Anda di halaman 1dari 38

PENGARUH DIMENSI FRAUD TRIANGLE TERHADAP PERILAKU

KECURANGAN AKADEMIK DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK


SEBAGAI VARIABEL MODERASI

OUTLINE PENELITIAN

MELINDA AGLENCYA LEREBULAN

NIM : 2019-30-032

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi pada saat ini, praktik-praktif koruptif yang semakin mudah
ditemukan di berbagai bidang kehidupan. Salah satu penyebab dari praktik koruptif itu
sendiri dikarenakan melemahnya nilai sosial yang ada pada diri manusia. Meskipun
terdapat beberapa Undang-Undang yang mencakup segala aktivitas yang terkait adanya
kecurangan, dan berbagai kebijakan maupun upaya juga saat ini telak dilakukan oleh
pemerintah guna memberantas korupsi. Namun, pada kenyataannya sampai saat ini upaya
yang dilakukan belum cukup mencegah terjadinya korupsi.Sebagai pokok permasalahan
pada penelitian kali ini yaitu salah satu lembaga yang memegang peran penting dalam
pencegahan korupsi yaitu pendidikan.

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara. Pendidikan tinggi sebagai dari sistem pendidikan nasional memiliki peran
strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan
pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan. Peran strategis dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa yang dimiliki pendidikan tinggi terancam dengan ditemukannya praktik-
praktik kecurangan (fraud) yang terjadi, dan biasa disebut sebagai academic fraud
(Widianto & Sari, 2017).

Sedangkan menurut Apriani, Sujana, & Sulindawati (2017) perguruan tinggi


diharapkan mampu mencetak tenaga profesional yang berkualitas, baik secara ilmu, moral,
maupun etika. Fenomena yang terjadi di dalam berbagai perguruan tinggi saat ini yang
cukup mengancam dunia pendidikan akademis yaitu banyak ditemukannya praktik-praktik
kecurangan (fraud), dan biasa disebut sebagai academic fraud. Fenomena kecurangan
akademik ini telah menjadi masalah di sebagian besar negara di dunia. Kecurangan
akademik tidak asing lagi pada kalangan mahasiswa. Meskipun setiap dosen telah memiliki
kebijakan untuk menyikapi kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa, tetapi pada
kenyataannya sebagian mahasiswa masih berani melakukan kecurangan akademik tersebut.

2
Dalam perguruan tinggi mahasiswa mendapatkan pendidikan yang akan menuntun
mereka sebagai profesional sesuai dengan bidang yang mereka tempuh selama menjalani
perkuliahan. Perguruan tinggi diharapkan mampu mencetak tenaga profesional yang
berkualitas, tentunya secara ilmu maupun akhlak, baik yang berkaitan secara moral maupun
etika profesi (Fitriana & Baridwan, 2012).

Perguruan tinggi diharapkan mampu mencetak tenaga profesional yang berkualitas,


baik secara ilmu, moral, maupun etika. Fenomena yang terjadi di dalam berbagai perguruan
tinggi saat ini yang cukup mengancam dunia pendidikan akademis yaitu banyak
ditemukannya praktik-praktik kecurangan (fraud), dan biasa disebut sebagai academic
fraud. Fenomena kecurangan 3 akademik ini telah menjadi masalah di sebagian besar
negara di dunia. Kecurangan akademik tidak asing lagi pada kalangan mahasiswa.
Meskipun setiap dosen telah memiliki kebijakan untuk menyikapi kecurangan akademik
yang dilakukan mahasiswa, tetapi pada kenyataannya sebagian mahasiswa masih berani
melakukan kecurangan akademik tersebut (Purnamawati, 2016).

Secara umum fraud diartikan sebagai tindak kecurangan atau penipuan secara sengaja
untuk memperoleh keuntungan pribadiiatau kelompok dan berdampak menyesatkan orang
lain. Walaupun kecurangan memiliki arti yang berbeda-beda tergantung bagaimana
individu mendefinisikannya, kecurangan pasti dilakukan dengan unsur kesengajaan. Lain
halnya dengan eror yang dilakukan murni bukan karena kesengajaan. Menurut
(Purnamasari & Irianto, 2013) fraud adalah bentuk penipuan ataupun kecurangan yang
dilakukan seseorang yang tidak bertanggungjawab. Fraud sudah menjamah banyak bidang.
Salah satunya adalah academic fraud atau bentuk kecurangan yang ada didalam lingkungan
perkuliahan atau pendidikan.

Kecurangan akademik (academic fraud) menjadi suatu perbuatan yang dilakukan


mahasiswa untuk menipu, mengaburkan atau mengecoh pengajar agar pengajar berpikiran
bahwa pekerjaan yang dikumpul merupakan hasil pekerjaan sendiri. Budiman (2018)
mengatakan bahwa kecurangan akademik (academic fraud) merupakan perilaku tidak jujur
yang dilakukan mahasiswa dalam setting akademik agar memperoleh keuntungan secara
tidak adil dalam hal keberhasilan akademik.

Cressey dalam Skousen et al. (2009) menyebutkan bahwa membuat suatu teori
yang menyebutkan terdapat tiga kondisi yang selalu hadir saat terjadi kecurangan. Ketiga
kondisi tersebut adalah tekanan (pressure), peluang (opportunity), dan rasionalisasi
(rationalization) yang kemudian dikenal dengan istilah fraud triangle. Tekanan (pressure)

3
merupakan suatu situasi dimana seseorang merasa perlu untuk melakukan kecurangan.
Semakin tingginya pressure maka semakin besar pula kemungkinan perilaku kecurangan
akademik akan terjadi (Huang et al., 2017). Tekanan dalam penelitian yang akan dilakukan
ini merupakan tekanan yang dialami oleh mahasiswa sebagai faktor pendorong bagi
mahasiswa untuk melakukan kecurangan akademik.

Peluang (opportunity) yaitu saat seseorang berada dalam kondisi melakukan


tindakan kecurangan dikarenakan lemahnya kondisi dan situasi sehingga seseorang bias
melakukan tindakan kecurangan tanpa penjagaan dan tidak terkena sanksi (Schuchter &
Levi, 2016). Seseorang biasanya melakukan kecurangan menggunakan keahliannya dan
keterampilannya. Semakin meningkat peluang yang tercipta maka semakin besar
kesempatan untuk melakukan perilaku kecurangan. Peluang muncul karena lemahnya
sistem (Saidina et al., 2017). Rasionalisasi (rationalization) merupakan pertimbangan
seseorang untuk melakukan kecurangan atau pembenaran diri sendiri sebelum melakukan
tindakan yang salah atau kecurangan. Rationalization merupakan pembenaran diri sendiri
atau alasan yang salah untuk suatu perilaku yang salah. Rasionalisasi dapat diartikan
sebagai suatu sikap atau anggapan pribadi bahwa kecurangan merupakan tindakan yang
tidak salah.

Efikasi diri menurut Ormrod (2009) adalah keyakinan yang dimiliki seseorang
bahwa dirinya mampu menjalankan tugas tertentu atau meraih sasaran tertentu. Singkatnya
bahwa efikasi diri itu sendiri merupakan komponen dari keseluruhan perasaan diri
seseorang. Woolfolk (2009) menambahkan self-efficacy atau efikasi diri juga dapat
diartikan sebagai perasaan seseorang bahwa dirinya mampu melakukan tugas-tugas secara
efektif . Efikasi diri akademik adalah keyakinan individu dalam mengorganisasikan dan
melaksanakan tugas yang diembannya secara efektif untuk pencapaian prestasi akademik.

Seperti pada kasus Bank Maluku dibobol sebesar Rp. 1 Miliar oleh oknum teller
yang terjadi pada tahun 2019 (Kabar Timur News 2019). Modus “fraud” atau kejahatan
perbankan diduga mengetahui password aplikasi core-banking Bank Maluku cabang Banda
Naira dan dikatakan pengambilan uang dilakukan secara perlahan-lahan sesuai kebutuhan,
ketika diperlukan dapat dambil kisaran Rp. 100jt-200jt. Pada kasus ini terjadinya fraud
karena kurangnya pendidikan yang memadai pada oknum teller dan kurangnya efikasi diri
sehingga menuntutnya melakukan pembobolan dan penggelapan uang.

Mendasarkan pada uraian diatas, peneliti termotivasi untuk menguji apakah dengan
menggunakan dimensi fraud triangle mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

4
kecurangan akademik dengan efikasi diri pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Pattimura Ambon yang terdapat tiga prodi didalamnya yaitu Akuntansi, Manajemen, dan
Ilmu Ekonomi. Berdasarakan uraian diatas maka peneliti mengambil judul “PENGARUH
DIMENSI FRAUD TRIANGLE TERHADAP KECURANGAN AKADEMIK DENGAN
EFIKASI DIRI SEBAGAI VARIABEL MODERASI”. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi suatu penelitian yang mampu menggali informasi terkait tekanan, peluang, dan
rasionalisasi terhadap perilaku kecurangan. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan
dapat meminimalisir setiap faktor tersebut untuk mengurangi perilaku kecurangan
akademik dengan efikasi diri yang dikembangkan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah efikasi diri akademik dapat memoderasi hubungan tekanan dan kecurangan
akademik?
2. Apakah efikasi diri akademik dapat memoderasi hubungan kesempatan dan
kecurangan akademik?
3. Apakah efikasi diri akademik dapat memoderasi hubungan rasionalisasi dan
kecurangan akademik?

