Semua komponen yang berada di dalam lingkungan hidup merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk sistem kehidupan yang disebut ekosistem.
[1]
Ekosistem yang merupakan bagian utama dari lingkungan hidup, adalah lingkungan
yang sangat dinamis, karena banyaknya komponen yang terlibat di dalamnya. Jika
salah satu komponen tersebut berubah maka sistem adaptasi dari organisme yang ada
untuk menjaga keseimbangan akan mengalami perubahan. Karena ekosistem
merupakan pusat segala aktivitas yang menyediakan sumber makanan dan kebutuhan
lain bagi makhluk hidup maka keseimbangan komponen di dalamnya harus dijaga
dengan baik.[3]
Keseimbangan lingkungan secara alami dapat berlangsung karena beberapa hal, yaitu
komponen-komponen yang terlibat dalam aksi-reaksi dan berperan sesuai kondisi
keseimbangan, pemindahan energi (arus energi), dan siklus biogeokimia dapat
berlangsung. Keseimbangan lingkungan dapat terganggu jika terjadi perubahan berupa
pengurangan fungsi dari komponen atau hilangnya sebagian komponen yang dapat
menyebabkan putusnya mata rantai dalam suatu ekosistem. Kondisi keseimbangan
tersebut kemungkinan dapat berubah dengan adanya campur tangan manusia dengan
segala aktivitas pemenuhan kebutuhan yang terkadang melampaui batas. [2]
Definisi[sunting | sunting sumber]
Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan ruang lingkup lingkungan hidup
Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berwawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan
yurisdiksinya.
Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu tatanan unsur lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Merujuk pada definisi di atas, maka lingkungan hidup Indonesia tidak lain merupakan
Wawasan Nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua
samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi
alamiah dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat
bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya.
Lingkungan fisik, yaitu lingkungan yang terdiri dari gaya kosmik dan fisiogeografis
seperti tanah, udara, laut, radiasi, gaya tarik, ombak, dan sebagainya. Lingkungan
biologis, yaitu segala sesuatu yang besifat biotis berupa mikroorganisme, parasit,
hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Termasuk juga di sini, lingkungan prenatal dan proses-
proses biologi seperti reproduksi, pertumbuhan dan sebagainya. [4]
Lingkungan sosial dapat terbagi ke dalam tiga bagian diantaranya adalah lingkungan
fisiososial (kebudayaan materil seperti peralatan, senjata, mesin, gedung dan lain-lain),
lingkungan biososial (manusia dan interaksinya terhadap sesamanya dan tumbuhan
beserta hewan domestik dan semua bahan yang digunakan manusia yang berasal dari
sumber organik), dan lingkungan psikososial (tabiat batin manusia). [4]
Komponen[sunting | sunting sumber]
Lingkungan hidup terdiri dari komponen penyusun antara lain unsur fisik (abotik), unsur
hayati (biotik), dan unsur manusia (budaya).
Unsur ini terdiri dari air, udara, tanah, unsur-unsur senyawa kimia, dan sebagainya.
Unsur ini berfungsi sebagai media berlangsungnya kehidupan.
Air merupakan unsur lingkungan hidup yang paling penting bagi kehidupan. Air di
permukaan bumi tersebar dalam bentuk air laut, air permukaan, air tanah, awan dan
salju.
Air di Bumi
Kategori Persentase Total
Air permukaan 1%
2,75
Air tawar 37.400.000 km2
%
Air tanah 23,97%
Salju/es 75%
Komponen ini terdiri dari semua makhluk hidup, dari tingkatan paling rendah sampai
paling tinggi, dari makhluk hidup yang paling kecil sampai paling besar. Unsur-unsur
tersebut juga saling berhubungan, dari yang sederhana sampai yang paling kompleks.
Unsur hayati terdiri dari hewan, tumbuhan, dan jasad renik. [5]
1. Tingkat ilmu yang dimiliki oleh masyarakat dapat meningkatkan kesadaran akan
pentingnya lingkungan hidup bagi manusia.
2. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dapat meningkatkan nilai
daya dukung lingkungan.
3. Tingkat teknologi yang dimiliki oleh masyarakat dapat meningkatkan dan
menurunkan nilai daya dukung lingkungan.
