TUGAS 3
2. Makna dasar dari otonomi daerah adalah adanya suatu kewenangan bagi Pemerintah Daerah untuk
menentukan kebijakan-kebijakan sendiri yang ditujukan bagi pelaksanaan roda pemerintahan
daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Dengan diberlakukannya otonomi daerah,
pemimpin di daerah memiliki kewenangan yang lebih besar di dalam mengelola sumber daya
daerah serta menentukan kebijakan-kebijakan di daerah. Kewenangan pemerintah daerah yang
semakin bertambah ini, namun demikian menimbulkan persoalan tersendiri, yaitu penyimpangan-
penyimpangan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, misalnya dalam bentuk perilaku
korupsi. Sejak kebijakan otonomi daerah ini diberlakukan, perilaku korupsi tidak hanya terjadi di
kalangan pemerintah pusat, tetapi juga di kalangan pemerintah daerah. Maraknya perilaku korupsi
yang dilakukan para pejabat daerah ini tentu menjadi hambatan di dalam pencapaian tujuan
otonomi daerah. Apabila tidak segera diatasi, maka tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah daerah juga semakin lama akan semakin berkurang. Berdasarkan ilustrasi tersebut,
menurut saya faktor yang menjadi penyebab maraknya perilaku korupsi yang dilakukan oleh para
pejabat daerah di era otonomi daerah ini adalah :
Perilaku buruk partai politik yang belum berubah mengakibatkan biaya politik menjadi sangat
mahal. Perilaku buruk itu salah satunya persyaratan mahar bagi siapa pun yang ingin maju
mencalonkan diri. Dengan biaya politik atau mahar ini, calon yang memenangkan pemilu
akan dipaksa mengembalikan modal politiknya, misalnya dengan berperilaku korup. Ini yang
menyebabkan korupsi tidak kunjung tuntas.
Perilaku kepala daerah yang koruptif, bergaya hidup mewah.
Masih banyaknya masyarakat yang apatis, misalnya meminta uang kepada calon kepala
daerah agar dipilih.
Hukuman yang diberikan terhadap koruptor terlalu ringan menyebabkan tidak adanya efek
jera bagi pelaku koruptor.
Program otonomi daerah yang digulirkan oleh pemerintah hanya terfokus pada pelimpahan
wewenang dalam pembuatan kebijakan, keuangan dan administrasi dari pemerintah pusat ke
daerah, tanpa disertai pembagian kekuasaan kepada masyarakat. Dengan kata lain, program
otonomi daerah tidak diikuti dengan program demokratisasi yang membuka peluang
keterlibatan masyarakat dalam pemerintahan di daerah. Karenanya, program desentralisasi ini
hanya memberi peluang kepada elite lokal untuk mengakses sumber-sumber ekonomi dan
politik daerah, yang rawan terhadap korupsi atau penyalahgunaan wewenang.
Monopoli kekuasaan Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan tentang monopoli
kekuasaan di simpulkan bahwa kepala daerah memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam
pengelolaan anggaran APBD, perekrutan pejabat daerah, pemberian ijin sumber daya alam,
pengadaan barang dan jasa dan pembuatan peraturan kepala daerah, dan adanya dinasti
kekuasaan, hal ini menyebabkan kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi melalui suap
dan gratifikasi. Perlu dirancang suatu peraturan pemerintah tentang pengendalian gratifikasi.
Pengendalian gratifikasi akan lebih sistematis nantinya, termasuk pada korporasi. Karena
bukan hanya mencegah para pejabat untuk menerima, tetapi juga memastikan mencegah
korporasi untuk tidak memberi.
Lemahnya Akuntabilitas yaitu adanya kolusi antara kepala daerah dengan DPRD terkait
dengan kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah misalnya masalah pembuatan perda dan
perijinan. termasuk dalam lemahnya akuntabilitas adalah kurang nya transparansi dalam
pengelolaan anggaran, pengelolaan asset dan dalam pengadaan barang dan jasa, sehingga
menyebabkan kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi.