1.3 Tujuan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka penelitian ini dilakukan dengan


tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh efikasi diri akademik pada hubungan dengan tekanan
terhadap perilaku kecurangan akademik.
2. Untuk mengetahui pengaruh efikasi diri akademik pada hubungan dengan
kesempatan terhadap perilaku kecurangan akademik.
3. Untuk mengetahui pengaruh efikasi diri akademik pada hubungan dengan
rasionalisasi terhadap perilaku kecurangan akademik.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ada dua, yaitu:

1. Manfaat Akademis

5
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan Program Studi
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pattimura Ambon sebagai
evaluasi kegiatan dan pengambilan kebijakan terkait kecurangan akademik,
sehingga dapat meningkatkan efikasi diri akademik bagi mahasiswa Program Studi
Akuntansi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis untuk
mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh dimensi fraud triangle terhadap
Perilaku Kecurangan Akademik dengan efikasi diri akademik sebagai variable
moderasi.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Fraud

Dalam penelitian Kusumawardhani (2013) Association of Certified Fraud


Examiners (ACFE) mendefinisikan kecurangan (fraud) sebagai tindakan penipuan atau
kekeliruan yang dibuat oleh seseorang atau badan yang mengetahui bahwa kekeliruan
tersebut dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik kepada individu atau
entitas atau pihak lain (Ernst & Young LLP, 2009). Menurut Arens dan Loebbecke (2003),

6
kecurangan terjadi ketika salah saji dibuat dalam suatu keadaan yang mengetahui bahwa hal
itu adalah suatu kepalsuan dan dilakukan dengan maksud untuk melakukan kecurangan.

Sedangkan dalam penelitian Suprajadi (2009) kecurangan secara umum yaitu


meliputi bermacam-macam arti dimana dengan kepandaian manusia seseorang dapat
merencanakan untuk memperoleh keuntungan melalui gambaran yang salah (Albrecth et
all, 2006). Kecurangan mencakup tindakan illegal yang sengaja dilakukan, lalu
disembunyikan, dan memperoleh manfaat dengan melakukan pengubahan bentuk menjadi
uang kas atau barang berharga lainnya (Coderre, 2004). Kecurangan dilakukan di
organisasi, oleh organisasi atau untuk organisasi. Tindakan ini dilakukan baik secara
internal maupun eksternal, secara sengaja, dan disembunyikan (Vona, 2008). Berkaitan
dengan pelaporan keuangan, kecurangan diartikan sebagai tindakan yang sengaja dilakukan
yang mengakibatkan salah saji materiil dalam pelaporan keuangan (Generally Accepted
Auditing Standard (GAAS) Guide (2006).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Norbarani (2012) fraud telah didefinisikan
secara berbeda-beda oleh para praktisi dan akademisi (Intal dan Do, 2002). Berikut ini
disajikan definisi fraud dari berbagai sudut pandang yang berbeda:

Table 2.1

Defenisi Fraud

Sumber Informasi Defenisi Fraud


Arens dan Loebbecke (1997) Kecurangan terjadi ketika salah saji dibuat
dalam Soselisa dan Mukhlasin dalam suatu keadaan yang mengetahui
(2008) bahwa hal itu adalah suatu kepalsuan dan
dilakukan dengan maksud untuk
melakukan kecurangan
Statement of Auditing Standards Tindak kesengajaan untuk menghasilkan
No.99 salah saji material dalam laporan keuangan
yang merupakan subyek audit.
Encyclopædia Britannica (dalam Dalam hukum, fraud didefinisikan
Intal dan Do, 2002) sebagian penyajian fakta yang keliru
dengan tujuan merampas kepemilikan yang
berharga dari seseorang.
Oxford English Dictionary (dalam Suatu tindak kesengajaan untuk

7
Intal dan Do, 2002) menggunakan sumber daya perusahaan
secara tidak wajar dan salah menyajikan
fakta untuk memperoleh keuntungan
pribadi
Association of Certified Fraud Kecurangan (fraud) sebagai tindakan
Examiners (dalam Ernst & Young penipuan atau kekeliruan yang dibuat oleh
LLP, 2009) seseorang atau badan yang mengetahui
bahwa kekeliruan tersebut dapat
mengakibatkan beberapa manfaat yang
tidak baik kepada individu atau entitas atau
pihak lain
Binbangkum, n.d Suatu tindak kesengajaan untuk
menggunakan sumber daya perusahaan
secara tidak wajar dan salah menyajikan
fakta untuk memperoleh keuntungan
pribadi

2.1.2 Teori Fraud Triangle

Teori Fraud Triangle pertama kali dicetuskan oleh pada Cressey pada tahun 1953
untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang menjadi penyebab kecurangan. Cressey (1953)
menyatakan bahwa motivasi individu untuk melakukan kecurangan (fraud) disebabkan oleh
tiga unsur utama yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi
(rationalization). Menurut Priantara, (2013:44) “konsep fraud triangle saat ini digunakan
secara luas dalam praktik Akuntan Publik pada Statement of Auditing Standard (SAS) No.
99, Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit yang menggantikan SAS No.82.
konsep ini bertumpu pada riset Donald Cressey (1953) yang menyimpulkan bahwa fraud
mempunyai tiga sifat umum”.

Gambar 2.1

Fraud Triangle

8
1. Tekanan (pressure)

Sebagian besar tekanan merupakan terkait dengan kebutuhan finansial dan tekanan
non finansial, seperti tekanan untuk membuat laporan keuangan lebih baik daripada yang
sebenarnya, adanya ketidakpuasan terhadap pekerjaan atau timbulnya tantangan dalam diri
individu untuk melanggar sistem (Albrecht et al, 2012:54). Tekanan pada umumnya adalah
masalah internal ekonomi individu seperti utang yang menumpuk. Akan tetapi tekanan
tersebut dapat berasal dari lingkungan kerja yang memaksa individu untuk berbuat curang
yaitu tekanan dari atasan. Kombinasi dari kedua tekanan tersebut akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya kecurangan.

2. Kesempatan (opportunity)

Wolfe dan Hermanson (2004:39) menjelaskan bahwa perilaku kecurangan terjadi


karena kesempatan timbul dari kelemahan dalam sistem sehingga dieksploitasi oleh
individu. Artinya, sistem yang efektif menyulitkan kesempatan bagi individu untuk berbuat
curang. Individu yang memiliki akses terhadap aset atau memiliki wewenang untuk
mengatur prosedur sistem pengendalian cenderung mempunyai kesempatan untuk terlibat
dalam skema kecurangan akuntansi (Suprajadi, 2009:54). Beberapa bentuk adanya
kesempatan untuk melakukan kecurangan adalah kurangnya kontrol yang mencegah
dan/atau mendeteksi perilaku kecurangan, ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja,
kegagalan untuk mendisiplinkan pelaku kecurangan, kurangnya akses terhadap informasi,
ketidaktahuan, apatis, dan ketidakmampuan individu, serta kurangnya jejak audit (Albrecht
et al, 2012:39). Suprajadi (2009:54) menambahkan bahwa kesempatan adalah faktor
penyebab kecurangan yang dapat dikendalikan.

9
3. Rasionalisasi (rasionalization)

Rasionalisasi merupakan pemikiran individu yang membenarkan bahwa


tindakannya adalah tindakan yang wajar dan dapat diterima secara moral dalam suatu
masyarakat yang normal (Adinda, 2015:10).

Rasionalisasi menyebabkan individu memiliki kepercayaan diri yang kuat terhadap


perbuatan curang yang ia lakukan. Hal ini dapat berakibat buruk dalam suatu organisasi jika
setiap anggota organisasi memiliki pemikiran bahwa perilaku curang adalah hal yang wajar
dan benar. Tingginya toleransi seorang individu terhadap perilaku kecurangan akuntansi
menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki rasionalisasi yang tinggi atas perilaku
fraud. Menurut Wolfe dan Hermanson (2004:39) kesempatan membuka jalan untuk
melakukan kecurangan dan rasionalisasi berperan untuk menarik individu masuk ke pintu
kecurangan tersebut.

Ketiga faktor yang menjadi motivasi dan penyebab individu melakukan kecurangan
tersebut terkait satu sama lain. Ketika individu menghadapi tekanan ekonomi yang sulit,
maka ia akan menggunakan kesempatan untuk melakukan kecurangan. Apabila hal ini
terjadi secara berkelanjutan maka rasionalisasi individu terhadap kecurangan akan
meningkat. Keterkaitan ini dapat menjadi siklus yang akan terus terjadi secara berulang
apabila tidak diatasi. Suparjadi (2009:54) menjelaskan bahwa faktor penyebab perilaku
fraud yang dapat dikendalikan adalah opportunity atau kesempatan. Menekan kesempatan
individu untuk melakukan kecurangan akan mengurangi praktik kecurangan yang
merugikan organisasi.

