Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Universitas memiliki organisasi yang biasa disebut sebagai organisasi
mahasiswa, untuk mewadahi dan mengembangkan bakat, minat dan potensi
mahasiswa yang dilaksanakan dalam kegiatan BEM (Badan Eksekutif
Mahasiswa) dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa).
Peran mahasiswa sebagai agent of change, social control dan iron stock
diharapkan mampu menjadi objek dan pelaku dari perubahan tersebut. Perubahan
yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif dan diharapkan memiliki
kemampuan, ketrampilan dan akhlak mulia untuk menjadi calon pemimpin yang
siap pakai. Mahasiswa merupakan asset, cadangan dan harapan bangsa untuk
masa depan.
Mahasiswa yang aktif di organisasi atau yang biasa disebut sebagai mahasiswa
aktifis diharapkan memiliki soft skills yang lebih baik dibandingkan dengan
mahasiswa yang kuliah saja. Dengan memiliki soft skills dan pengetahuan
akademik yang didapatkan dalam perkuliahan mampu membuat mahasiswa aktifis
memiliki nilai lebih yang dapat diperhitungkan di kehidupan selanjutnya.
Pada kenyataannya menjadi mahasiswa yang ideal bukanlah hal yang mudah.
Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak semua mahasiswa aktifis memiliki
prestasi akademik yang sama baiknya dengan prestasi di organisasinya. Prestasi
akademik mahasiswa diukur melalui IPK, ukuran kesuksesan mahasiswa dibidang
akademik dinilai dari seberapa tinggi IPK yang mereka miliki.
Setiap mahasiswa memiliki cara masing-masing untuk dapat mencapai nilai
yang diharapkan, salah satunya adalah berperilaku tidak jujur. Fenomena ini
sudah membudaya disemua level pendidikan, baik dari hal-hal kecil sampai yang
kompleks. Ketidakjujuran akademik mencakup perbuatan menyontek, menipu,
plagiat, dan pencurian ide, baik dipublikasikan atau tidak (Jones dalam Arinda,
2015).

1
Kasus mencontek di Universitas Harvard pada Agustus 2012, dari 125
mahasiswa yang diselidiki dalam skandal ini, sekitar 60 mahasiswa dilaporkan
telah dikeluarkan dari Universitas Harvard, sedangkan setangah lainnya dikenakan
hukuman disiplin dengan masa percobaan dan sisanya dibebaskan dari tuduhan
(www.bbc.com, diakses pada 30 November 2016).
Kasus ketidakjujuran akademik juga terjadi dikalangan dosen. Artikel karya
Prof Anak Agung Banyu Perwita, dosen Jurusan Hubungan Internasional
Universitas Katolik Parahyangan yang berjudul “Ri as New Middle Power”
Artikel yang dimuat di harian ini pada 12 November 2009 ternyata memiliki
kemiripan dalam hal pemaparan gagasan, kata-kata dan kalimat yang ditulis Carl
Ungerer, penulis asal Australia dalam tulisannya yang berjudul “The Middle
Power, Concept in Australia Foreign Policy” yang telah dimuat di Australian
Journal of Politics and History Volume 53, pada tahun 2007
(edukasi.kompas.com, diakses pada 30 November 2016).
Kasus plagiat terbaru pada 2016, Laporan Kukuh Yudha Karnanta terhadap
plagiat tesisnya yang berjudul “Novel Sang Pemimpi: Trajektori Andrea Hirata
dalam Arena Sastra Indonesia” yang dilakukan oleh mantan dosen Fakultas Sastra
Indonesia, Universitas Diponegoro, Uman Rejo dalam jurnal berjudul “Beberapa
Polemik dan Variasi Tematik Karya Sastra Indoneia Pasca Orde Baru”. Selain itu,
tidak hanya jurnal plagiarism Uman juga dilakukan pada dua karya ilmiah lain,
tesis berjudul “Strategi Habibburahman El Shirazy dalam Meraih Posisi dan
Legitimasi di Arena Sastra Indonesia: Perspektif Sosiologis Bourdieuian” dan
buku berjudul “Panorama Sastra dan Budaya”. Uman mengaku memplagiat karya
Kukuh Yudha Karnanta karena khilaf (www.jawapos.com, diakses pada 5
Desember 2016).
Selain mencontek dan plagiat, jual beli ijazah juga marak di dunia pendidikan.
Hasil inspeksi oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad
Nasir, mendapati lembaga kursus manajemen yang mengeluarkan ijazah palsu
hingga jenjang strata 3. Diketahui 147 alumnus dengan ijazah palsu yang
umumnya strata 3 dikeluarkan lembaga tersebut. Salah satunya, mantan Rektor
Universitas PGRI Nusa Tenggara Timur, sehingga 2.300 ijazah mahasiswa yang

