Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : Yuli Maelita

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 857938846

Kode/Nama Mata Kuliah : MKDU4111/PendidikanKewarganegaraan

Kode/Nama UPBJJ : 45/YOGYAKARTA

Masa Ujian : 2020/21.1(2020.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
JAWABAN

1. Otonomi Daerah adalah kebijakan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang memiliki


beberapa tujuan salah satunya adalah untuk meningkatkan pelayanan pemerintah daerah kepada
masyarakat. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, birokrasi yang panjang dan berbelit
harapannya bisa dikurangi sehingga masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang lebih cepat
dalam berbagai bidang. Persoalannya, namun demikian belum semua daerah mampu mencapai
tujuan otonomi daerah tersebut, bahkan di daerah yang maju sekali pun. Tidak jarang justru
dijumpai pelayanan yang berbelit-belit dan birokrasi yang rumit, yang pada akhirnya justru
merugikan masyarakat. Salah satu contohnya adalah pelayanan dalam hal data kependudukan,
perizinan, dan lain sebagainya.
 Analisis dari kasus ini yaitu masih adanya faktor yang membuat mengapa birokrasi di
indonesia belum cukup baik dan cenderung lambat, serta berbelit-belit di dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat diantaranya karena bentuk regulasi yang masih cukup kaku
yang lebih mengutamakan formalitas daripada esensi yang ada, (seperti jika ada seorang lansia
yang ingin mengurus sebuah dokumen kependudukan, dan disaat yang bersamaan antrian
yang ada cukup panjang, maka dia juga harus tetap mengikuti antrian, padahal dia bisa
didahulukan diberikan pelayanan agar kemungkinan hal-hal yang tidak di inginkan tidak
terjadi, contoh lainnya seperti saat seseorang ingin mengurus sebuah dokumen disebuah dinas,
dan ternyata tidak ada masyarakat yang mengantri saat itu, tetapi dirinya tidak langsung
dilayani dan harus mengikuti prosedur yang ada seperti harus duduk dahulu di ruang tunggu
dan menunggu petugas memanggilnya). Selain itu juga karena struktur organisasi yang
berjenjang yang membuat alur pembuatan sebuah dokumen itu membutuhkan waktu yang
cukup lama karena harus melalui beberapa tahapan yang ada sampai dokumen tersebut selesai
dibuat. Selain itu juga mentalitas para birokrat yang buruk, hal ini membuat etos kerja birokrat
tersebut sangat rendah, sering mengeluh di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
jika masyarakat banyak bertanya tentang bagaimana caranya agar dirinya bisa mendapatkan
dokumen yang ingin diurus pada saat itu. Maka daripada itu dibutuhkan kerjasama yang baik
antara masyarakat dan birokrat publik agar proses administrasi dapat berjalan dengan cepat.
Diantaranya yang dapat dilakukan adalah seperti dengan masyarakat yang memahami apa saja
syarat-syarat yang dibutuhkan di dalam membuat sebuah dokumen, dan juga memahami
aturan yang berlaku dengan baik. Dan untuk birokrat publik tidak membeda-bedakan
pelayanan kepada masyarakat berdasarkan status sosial dan ekonominya, tidak lagi melakukan
pungutan liar dengan label uang administrasi atau uang lelah, serta meningkatkan kinerja agar
dokumen yang dibuat dapat cepat selesai. Selanjutnya peran pemerintah disini adalah terus
berinovasi agar dapat memberikan pelayanan yang cepat dan mudah kepada masyarakat,
sehingga masyarakat indonesia menyadari pentingnya sadar administrasi agar menciptakaan
tata kelola administrasi yang baik, yang akhirnya dapat berpengaruh di dalam tingkat
keberhasilan sebuah kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah.
 Faktor yang menjadi penyebab mengapa tujuan penyelenggaraan otonomi daerah ini belum
tercapai yaitu dalam implementasi otonomi daerah masih banyak masalah-masalah yang
dihadapi dalam bidang sumber daya aparatur. Beberapa permasalan yang dialami adalah
 Rendahnya Skill (keahlian) Sumber Daya Aparatur
Di era keterbukaan, globalisasi. seorang aparatur pemerintah dan abdi Negara dituntut
memiliki skill untuk peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat secara efektif
an efisien. Terlebih lagi di zaman yang serba modern saat ini dimana masyarakat sudah
lebih maju sehingga masyarakat membutuhkan informasi yang cepat dan tepat tanpa
harus mengunggu proses yang lama. Hal ini menuntut seoarang aparatur pemerintah
harus lebih pintar dari masyarakatnya agar dapat melayani masyarakat dengan baik.
 Rendahnya Mentalitas Sumber Daya Aparatur
Pelajaran moral perlu menjadi prioritas dalam setiap jenjang pendidikan. Pelajaran itu
dimaksudkan untuk membentuk manusia Indonesia yang mempunyai optimisme,
kejujuran dan tanggung jawab pribadi untuk daerahnya dalam pembangunan bangsa
kedepannya. Lebih daripada itu, pendidikan moral akan membentuk sumber daya
aparatur pemerintahan yang mempunyai keyakinan untuk berkompetisi yang antara
lain dilandasi dengan kejujuran dan penghargaan terhadap orang lain.
 Seringnya terjadi perubahan Aturan Kepegawaian dan Organisasi Pemerintahan
Daerah
Masih banyak peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan, sehingga seringkali menyebabkan
tidak konsistennya peraturan dengan tujuan yang ditetapkan akibatnya menjadikan
pelayanan publik tidak sesuai dengan tujuan dan harapan di daerah tersebut.
 Situasi Birokrasi Pemerintahan Kaya Struktur Miskin Fungsi
Banyaknya struktur yang ada bukannya memberikan produk pelayanan yang baik
kepada masyarakat, akan tetapi sebaliknya, menyebabkan kualitas penyelenggaraan
administrasi negara semakin tidak teratur yang pada akhirnya hanya akan
menyebabkan pemborosan anggaran ditengah kondisi pendapatan asli daerah (PAD)
yang begitu minim jika dibandingkan dengan dana perimbangan dari pusat. Masih
banyak pemerintah daerah kurang memberikan perhatian terhadap penataan fungsi-
fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat lebih memadai, efektif dengan struktur
lebih ramping, luwes dan responsif.