2.2 Kecurangan Akademik


2.2.1 Pengertian Kecurangan Akademik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata kecurangan adalah


perihal curang. Arti lainnya dari kecurangan adalah perbuatan yang curang. Kecurangan
berasal dari kata dasar “curang”. Kecurangan memiliki arti dalam kelas nomina atau kata
benda sehingga kecurangan dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua
benda dan segala yang dibendakan.

McCabe dan Trevino (1993) mendefinisikan kecurangan akademik adalah sebuah


perilaku kompleks yang menyalahi kode etik nilai – nilai kejujuran dalam proses belajar
dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ketika seseorang melanggar atura-aturan dan
etika dalam proses belajar seperti menyontek dan plagiat hal tersebut dapat dikatakan

10
sebagai kecurangan akademik. Brimble, Stevenon dan Clarke (Tadesse & Getachew, 2010)
menyatakan bahwa kecurangan akademik merupakan tindakan yang tidak beretika.
Menurut Kibler (Ercegovac & Richardson, 2004) kecurangan akademik adalah berbagai
bentuk kecurangan dan plagiat yang melibatkan perilaku seperti memberi atau menerima
bantuan yang tidak diizinkan dalam suatu ujian atau tugas dan menerima nilai untuk hasil
yang tidak mereka kerjakan sendiri.

Davis, Drinan dan Gallant (Purnamasari, 2013) mengistilahkan kecurangan


akademik sebagai tindakan yang dilakukan oleh siswa untuk menipu, mengaburkan atau
mengelabui pengajar sehingga pengajar berpikir bahwa hasil pekerjaan akademik yang
dilakukan adalah hasil pekerjaan siswa tersebut, seperti menggunakan hasil pekerjaan orang
lain atau menyontek hasil pekerjaan orang lain lalu diakui sebagai hasil pekerjaan sendiri.
Anderman dan Murdock (Purnamasari, 2013) memiliki pendapat bahwa perilaku
kecurangan akademik merupakan penggunaan segala alat atau bantuan yang tidak
diperkenankan untuk digunakan didalam tugas-tugas akademik atau aktifitas akademik.
McCabe (1999) mendeskripsikan pencontek sebagai seseorang yang dapat melakukan
kegiatan menyalin atau menerima hasil pekerjaan orang lain saat ujian, menggunakan
catatan yang tidak diperbolehkan dan membantu orang lain dalam menyontek saat ujian
berlangsung.

Berdasarkan pengertian dari para ahli yang telah disampaikan diatas dapat
disimpulkan bahwa kecurangan akademik adalah perilaku menyontek, menipu ataupun
memalsukan diluar batasan peraturan yang diizinkan untuk dilakukan, hal tersebut
bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran.

2.2.2 Aspek-aspek Kecurangan Akademik

Menurut Cizek dalam Anderman dan Murdock (2007) terdapat beberapa aspek-
aspek dalam kecurangan akademik, Aspek-aspek tersebut adalah :

a. Memberikan, menggunakan ataupun menerima segala informasi.

Apa yang dimaksud disini adalah kondisi dimana individu menerima bantuan baik
berupa jawaban maupun informasi lain yang mampu mengaburkan proses penilaiaan
dari kemampuan asli individu tersebut. Contohnya ketika ujian berlangsung seorang
individu memberitahukan jawaban yang ditulisnya terhadap orang yang ada
disekitarnya.

11
b. Menggunakan materi yang dilarang digunakan.

Kondisi dimana individu menggunakan bantuan baik informasi maupuna alat


tertentu yang digunakan ketika melaksanakan ujian atau penilaian terhadap proses
belajar, guna mendapatkan hasil tertentu yang diharapkan. Contohnhya ketika ujian
berlangsung individu membawa kisi-kisi materi dalam berbagai bentuk yang digunakan
ketika ujian beralangsung.

c. Memanfaatkan kelemahan seseorang, prosedur ataupun suatu proses untuk


mendapatkan suatu keuntungan yang dilakukan pada tugas-tugas akademik.

Pemanfaatan yang dimaksud adalah bagaiamana seseorang memanfaatkan


kelemahan dari prosedur ataupun seseorang guna meningkatkan hasil dari proses ujian
atau penilaian terhadap proses belajar, guna mendapatkan hasil tertentu yang
diharapkan. Contohnya ketika ujian berlangsung diketahui bahwa pengawas ujian
memiliki pengelihatan yang tidak begitu baik, sehingga terdapat individu yang
menyontek karena terdapat kemungkianan hal tersebut tidak diketahui oleh pengawas.

Menurut McCabe, Trevino, dan Butterfield (2001) aspek-aspek dalam kecurangan


akademik adalah :

a. Menyontek (Cheating)

Menyontek yang dimaksud yaitu berbagai cara atau upaya yang digunakan untuk
mengambil atau berbagi informasi dengan orang lain selama sedang melakukan ujian
atau proses penilaian akademik. Contohnya seperti melihat hasil pekerjaan orang lain
ketika melakukan ujian lalu menuliskan hasil pekerjaan tersebut sebagai hasil
pekerjaannya sendiri.

b. Plagiat (Plagiarism)

Plagiarisme adalah pencurian terhadap karya tulis milik orang lain. Dapat juga
diartikan sebagai pengambilan karangan atau tulisan (pendapat dan sebagainya) orang
lain yang kemudian dijadikan seolaholah ditulis sendiri atau dibuat sendiri oleh individu
pelaku plagiat tersebut. Contohnya ketika mengerjakan sebuah paper atau karangan
menggunakan hasil pekerjaan orang lain selanjutnya digunakan untuk mengganti
sebagian atau keseluruhan hasil pekerjaan individu tersebut sendiri.

c. Mengarang atau memalsukan pengarang dan daftar pustaka

12
Mengarang atau memalsukan yang dimaksud adalah bagaimana seseorang indvidu
mengarang sebuah statement/pernyataan selanjutnya membuat tulisan tersebut seolah-
oleh dibuat oleh seseorang oleh dengan berbagai tujuan tertentu. Contohnya ketika
dalam menggerjakan sebuah paper atau karangan individu tidak menemukan sumber
yang tepat untuk mendukung tulisannya tersebut lalu individu mengarang teori dan
memalsukan daftar pustaka guna mendukung hasil tulisannya tersebut.

d. Menggunakan hasil pekerjaan orang lain

Apa yang dimaksud menggunakan hasil pekerjaan orang lain disini adalah
bagaimana indvidu menggunakan hasil pekerjaan orang lain baik artikel, tugas atau
sebagainya yang didapatkan dari berbagai sumber. Selanjutnya hasil pekerjaan tersebut
dibuat seolah-oleh menjadi hasil pekerjaan individu tersebut, kemudian dijadikan
sebagai alat pengukuran kinerja akademik individu tersebut. Contohnya adalah individu
menggunakan hasil pekerjaan orang lain agar dapat digunakan sebagai miliknya seperti
menggerjakan tugas yang dikerjaan oleh teman atau membuat karangan yang dibuat
oleh teman.

e. Mengutip informasi tanpa mencantumkan sumber

Mengutip informasi dengan tidak mencantumkan sumber dari kutipan yang


dimaksud tersebut, yang dimaksud disini adalah bagaimana sebuah informasi tidak
diikut sertakan dengan jelas sumber darimana sumber informasi tersebut berasal dengan
berbagai alasan. Hal tersebut membuat sumber informasi dari sebuah tulisan menjadi
tidak jelas apakah tulisan tersebut dibuat sendiri oleh penulis ataukah merupakan hasil
karya dari orang lain. Contohnya ketika melakukan pengutipan individu tidak
mencantumkan hasil atau kalimat yang telah diutarakan oleh orang lain yang membuat
hasil tersebut seolah-oleh merupakan karya original yang disampaikan oleh individu
tersebut.

Selanjutnya berdasarkan aspek-aspek yang disampaikan tersebut McCabe dan


Trevino (1993) menurunkan varibel tersebut menjadi beberapa indikator, diantaranya
adalah:

1. Menggunakan catatan untuk mengerjakan tes tanpa izin pengawas.


2. Menyalin hasil pekerjaan siswa lain saat ujian berlangsung.
3. Melakukan kecurangan agar mengetahui apa yang akan di ujikan didalam ujian
sebelum ujian diberikan.

13
4. Menyalin hasil pekerjaan siswa lain saat ujian berlangsung tanpa
sepengetahuannya.
5. Membantu orang lain untuk menyontek pada saat ujian.
6. Menyontek pada saat ujian dengan berbagai cara.
7. Menyalin hasil pekerjaan milik orang lain dan mengakuinya sebagai hasil
pekerjaan sendiri.
8. Membuat atau memalsukan referensi atau daftar pustaka.
9. Meminta orang lain mengerjakan tugas yang diberikan.
10. Menerima bantuan pada saat mengerjakan tugas individu tanpa izin pengawas.
11. Mengerjakan tugas dengan bantuan orang lain ketika di minta untuk
menggerjakannya sendiri.
12. Menyalin kalimat yang telah dituliskan orang lain tanpa memberi catatan kaki
penulisnya.