4. Perilaku manusia dapat meningkatkan nilai daya dukung dari lingkungan.
Perlu diperhatikan bahwa pelestarian lingkungan mengandung dua pengertian, yaitu: [6]
Masalah lingkungan terjadi sebagai akibat timbulnya salah satu dari kondisi-kondisi
seperti melampaui kemampuan suatu komponen, adanya ketidakseimbangan di antara
komponen, terganggunya fungsi komponen atau sama sekali tidak mampu berfungsi
seperti biasanya.[4] Masalah lingkungan hidup pada umumnya disebabkan oleh
peristiwa alam, pertumbuhan penduduk yang pesat, pemanfaatan sumber daya alam
secara berlebihan, industrialisasi, dan transportasi. [6]
Peristiwa alam atau kejadian yang terjadi secara alamiah, seperti gempa bumi,
longsor, kebakaran hutan oleh petir, banjir, letusan gunung berapi, dan lain-lain, telah
banyak menimbulkan masalah lingkungan hidup. Gempa yang terjadi di daratan dapat
menyebabkan tanah retak-retak, bentang alam longsor, kerugian harta benda, kematian
manusia dan hewan, dan lain sebagainya. Sedangkan, gempa di lautan menyebabkan
terganggunya kehidupan biota laut dan badai. Kebakaran hutan mengakibatkan
pencemaran udara oleh asap, punahnya sumber daya genetik (plasma nutfah),
terganggunya kehidupan satwa liar dan kematian bagi satwa yang pergerakannya
lambat. Dampak letusan gunung berapi sangat luas dan dapat mengubah ekosistem
wilayah bersangkutan. Letusan gunung berapi yang dampaknya sangat luas
adalah Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 1883 [6]
Pencemaran[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Pencemaran
Perkembangan industri dan teknologi tidak selamanya menjadi alat pemuas bagi
kehidupan manusia, karena di balik itu semua terdapat banyak risiko dan masalah yang
bermunculan. Belakangan ini telah banyak muncul penyakit yang diakibatkan oleh
limbah industri, seperti Penyakit Minamata dan Itai-itai di Jepang. Penyakit dan wabah-
wabah juga semakin banyak bermunculan akibat pengelolaan lingkungan yang tidak
benar oleh manusia. Hutan sebagai habitat dan menyimpan berbagai spesies satwa
dan tumbuhan, yang tadinya tertutup, kini terbuka dan habis ditebangi untuk berbagai
konsumsi modern, terutama bagi masyarakat perkotaan. Karena hutan sebagai habitat
satwa-satwa sudah rusak, maka spesies-spesies satwa bermigrasi ke segala tempat,
termasuk ke sekitar permukiman manusia. Berbagai satwa liar banyak pula
mengandung berbagai virus mematikan bagi manusia dan ragam hewan piaraan,
berinteraksi dengan lingkungan permukiman manusia, dan akhirnya virus ini berpindah
ke tubuh manusia. Faktor perdagangan satwa langka juga berkontribusi untuk
membawa virus dari hutan dan binatang-binatang ke lingkungan manusia melalui alat
transportasi, bahkan ke hotel-hotel. Beberapa wabah yang timbul oleh karena faktor
tersebut antara lain wabah virus Marburg, Ebola, HIV (penyakit AIDS), penyakit SARS,
dan Chikungunya. Penyakit lainnya timbul akibat proses teknologi, misalnya penyakit
yang disebabkan dari radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik memiliki potensi
gangguan kesehatan antara lain berupa leukemia, leinfoma, infertilitas pada pria, cacat
kongenital, proses generatif, perubahan ritme jantung, perubahan metabolisme
melatonin, neurosis, dan lain-lain.[4]
Populasi fauna dan flora yang menurun sangat berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
pembangunan dan sikap keserakahan manusia yang dapat mengganggu
perkembangbiakan dan rusaknya habitat. Pembabatan, pembakaran, dan kebakaran
hutan telah memusnakan spesies-spesies binatang dan tumbuh-tumbuhan serta
merusak unsur hara dalam tanah. Aktivitas penyemprotan hama dengan obat
pembasmi pestisida dan semacamnya juga memberikan efek samping yang buruk.