2. Makna dasar dari otonomi daerah adalah adanya suatu kewenangan bagi Pemerintah Daerah untuk
menentukan kebijakan-kebijakan sendiri yang ditujukan bagi pelaksanaan roda pemerintahan
daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Dengan diberlakukannya otonomi daerah,
pemimpin di daerah memiliki kewenangan yang lebih besar di dalam mengelola sumber daya
daerah serta menentukan kebijakan-kebijakan di daerah. Kewenangan pemerintah daerah yang
semakin bertambah ini, namun demikian menimbulkan persoalan tersendiri, yaitu penyimpangan-
penyimpangan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, misalnya dalam bentuk perilaku
korupsi. Sejak kebijakan otonomi daerah ini diberlakukan, perilaku korupsi tidak hanya terjadi di
kalangan pemerintah pusat, tetapi juga di kalangan pemerintah daerah. Maraknya perilaku korupsi
yang dilakukan para pejabat daerah ini tentu menjadi hambatan di dalam pencapaian tujuan
otonomi daerah. Apabila tidak segera diatasi, maka tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah daerah juga semakin lama akan semakin berkurang. Berdasarkan ilustrasi tersebut,
menurut saya faktor yang menjadi penyebab maraknya perilaku korupsi yang dilakukan oleh para
pejabat daerah di era otonomi daerah ini adalah :
 Perilaku buruk partai politik yang belum berubah mengakibatkan biaya politik menjadi sangat
mahal. Perilaku buruk itu salah satunya persyaratan mahar bagi siapa pun yang ingin maju
mencalonkan diri. Dengan biaya politik atau mahar ini, calon yang memenangkan pemilu
akan dipaksa mengembalikan modal politiknya, misalnya dengan berperilaku korup. Ini yang
menyebabkan korupsi tidak kunjung tuntas.
 Perilaku kepala daerah yang koruptif, bergaya hidup mewah.
 Masih banyaknya masyarakat yang apatis, misalnya meminta uang kepada calon kepala
daerah agar dipilih.
 Hukuman yang diberikan terhadap koruptor terlalu ringan menyebabkan tidak adanya efek
jera bagi pelaku koruptor.
 Program otonomi daerah yang digulirkan oleh pemerintah hanya terfokus pada pelimpahan
wewenang dalam pembuatan kebijakan, keuangan dan administrasi dari pemerintah pusat ke
daerah, tanpa disertai pembagian kekuasaan kepada masyarakat. Dengan kata lain, program
otonomi daerah tidak diikuti dengan program demokratisasi yang membuka peluang
keterlibatan masyarakat dalam pemerintahan di daerah. Karenanya, program desentralisasi ini
hanya memberi peluang kepada elite lokal untuk mengakses sumber-sumber ekonomi dan
politik daerah, yang rawan terhadap korupsi atau penyalahgunaan wewenang.
 Monopoli kekuasaan Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan tentang monopoli
kekuasaan di simpulkan bahwa kepala daerah memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam
pengelolaan anggaran APBD, perekrutan pejabat daerah, pemberian ijin sumber daya alam,
pengadaan barang dan jasa dan pembuatan peraturan kepala daerah, dan adanya dinasti
kekuasaan, hal ini menyebabkan kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi melalui suap
dan gratifikasi. Perlu dirancang suatu peraturan pemerintah tentang pengendalian gratifikasi.
Pengendalian gratifikasi akan lebih sistematis nantinya, termasuk pada korporasi. Karena
bukan hanya mencegah para pejabat untuk menerima, tetapi juga memastikan mencegah
korporasi untuk tidak memberi.
 Lemahnya Akuntabilitas yaitu adanya kolusi antara kepala daerah dengan DPRD terkait
dengan kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah misalnya masalah pembuatan perda dan
perijinan. termasuk dalam lemahnya akuntabilitas adalah kurang nya transparansi dalam
pengelolaan anggaran, pengelolaan asset dan dalam pengadaan barang dan jasa, sehingga
menyebabkan kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi.