Berdasarkan penjelasan mengenai aspek-aspek kecurangan akademik diatas peneliti


memilih menggunakan aspek-aspek yang diungkapkan oleh McCabe, Trevino dan
Buterfield (2001) yang menungkapkan indicator prilaku yang spesifik pada perilaku
kecurangan akademik yang dilakukan oleh mahahsiswa, yakni menyontek, plagiat,
mengarang atau memalsukan pengarang atau daftar pustaka, menggunakan hasil pekerjaan
orang lain dan mengutip informasi tanpa mencantumkan sumber.

2.2.3 Faktor-faktor Kecurangan Akademik

Terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kecurangan


akademik. Menurut Anderman dan Murdock (Purnamasari, 2013) faktor-faktor kecurangan
akademik adalah:

a. Efikasi Diri

Efikasi diri yang dimaksud pada penelitian ini adalah efikasi diri akademik yaitu
kepercayaan pada kemampuan diri dalam melaksanakan dan mengatur suatu tindakan
yang diperlukan dalam pencapaian hasil usaha. Contohnya ketika seseorang memiliki
tanggung jawab melaksanakan sebuah tugas maka individu tersebut akan meluangkan
waktu dan mengatur agar bagaimana dirinya dapat menyelesaikan tugas tersebut sesuai
dengan tenggang waktu yang diperlukan.

b. Perkembangan Moral

14
Perkembangan moral yang dimaksud yaitu perubahan penalaran, perasaan, dan
perilaku tentang standar mengenai suatu perilaku yang benar dan salah. Contohnya
ketika seorang indvidu melihat jawaban dari orang disekitarnya saat ujian berlangsung
apakah individu tersebut merasa perilaku yang dilakukannya benar atau salah, hal
tersebut juga akan mempengaruhi proses pengambilan keputasanya terhadap perilaku
tersebut.

c. Religiusitas

Religiusitas yang dimaksud adalah perilaku individu yang didasari oleh ajaran-
ajaran agama, yaitu bagaimana individu berhubungan dengan dunianya, terutama
dengan manusia lain. Akhlak disini merupakan perbuatan yang meliputi perilaku suka
menolong,bekerjasama, tidak mencuri, tidak korupsi, dan tidak menipu. Hal-hal
tersebut yang mempengaruhi seseorang melakukan tindakan kecurangan akademik atau
tidak. Contohnya ketika seseorang melihat jawaban ujian orang yang berada disekitar
ditentukan oleh perasaan bahwa Tuhan yang masih melihat apa yang dilakukannya,
walaupun orang lain disekitarnya tidak mengetahuinya. Hal tersebut yang akan
mempengaruhi seorang individu akan melakukan kecurangan akademik atau tidak.

Menurut McCabe dan Trevino (1997) faktor-faktor kecurangan akademik adalah:

a. Umur

Umur individu menjadi faktor kecenderungan individu melakukan kecurangan


akademik, hal tersebut dikarenakan dengan semakin tua seseorang semakin banyak hal
yang telah dilewati, termasuk dalam proses pendidikan yang dijalaninya. Hal tersebut
merupakan pengalaman panjang yang mempengaruhi keputusan individu apakah dia
akan melakukan kecurangan akademik atau tidak.

b. Keanggotaan Pada Kelompok Tertentu

Keanggotaan terhadap kelompok menjadi faktor kecurangan akademik, hal tersebut


dikarenakan disetiap kelompok mempunyai norma atau nilai-nilai tertentu. Terdapat
kelompok yang menggangap perilaku kecurangan akademik adalah perilaku yang
wajar. Disisi lain terdapat juga kelompok yang menganggap perilaku kecurangan
akademik adalah sesuatu yang tidak pantas untuk dilakukan. Keanggotaan individu
pada kelompok-kelompok tertentu tersebut mempengaruhi keputusan individu apakah
cenderung melakukan kecurangan akademik atau tidak.

15
c. Persetujuaan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Tidak Jujur

Persetujuan teman sebaya sangat mempengaruhi seseorang dalam melakukan


kecurangan akademik, hal tersebut dikarenakan dengan persetujuan teman sebaya dapat
memberikan dukungan atau halangan kepada individu tersebut. Apabila teman sebaya
mendukung maka individu memiliki kemungkinan melakukan kecurangan akademik,
apabila tidak didukung maka individu akan memiliki kecenderungan untuk tidak
melakukan hal tersebut. Hal tersebut mempengaruhi apakah individu tersebut akan
diterima atau tidak oleh teman sebayanya.

d. Perilaku Menyontek Pada Teman Sebaya

Perilaku menyontek pada teman sebaya menjadi faktor kecurangan akademik


dikarenakan perilaku tersebut dipengaruhi oleh individu untuk melakukan hal yang
sama atau tidak. Jika terdapat perilaku tersebut di lingkungan teman sebaya, maka
individu memiliki kemungkinan beranggapan bahwa hal tersebut hal yang biasa
dilakukan dan individu tersebut juga dapat melakukan hal tersebut. Disisi lain
sebaliknya jika tidak terdapat perilaku tersebut di lingkungan teman sebaya, maka
individu memiliki kemungkinan beranggapan bahwa hal tersebut hal yang semestinya
tidak dilakukannya. Hal tersebut memiliki pengaruh apakah individu tersebut akan
diterima atau tidak oleh teman sebayanya.

2.3 Efikasi Diri Akademik


2.3.1 Pengertian Efikasi Diri Akademik

Bandura (2006) efikasi diri merupakan keyakinan seseorang untuk melakukan


sesuatu, hal ini menunjukkan bahwa efikasi diri memiliki makna yang luas. Selanjutnya
Bandura mengatakan bahwa efikasi diri berkaitan dengan suatu objek tertentu seperti
efikasi diri dalam mengemudi, efikasi diri dalam makan dan lain-lain termasuk akademik.
Zimmerman (2000) menyebutkan bahwa efikasi diri akademik membuat seseorang berhasil
memecahkan masalah yang dihadapi karena sejalan dengan meningkatnya tekat atau
keinginan seseorang. Melalui efikasi diri akademik yang cukup akan membuat seseorang
sukses dalam bidang akademik. Hal tersebut didukung oleh Schunk (2003) yang
menyatakan bahwa siswa yang mengetahui kemampuan belajarnya maka akan dapat lebih
baik kerjanya, dapat menyelesaikan masalahnya, dan mampu berprestasi.

16
Judge, Jackson, Shaw, Scott, dan Rich (2007) menjelaskan bahwa efikasi diri dapat
mengontrol berbagai aspek psikologis seseorang sehingga membuat seseorang mampu
mencapai kinerja terbaik. Judge (Ghufron & Risnawita, 2012) menambahkan bahwa efikasi
diri adalah indikator positif dari core self evaluation yang berguna untuk memahami diri.
Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri yang sangat berpengaruh
dalam kehidupan sehari-hari karena hal tersebut ikut mempengaruhi seseorang dalam
menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk
perkiraan pada tantangan yang akan dihadapi.

Menurut Owen dan Froman (1988) perilaku akademik terdiri oleh beberapa factor
yaitu 1) overt, social situasion (terbuka, mengajukan diri atau menonjoln dalam kelas) 2)
cognitive operation (melibatkan aspek kognitif dalam pembelajaran, mendengarkan,
memperhatikan, mencatat) 3) technical skill (skill teknis seperti menggunakan computer,
dsb).

Berdasarkan pengertian para tokoh diatas, peneliti menyimpulkan bahwa efikasi diri
akademik merupakan suatu keyakinan dalam diri individu terhadap kemampuanya dalam
hal akademik yang ditandai dengan keyakinan untuk menunjukkan diri, memperhatikan dan
kemampuan teknis.

2.3.2 Dimensi Efikasi Diri Akademik

Bandura menyebutkan bahwa efikasi diri akademik sifatnya spesifik pada dimensi
tertentu termasuk akademik, dan efikasi diri akademik merupakan sub bagian spesifik dari
dimensi efikasi diri akademik. Bandura (1997) mengemukakan ada tiga dimensi dalam
efikasi diri yang berkaitan dengan akademik, yaitu:

a. Magnitude

Aspek ini berkaitan dengan kesulitan tugas. Apabila tugas-tugas yang dibebankan
pada seseorang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan efikasi diri
akademik secara individual mungkin terbatas pada tugas-tugas yang sederhana,
menengah, atau tinggi. Seseorang akan melakukan tindakan yang dirasakan mampu
untuk dilaksanakannya dan akan menghindari tugas-tugas yang diperkirakan di luar
batas kemampuan yang dimilikinya.

b. Generality

17
Aspek ini berhubungan luas bidang tugas atau tingkah laku. Beberapa pengalaman
berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadap pengharapan pada bidang tugas
atau tingkah laku yang khusus sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan
seseorang yang meliputi berbagai tugas.

c. Strength

Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap
keyakinannya. Tingkat efikasi diri akademik yang lebih rendah mudah digoyangkan
oleh pengalaman-pengalaman yang melemahkannya, sedangkan seseorang yang
memiliki efikasi diri akademik yang kuat tekun dalam meningkatkan usahanya
meskipun dijumpai pengalaman yang melemahnya.

