggaran, namun pengelolaan aset perguruan
tinggi negeri juga rawan menjadi sasaran tindak kecurangan (Temaluru et al.,
2016). Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (PukatUGM)
menyatakan bahwa dari data trend corruption report (TCR) Pukat, selama
bulan Januari hingga Juni 2014 terdapat 10 orang tersangka korupsi dari
sektor pendidikan. Modus korupsi ini didominasi pada sektor pengadaan
barang dan jasa serta pengelolaan aset universitas (Kabar Korupsi, 2014).
Dari penelitian yang dilakukan di beberapa negara lain juga diperoleh
kesimpulan bahwa sektor pengadaan barang dan jasa mendominasi kasus
korupsi pada lembaga sektor publik termasuk perguruan tinggi (Sargiacomo
et al., 2015; Auriol et al., 2016).
Kasus-kasus korupsi yang ada pada Perguruan Tinggi beberapa
diantaranya terjadi di Universitas Udayana terkait dugaan korupsi
penyalahgunaan dana sumbangan pengembangan Institusi (SPI) seleksi
mandiri mahasiswa baru (CNN Indonesia, 2022). Selanjutnya kasus korupsi
yang terjadi di Universitas Lampung (UNILA) yang diduga Rektor
Unversitas Lampung (Unila) Karomani sengaja mengajak jajaran struktural di
Unila masuk dalam kepengurusan penerimaan mahasiswa baru. Proses itu
kemudian berujung pada tindak pidana korupsi berupa penyuapan (Merdeka,
com, 2022).
Jumlah tindakan korupsi tidak dapat diwakili oleh kasus-kasus di atas;
lebih banyak lagi kasus-kasus korupsi yang tidak terungkap ataupun tidak
sadar dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara luas. Selain kasus korupsi
diatas, korupsi lahir dari adanya transaksi, maka transaksi antara pengajar
dan mahasiswa di perguruan tinggi swasta lebih dominan dibandingkan
dengan transaksi pengajar dan mahasiswa di lingkungan PTN. Transaksi
akademik di lingkungan PTS dimulai dari proses belajar mengajar hingga
masa ujian akhir kelulusan (sidang meja hijau/pendadaran). Praktik korupsi di
lingkungan PTS dapat terjadi dimulai saat peserta didik resmi diterima
sebagai mahasiswa hingga kelulusannya (Adhari, 2017)
Berdasarkan paparan diatas, penulis ingin mendeskripsikan lebih
dalam mengenai kasus-kasus korupsi yang terjadi diperguruan tinggi.
C. KESIMPULAN
Praktik korupsi di perguruan tinggi bukan hal yang tabu saat ini, hal
ini dibuktikan dengan banyaknya jajaran perguruan tinggi atau yang memiliki
latar belakang perguruan tinggi terlibat korupsi. Praktik korupsi ini lahir dan
menjadi budaya bukan tanpa sebab, jika melihat faktor penyebabnya
terjadinya praktik korupsi ini, maka banyak faktor yang mendasari,
diantaranya: 1) lemahnya kepempinan, 2) Pengelolaan yang tidak transparan,
3) Lemahnya sistem pengendalian internal atau internal auditor di Perguruan
tinggi, 4) Degredasi Moralitas, 4) Budaya Korupsi, 5) Banyaknya kebutuhan.
Adapun upaya pencegahan korupsi diperguruan tinggi dibedakan
menjadi dua aspek yakni, aspek perguruan tinggi dan aspek keterlibatan
mahasiswa. Perguruan Tinggi yang transparan dan akuntabel sebagai salah
satu cara untuk menciptakan Perguruan Tinggi yang anti-korupsi. Perguruan
Tinggi harus terbuka dan mampu menyajikan informasi yang relevan, secara
tepat dan akurat kepada pemangku kepentingan untuk mencegah terjadinya
praktek-praktek kecurangan dalam pengelolaan Perguruan Tinggi yang dapat
merugikan masyarakat. Selain itu, Setiap Perguruan Tinggi diharapkan untuk
menyelenggarakan Pendidikan Anti Korupsi mulai tahun akademik baru
2012/2013 dalam bentuk Mata Kuliah Wajib/Pilihan atau disisipkan dalam
mata kuliah yang relevan.