Pemakaian DDT dan zat semacamnya yang persisten dan sukar terurai akan
merembes ke dalam rantai makanan, yang selanjutnya memengaruhi makhluk-makhluk
lain. Tindakan pembasmian dapat pula membunuh makhluk-makhluk yang bukan
sasaran, yang banyak berperan sebagai predator yang bermanfaat mengontrol populasi
binatang secara efektif dan banyak manfaatnya bagi kehidupan manusia. Perdagangan
satwa langka atau liar juga sulit diberantas. Satwa ini digunakan untuk keperluan obat-
obatan dan kosmetika, serta hobi. Masalah ini harus diberantas dan ratifikasi sistem
pengaturan dan larangan yang telah ditentukan CITES harus diterapkan secara ketat.[4]
Bahaya alam: banjir, kemarau panjang, tsunami, gempa bumi, gunung berapi,
kebakaran hutan, gunung lumpur, tanah longsor, limbah industri, limbah pariwisata, dan
limbah rumah sakit.
Merupakan hasil dari pemakaian peralatan kesehatan padat dan cair, bahan kimia dan
bagian dari tubuh manusia yang tidak dapat digunakan lagi. Unit penghasil limbah di
rumah sakit adalah semua unit yang menghasilkan limbah seperti loundri, dapur, unit
kamar operasi, laboratorium, unit radiologi, apotek/farmasi, perkantoran, kantin dan lain
sebagainya. pengolahan limbah padat dan cair dapat dilakukan dengan cara kimiawi
dan cara tradisional, tetapi dalam standardisasinya incenarator.
Ilmu yang mempelajari lingkungan adalah ekologi. Ilmu lingkungan adalah cabang dari
ilmu biologi.
Pengertian lingkungan hidup bisa dikatakan sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar
manusia atau makhluk hidup yang memiliki hubungan timbal balik dan kompleks serta
saling mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lainnya. Pada suatu
lingkungan terdapat dua komponen penting pembentukannya sehingga menciptakan
suatu ekosistem yakni komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik pada
lingkungan hidup mencakup seluruh makluk hidup di dalamnya, yakni hewan, manusia,
tumbuhan, jamur dan benda hidup lainnya. sedangkan komponen abiotik adalah benda-
benda mati yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di sebuah
lingkungan yakni mencakup tanah, air, api, batu, udara, dan lain sebaiganya.
Pengertian lingkungan hidup yang lebih mendalam menurut No 23 tahun 2007 adalah
kesatuan ruang dengan semua benda atau kesatuan makhluk hidup termasuk di
dalamnya ada manusia dan segala tingkah lakunya demi melangsungkan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia maupun mahkluk hidup lainnya yang ada di
sekitarnya.
Kerusakan pada lingkungan hidup terjadi karena dua faktor baik fator alami ataupun
karena tangan-tangan jahil manusia. Pentingnya lingkungan hidup yang terawat
terkadang dilupakan oleh manusia, dan hal ini bisa menjadikan ekosistem serta
kehidupan yang tidak maksimal pada lingkungan tersebut.
Berikut beberapa faktor secara mendalam yang menjadikan kerusakan lingkungan
hidup:
Faktor alami
Banyaknya bencana alam dan cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab terjadinya
kerusakan lingkungan hidup. Bencana alam tersebut bisa berupa banjir, tanah
longsor, tsunami, angin puting beliung, angin topan, gunung meletus, ataupun gempa
bumi. Selain berbahaya bagi keselamatan manusia maupun mahkluk lainnya, bencana
ini akan membuat rusaknya lingkungan.
Faktor buatan
Kerusakan lingkungan karena faktor manusia bisa berupa adanya penenbangan secara
liar yang menyebabkan banjir ataupun tanah longsor, dan pembuangan sampah di
sembarang tempat terlebih aliran sungai dan laut akan membuat pencemaran.
Reboisasi
Pencegahan buang sampah dan limbah di sembarang tempat dengan menyediakan
tong sampah di berbagai tempat
Pemberian sanksi ketat terhadap pelaku pencemaran lingkungan
Menghentikan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan
Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian tanah, air, udara
dan lingkungan untuk kehidupan berkelanjutan
Memberikan keterampilan dasar bagi para Ibu rumah tangga dengan menggunakan
bahan bekas guna mengurangi limbah plastik
Kelembagaan[sunting | sunting sumber]