Bandura (1997) juga menyebutkan beberapa aspek terkait efikasi diri:

a. Outcome expectancy
Outcome expectancy yaitu suatu perkiraan bahwa tingkah laku tertentu akan
menyebabkan akibat yang khusus dan sejauh mana tingkah laku tertentu akan
mengungkap konsekuensi tertentu. Hal ini juga merupakan keyakinan tentang
kemungkinan bahwa tindakan khusus akan memberikan konsekuensi tertentu (harapan
mengenai keefektifan arti perilaku tertentu dalam memproduksi hasil-hasil tersebut),
atau harapan akan kemungkinan hasil dari perilaku.

b. Efficacy expectancy
Efficacy expectacy merupakan suatu keyakinan bahwa tindakan seseorang akan
berhasil dan sesuai dengan yang diharapkan. Aspek ini menunjukan bahwa harapan
seseorang berkaitan erat dengan kesanggupan seseorang menyadari suatu perilaku yang
dikehendaki. Hal ini lebih condong pada keputusan yang akan diambil oleh seseorang
dengan kemampuan yang dimiliki dan kesanggupan untuk bertindak spesifik dalam
situasi khusus.

c. Outcome value
Outcome value merupakan nilai yang mempunyai arti konsekuenasi-konsekuensi
yang akan terjadi bila suatu perilaku dilakukan oleh individu. Melalui outcome value,

18
seseorang dapat memprediksi apa yang akan terjadi dan mempersiapkan diri menerima
hasil yang diperoleh.

Berdasarkan teori di atas beberapa aspek-aspek efikasi diri akademik dapat


disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki efikasi diri akademik yang tinggi dalm
dirinya akan mampu menyelesaikan tugas yang sulit (magnitude), dapat menyelesaikan
tugas karena merasa mampu menerapkan pengalaman pada tugas (generality), mantap dan
yakin akan kemampuan yang dimiliki diri (strength).

2.3.3 Faktor-faktor Efikasi Diri Akademik

Menurut Bandura (1997) faktor yang mempengaruhi proses pembentukan efikasi diri
akademik seseorang antara lain:

a. Pencapaian secara aktif

Faktor ini merupakan faktor yang sangat penting sebagai sumber pembentukan
efikasi seseorang karena hal ini berdasarkan kepada kenyataan keberhasilan seseorang
dapat menjalankan suatu tugas atau ketrampilan tertentu akan meningkatkan efikasi diri
akademik dan kegagalan yang berulang akan mengurangi efikasi diri akademik.

b. Pengalaman tidak langsung

Melihat kelebihan orang lain yang memiliki kesamaan dapat meningkatkan harapan
atau efikasi diri akademik. Seseorang dapat menilai dirinya memiliki kemampuan
seperti yang dimiliki orang yang diamati sehingga seseorang melakukan usaha untuk
meningkatkan ketrampilannya. Prinsip sederhana, jika orang lain dapat melakukannya
begitu pula dengan saya. Pengalaman secara tidak langsung tersebut diamati
berdasarkan adanya interaksi dengan lingkungan sekitar. Berdasarkan pengaruh dari
lingkungan sekitar yang menunjukkan bahwa adanya kesuksesan yang dialami oleh
orang orang di sekitar.

c. Persuasi verbal

Persuasi verbal merupakan perilaku dukungan sosial digunakan untuk meyakinkan


seseorang tentang kemampuan dirinya sehingga dapat meningkatkan usaha seseorang
untuk mencapai yang dituju. Persuasi verbal ini dapat berlangsung efektif bila
didasarkan pada realita dan memiliki alasan yang cukup untuk meyakinkan bahwa
seseorang dapat mencapai tujuannya melalui tindakan yang nyata dan tidak efektif bila

19
tidak didasari pada realita dan alasan yang kuat. Persuasi verbal merupakan dukungan
sosial yang berbentuk tindakan pemberian informasi atau arahan untuk
meningkatkankan usaha seseorang. Hal tersebut merupakan fungsi dari interaksi sosial
yang ada dan berkembang dalam peningkatan kesuksesan.

d. Keadaan Fisiologis

Seseorang memperoleh informasi melalui keadaan fisiologis dalam menilai


kemampuan sehingga cenderung memiliki harapan keberhasilan dalam menyelesaikan
tugas yang lebih besar, bila seseorang berada dalam kondisi yang tidak dihiasi oleh
ketegangan dan tidak merasakan keluhan atau gangguan somatis. karena ketegangan
akan menghambat kinerja seseorang. Dengan kegiatan sehari-hari yang meliputi
kegiatan fisik maka seseorang akan melihat kelelahan dan sakit sebagai indikasi ketidak
efektifan fisiknya sehingga akan mempengaruhi kerjanya. Hal ini akan berpengaruh
terhadap efikasi diri, sehingga kerjanya menjadi tidak optimal.

e. Keadaan Psikologis

Situasi lingkungan dapat menimbulkan tekanan terhadap kondisi emosional. Emosi,


kegelisahan yang mendalam, dan lemahnya keadaan fisiologis yang dialami seseorang
akan dirasakan sebagai isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Kecemasan
dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan
sebagai suatu kegagalan.secara umum , seseorang cenderung akan mengharapkan
kesuksesan dalam kondisi yang tidak diwarnai ketegangan dan tidak merasakan adanya
keluhan atau gangguan somatis. Seseorang membutuhkan dukungan sosial dalam
bentuk tindakan afeksi dari orang lain yang dapat mengontrol emosi untuk mencapai
kesuksesan dalam mengerjakan tugas.

Berdasarkan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai efikasi
diri akademik yang tinggi dalam diri seseorang dibutuhkan adanya pencapaian yang aktif,
pengalaman tidak langsung dari orang lain, persuasi verbal dari orang lain, kondisi
fisiologis yang baik, dan keadaan psikologis yang tenang, sehingga seseorang dalam
kondisi efikasi diri akademik yang tinggi mampu memecahkan masalah dan menyelesaikan
tugas.

2.4 Penelitian yang Terdahulu

20
Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian yang digunakan sebagai bahan
acuan, yaitu :

1. Arifa Nurinda Aulia Rohmah (2018) melakukan penelitian dengan sampel diseleksi
dari populasi dengan menggunakan metode convinience sampling. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dikirim baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada responden yang digunakan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel tekanan, kesempatan dan rasionalisasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kecurangan akademik pada mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
2. Michael Sihombing dan I Ketut Budiartha (2020) melakukan penelitian dengan
metode pemilihan sampel menggunakan non probabilty sampling dengan teknik
purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria atau persyaratan
yang telah ditetapkan peneliti. Penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa tekanan (pressure),kesempatan
(opportunity) dan rasionalisasi (rasionalization) berpengaruh positif dan signifikan
pada kecurangan akademik (academic fraud) mahasiswa akuntansi Universitas
Udayana.
3. Fernando Lewerissa (2019) melakukan penelitian dengan metode convience
sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan memoderasi
hubungan tekanan,rasionalisasi terhadap perilaku kecurangan akademik, sedangkan
kualitas pelayanan tidak memoderasi hubungan kesempatan terhadap perilaku
kecurangan akademik mahasiswa akuntansi Universitas Pattimura.
4. Nurma Juwita (2020) melakukan penelitian dengan metode yang digunakan peneliti
untuk pengambilan sampel adalah Sampling Insidental. Teknik pengumpulan data
dapat dilakukan dengan cara pembagian kuisioner penelitian secara langsung. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan berpengaruh terhadap kecurangan
akademik sedangkan kesempatan, rasionalisasi, kemampuan dan perilaku tidak jujur
tidak berpengaruh pada mahasiswa Akuntansi Universitas Muhammadiyah
Surakarta dan Universitas Sebelas Maret.
5. Muhammad Kharis Khamdani (2018) melakukan penelitian dengan metode yang
digunakan adalah metode analisis statistik. Perhitungan analisis data dilakukan
dengan menggunakan komputer pada program IBM SPSS Statistics version 24.0 for
windows sebagai alat bantuan alisis secara statistik. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara efikasi diri
akademik dengan kecurangan akademik yang artinya bahwa semakin tinggi efikasi

21
diri akademik maka akan semakin rendah kecenderungan responden untuk
melakukan kecurangan akademik pada mahasiswa Psikologi Universitas Islam
Indonesia.
6. Rachmi Hayati (2019) melakukan penelitian dengan metode yang digunakan adalah
Pengambilan data dengan metode kuesioner atau angket guna memperoleh jenis
data kuantitatif. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif
antara efikasi diri dan kecurangan akademik pada siswa SMA.
Table 2.2
Penelitian Terdahulu

No. Penelitian dan Judul Penelitian Hasil Penelitian


Tahun
1. Arifa Nurinda Analisis Perilaku Variabel tekanan, kesempatan
Aulia Rohmah Kecurangan Akademik dan rasionalisasi berpengaruh
(2018) Mahasiswa Fakultas positif dan signifikan terhadap
Ekonomi Universitas kecurangan akademik pada
Islam Indonesia: Dimensi mahasiswa Fakultas Ekonomi
Fraud Triangle. Universitas Islam Indonesia.
2. Michael Analisis Pengaruh Fraud Tekanan (pressure),kesempatan
Sihombing dan I Triangle Terhadap (opportunity) dan rasionalisasi
Ketut Budiartha Kecurangan Akademik (rasionalization) berpengaruh
(2020) (Academic Fraud ) positif dan signifikan pada
Mahasiswa Akuntansi kecurangan akademik
Universitas Udayana. (academic fraud) mahasiswa
akuntansi Universitas Udayana.

3. Fernando Pengaruh Dimensi Fraud Menunjukkan bahwa kualitas


Lewerissa (2019) Triangle terhadap pelayanan memoderasi
Perilaku Kecurangan hubungan tekanan,rasionalisasi
Akademik dengan terhadap perilaku kecurangan
Kualitas Pelayanan akademik, sedangkan kualitas
Akademik sebagai pelayanan tidak memoderasi
Variabel Moderasi. hubungan kesempatan terhadap
perilaku kecurangan akademik
mahasiswa akuntansi
Universitas Pattimura.

22
4. Nurma Juwita Pengaruh Dimensi- Bahwa tekanan berpengaruh
(2020) Dimensi Dalam Fraud terhadap kecurangan akademik
Diamond Dan Perilaku sedangkan kesempatan,
Tidak Jujur Terhadap rasionalisasi, kemampuan dan
Kecurangan Akademik. perilaku tidak jujur tidak
berpengaruh pada mahasiswa
Akuntansi Universitas
Muahammadiyah Surakarta
dan Universitas Sebelas Maret.
5. Muhammad Hubungan Antara Efikasi Ada hubungan negatif antara
Kharis Khamdani Diri Akademik dan efikasi diri akademik dengan
(2018) Kecurangan Akademik kecurangan akademik yang
Pada Mahasiswa. artinya bahwa semakin tinggi
efikasi diri akademik maka
akan semakin rendah
kecenderungan responden
untuk melakukan kecurangan
akademik pada mahasiswa
Psikologi Universitas Islam
Indonesia.

6. Rachmi Hayati Efikasi Diri Dan Pada penelitian ini dapat


(2019) Kecurangan Akademik disimpulkan bahwa ada
Pada Siswa SMA hubungan negatif antara efikasi
diri dan kecurangan akademik
pada siswa SMA.

2.5 Pengembangan Hipotesis


2.5.1 Efikasi Diri Akademik dapat memoderasi Tekanan terhadap Kecurangan
Akademik

Bagi setiap individu dengan pemahaman semangat belajar yang rendah akan
menimbulkan perasaan diri individu tersebut tidak bisa atau tidak mampu memenuhi
tuntutannya, dan pada akhirnya ketika melakukan suatu tindakan kecurangan hal tersebut

23
akan menjadi alasan yang mendasari setiap individu untuk memenuhi tuntutannya tersebut.
Semakin besar tekanan yang diterima oleh setiap individu semakin besar pula keinginan
individu tersebut untuk melakukan kecurangan akademik.

Dalam teori kognitif sosial menjelaskan bahwa self-efficacy merupakan penilaian


seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau
mencapai tujuan tertentu (Ormrod, 2009:20). Orang yang memiliki perasaan self-efficacy
yang tinggi lebih mungkin mengerahkan segenap tenaga ketika mencoba suatu tugas baru.
Orang tersebut akan lebih gigih dan tidak mudah menyerah untuk mencoba dan mencoba
lagi ketika menghadapi tekanan ataupun tantangan. Orang yang mengembangkan perasaan
self-efficacy yang tinggi, ketika sesekali mengalami kegagalan dalam kondisi tekanan
(pressure) apapun tidak akan menurunkan optimismenya sebegitu besar sehingga peserta
didik tersebut tidak akan melakukan tindakan kecurangan akademik.

H1 : Efikasi diri akademik memoderasi Tekanan terhadap perilaku kecurangan


akademik yang dilakukan oleh mahasiswa akuntansi.

2.5.2 Efikasi Diri Akademik dapat memoderasi Kesempatan terhadap


Kecurangan Akademik

Pengawasan yang lemah akan dapat memberikan ruang gerak setiap individu untuk
dapat memaksimalkan kesempatan atau peluang yang ada, peluang adalah faktor pendorong
dimana semakin tinggi peluang maka semakin tinggi pula intensitas kecenderungan untuk
melakukan kecurangan akademik. Adanya peluang atau kesempatan akan dapat berakibat
setiap indvidu merasa dengan mudah akan memperoleh jawaban dengan melakukan suatu
tindakan kecurangan akademik. Hasil pada penelitian yang sudah dilakukan oleh
(Sasongko, 2019) faktor yang berhubungan dengan penipuan akademis mahasiswa terutama
arogansi dan kesempatan.

Dalam keadaan dengan kesempatan atau peluang yang tinggi dengan efikasi diri
yang rendah, yang menganggap bahwa dirinya tidak mampu menyelesaikan suatu
pekerjaan dengan cara yang jujur, maka jalan pintas yang akan ditempuh olehnya. Sehingga
dengan efikasi diri akademik yang rendah dapat memicu seseorang dengan kesempatan
atau peluang yang besar dalam melakukan kecurangan akademik.

H2 : Efikasi diri akademik memoderasi Kesempatan terhadap perilaku kecurangan


akademik yang dilakukan oleh mahasiswa akuntansi.

24
2.5.3 Efikasi Diri Akademik dapat memoderasi Rasionalisasi terhadap
Kecurangan Akademik

Rasionalisasi atau pembenaran adalah suatu konteks di dalam kecurangan akademik


merupakan anggapan individu sendiri atau pribadi yang ada pada setiap mahasiswa, dimana
mahasiswa menganggap bahwa tindakan kecurangan akademik bukan tindakan yang salah,
melainkan sudah menjadi suatu kebiasaan yang kerap dilakukan oleh beberapa mahasiswa.
Adanya suatu pemikiran tersebut membuat setiap mahasiswa akan melakukan perilaku
kecurangan akademik, seseorang yang sudah terbiasa melakukan kecurangan akademik
telah mempunyai pembenaran atau alasan yang beragam untuk mendukung pemikirannya
bahwa apa yang dilakukannya tersebut adalah benar dan sudah terbiasa, untuk itu
membutikan bahwa pembenaran memiliki pengaruh terhadap kecurangan akademik.
Menurut Artani dan Wetra (2017) seorang mahasiswa yang memiliki yang memiliki
rasionalisasi yang tinggi akan menganggap kecurangan akademik yang dilakukan adalah
suatu hal yang biasa dan benar untuk dilakukan.

Dengan adanya pemikiran yang merasionalisasikan bahwa kecurangan akademik


kerap seringkali dilakukan, maka dengan efikasi diri akademik yang rendah pun akan lebih
mendorongnya melakukan kecurangan akademik. Dengan rasionalisasi yang tinggi yang
merasa bahwa tindakannya sudah benar dan dengan efikasi diri akademik yang rendah
sehingga menganggap dirinya tidak mampu menyelsaikan pekerjaan tertentu,maka hal ini
akan semakin mendorong seseorang melakukan kecurangan akademik.

H3 : Efikasi diri akademik memoderasi Rasionalisasi terhadap perilaku kecurangan


akademik yang dilakukan oleh mahasiswa akuntansi.

2.6 Model Penelitian

Kecurangan akademik merupakan perilaku yang dilakukan oleh siswa maupun


mahasiswa dengan sengaja untuk mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri dengan cara
yang tidak jujur. Pada hakikatnya, kecurangan terjadi karena tingginya tekanan yang
dirasakan oleh seseorang, adanya peluang/kesempatan untuk melakukan fraud serta suka
merasionalisasikan diri sendiri atas tindakannya yang salah. Hal ini dibuktikan dalam
penelitian Adam dan Santoso dengan menggunakan metode fraud triangle menyatakan
bahwa tekanan, kesempatan dan rasionalisasi berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan
akademik. Dalam penelitian Arifa Rohmah (2018) dan Michael Sihombing & I Ketut

25
Budiartha (2019) bahwa tekanan, kesempatan dan rasionalisasi berpengaruh terhadap
perilaku kecurangan akademik.

Hal ini mengindikasikan bahwa kecurangan akademik dapat terjadi dan disebabkan
oleh karena adanya unsure dari tekanan, kesempatan dan rasionalisasi. Namun tanpa
disadari, sebenarnya ada unsure lain yang harus diperhatikan secara lebih detail tentang apa
saja faktor-faktor yang menjadi pendorong sehingga seseorang cenderung melakukan fraud.
Salah satu faktornya adalah efikasi diri.

Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self-
knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari, hal ini
disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut mempengaruhi individu dalam menentukan
tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalam perkiraan
berbagai kejadian yang akan dihadapi. Efikasi diri menurut Bandura (1997) adalah
keyakinan akan kemampuan diri yang dimiliki individu untuk menentukan dan
melaksanakan berbagai tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu pencapaian.

Jika dikaitkan dengan konsep fraud, rendahnya efikasi diri dapat menjadi faktor
yang menyebabkan terjadinya fraud. Contohnya adalah dengan pengetahuan diri yang
rendah diperhadapkan dengan tugas yang menuntutnya melakukan hal yang baru
baginya,maka orang tersebut akan merasa tertekan dan jika didukung kesempatan dan
rasionalisasi bahwa merupakan hal yang baru baginya maka dapat memicu terjadinya fraud.
Dari uraian di atas, maka model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2

Model Penelitian

Tekanan (X1)
Kesempatan (X2) Kecurangan
Akademik (Y)
Rasionalisasi (X3)

Efikasi BAB III


Diri Akademik (Z)
METODE PENELITIAN

26
3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang diambil untuk melakukan penelitian ini adalah Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Pattimura Ambon.