2
ditandatangani oleh Rektor tersebut kini bermasalah dan diragukan.
(print.kompas.com, diakses pada 30 November 2016).
Selain itu, Kementerian Ristek dan Dikti memverifikasi ada 18 lembaga
pendidikan tinggi, termasuk Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Adhy Niaga dan
LMII, yang melakukan pelanggaran, seperti jual beli ijazah dan meluluskan
mahasiswa yang tak layak. Sebanyak 17 lembaga di Jakarta, Bogor, Tangerang,
Depok dan Bekasi serta 1 lembaga di Kupang. (print.kompas.com, diakses pada
30 November 2016).
Lembaga Transparency International (TI) merilis data indeks persepsi korupsi
untuk tahun 2015. Dalam laporan tersebut ada 168 negara yang diamati lembaga
tersebut dengan ketentuan semakin besar skor yang didapat, maka semakin bersih
negara tersebut dari korupsi. Direktur Program Transparency International
Indonesia, Ilham Saenong, mengumumkan Indonesia menempati peringkat ke 88
dengan skor 36 (m.tempo.co, diakses pada 30 November 2016).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengungkapkan
korupsi berawal dari kebiasaan mencontek. Dari data yang dikumpulkan
Kemendikbud, indeks integritas nasional saat ini tercatat cukup rendah, masih
berada di bawah angka 70. Anies Baswedan juga mengatakan, tujuan pendidikan
bukan saja meraih prestasi akademik tinggi, tapi juga membentuk karakter anak
bangsa. Kejujuran penting untuk bangsa yang sedang dirundung masalah korupsi.
(nasional.news.viva.co.id, diakses pada 30 November 2016).
Serangkaian FGD (Focus Discussion Group) yang dilakukan oleh Kelompok
Kerja Revolusi Mental Rumah Transisi juga menggambarkan keresahan
masyarakan tentang karakter kita sebagai bangsa. FGD yang melibatkan 300
orang budayawan, seniman, perempuan, netizen, kaum muda, pengusaha, birokrat,
tokoh agama/adat, akademisi dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat),
menyimpulkan bahwa kita butuh mengubah mentalitas secara revolusioner karena
adanya gejala krisis nilai dan karakter, krisis pemerintahan, dan krisis sosial.
(www.revolusimental.go.id, diakses pada 30 November 2016).
Seperti Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya yang melakukan deklarasi
gerakan anti menyontek dan plagiat sejak tahun 2012 hingga saai ini pada setiap

3
Pembekalan Mahasiswa Baru untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran,
kedispilinan, kemandirian, kesederhanaan dan tanggung jawab yang merupakan
nilai-nilai dasar sikap anti korupsi. Seperti yang disampaikan Penasihat Komisi
Pemberantasan Korupsi, Suwarsono mengharapkan dengan adanya
penandatanganan pakta integritas ini bisa membuat para mahasiswa dapat
bersikap jujur dan tidak curang (surabaya.tribunnews.com, diakses pada 30
November 2016).
Tingginya praktek korupsi di Indonesia dalam berbagai bidang yang
dilakukan kalangan elite menunjukkan buruknya integritas bangsa terhadap
karakter kejujuran. Kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, memunculkan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap kaum intelektual. Oleh karena itu
pentingnya perilaku jujur dikalangan akademisi khususnya mahasiswa dapat
memperbaiki integritas bangsa di masa yang akan datang, dimulai dengan
mengurangi perilaku ketidakjujuran dalam bidang akademik.

B. Rumusan Masalah
Ketidakjujuran Akademik menjadi fenomena disebabkan oleh berbagai hal,
adanya keinginan untuk mendapatkan nilai baik, tekanan dari orangtua untuk
segera lulus, atau untuk mengimbangi kesulitan belajar. “Kecurangan terjadi…
dimotivasi oleh rasa takut akan kegagalan, penundaan dan stress” (Ip. Eric J, dkk,
2016).
Hendricks (dalam Arinda F.P. 2015) menjelaskan lebih rinci mengenai
ketidakjujuran akademik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. faktor-faktor
tersebut antara lain:
 Faktor Individual
- Usia: Mahasiswa yang berusia lebih muda lebih banyak melakukan
kecurangan akademis daripada mahasiswa yang lebih tua.
- Jenis Kelamin: Mahasiswa lebih banyak melakukan kecurangan daripada
mahasiswi. Penjelasan utama dari pernyataan ini dapat dijelaskan oleh
teori sosialisasi peran jenis gender yakni wanita lebih mematuhi aturan
daripada pria dalam bersosialisasi.

