Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Karakteristik dan Kompetensi Remaja
yang diampu oleh Dr. Ipah Saripah, M.Pd., dan Dra. Aas Saomah, M.Si.
Disusun oleh:
2001166
BK-3A
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Analisis Permasalahan Remaja
(Ditinjau dari Aspek Fisik dan Psikomotorik)”. Adapun tujuan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Karakteristik dan Kompetensi Remaja
yang diampu oleh Dr. Ipah Saripah, M.Pd., dan Dra. Aas Saomah, M.Si.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan...............................................................................................2
A. Kesimpulan..........................................................................................................10
B. Saran....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada
masa peralihan ini, remaja sedang mencari jati diri/identitas diri sebagai usaha untuk
memahami siapa dirinya. Oleh karena itu, remaja biasanya akan mencoba berbagai
hal sehingga dia dapat menemukan identitas dirinya. Dalam proses mencoba segala
hal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa remaja bisa saja terjerumus ke dalam
kegiatan/perilaku yang bersifat negatif, dia belum dapat memikirkan bagaimana
dampak yang akan ditimbulkan dari perilakunya tersebut. Masalah remaja biasanya
dianggap sebagai hal yang rumit karena mereka berada di fase dimana mereka ingin
menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa bantuan orang tua lagi karena merasa
“sudah besar”, padahal mereka masih membutuhkan bimbingan dari orang tua.
Akibatnya, remaja dapat melakukan perbuatan-perbuatan tercela yang disebut dengan
kenakalan remaja.
Tawuran merupakan salah satu kenakalan remaja yang marak terjadi di
Indonesia. Tawuran merupakan perilaku yang menyalahi aturan dan ada banyak
faktor yang mempengaruhi remaja sehingga bisa melakukan kenakalan remaja
tersebut seperti faktor perkembangan yang meliputi fisik & psikomotorik, bahasa,
emosi, sosial, moral, dan masih banyak lagi. Berdasarkan pernyataan di atas, maka
penulis tertarik untuk menganalisis permasalahan tawuran remaja, ditinjau dari aspek
perkembangan, khususnya aspek fisik dan psikomotorik.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka ada beberapa rumusan masalah yang diajukan,
antara lain:
1. Apa itu tawuran pelajar?
2. Mengapa tawuran pelajar dapat terjadi?
3. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi remaja dalam melakukan tawuran?
4. Bagaimana cara mencegah terjadinya tawuran pelajar?
1
C. Tujuan Pembahasan
Dari rumusan masalah di atas, maka ada beberapa tujuan pembahasan dalam
penulisan, antara lain:
1. Memahami definisi tawuran pelajar
2. Mengetahui alasan mengapa tawuran pelajar dapat terjadi
3. Menggambarkan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi remaja dalam
melakukan tawuran
4. Menerapkan cara mencegah terjadinya tawuran pelajar
2
BAB II
HASIL ANALISIS
Contoh Kasus
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5801871/1-orang-tewas-dalam-tawuran-
geng-pelajar-di-bantul-11-orang-diciduk
Pada hari Senin, 8 November 2021, Detiknews merilis artikel dengan judul “1
Orang Tewas dalam Tawuran Geng Pelajar di Bantul, 11 Orang Diciduk”.
3
Permasalahan
Pada contoh kasus di atas, dapat kita lihat bahwa tawuran antargeng pelajar di
Bantul terjadi karena saling menantang di media sosial WA karena ingin
membuktikan geng mana yang paling kuat. Mereka membuat surat perjanjian agar
tidak ada yang melaporkan ke polisi dan melakukan tawuran dengan membawa
senjata tajam celurit dan pedang. Akibatnya, ada salah satu pelajar yang kehilangan
nyawa akibat luka berat yang dialami. Jika kita lihat kasus tersebut, ada banyak aspek
yang menyebabkan tawuran pelajar terjadi. Namun, penulis akan lebih memfokuskan
pada materi kelompok yaitu aspek fisik dan psikomotorik.