3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


3.2.1 Populasi

Menurut Sugiyono (1997: 57), Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri


atas objek/subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pattimura
Ambon.

3.2.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2011:81) “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik


yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Sehingga sampel merupakan bagian dari populasi
yang ada, sehingga untuk pengambilan sampel harus menggunakan cara tertentu yang
didasarkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang ada. Sampel yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Mahasiswa S1 aktif Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pattimura Ambon.

3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan untuk menentukan sampel penelitian adalah


convenience sampling. Convenience sampling adalah  pengambilan sampel didasarkan pada
ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berasal dari
jawaban responden atas kuesioner yang dibagikan kepada Mahasiswa S1 aktif Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pattimura.

3.4 Metode Pengumpulan Data

27
Data penelitian diperoleh menggunakan instrument berupa kuesioner. Kuesioner ini
dibagikan secara langsung kepada Mahasiswa S1 aktif Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Pattimura Ambon dan yang mengisi kuesioner tidak
dibatasi semester,pengalaman maupun jenis kelamin.

3.5 Defenisi Variabel


3.5.1 Variabel Dependen
3.5.1.1 Perilaku Kecurangan Akademik (Y)

Kecurangan akademik (academic fraud) bukanlah hal baru di dunia pendidikan


khususnya di Indonesia. Misalnya mencontek saat ujian, baik melihat buku, membawa
catatan kecil, mencari jawaban dengan browsing lewat handphone ataupun meng-copy
tugas hasil pekerjaan temannya. Dengan sadar ataupun tidak setiap mahasiswa pasti telah
melakukan perbuatan yang mengarah pada kecurangan akademik. Apabila hal tersebut
tidak ditindaklanjuti, dikhawatirkan akan membangun persepsi bahwa kecurangan
merupakan sesuatu yang wajar dan bersifat umum dan ini akan berimplikasi pada
kecurangan professional.

Mengacu pada penelitian Fernando Lewerissa (2019) variable kecurangan akademik


menggunakan 6 indikator antara lain : memberikan contekan kepada orang lain saat ujian,
menyalin jawaban orang lain pada saat ujian, memberi dan melihat materi-materi yang
tidak diperbolehkan untuk mahasiswa,menyalin persis tanpa mencantumkan sumbernya
(plagiat), mengerjakan secara bersama-sama tugas individu, dan menyalin tugas milik
orang lain (untuk tugas individu). Pengukuran variable ini menggunakan kuisioner dengan
skala likert 1-5 : Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju (2), Ragu-ragu (3), Setuju (4) dan
Sangat Setuju (5).

3.5.2 Variabel Independen


3.5.2.1 Tekanan (X1)

Tekanan merupakan suatu situasi dimana seorang peserta didik merasa perlu untuk
melakukan kecurangan. Semakin tinggi tekanan, semakin besar kemungkinan perilaku
kecurangan terjadi (Kusaeri, 2016).

Mengacu pada penelitian Fernando Lewerissa (2019) variable tekanan(pressure)


menggunakan 4 indikator antara lain: mahasiswa kurang memahami materi perkuliahan,
soal ujian yang sulit, dituntut orang tua mendapatkan indeks prestasi bagus, dan pentingnya

28
indeks prestasi. Pengukuran variable ini menggunakan kuisioner dengan skala likert 1-5 :
Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju (2), Ragu-ragu (3), Setuju (4) dan Sangat Setuju (5).

3.5.2.2 Kesempatan (X2)

Kesempatan merupakan suatu situasi dimana seorang peserta merasa memiliki


kombinasi situasi dan kondisi yang memungkinkan melakukan kecurangan dan tidak
terdeteksi (Kusaeri, 2016).

Mengacu pada penelitian Fernando Lewerissa (2019) variable kesempatan


(opportunity) menggunakan 4 indikator antara lain: sanksi yang diberikan tidak
berat,pengawas tidak menjaga ujian dengan ketat, copy paste tanpa menyebutkan sumber
karena kemudahan internet, dan dosen jarang memeriksa satu-persatu individu.
Pengukuran variable ini menggunakan kuisioner dengan skala likert 1-5 : Sangat Tidak
Setuju (1), Tidak Setuju (2), Ragu-ragu (3), Setuju (4) dan Sangat Setuju (5).

3.5.2.3 Rasionalisasi (X3)

Rasionalisasi adalah sebuah perilaku pembenaran diri yang dilakukan untuk


mengurangi rasa bersalah yang timbul karena teah melakukan perbuatan yang tidak jujur
dalam konteks akademik (Kusaeri, 2016).

Mengacu pada penelitian Fernando Lewerissa (2019) variable kesempatan


(opportunity) menggunakan 4 indikator antara lain: melakukan kecurangan akademik
(menyalin tugas, menyalin jawaban saat ujian) karena orang lain juga pernah
melakukannya, menjiplak persis dan melakukan plagiarisme karena merupakan hal yang
biasa dilakukan,membantu teman saat ujian karena merupakan bentuk solidaritas kepada
teman dan tidak merugikan siapapun saat melakukan kecurangan akademik. Pengukuran
variable ini menggunakan kuisioner dengan skala likert 1-5 : Sangat Tidak Setuju (1),
Tidak Setuju (2), Ragu-ragu (3), Setuju (4) dan Sangat Setuju (5).

3.5.3 Variabel Moderator


3.5.3.1 Efikasi Diri Akademik (Z)

Menurut Bandura (Julike & Endang, 2012) efikasi diri merupakan suatu keyakinan
tentang kemampuan untuk melakukan suatu tindakan yang diharapkan, efikasi diri sebagai
latar belakang seseorang untuk melakukan suatu tindakan da mengontrol diberbagai

29
kondisi. Efikasi diri akademik yang tinggi mendorong seseorang dapat megontrol situasi
tersulit dan menghindari terjadinya kecurangan akademik.

Indikator variable efikasi diri memiliki 3 dimensi yaitu ; Magnitude, Generality dan
Strength.

- Indikator variable magnitude yaitu:


a. Keyakinan diri atas kemampuannya dalam menghadapi berbagai tantangan
untuk mencapai suatu tujuan.
- Indikator variable generality yaitu :
a. Keyakinan diri terhadap perilaku kognitif dalam menghadapi tantangan.
b. Keyakinan diri terhadap perilaku afektif dalam menghadapi tantangan.
- Indikator variable strength yaitu :
a. Keyakinan seseorang terhadap kekuatannya dalam bertahan untuk menghadapi
persoalan.

Pengukuran variable ini menggunakan kuisioner dengan skala likert 1-5 : Sangat
Tidak Setuju (1), Tidak Setuju (2), Ragu-ragu (3), Setuju (4) dan Sangat Setuju (5).

3.6 Analisis Data


3.6.1 Statistik Deskriptif

Menurut Ghozali, Imam (2016:19) data statistik deskriptif memberikan gambaran


atau deskriptif mengenai data yang dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata
(mean), dan standar deviasi. Statistik deskriptif berguna untuk menggambarkan
karakteristik umum dari sampel dalam penelitian dengan lebih rinci.

3.6.2 Uji Instrumen (Uji Validitas dan Reabilitas)

Uji instrumen dilakukan untuk menguji apakah instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini valid dan reliabel. Uji instrumen dilakukan dengan uji validitas dan uji
reliabilitas.

3.6.2.1 Uji Validitas

Ghozali, Imam (2016:52-53) menjelaskan uji validitas digunakan untuk mengukur


sah atau tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan pada
kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.

30
Pengujian dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikasi 5% dengan kriteria
pengujian bila nilai t hitung > t tabel maka disimpulkan butir pertanyaan valid, sebaliknya
jika nilai t hitung < t tabel maka butir pertanyaan dikatakan tidak valid.

3.6.2.2 Uji Reabilitas

Menurut Ghozali, Imam (2016:47) mengatakan uji reliabilitas digunakan untuk


mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk.
Kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu.

Ghozali, Imam (2016:48) menjelaskan “Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini


dilakukan dengan menggunakan teknik pengukuran sekali saja (one shot)”. Selanjutnya,
hasil dari pengukuran dibandingkan dengan pertanyaan lain menggunakan uji statistik
Cronbach’s Alpha (α). Nunnally, 1994 dalam Imam Ghozali (2016:48) mengungkapkan
suatu variabel dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > 0,70.

3.6.3 Uji Asumsi Klasik


3.6.3.1 Uji Normalitas Data

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak Ghozali, Imam (2013:160)
menyatakan, dalam uji t dan uji F diasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal. Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah uji normalitas
Kormogolov-Smirnov dan uji normalitas P-Plot.

3.6.3.2 Uji Multikolineritas

Ghozali, Imam (2016:103) menjelaskan, uji multikolinearitas bertujuan untuk


menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen
(bebas). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Nilai yang menunjukkan tidak adanya gejala multikolinearitas adalah nilai
tolerance ≥ 0,10 dan variance inflation factor (VIF) ≤ 10 (Imam Ghozali, 2016:106).