3. Riswandha Imawan menyatakan bahwa keberhasilan penyelenggaraan Otonomi Daerah salah
satunya ditentukan oleh semakin rendahnya tingkat ketergantungan (degree of dependenscy)
Pemerintah daerah kepada pemerintahan pusat, tidak saja dalam perencanaan tetapi juga dalam
penyediaan dana, karena sesuatu rencana pembangunan hanya akan efektif kalau dibuat dan
dilakukan sendiri oleh pemerintah daerah. Persoalannya, namun demikian tidak setiap daerah
mampu mencapai keberhasilan ini. Penyebabnya ada bermacam-macam. Bisa jadi karena kualitas
sumber daya manusia yang rendah, minimnya potensi sumber daya alam, atau justru dua-duanya.
Dalam kasus ketika daerah justru mengalami ketergantungan kepada pemerintah pusat, maka dapat
dikatakan bahwa kebijakan otonomi daerah yang dilakukan telah gagal. Menurut pendapat saya,
solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan otonomi daerah dalam bentuk
ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dengan cara mengoptimalkan sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah
ada. Untuk sumber-sumber pajak daerah tersebut berasal dari: Pajak hotel, Pajak restoran,
Pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan,
pajak parker, pajak biaya perolehan hak atas dan bangunan (BPHTB), dan pajak bumi dan
bangunan kabupaten. Penyempurnaan yang dimaksudkan adalah pada penyempurnaan
administrasi pendapatan daerah yaitu pada perbaikan sistem pengaturan pemungutan pajak
daerah dan retribusi daerah. Hal ini ditujukan agar para wajib pajak daerah dan wajib retribusi
daerah dapat secara optimal memenuhi kewajibannya dengan membayar pajak daerah dan
retribusi daerah sebagaimana mestinya.
b. Peningkatan pendapatan pemerintah daerah dilakukan dengan lebih menekankan pada
perluasan sumber-sumber pendapatan baru yakni pengembangan potensi daerah terus
dilakukan untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru.
4. Good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu faktor yang
mendukung tercapainya tujuan otonomi daerah. Meskipun kondisi ideal good governance tersebut
belum ditunjukkan sepenuhnya oleh pemerintahan daerah di seluruh dunia, namun demikian
beberapa pimpinan di daerah sudah mampu melaksanakan prinsip-prinsip good governance
tersebut sehingga mendapatkan predikat kepala daerah terbaik nasional. Salah satu contohnya
adalah prestasi Wali Kota Batam, Rudi, yang meraih penghargaan Wali Kota Terbaik 2019.
Sebagaimana dikutip dari pemberitaan di laman Tribun Batam, beberapa perbaikan yang dilakukan
Rudi selama memimpin Batam, dan dimungkinkan masuk dalam penilaian, antara lain adalah
melakukan terobosan dalam hal inovasi Mal Pelayanan Publik, melalui Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP), dan perbaikan di layanan KTP, yang dahulunya dilayani di Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil, kini bisa dilayani di tingkat kecamatan. Berdasarkan informasi tentang raihan
prestasi Wali Kota terbaik 2019 tersebut, pendapat saya, prinsip-prinsip good governance yang
ditunjukkan oleh Rudi sehingga bisa memperoleh predikat sebagai Wali Kota Terbaik 2019 adalah
bahwa tata kelola pemerintahan yang baik adalah hubungan yang sinergis dan konstruktif di
antara negara, sektor swasta dan masyarakat. Menjalankan prinsip-prisip di dalam tata kelola
pemerintahan yang baik, yang pada intinya menganut beberapa kriteria yaitu partisipasi, taat
hukum, transparansi, responsif, berorientasi kesepakatan dan konsensus, kesetaraan, efektif dan
efisien, akuntabilitas dan visi stategis. Selain itu upaya-upaya yang diperlukan untuk mewujudkan
pemerintah yang bersih. Salah satunya adalah menghindari hal-hal negatif yaitu memerangi
kejahatan korupsi yang ternyata masih saja terjadi di banyak lini di dalam pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai