Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Jaman modern saat ini kehidupan manusia semakin dipermudah dengan hadirnya kemajuan
teknologi. akses kebutuhan hidup semakin mudah untuk dijangkau. Jaman keemasan
teknologi ini tentunya dengan sendirinya membawa dampak tertentu yang perlu
dipertimbangkan. Salah satu dampak tersebut adalah pertumbuhan jumlah populasi penduduk
di dunia.

Di beberapa daerah di dunia sekarang ini masih terus mengalami pertumbuhan jumlah
penduduk. Menurut Departemen ekonomi dan bidang sosial, DivisiPopulasi PBB pada artikel
yang berjudul “World Population Prospects 2022: Summary of Results.” Pertumbuhan
populasi diprediksi akan terus tumbuh hingga menyentuh angka 8,5 miliar jiwa pada tahun
2030 dan 9,7 miliar jiwa pada 2050. Daerah yang pertumbuhan penduduknya berkontribusi
besar pada prediksi tersebut adalah Asia Tengah dan Asia Selatan dengan total jumlah
penduduk 2,075 miliar(2022), Asia Timur dan Asia Tenggara dengan jumlah penduduk 2,342
miliar(2022). Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 275 juta jiwa dan menurut
prediksi tersebut jumlah pertumbuhan penduduk di kawasan Asia Tenggara masih akan terus
meningkat. Banyak sekali kemungkinan yang dapat terjadi apabila pertumbuhan penduduk
terus meningkat. Alaminya pertumbuhan yang demikian menyebabkan konsumsi energi dan
konsumsi pangan ikut meningkat pula. Belum lagi limbah yang dihasilkan serta kondisi
lingkungan yang dapat terpengaruh secara langsung.

Peningkatan jumlah sampah juga menjadi permasalahan yang tanpa disadari timbul akibat
kehidupan manusia. peningkatan tersebut lebih spesifik masih menjadi permasalahan yang
sulit dihadapi oleh negara-negara berkembang yang pada umumnya belum memiliki
kemampuan untuk secara efektif mengelola sampah. Menurut data yang tercantum pada situs
web SIPSN milik Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2021 Indonesia
menghasilkan total 31.236.412,88 juta ton sampah. Sampah tersebut terdiri atas 40% sampah
sisa makanan, 17,5% sampah plastik, 12% sampah kertas, 13% sampah
kayu/ranting/dedaunan, 27,5% adalah gabungan sampah logam, karet, kaca, kain dan lain-
lain. Keseluruhan sampah tersebut belum semuanya dapat diolah atau didaur ulang. dari 31
juta ton sampah masih terdapat sekitar 35% sampah belum dapat terkelola sehingga sisa
sampah-sampah tersebut hanya menumpuk saja ditempat-tempat pembuangan akhir yang
tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Karena jenis sampah yang mendominasi jumlah
keseluruhan sampah tersebut adalah sampah sisa makanan hal tersebut membuktikan bahwa
jumlah konsumsi pangan di Indonesia sangat lah tinggi serta pengolahan sisa makanan yang
terbuang belum efektif serta diperlukan berbagai macam penyelesaian yang dapat menjadi
solusi peningkatan sampah.

Solusi bagi sampah organik yang sebagian besar adalah sisa makanan telah banyak dilakukan
di Indonesia. Solusi yang paling efektif adalah dengan tidak membuang sampah itu sendiri
jadi mengatur porsi makanan yang cukup dan meminimalisir jumlah sisa makanan adalah
solusi yang sangat efektif demi memperlambat laju peningkatan sampah organik. Selain hal
tersebut di Indonesia pemanfatan sampah organik adalah dengan membuat pupuk dan
memproduksi biogas dari sampah-sampah tersebut. pada prosesnya pembuatan pupuk dan
biogas memanfaatkan organisme pengurai pada saat pembusukan namun terdapat cara lain
yang memanfaatkan organisme pengurai yang masih terdengar asing di Indonesia. Organisme
tersebut adalah serangga yang pada tahap kehidupan tertentu merupakan pengurai materi
organik. lebih tepatnya serangga yang dimaksud adalah black soldier fly.