Analisis
Pada masa remaja, seorang pelajar sedang mencari identitas dirinya sendiri.
Remaja juga sangat membutuhkan pengakuan dari orang lain atas keberadaannya
4
sesuai dengan figur yang dianggap ideal oleh dirinya sendiri. Dari kasus tawuran di
atas, dapat kita lihat bahwa remaja yang melakukan tawuran merasa bahwa figur
idealnya adalah diakui sebagai yang remaja yang terkuat oleh karenanya mereka
melakukan tawuran. Namun, apabila remaja tersebut melakukannya dengan cara
tawuran, maka hal tersebut menunjukkan bahwa mereka belum dapat
mengidentifikasi bagaimana sebenarnya figur yang ideal itu. Ditambah lagi remaja
memiliki kecenderungan untuk mengikuti atau mengimitasi lingkungannya,
khususnya dalam kelompok teman sebaya. Apabila kelompok teman sebaya
menampilkan sikap atau perilaku malasuai seperti tawuran, maka kemungkinan besar
remaja akan menampilkan perilaku yang sama seperti kelompoknya tersebut. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Yusuf (2006) bahwa pada masa remaja akan berkembang
sikap “conformity”, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini,
pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain (teman
sebayanya). Oleh karenanya, remaja membutuhkan pengarahan dan bimbimngan
yang cukup dari lingkungan sosialnya, terutama orang tua agar mereka berhasil dalam
pencarian figur ideal sehingga pencarian identitas diri dapat berjalan dengan baik.
Dalam kasus di atas, sebelum terjadi tawuran, remaja saling menantang satu
sama lain di media sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada aspek bahasa yang
ikut mempengaruhi terjadinya tawuran. Menurut Julrissani (2020), bahasa awalnya
diperoleh melalui lingkungan, selanjutnya berkembang sesuai dengan biologisnya
dari apa yang remaja dengarkan dari lingkungan sekitarnya lalu akan di
komunikasikan kepada orang lain. Tentu saja perkembangan bahasa pada remaja
sudah lebih luas daripada saat masih kanak-kanak. Mereka sudah lebih banyak
mengetahui kosakata dan bagaimana maknanya. Apabila seorang remaja dapat
dengan bijak berbahasa, maka dia akan cenderung berhati-hati dalam berbahasa agar
tidak menyakiti ataupun menyinggung orang lain. Jadi, sebenarnya remaja yang
melakukan tawuran akan sudah mengetahui bagaimana penggunaan bahasa yang
benar, namun karena konteksnya mereka sedang saling menatang satu sama lain
untuk menunjukkan siapa yang lebih kuat, mereka dengan sengaja akan
5
mengekuarkan kata-kata yang dapat menyinggung orang lain karena mereka
mengganggap dirinya sendiri lebih unggul.
Seperti kita ketahui bahwa dalam kasus tawuran di atas, remaja melakukan
kekerasan dengan membawa senjata tajam sampai membuat orang lain kehilangan
nyawanya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kambali (2016) bahwa kekerasan
dalam tawuran pelajar biasanya terjadi karena mereka berbekal senata tajam, gier,
rantai, dan alat pemukul. Kekerasan ini tentu saja dapat berdampak pada aspek fisik
remaja, seperti memar atau luka-luka, atau bahkan dapat berdampak fatal seperti
cacat permanen, dan yang paling parah adalah mengalami kematian seperti contoh
kasus di atas. Jatmika (dalam Saputro, 2018) menyatakan bahwa salah satu ciri
remaja adalah memiliki perubahan fisik yang terlihat, baik secara penampilan dan
seksual yang dapat menyebabkan ketakutan, kebingungan, dan perasaan salah dan
frustasi. Hal ini bisa saja terjadi pada para pelaku tawuran. Mereka yang memiliki
tubuh kecil, tidak ingin dibilang lemah dan mereka yang bertubuh besar, ingin
membuktikan kekuatanya. Maka dari itu, pelaku ingin memperlihatkan bahwa
identitas diri mereka adalah orang yang kuat sebagai bentuk menutupi ketakutan
diejek lemah karena masih banyak stereotipe bahwa lelaki harus kuat.