3. Riswandha Imawan menyatakan bahwa keberhasilan penyelenggaraan Otonomi Daerah salah
satunya ditentukan oleh semakin rendahnya tingkat ketergantungan (degree of dependenscy)
Pemerintah daerah kepada pemerintahan pusat, tidak saja dalam perencanaan tetapi juga dalam
penyediaan dana, karena sesuatu rencana pembangunan hanya akan efektif kalau dibuat dan
dilakukan sendiri oleh pemerintah daerah. Persoalannya, namun demikian tidak setiap daerah
mampu mencapai keberhasilan ini. Penyebabnya ada bermacam-macam. Bisa jadi karena kualitas
sumber daya manusia yang rendah, minimnya potensi sumber daya alam, atau justru dua-duanya.
Dalam kasus ketika daerah justru mengalami ketergantungan kepada pemerintah pusat, maka dapat
dikatakan bahwa kebijakan otonomi daerah yang dilakukan telah gagal. Menurut pendapat saya,
solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan otonomi daerah dalam bentuk
ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dengan cara mengoptimalkan sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah
ada. Untuk sumber-sumber pajak daerah tersebut berasal dari: Pajak hotel, Pajak restoran,
Pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan,
pajak parker, pajak biaya perolehan hak atas dan bangunan (BPHTB), dan pajak bumi dan
bangunan kabupaten. Penyempurnaan yang dimaksudkan adalah pada penyempurnaan
administrasi pendapatan daerah yaitu pada perbaikan sistem pengaturan pemungutan pajak
daerah dan retribusi daerah. Hal ini ditujukan agar para wajib pajak daerah dan wajib retribusi
daerah dapat secara optimal memenuhi kewajibannya dengan membayar pajak daerah dan
retribusi daerah sebagaimana mestinya.
b. Peningkatan pendapatan pemerintah daerah dilakukan dengan lebih menekankan pada
perluasan sumber-sumber pendapatan baru yakni pengembangan potensi daerah terus
dilakukan untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru.
4. Good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu faktor yang
mendukung tercapainya tujuan otonomi daerah. Meskipun kondisi ideal good governance tersebut
belum ditunjukkan sepenuhnya oleh pemerintahan daerah di seluruh dunia, namun demikian
beberapa pimpinan di daerah sudah mampu melaksanakan prinsip-prinsip good governance
tersebut sehingga mendapatkan predikat kepala daerah terbaik nasional. Salah satu contohnya
adalah prestasi Wali Kota Batam, Rudi, yang meraih penghargaan Wali Kota Terbaik 2019.
Sebagaimana dikutip dari pemberitaan di laman Tribun Batam, beberapa perbaikan yang dilakukan
Rudi selama memimpin Batam, dan dimungkinkan masuk dalam penilaian, antara lain adalah
melakukan terobosan dalam hal inovasi Mal Pelayanan Publik, melalui Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP), dan perbaikan di layanan KTP, yang dahulunya dilayani di Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil, kini bisa dilayani di tingkat kecamatan. Berdasarkan informasi tentang raihan
prestasi Wali Kota terbaik 2019 tersebut, pendapat saya, prinsip-prinsip good governance yang
ditunjukkan oleh Rudi sehingga bisa memperoleh predikat sebagai Wali Kota Terbaik 2019 adalah
bahwa tata kelola pemerintahan yang baik adalah hubungan yang sinergis dan konstruktif di
antara negara, sektor swasta dan masyarakat. Menjalankan prinsip-prisip di dalam tata kelola
pemerintahan yang baik, yang pada intinya menganut beberapa kriteria yaitu partisipasi, taat
hukum, transparansi, responsif, berorientasi kesepakatan dan konsensus, kesetaraan, efektif dan
efisien, akuntabilitas dan visi stategis. Selain itu upaya-upaya yang diperlukan untuk mewujudkan
pemerintah yang bersih. Salah satunya adalah menghindari hal-hal negatif yaitu memerangi
kejahatan korupsi yang ternyata masih saja terjadi di banyak lini di dalam pemerintahan.