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti-korupsi di lingkungan
kampus dapat dibagi ke dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu
mahasiswanya sendiri, dan untuk komunitas mahasiswa. Untuk konteks
individu, seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar dirinya sendiri
tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Sedangkan untuk konteks
komunitas, Berbagai bentuk kegiatan dapat dilakukan untuk menanamkan
nilai-nilai anti korupsi kepada komunitas mahasiswa dan organisasi
kemahasiswaan agar tumbuh budaya anti korupsi di mahasiswa adalah
Kegiatan kampanye, sosialisasi, seminar,pelatihan, kaderisasi, dan lain-lain
dapat dilakukan untuk menumbuhkan budaya anti korupsi
DAFTAR PUSTAKA
Adhari, A. (2017). Pola Korupsi di Perguruan Tinggi Swasta. Al-Ijtimai:
International Journal of Government and Social Science, 2(2), 161-172.
Auriol, E., S. Straub, dan T. Flochel. (2016). Public procurement and rent-
seeking: The case of Paraguay. World Development 77: 395-407.
Denisova-Schmidt, E. (2017). The Challenges of Academic Integrity in Higher
Education: Current Trends and Prospects
Hasanah, S. U. (2018). Kebijakan Perguruan Tinggi Dalam Menerapkan
Pendidikan Anti Korupsi. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 2(1).
Iskandar, I. (2018). Peranan Perguruan Tinggi dalam Menciptakan Sikap Anti
Korupsi di Indonesia. Jurnal Serambi Akademica, 6(2), 18-22.
Jamil, H. (2012). Pengawasan (audit) di lingkungan Kementerian Agama. Fokus
Pengawasan, 8(29), 26–32.
Kadir, Y. (2018). Kebijakan pendidikan anti korupsi di perguruan
tinggi. Gorontalo law review, 1(1), 25-38.
Putra, A. (2017). Menguatkan tata kelola transparansi informasi publik di
perguruan tinggi. Jurnal Integritas, 3.
Ramadhaniyati, Y., & Hayati, N. (2014). Pengaruh Profesionalisme, Motivasi,
Integritas, dan Independensi satuan Pengawasan internal dalam mencegah
kecurangan (fraud) di lingkungan perguruan tinggi negeri. Journal of
Auditing, Finance, and Forensic Accounting, 2(2), 101-114.
Sargiacomo, M., L. Lanni., A. D'Andreamattio dan S. Servalli. (2015).
Accounting and the fight against corruption in Italian government
procurement: A longitudinal critical analysis (1992– 2014). Critical
Perspectives on Accounting. 28: 89-96.
Suganda, Tarkus. Nanang T. Puspito. Koentjoro. et al., (2019). Membangun
Gerakan Antikorupsi. Bogor: Penerbit IPB Press
Suryani, I. (2013). Penanaman nilai anti korupsi di perguruan tinggi sebagai upaya
preventif pencegahan korupsi. Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, 308.
Temaluru, N.A.R., Asnawi., dan Falah. (2016). Pengaruh penerapan unit layanan
pengadaan (ULP) terhadap efisiensi dan efektifitas pengadaan barang atau
jasa pada pemerintah propinsi Papua. Jurnal Kedua 1(1): 127-151.
Thoyibatun, S. (2012). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku tidak
etis dan kecenderungan akuntansi serta akibatnya terhadap kinerja
organisasi. Jurnal Ekonomi Dan Keuangan 16(2): 245– 260.
Widhiyaastuti, I. G. A. A. D., & Ariawan, I. G. K. (2018). Meningkatkan
Kesadaran Generasi Muda Untuk Berperilaku Anti Koruptif Melalui
Pendidikan Anti Korupsi. Acta Comitas, 3(1), 17-25