Black Soldier Fly atau Hermetia Illucens L. berasal dari daerah tropis dan subtropis dan
kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dapat dikatakan seperti lalat rumah lalat bsf
merupakan lalat yang umum dijumpai diseluruh dunia. Bentuk dari lalat bsf ini lebih mirip
seperti wasp atau tawon daripada bentuk lalat lain pada umumnya, bentuk larvanya pun lebih
besar dan jumlah telur yang dihasilkan per betinanya sekitar 500-900 butir telur. Siklus hidup
atau metamorfosis yang dijalani oleh lalat bsf ini adalah 45 hari yaitu 4 hari masa penetasan
telur, 18 hari masa larvae, 14 hari masa pupae dan diakhiri tahap dewasa selama 9 hari.
Siklus hidup yang sebagian besar dihabiskan pada tahap larvae tersebut menyebabkan lalat
bsf dapat mengolah lebih banyak makanan. Perilaku hidup lalat bsf berbeda dengan lalat pada
umumnya. Selama 9 hari masa dewasa atau masa kawin lalat bsf tidak memerlukan makanan
karena tahap tersebut telah diselesaikan saat masa larvae dimana energi yang terkumpul
digunakan oleh sang lalat untuk berubah menjadi kepompong atau pupae lalu digunakan pada
masa dewasa. Kondisi tersebut secara alami menyebabkan frekuensi pergerakan lalat bsf
sangat terbatas untuk menyimpan energi. Oleh sebab itu sangat jarang ditemui lalat bsf aktif
berterbangan layaknya lalat rumahan atau lalat hijau yang pada masa dewasanya masih harus
mencari makanan. Lalat ini juga bertelur di tempat yang kering disekitar materi organik yang
membusuk dan tidak langsung menelurkannya diatas media organik tersebut.
Naluri serta cara hidup alami yang dimiliki black soldier fly inilah yang menjadikannya
kandidat terbaik sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah sampah organik dan
merubahnya menjadi sumber protein yang memiliki nilai jual. Kandungan protein yang tinggi
tersebut dapat menjadi alternatif bagi kebutuhan pangan hewan ternak yang saat ini masih
didominasi oleh fish meal dan kedelai. Keuntungan lain yang ditawarkan oleh produksi bsf
ini adalah kemudahan dalam proses produksi karena dapat dimulai dari skala kecil atau
rumahan karena bahan pakan yang tersedia banyak di masyarakat serta tidak memerlukan
tempat yang relatif luas. Potensi pasar yang dapat dijangkau pun relatif luas karena bsf sangat
cocok sebagai sumber pakan binatang ternak seperti unggas, ikan, kelinci, babi, serta
binatang peliharaan sepert reptil, ikan hias, burung dan lain-lain. bisnis lalat BSF ini
sebenarnya bukanlah bisnis baru di Indonesia sudah banyak sejumlah perusahaan pionir yang
berhasil membudidayakan bsf yang kemudian terus digalakan di berbagai daerah di
Indonesia. Sehingga lebih memudahkan para pemula mendapat referensi untuk memulai
bisnis Black Soldier Fly.

Penjelasan mengenai permasalahan serta kondisi diatas juga manfaat yang diberikan oleh
siklus hidup lalat BSF inilah yang mendasari pendirian usaha Edible Future yang secara
khusus bergerak dalam usaha budidaya Black Soldier Fly.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Profil Usaha

Unit usaha ini diberi nama Edible Future dikarenakan bergerak dalam usaha budidaya lalat
Black Soldier Fly dengan memanfaatkan sampah organik yang berpotensi sebagai salah satu
penunjang ketersediaan pangan dunia di masa depan.