6
Otot sebagai salah satu aspek fisik dapat mempengaruhi perkembangan
motorik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Arikunto (2002), bahwa perkembangan
psikomotorik adalah perkembangan kepribadian manusia yang berhubungan dengan
gerakan jasmaniah dan fungsi otot akibat adanya dorongan dari pemikiran, perasaan
dan kemauan dari dalam diri seseorang. Apabila kita telaah pernyataan di atas,
sebenarnya aspek motorik remaja yang melakukan tawuran dapat berfungsi dengan
cukup baik, mereka dapat berlari, melompat, melempar, dan memainkan benda-
benda. Hanya saja, mereka belum bisa menggunakan kemampuan motorik yang
mereka miliki dengan tujuan yang baik dan malah menggunakannya untuk
menyerang orang lain. Hal ini terjadi karena bukan hanya aspek fisik dan
psikomotorik saja yang mempengaruhi remaja pada saat melakukan tawuran,
melainkan ada aspek lain seperti aspek emosi, moral, sosial, dan masih banyak lagi.
Tawuran antar pelajar pada dasarnya dapat terjadi karena remaja kurang
memiliki pengendalian diri. Remaja cenderung memiliki emosi yang tidak stabil dan
menggebu-gebu. Menurut Gessel, dkk. (dalam Yusuf, 2006), pada usia remaja awal,
perkembangan emosinya menunjukan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat
terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan
tempramental (mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih/murung). Apabila kita
kaitkan dengan kasus tawuran di atas, maka kita melihat bahwa emosi negatif yang
ditimbulkan oleh pelaku tawuran disebabkan karena pelaku saling menantang satu
sama lain di media sosial untuk menunjukan siapa yang paling kuat. Remaja tersebut
juga melakukan tawuran yang melibatkan kekerasan sampai mengakibatkan korban
kehilangan nyawa karena mereka belum bisa mengendalikan emosi marah yang
mereka rasakan. Dalam menghadapi gejolak emosi yang menggebu-gebu, remaja
diharapkan dapat mengembangkan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini
merujuk pada kemampuan-kemampuan mengendalikan diri, memotivasi diri, dan
berempati. Remaja yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan
mengidentifikasi emosi sendiri, lalu dia mengakui bahwa dia marah sebagai bentuk
mengharagai perasaan yang dia rasakan. Selanjutnya remaja tersebut akan
memanfaatkan emosi yang dia rasakan dengan cara yang baik, misalnya dengan
7
menjadikannya motivasi bagi diri sendiri untuk berkembang dan lebih berprestasi
lagi. Remaja yang cerdas secara emosional juga akan memiliki empati yang tinggi,
misalnya dalam kasus tawuran yang dianalisis, mereka tidak akan saling menyerang
bahkan sampai ada yang kehilangan nyawa karena mereka tahu bahwa hal tersebut
akan menyakiti orang lain dan orang-orang tercinta yang ada disekitarnya,
sebagaimana yang ia rasakan apabila kehilangan orang tercinta seperti keluarganya.
Tawuran sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja dapat berakibat negatif
bagi masyarakat dan dirinya sendiri. Menurut Sumara, dkk. (2017), tindakan
penanggulan kenakalan remaja dapat dibagi menjadi tiga yaitu tindakan preventif,
tindakan represif, serta tindakan kuratif dan rehabilitasi.
