Anda di halaman 1dari 2

DOA-DOA MONUMENTAL

Dr. Nasaruddin, M.Ed

Allah mengabadikan dalam Al-Qur'an banyak doa monumental, diantaranya tiga doa


yang dihimpun dalam ayat 83, 87, dan 89 Surat Al-Anbiya'. Tiga doa ini bisa disebut
monumental karena dipanjatkan oleh tiga Nabi pilihan, dipanjatkan dengan redaksi
yang istimewa, dan berisi sesuatu yang tampak mustahil untuk ukuran manusia namun
kemudian dikabulkan oleh Allah. Ketiga doa ini dihimpun dalam tiga ayat yang
berdekatan untuk menegaskan bahwa Allah Maha Mendengar dan Mengabulkan doa,
juga untuk menjadi pelajaran bagaimana seharusnya seorang hamba bermunajat
kepada Tuhannya.

Doa pertama adalah doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ayyub a.s. ketika menderita
penyakit yang begitu parah dan tak kunjung sembuh. Ia menyeru: "Tauhanku,
sungguh aku sedang ditimpa penderitaan, padahal Engkau adalah Maha Pengasih,"
(Al-Anbiya': 83). Allah kemudian mengabulkan doanya dan sembuhlah ia dari
penyakit parah yang sekian lama menggerogoti fisik, harta, keluarga, dan bahkan
kehidupan sosialnya itu.

Doa kedua adalah doa yang dipanjatkan oleh Nabi Yunus a.s. ketika berada
dalam gelapnya perut ikan. Ia menyeru: "Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci
Engkau, Sungguh Aku ini termasuk orang-orang yang zalim," (Al-Anbiya: 87). Allah
kemudian mengabulkan doanya dan ia dimuntahkan dari dalam perut ikan dan
terdampar di pantai dalam keadaan selamat.

Doa ketiga adalah doa yang dipanjatkan oleh Nabi Zakariyya a.s. ketika sudah berusia
sangat sepuh dan belum mendapatkan keturunan. Beliau bermunajat, "Tuhanku,
janganlah Engkau membiarkan aku sendirian (tanpa anak keturunan) padahal Engkau
adalah Maha memberi keturunan," (Al-Anbiya': 89). Allah mengabulkan doanya dan
kemudian punya anak (Nabi Yahya a.s.), walaupun saat itu Ia sudah berusia lebih dari
seratus tahun dan istrinya juga sudah tua dan mandul.

Ketiga Nabi tersebut hidup dan berdakwah di tempat dan masa yang berbeda. Nabi
Ayyub hidup dan berdakwah di Suriah dan wafat sekitar tahun 1420 SM, Nabi Yunus
di Irak dan wafat sekitar tahun 750 SM, dan Nabi Zakariyya di Palestina dan wafat
sekitar tahun 31 M. Tapi Alquran menghimpun doa mereka dalam rangkaian ayat-ayat
yang berdekatan dalam satu Surat. Salah satu hikmahnya adalah agar kita bisa
mengambil pelajaran tentang bagaimana cara berdoa dan amalan apa yang
harus dilakukan agar doa terkabul.

Lalu, apa rahasia doa tiga Nabi ini dikabulkan oleh Allah? 

Di akhir rangkaian tiga doa tersebut, Allah mengungkapkan jawabannya: "Mereka itu
dulu adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam melakukan kebaikan
(Yusaari'uuna fil khairaat), mereka berdoa kepada Kami dengan perasan harap
dan cemas (Yad'uunana raghaban wa rahaban), dan mereka juga adalah orang-orang
yang khusyuk dalam beribadah (kaanu lana khaasyi'iin)," (Al-Anbiya: 90).
Rahasia pertama doa mereka dikabulkan adalah karena mereka selalu bersegera
dalam berbuat kebaikan. Artinya, mereka selalu menunaikan hak Allah
pada kesempatan pertama. Buat mereka, kebaikan bukan lagi soal dilakukan
atau tidak, tapi sudah pada level "dilakukan dengan segera" atau "dilakukan
dengan ditunda-tunda". Mereka selalu ingin terlihat bersemangat oleh Allah dalam
melakukan setiap kebaikan, dan inilah rahasia kenapa doa mereka dikabulkan.

Rahasia kedua adalah karena mereka berdoa dengan perasan penuh harap dan cemas.
Di satu sisi mereka begitu mengaharapkan rahmat dan pertolongan Allah, tapi pada
saat yang sama mereka juga menyimpan rasa cemas dan takut kalau doa yang
dipanjatkan tidak dikabulkan oleh-Nya. Rasa harap datang dari keyakinan bahwa
Allah Maha Mendengar dan Mengabulkan doa, sementar rasa cemas datang dari
beratnya keadaan dan masalah yang dihadapi.

Nabi Zakariyya sangat yakin Allah Maha Kuasa dan Maha Memberi, tapi Ia juga
menyadari kondisinya yang sudah sepuh dan istrinya yang mandul. Maka, dengan
penuh harap dan cemas Ia berdoa agar diberikan keturunan. Dan ketika doanya
dikabulkan, serasa tidak percaya Ia berkata, "Bagaimana mungkin saya punya anak,
sementara saya sudah sepuh dan istriku mandul," (Ali Imran: 40).

Rahasia ketiga adalah karena mereka khusyuk dalam beribadah. Khusyuk disini


adalah kepasrahan yang total di hadapan Allah sebagaimana yang tampak dalam doa
mereka. Lihatlah redaksi doa Nabi Ayyub, tak sepatah katapun Ia minta disembuhkan
dari penyakitnya. Dengan pasrah, Ia sepenuhnya menyerahkan nasibnya di tangan
Allah dan hanya berucap "Tuhanku, Saya dilanda penderitaan, padahal Engkau adalah
Maha Pengasih." 

Lihat juga doa Nabi Yunus. Ia tidak menyebut dalam doanya permintaan agar
diselamatkan dari dalam perut ikan. Dengan kepasrahan yang begitu dalam, dalam
kondisi begitu dekat dengan kematian, dan dalam kegelapan yang berlipat (gelap
malam, gelap dasar laut, dan gelap perut ikan), Ia  hanya menegaskan tauhidnya,
memahasucikan Tuhannya, dan mengakui kezaliman dirinya melalui seuntai ucapan
doa: "Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, Sungguh aku ini orang yang
zalim."

Doa para Nabi tersebut adalah pelajaran buat kita, bahwa setiap kebaikan yang kita
lakukan, terlebih jika kita bersegera dalam melakukannya, adalah wasilah bagi
terkabulnya doa kita. Semakin banyak kebaikan kita, dan semakin bersegera kita
melakukannya, semakin besar peluang doa kita dikabulkan. 

Cara mereka berdoa juga memberikan kita pelajaran bahwa kepasrahan diri dan
kekhusyukan di hadapan Allah akan menghantarkan doa kita terkabul oleh-Nya.
Karena sesungguhnya doa adalah titik bertemunya kemahakuasaan Allah dan
keterbatasan kita sebagai hamba. Maka, sebagai hamba yang lemah, tak ada yang
lebih penting untuk kita tunjukkan di hadapan Allah selain keberhambaan dan
ketundukan yang total kepada-Nya. 

Anda mungkin juga menyukai