Nama Perusahaan: “Edible Future”


Jenis Produk : Larvae Lalat Black Soldier Fly
Alamat : Jl. Pantai Kedungu, Nyitdah, Kediri, Tabanan, Bali 82121
No. Handphone : 0895366035199
Sosial Media : Edible_Future_Est2022 (Instagram)
: Edible Future (Youtube)
Website : www.Edibleftr.com

Profil Pemilik

Nama : Benedictus Rezy Winoto Nugroho

Alamat : Jl. Pantai Kedungu, Nyitdah, Kediri, Tabanan, Bali

No. Handphone : 0895366035199

2.2 Target Pasar

Larvae lalat BSF dapat menyokong industri peternakan dan perikanan terutama bagi hewan
ternak yang bukan herbivora seperti ayam, babi, itik, burung, ikan, dan lain-lain. Hal tersebut
menyebabkan potensi pasar produk larvae hidup BSF oleh perusahaan Edible Future dapat
diketahui melalui data pasar Industri Peternakan dan Perikanan di Bali. menurut data BPS
Bali pada 2021 produksi daging babi di Bali yaitu 158.705 ton yang menjadikan provinsi Bali
sebagai penghasil produk daging babi terbesar di Indonesia. selanjutnya menurut data BPS
Bali pada 2021 produksi daging ayam di Bali sebesar 70.068 ton yang terus mengalami
peningkatan sejak tahun 2019. Setelah itu pada industri perikanan menurut BPS Bali pada
2021 produksi perikanan baik budidaya maupun tangkap di Bali adalah sebesar 141.581 ton.
Data-data tersebut dapat memberikan pengetahuan bahwa meskipun nampaknya
perekonomian utama di Bali adalah industri pariwisata namun industri peternakan dan
perikanan juga memiliki andilnya tersendiri dalam perekonomian di Bali selain itu juga akan
memberikan gambaran mengenai potensi pasar yang dapat dijangkau oleh perusahaan Edible
Future yang fokus produksinya adalah larvae lalat BSF yang memiliki kandungan nilai gizi
memadai untuk dijadikan pakan ternak maupun ikan. Sehingga dapat dipastikan perusahaan
Edible Future dapat menjadi pemasok pakan para peternak baik unggas, babi, maupun ikan
yang menjadi target pasar utama.

2.3 Analisis SWOT Edible Future


1. STRENGTH (Kekuatan)
 Macam produk yang dapat diperjualbelikan sangat bervariasi karena Black
Soldier Fly sendiri mulai dari telur, larvae, dan pupae memiliki nilai jualnya
masing-masing.
 Pengolahan tahap larvae juga bermacam-macam dapat dijual hidup, kering
atau diolah kembali menjadi bubuk protein. Tahap pengolahan dengan cara
dikeringkan lalu dibubukkan akan memberi nilai tambah bagi produk
sehingga harga jual semakin tinggi.
 Pengaplikasian produk yang luas. Karena sudah terbukti di berbagai daerah
di dunia sudah menerapkan pemberian pakan alternatif atau menggunakan
sebagian bahan dari lalat BSF baik untuk hewan ternak seperti unggas,
kelinci, ikan dan babi atau hewan peliharaan seperti reptil, ikan hias, burung,
dan bahkan anjing.
 Biaya yang diperlukan untuk budidaya sendiri relatif kecil karena bahan
utama pakan larvae lalat BSF tentunya sangat murah atau bahkan gratis yaitu
sampah organik.
 Penggunaan tempat yang dapat dimulai dari lahan sempit.
 Biaya produksi yang minim menyebabkan harga jual produk lebih murah dan
relatif terjangkau bagi para konsumen apabila diperbandingkan dengan
produk pakan pabrikan.
 Sumber protein yang tinggi yaitu sekitar 40% yang menjadi keunggulan larva
BSF

2. WEAKNESS (Kelemahan)
 Proses budidaya yang salah akan menimbulkan polusi bagi lingkungan
sekitar lokasi budidaya karena aroma limbah sampah organik yang tidak
sedap.
 Siklus hidup lalat BSF yang rentan sehingga dapat menyebabkan gagal panen