4
- Prestasi Akademis: Mahasiswa yang memiliki prestasi akademis rendah
lebih banyak melakukan ketidakjujuran akademis daripada mahasiswa
yang memiliki prestasi yang lebih tinggi. Mahasiswa yang memiliki
prestasi akademik rendah berusaha memperoleh prestasi yang lebih tinggi
dengan melakukan ketidakjujuran akademik.
- Pendidikan orang tua: mahasiswa yang yang memiliki latar belakang
pendidikan yang tinggi akan lebih mempersiapkan diri dalam mengerjakan
tugas yang diberikan.
- Aktivitas Ekstrakurikuler: banyak mahasiswa organisasi yang memiliki
tingkat kecurangan yang dilaporkan terlibat dalam aktivitas
ekstrakurikuler.
 Faktor Kepribadian Mahasiswa
- Moralitas: Mahasiswa yang memiliki nilai kejujuran yang rendah akan
lebih serinng melakukan ketidakjujuran akademik. Selain itu, mahasiswa
yang memiliki tingat religiusitas yang rendah cenderung lebih banyak
melakukan kecurangan akademik.
- Variabel yang berkaitan dengan pencapaian akademik. Variabel yang
berkaitan dengan ketidakjujuran akademik adalah motivasi, pola
kepribadian dan pengarapan terhadap kesuksesan.
- Impulsivitas: Terdapat hubungan antara perilaku curang dengan
impulsivitas dan kekuatan ego.
 Faktor Kontekstual
- Keanggotaan perkumpulan mahasiswa: mahasiswa yang tergabung dalam
suatu perkumpulan mahasiswa akan lebih sering melakukan tindakan
ketidakjujuran akademik. Pada suatu perkumpulan penyediaan catatan
ujian yang lama, tugas-tugas, tugas laboratorium, dan tugas akademik kain
mudah untuk didapatkan.
- Perilaku teman sebaya memiliki pengaruh terhadap ketidakjujuran
akademik. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan menggunakan teori
pembelajaran sosial dari Bandura dan teori hubungan perbedaan dari
Edwin Sutherland. Teori tersebut mengemukakan bahwa perilaku manusia

5
dipelajari dengan mencontoh perilaku orang lain dan individu yang
memiliki hubungan dekat dengan individu lain yang memiliki perilaku
menyimpang akan berpengaruh terhadap peningkatan perilaku individu
yang menirunya.
 Faktor Situasional
- Belajar terlalu banyak, kompetisi dan ukuran kelas.
- Lingkungan ujian.
Sumrak, N. dan James, T. menambahkan kecurangan dikonseptualisasikan
sebagai keinginan untuk mewujudkan pengaruh pihak luar sehingga semakin
merendahkan proses internal penguasaan diri dan individuasi. Menurut Jung
individuasi adalah proses integrasi psikologi untuk pengembangan kepribadian
individu.
Pembentukan kepribadian dimulai dengan adanya perubahan dari dalam diri,
memperkuat karakter individu dapat mengurangi perilaku ketidakjujuran
akademik. Oleh karena itu, diperlukan adanya motivasi yang tinggi dalam berlajar
dan berprestasi sehingga akan memuculkan tindakan untuk mencapai tujuan.
Kepribadian mahasiswa menentukan sikap individu dalam mencapai tujuan.
Dalam mencapai ttujuan tersebut tersebut diperlukan keyakinan akan kemampuan
diri dalam menyelesaikan masalah hal ini disebut sebagai efikasi diri.
Berdasarkan hal tersebut,1) Adakah hubungan motivasi belajar dan efikasi diri
terhadap perilaku ketdakjujuran akademik pada mahasiswa organisasi?, 2) Adakah
hubungan motiviasi belajar terhadap ketidakjujuran akademik pada mahasiswa
organisasi?, 3) Adakah hubungan efikasi diri terhadap perilaku ketidakjujuran
akademik mahasiswa?.

C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel. Variabel pertama yaitu
ketidakjujuran akademik sebagai variabel y. Ketidakjujuran akademik adalah
upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan dengan
cara-cara yang tidak jujur di bidang akademik. McCabe, Trevino dan Butterfield
(2001) mendefinisikan pecontek sebagai seseorang yang dapat menerima atau

6
melakukan kegiatan menyalin (menjiplak) pekerjaan orang lain pada saat tes atau
menggunakan catatan yang tidak diperbolehkan atau membantu seseorang dalam
mencontek ketika tes atau ujian sedang berlangsung. Perbuatan yang mencakup
ketidakjujuran akademik menurut Jones (2011) meliputi: Mencontek, menipu,
plagiat, dan pencurian ide, baik dipublikasikan atau tidak.
Variabel kedua adalah motivasi belajar. Sardiman (2007) berpendapat bahwa
motivasi belajar adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi
tertentu sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu. Motivasi dapat
bersumber dari luar diri seseorang yaitu motivasi instrinsik dan motivasi yang
bersumber dari luar diri seseorang yaitu motivasi ekstrinsik. Karakter motivasi
belajar menurut santrock (2007) meliputi: Tekad dalam diri, keingintahuan,
tantangan, usaha, hukuman dan penghargaan.
Variabel ketiga adalah efikasi diri. Menurut Bandura (dalam Alwisol,2009)
bagaimana orang bertingkah laku dalam dalam situasi tertentu tergantung kepada
resiprokal antara lingkungan dengan kodisi kognitif, khususnya faktor kognitif
yang berhubungan dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu
dalam melakukan tindakan yang memuaskan hal ini disebut sebagai efikasi diri.
Bandura menjelaskan aspek-aspek dalam efikasi diri yaitu: Tingkat kesulitan
tugas (Magnitude), kekuatan keyakinan (Strength), penguasaan terhadap tingkah
laku (Generality).
Perilaku ketidakjujuran akademik sangat dipengaruhi oleh faktor kepribadian
seseorang dalam menilai suatu persoalan. perilaku seseorang dipengaruhi dengan
adanya motif individu dan keyakinan diri individu yang bersangkutan. Beberapa
penelitian menjelaskan bahwa perilaku ketidakjujuran seseorang dipengaruhi oleh
tingkat efikasi diri seseorang. Semakin tinggi efikasi diri seseorang akan semakin
rendah perilaku ketidakjujuran seseorang. Sedangkan motivasi belajar adalah
pendorong mahasiswa dalam melakukan dan menyelesaikan tugas yang diberikan
untuk mencapai hasil tertentu.
Subyek penelitian ini adalah mahasiswa di Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya yang mengikuti organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan atau

7
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Alasan pemilihan subyek tersebut adalah
karena mahasiswa organisasi sering bermasalah dalam prestasi akademik.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik cluster random sampling,
dimana populasi terdiri dari kelompok-kelompok individu atau cluster. Dengan
teknik analisis data Pearson Product moment untuk mengetahui validitas aitem-
aitem pada skala ketidakjujyran akademik, motivasi belajar dan efikasi diri.
Metode ini dgunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara motivasi belajar
dan efikasi diri terhadap ketidakjujuran akademik, adanya hubungan motivasi
belajar terhadap ketidakjujuran akademik, dan adanya hubungan efikasi diri
terhadap ketidakjujuran akademik.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaatdari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian secara teoitis adalah agar dapat memberikan sumbangan
pengetahuan, ide dan saran bagi perkembangan ilmu psikologi pada umumnya
dan psikologi pendidikan pada khususnya.
b. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian secara praktis adalah memberikan sumbangan baru
tentang tentang informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
ketidakjujuran akademik mahasiswa.
Memberikan pengetahuan dan pemahaman baru kepada mahasiswa,
organisasi, pendidik dan instansi pendidikan bahwa dengan adanya motivasi
belajar dan efikasi diri yang baik pada diri mahasiswa dapat mengurangi
perilaku ketidakjujuran akademik yang dapat berdampak pada pembentukan
karakter dan perbaikan mental mahasiswa sebagai iron stock bangsa.
Memberi solusi terhadap problematika bangsa Indonesia dalam hal
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Dengan mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi ketidakjujuran akademik dapat membantu mahasiswa
meningkatkan kualitas pribadi agar menjadi seseorang yang lebih jujur untuk
mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Sehingga ketika mahasiswa

8
dapat menerapkan kejujuran hingga menjadi kebiasaan hidup jujur, diharapkan
dapat menjadi seseorang yang dapat dipercaya dan diandalkan dalam
kehidupan selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Anda mungkin juga menyukai