8
melalui: Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan
yang dihadapinya. Memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan
pengetahuan dan keterampilan melainkan pendidikan mental dan pribadi melalui
pengajaran agama, budi pekerti dan etiket. Menyediakan sarana-sarana dan
menciptakan suasana yang optimal demi perkembangan pribadi yang wajar dan masih
banyak lagi. Dalam hal ini keluarga memiliki andil dengan menanamkan sikap yang
paling sederhana, seperti selalu berkata jujur meski dalam gurauan, membaca doa
setiap melakukan hal-hal kecil, memberikan bimbingan agama yang baik kepada
remaja. Sedangkan guru berperan dalam mengamati kelainan tingkah laku remaja
sehingga dapat dilakukan bimbingan pada remaja.
Tindakan Represif. Usaha menindak pelanggaran norma- norma sosial dan
moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan
pelanggaran. Dengan adanya sanksi tegas pelaku kenakalan remaja tersebut,
diharapkan agar nantinya si pelaku tersebut “jera” dan tidak berbuat hal yang
menyimpang lagi. Oleh karena itu, tindak lanjut harus ditegakkan melalui pidana atau
hukuman secara langsung bagi yang melakukan kriminalitas tanpa pandang bulu.
Misalnya remaja harus mentaati peraturan dan tata cara dalam keluarga serta di
sekolah dibuat tata tertib yang jika dilanggar akan menimbulkan sanksi untuk remaja.
Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi. Tindakan ini dilakukan setelah tindakan
pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkah laku
pelanggar remaja itu dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan diulangi
melalui pembinaan secara khusus yang sering ditangani oleh suatu lembaga khusus
maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini. Remaja harus bisa mendapatkan
sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya
dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal
pada tahap ini. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan
hal positif. Remaja menyalurkan energinya dalam berbagai kegiatan positif, seperti
berolahraga, melukis, mengikuti event perlombaan, dan penyaluran hobi. Remaja
pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orang tua memberi arahan
dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis di atas, dapat kita simpulkan bahwa aspek perkembangan
remaja sangat mempengaruhi terjadinya tawuran. Pada masa remaja, seorang pelajar
sedang mencari identitas dirinya sendiri. Remaja juga sangat membutuhkan
pengakuan dari orang lain atas keberadaannya sesuai dengan figur yang dianggap
ideal oleh dirinya sendiri. Tawuran antar pelajar pada dasarnya dapat terjadi karena
remaja kurang memiliki pengendalian diri. Remaja juga cenderung memiliki emosi
yang tidak stabil dan menggebu-gebu, sehingga tidak bisa berpikiran jernih dan
dikuasai oleh emosi yang bersifat negatif. Ditambah lagi remaja memiliki
kecenderungan untuk mengikuti atau mengimitasi lingkungannya, khususnya dalam
kelompok teman sebaya. Apabila kelompok teman sebaya menampilkan sikap atau
perilaku malasuai seperti tawuran, maka kemungkinan besar remaja akan
menampilkan perilaku yang sama seperti kelompoknya tersebut. Remaja yang
melakukan tawuran perlu pengtahuan tambahan mengenai moral dan bahgaimana
cara menerapkannya. Tindakan penanggulan kenakalan remaja seperti tawuran dapat
dilakukan melalui tindakan preventif, tindakan represif, serta tindakan kuratif dan
rehabilitasi.
B. Saran
Dalam masa peralihan dari anak ke dewasa, remaja memerlukan sosok yang
dapat ia jadikan teladan dalam berbuat baik. Mereka juga membutuhkan bimbingan
dari orang dewasa dalam belajar memecahkan masalah sendiri karena mereka tidak
seperti anak yang pemecahan masalahnya dilakukan oleh orang dewasa, dan tidak
seperti orang dewasa yang dapat memecahkan masalahnya sendiri. Maka dari itu,
orang dewasa memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan remaja.
Sebisa mungkin orang dewasa harus membimbing remaja dengan menjalin
komunikasi yang baik, menjaga keharmonisan keluarga, serta mengajarkan nilai
moral dan agama.
10
DAFTAR PUSTAKA
Sumara, D. S., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Kenakalan remaja dan
penanganannya. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat, 4(2).
Yusuf, S. (2006). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Remaja Rosda Karya.
11