3. OPPORTUNITY (Peluang)
 Potensi pasar yang luas karena konsumen dapat berasal dari berbagai macam
peternak dan penghobi hewan yang masing-masing memiliki pasarnya
sendiri.
 Peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah. Peraturan bagi masyarakat untuk
memilah sampah organik dengan anorganik yang diwajibkan oleh pemerintah
dan larangan untuk penimbunan sampah pada tempat pembuangan akhir
tentunya akan memudahkan proses budidaya atau produksi.
 Ketersediaan sampah yang melimpah di Indonesia. Melimpahnya sampah
tersebut menjadi permasalahan yang dihadapi berbagai daerah di Indonesia
sehingga munculnya ide pemecahan masalah sampah yang demikian
harusnya dengan mudah dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat.
 Kurangnya jumlah pesaing di beberapa daerah di Indonesia. Budidaya lalat
BSF ini khususnya bagi beberapa daerah di Indonesia yang tidak termasuk
daerah industri belum dapat dikelola dengan baik. Hal tersebut bagi
wirausahawan yang mahir berbudidaya lalat BSF tentunya merupakan
kesempatan untuk dapat mendominasi pasar di daerah yang bersangkutan.
4. THREAT (Ancaman)
 Budaya pemilahan sampah terutama dari sebagian besar rumah tangga di
Indonesia belum dapat diterapkan dengan baik sehingga menyebabkan
pengurangan efektivitas proses produksi.
 Cuaca buruk seperti hujan berkepanjangan serta menurunnya suhu udara
dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi.
2.4 Analisis Bauran Pemasaran
1. Products

Melalui proses produksi serta sumber daya yang dimiliki Edible Future mampu
menghasilkan produk sebagai permulaan yaitu:
 Larvae lalat BSF hidup, konsumen yang menjadi fokus utama penjualan
larvae lalat BSF hidup adalah peternak lokal disekitar lokasi perusahaan
Edible Future. Kebutuhan peternak akan pakan ternak tentunya
berkelanjutan. Siklus hidup lalat BSF yang singkat tentunya dapat mengatasi
kebutuhan tersebut bagi peternak di sekitar lokasi perusahaan. Packaging
yang disarankan baik untuk partai besar maupun kecil harus menggunakan
packaging yang kokoh serta dilengkapi dengan substrat atau bedding yang
cukup agar larvae lalat BSF tidak terpapar matahari langsung dan dilengkapi
juga dengan sirkulasi udara yang baik. Kedepannya efisiensi serta efektivitas
pengemasan akan terus diperhatikan agar keamanan larvae lalat BSF dapat
terjamin hingga sampai ke tangan konsumen. Berjalannya proses usaha yang
dilakukan khususnya bagi produk larvae hidup diharapkan dapat memberikan
substitusi yang lebih baik bagi peternak serta mengurangi ketergantungan
peternak pada pakan buatan pabrik.

Selanjutnya Perusahaan Edible Future akan memperluas usaha dengan


memproduksi lebih banyak variasi produk untuk memenuhi pasar yang ada.
Produk-produk tersebut adalah sebagai berikut :

 Telur lalat BSF, penjualan telur lalat BSF ini utamanya ditujukan bagi
penghobi hewan dan pemula yang hendak berbudidaya lalat BSF.
 Pupae atau kepompong lalat BSF, penjualan produk ini yang utama ditujukan
bagi pemula yang hendak berbudidaya lalat BSF.
 Dried BSF Larvae, penjualan produk ini secara khusus ditujukan bagi
penghobi hewan peliharaan.
 BSF Larvae Meal, Bubuk larvae BSF fokus utamanya akan ditujukan bagi
pengrajin pakan sebagai substitusi bahan dasar produksi pakan yang
umumnya berasal dari tepung ikan(fish meal) atau tepung kedelai(soybean
meal).
2. Price

Penentuan harga produk yang masih berada pada tahap permulaan diperlukan
pengenalan terhadap pasar dan perkiraan biaya pokok produksi. Produk tersebut
adalah :
 Larvae lalat BSF hidup, untuk harga pasar larvae lalat BSF hidup di
Indonesia sekarang ini memiliki rentang mulai dari 5.000-10.000 rupiah per
kg. Untuk di daerah Bali karena pembudidaya masih relatif sedikit harga
yang ditawarkan menyentuh angka 10.000-15.000 rupiah. Biaya produksi
diuar biaya pokok untuk menghasilkan 1 kg lalat BSF di beberapa daerah
industri seperti Jawa dan Sumatra adalah <3.000 rupiah. Harga tersebut
tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti harga yang diperlukan
untuk memperoleh tenaga kerja serta untuk mendapatkan sampah organik.
3. Place

Terdapat beberapa hal yang wajib dipertimbangkan saat memilih lokasi


budidaya perusahaan Edible Future. Hal-hal yang dimaksud adalah kemudahan
akses, jarak dengan sumber sampah organik(pasar, rumah makan, hotel, kawasan
industri pangan, pemukiman warga dan tempat pembuangan akhir), dan jarak
dengan konsumen(peternak) atau target pasar yang umumnya berada di daerah
pinggiran kota dan pedesaan. Di Bali dimana pariwisata menjadi industri utama
tentunya terdapat berbagai instrumen sebagai akomodasi pendukung kegiatan
pariwisata seperti hotel, restoran, dan lain-lain yang tersebar di berbagai daerah di
Bali. Pemilihan lokasi di pinggiran kota adalah opsi yang dapat diterapkan bagi
pendirian Perusahaan Edible Future karena jarak tempuh untuk memperoleh
bahan dasar produksi dan akses bagi konsumen relatif dekat dan masih dapat
dipertimbangkan.
4. Promotion

Tahap promosi yang diterapkan oleh Perusahaan Edible Future sebagian


besar masih akan dilakukan dengan cara direct marketing dengan secara langsung
menghubungi lewat telepon, surat, dan media sosial atau secara langsung bertatap
muka berkomunikasi menawarkan produk kepada target pasar atau konsumen.
Penggunaan media sosial seperti instagram, tiktok, Facebook yang memiliki fitur
yang khas masing-masing juga akan disesuaikan porsi promosinya. Seiring
berjalannya waktu tentu saja peningkatan kualitas promosi akan terus dilakukan
seperti pengadaan acara seminar untuk mengedukasi masyarakat mengenai
pemanfaatan sampah.

5. People

Sumber daya manusia yang akan mengelola dan terlibat dalam kegiatan
produksi Perusahaan Edible Future dapat dimulai dari 1 orang saja. Namun
efektifnya apabila proses produksi dibagi menjadi beberapa bagian yang masing-
masing dikerjakan oleh orang tersendiri. Perekrutan tenaga kerja akan dilakukan
secara bertahap mengikuti perluasan usaha dan pendapatan perusahaan. Di
beberapa pelaku budidaya pada tahap produksi 3 ton larvae BSF hidup per bulan
dapat dikerjakan oleh 2 orang karyawan yang masih dibantu oleh sang pemilik.
Kualifikasi untuk menempati posisi yang diinginkan oleh perusahaan Edible
Future pada tahap permulaan adalah tidak diperlukannya keahlian khusus karena
sebagian besar pekerjaan tersebut didominasi dengan proses memilah sampah,
mengangkut barang, memberi pakan dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan
melimpahnya tenaga kerja di masyarakat yang sesuai dengan klasifikasi yang
dibutuhkan tersebut.

6. Process

Tahap transaksi yang akan dilakukan dengan pembayaran dimuka setelah


dicapai kesepakatan pembelian kemudian proses pengiriman secara khusus bagi
para peternak akan sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan untuk memberi
kemudahan serta meraih kepercayaan konsumen.