3.6.3.3 Uji Heterokedastisitas

Ghozali, Imam (2016:134) menyatakan uji heteroskedastisitas bertujuan untuk


menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain yang lain. Model regresi yang baik adalah yang

31
homokedastisitas atau tidak terjadi gejala-gejala heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji heteroskedastisitas Scatterplot dan
uji heteroskedastisitas Glejser.

3.7 Analisis Regresi

Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih
variabel independen (X1, X2,…..Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah
berhubungan positif atau negatif dengan variabel dependen. Berikut persamaan regresi
linear berganda sebagai berikut :

Y = α + β1X1+ ε

Y = α + β2X2+ ε

Y = α + β3X3+ ε

Y = α + β1X1 + β4Z1 + β5X1.Z1 + ε


Y = α + β2X2 + β4Z1 + β6X2.Z1 + ε
Y = α + β3X3 + β4Z1 + β7X3.Z1 + ε

Keterangan :

Y = Variabel dependen (Perilaku Kecurangan Akademik)

X1 = Variabel independen (Tekanan)

X2 = Variabel independen (Kesempatan)

X3 = Variabel independen (Rasionalisasi)

Z = Variabel Moderasi (Efikasi Diri Akademik)

α = Konstanta (nilai Y apabila X1, X2…..Xn = 0)

β = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)

32
Lampiran

Kuisioner Penelitian

Kepada Yth,

Mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Pattimura Ambon

Di tempat

Saya Melinda Aglencya Lerebulan mahasiswa program Strata Satu (S1) Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Pattimura sedang melaksanakan
penelitian untuk outline penelitian yang merupakan salah satu tugas pada mata kuliah
Metodologi Penelitian.

Penelitian ini berjudul “ PENGARUH DIMENSI FRAUD TRIANGLE TERHADAP


PERILAKU KECURANGAN AKADEMIK DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK
SBAGAI VARIABEL MODERASI (Studi kasus pada Mahasiswa Prodi Akuntansi
Universitas Pattimura)”.

Berkaitan dengan hal tersebut, saya memohon bantuan kepada saudara/i untuk
meluangkan waktunya dalam mengisi kuisioner ini. Tidak ada jawaban yang benar ataupun
salah terkait kuisioner ini. Sehingga diharapkan agar saudara/i mengisi setiap pertanyaan
dengan jujur sesuai dengan pengalaman Saudara/i. Kuisioner ini dibuat semata-mata hanya
untuk kepentingan penelitian, sehingga jawaban dan identitas saudara/i akan dijamin
kerahasiannya. Atas bantuan dan kesediaan saudara/i, saya ucapkan terima kasih.

Petunjuk Pengisian :

Pilihlah jawaban yang sesuai dengan kondisi yang Anda alami dan berikan jawaban yang
sejujur-jujurnya dengan memberikan tanda checklist (√) pada pilihan yang tersedia.

33
Penilaian:

STS Sangat Tidak Setuju R Ragu-ragu SS Sangat Setuju


TS Tidak Setuju S Setuju

NIM :

Semester :

Jenis Kelamin : L/P (silahkan lingakari yang sesuai)

Perilaku Kecurangan Akademik

Kecurangan akademik adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkann


keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur.

No. Pernyataan STS TS R S SS


1. Bagi saya, memberikan contekan kepada
orang lain saat ujian merupakan bentuk
kecurangan akademik.
2. Bagi saya, menyalin jawaban orang lain
pada saat ujian merupakan bentuk
kecurangan akademik.
3. Bagi saya, member dan melihat materi
-materi yang tidak diperbolehkan untuk
mahasiswa (missal: bocoran soal) sebelum
ujian merupakan bentuk kecurangan
akademik.
4. Bagi saya, menyalin persis tanpa
mencantumkan sumbernya (plagiat)
merupakan bentuk kecurangan akademik.
5. Bagi saya, mengerjakan secara bersama-
sama tugas individu adalah bentuk
kecurangan akademik.
6. Bagi saya, menyalin tugas milik orang lain

34
(untuk tugas individu) merupakan bentuk
kecurangan akademik.

Tekanan

Tekanan adalah faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan kecurangan akademik.

No. Pernyataan STS TS R S SS


1. Saya kurang paham mengenai materi
perkuliahan sehingga saya melakukan
kecurangan akademik.
2. Saya melakukan kecurangan akademik
karena soal ujian yang sulit.
3. Saya dituntut oleh orangtua untuk
mendapatkan IP yang bagus, sehingga
saya melakukan kecurangan akademik.
4. Bagi saya, tingkat indeks prestasi adalah
hal yang penting.

Kesempatan

Kesempatan adalah factor yang memungkinkan seseorang melakukan kecurangan


akademik.

No. Pernyataan STS TS R S SS


1. Saya mencontek saat ujian karena sanksi
yang diberikan tidak berat.
2. Saya mencontek saat ujian karena
beberapa pengawas tidak menjaga ujian
dengan ketat.
3. Saya melakukan copy paste tanpa
menyebutkan sumber karena adanya
kemudahan internet.
4. Saya melakukan copy paste pada saat
mengerjakan tugas,karena dosen jarang
memeriksa satu persatu tugas individu.

35
Rasionalisasi

Rasionalisasi adalah faktor yang membuat seseorang menganggap bahwa kecurangan yang
dilakukannya adalah suatu hal yang dapat dimaklumi karena sudah biasa dilakukan.

No. Pernyataan STS TS R S SS


1. Saya melakukan kecurangan akademik
(menyalin tugas, menyalin jawaban saat
ujian) karena orang lain juga pernah
melakukannya.
2. Saya menjiplak persis dan melakukan
plagiarisme karena hal itu merupakan hal
yang biasa dilakukan.
3. Saya membantu teman saat ujian sebagai
bentuk solidaritas kepada teman.
4. Saya tidak merugikan siapapun saat
melakukan kecurangan akademik.

Efikasi Diri Akademik

Efikasi diri akademik merupakan bagian yang tak terpisahkan menghasilkan individu yang
lebih unggul dan berkualitas.

No. Pernyataan STS TS R S SS


1. Saya dapat memahami materi perkuliahan
dengan baik
2. Saya merasa bahwa saya cepat menangkap
poin dari materi perkuliahan yang telah
dibaca
3. Saya bisa menyelesaikan tugas atau
proyek kuliah dengan baik
4. Saya bertanya pada dosen ketika ada
materi perkuliahan yang tidak dipahami
5. Saya dapat mengetahui solusi untuk
menyelesaikan masalah ketika
mengerjakan tugas atau proyek
perkuliahan

36
6. Selama ujian saya dapat mengingat apa
saja yang saya pelajari
7. Saya bisa mencapai tujuan saya dalam
belajar
8. Saya dapat mengembangkan keterampilan
membaca untuk memahami materi
perkuliahan
9. Saya sulit untuk bisa memahami materi
kuliah dengan baik
10. Saya merasa bahwa saya kurang mampu
mengingat poin penting dari materi kuliah
yang telah di pelajari
11. Saya tidak bisa mengelola waktu secara
efesien untuk belajar
12. Saya sulit untuk mengetahui sumber-
sumber yang diperoleh untuk
pembelajaran
13. Saya merasa sulit dalam menuliskan
jawaban ketika ujian berlangsung
14. Seringkali saya gagal untuk memahami
inti dari pelajaran yang sudah di pelajari
15. Saya tidak bisa mengatur waktu untuk
belajar materi perkuliahan lain disela-sela
ketika saya menyelesaikan suatu tugas
16. Saya dapat memanfaatkan fasilitas
perpustakaan untuk keperluan belajar
17. Ketika saya tidak masuk kuliah/kelas
karena beberapa alasan, saya dapat
mengatasi mata kuliah yang tidak saya
ikuti dengan baik. Seperti mengerjakan
tugas atau ujian dsb dengan baik.
18. Saya yakin bisa mengerjakan ujian dengan
baik
19. Saya bisa tenang saat ujian karena yakin
akan kemampuan saya dalam belaja
20. Saya bisa mengatasi permasalahan yang
menggangu dalam menyelesaiakan tugas

37
21. Ketika diadakan ujian mendadak, saya
bisa menjawabnya dengan baik
22. Ketika saya mencoba untuk bersungguh-
sungguh, saya bisa mendapatkan nilai
terbaik
23. Saya mendapatkan nilai yang baik untuk
jenis pertanyaan jawaban singkat
24. Ketika dosen bertanya atau memutarkan
pertanyaan saya bisa menjawabnya
25. Saya tidak pernah bertanya pada dosen
tentang pelajaran yang tidak dipahami
karena merasa malu bertanya
26. Saya tidak bisa menjawab pertanyaan-
pertanyaan jenis esai atau hitungan dengan
baik
27. Ketika proses pembelajaran saya merasa
kurang dalam memahami penjelasan dosen
di kelas
28. Ketika saya mempelajari materi baru, saya
lupa dengan materi sebelumnya
29. Saya merasa tidak bisa mengatur waktu
dalam menyelesaiakn tugas
30. Ketika dosen bertanya kembali tentang
pelajaran yang telah di sampaika, saya bisa
menjawabnya

38

Anda mungkin juga menyukai