7. Physical Evidence
Penggunaan gudang dengan luas 2 are adalah tempat yang cocok untuk
memulai pendirian Perusahaan Edible Future. Aktivitas pengolahan sampah
organik harus dibarengi dengan instalasi saluran pembuangan yang memadai
serta kebersihan bangunan harus selalu dijaga agar konsumen dapat merasa
nyaman saat datang berkunjung.

2.4 Proses Produksi

Produksi akan dimulai setiap awal bulan agar siklus panen dapat lebih mudah dipahami. Pada
Pagi hari dimulai dengan pengumpulan sampah organik ke sumber disekitar lokasi
perusahaan seperti pasar, bank sampah desa, vila, restoran, dan pabrik., pensortiran sampah
organik, penggilingan sampah organik agar tekstur sampah mudah dikonsumsi dan dicerna
oleh larvae lalat BSF, Pemberian pakan disetiap biopond, lalu pembersihan rutin.

Setiap pertengahan dan akhir bulan akan dilakukan proses panen larvae lalat BSF dengan
menyisakan sekitar 10% larvae pada setiap panen yang kemudian akan digunakan sebagai
bibit siklus budidaya selanjutnya.

2.5 Finansial

Seluruh biaya permodalan awal Perusahaan Edible Future akan bersumber dari tabungan sang
pemilik.

Biaya Tetap :
No Nama Barang Jumlah Harga Satuan Jumlah Harga
1 Gudang/tempat 2 are x 10 thn Rp 8.000.000,00 Rp 80.000.000,00
2 Mobil Pickup 1 Rp 50.000.000,00 Rp 50.000.000,00
3 Mesin Giling 1 Rp 8.500.000,00 Rp 8.500.000,00
4 Biopond 20 rak Rp 300.000,00 Rp 6.000.000,00
5 Rak Penetasan 1 Rp 50.000,00 Rp 50.000,00
6 kandang perkawinan 1 Rp 300.000,00 Rp 300.000,00
7 Telur lalat BSF 800 gram Rp 2.500,00 Rp 2.000.000,00
8 Sekop 4 Rp 50.000,00 Rp 200.000,00
9 Timbangan 1 Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00
10 Sarung tangan karet 10 Rp 10.000,00 Rp 100.000,00
11 Sepatu Boot 3 Rp 90.000,00 Rp 270.000,00
12 Jet pump 1 Rp 500.000,00 Rp 500.000,00
13 Gerobak dorong 1 Rp 600.000,00 Rp 600.000,00
Total Rp 149.520.000,00
Biaya Produksi /bulan
No Nama Barang Jumlah Harga Satuan Jumlah
1 Dedak 20 kg Rp 2.000,00 Rp 40.000,00
2 BBM per hari 30 hari Rp 100.000,00 Rp 3.000.000,00
3 Plastik 1 Rp 500.000,00 Rp 500.000,00
4 Gaji Karyawan 2 orang Rp 2.000.000,00 Rp 4.000.000,00
Total Rp 7.540.000,00

Biaya Total = Biaya Tetap + Biaya Produksi


= Rp 149.520.000,00 + Rp 7.540.000,00
= Rp 157.060.000,00

Penjualan per kilogram larvae BSF adalah Rp 10.000,-/Kg. Dengan total perhitungan jumlah
produksi sebesar 3,2 ton larvae BSF yang melalui 2 kali proses panen dalam waktu 1 bulan.
maka jumlah total penjualan adalah Rp 32.000.000,-.

Keuntungan Bersih

= Rp 32.000.000,- (Total Penjualan) – Rp 7.540.000,-(Total Biaya Produksi)

= Rp 24.460.000,- (Keuntungan Bersih)

Perkiraan Balik Modal

= Rp 149.520.000,00 : Rp 24.460.000

= 6,1 bulan

Anda mungkin juga menyukai