Anda di halaman 1dari 6

Perusahaan teknologi pembuat aplikasi berdasarkan

permasalahan lingkungan

Tahun ajaran 2022/2023

SMA NEGERI 1 REJANG LEBONG


Isu lingkungan belakangan ini sangat diperbincangkan oleh berbagai kalangan. Pasalnya,
perubahan iklim telah nyata-nyata memberikan dampak buruk kepada kehidupan mulai dari
gagal panen akibat cuaca buruk berkepanjangan sampai dengan flora-fauna yang kehilangan
habitatnya.

Melihat permasalahan yang ada, sejumlah inovator lokal mencoba menghadirkan cara baru
yang dapat membantu masyarakat berpartisipasi untuk mengurangi potensi isu akibat
perubahan iklim. Salah satunya, para startup ini hadir membantu masyarakat untuk bisa
mengetahui kondisi kesehatan udara di daerah sekitar dan memberikan alternatif energi yang
ramah lingkungan.

A. Inovasi startup lokal

Berikut ini beberapa inovasi startup lokal terkait perubahan iklim:

1. BLUE

BLUE (Bina Usaha Lintas Ekonomi) adalah salah satu startup di bidang energi terbarukan
yang didirikan pada 2018 Oleh Abu Bakar Abdul Karim Almukmin. BLUE ini menyediakan
solusi satu atap untuk barang dan jasa energi terbarukan melalui pasar Warung Energi.
Selain itu, BLUE juga mengembangkan solusi energi surya B2B untuk sistem energi surya
komersial, industri, dan terpusat untuk wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia.
Debut pendanaan BLUE sendiri berasal dari New Energy Nexus yang telah mendanai 16
Startup climate change maupun renewable energy.

2. BuMoon.io

Salah satu startup social yang bergerak pada bidang IoT (Internet of Things), Blockchain,
dan Artificial Intelegences yaitu BuMoon.io memiliki project juga untuk mengatasi climate
change melalui token crypto. BuMoon.io sendiri didirikan pada tahun 2021 oleh Dian
Agustian Hadi dan Adya Kemara. Selain climate change, BuMoon.io juga mengatasi limbah
sampah plastik yang ada. Hal ini bisa dijadikan salah satu hal yang baik untuk diikuti.

Konsep dari BuMoon.io ini sangat unik yaitu mereka memberlakukan "Eco Living Token",
pengguna dapat menyetor sampah ke BuMonn.io setelah itu kita akan mendapatkan
benefit (uang, token, dan semacamnya). Model bisnis yang satu ini dilakukan secara
periodik. Tidak hanya Eco Living Token saja, BuMoon.io memliki proyek untuk pemasangan
panel surya yang diambil dari data carbon trading, sehingga menjadi salah satu transaksi
program yang cukup menarik.

3. Carboon Addons

Startup ini didirikan pada Agustus 2020. Carboon Addons menghadirkan solusi untuk
menggerkakan dampak limbah serta startup untuk mengimbangi emisi karbon dari setiap
pembelian seperti produk online dan tiket transportasi melalui add-on sebelum memeriksa
produk. Carbon Addons ini memungkinkan pengguna untuk mengimbangi jejak karbon dari
pembelian produk/layanan mereka dengan menambahkan dana karbon tambahan
sebelum checkout melalui plugin aplikasi perangkat lunak yang dapat diintegrasikan
dengan platform seperti e-commerce. Carboon Addons sendiri didirikan oleh Mohamad
Naufal. Dengan adanya Carboon Addons sendiri, Mohama Naufal yakin bisa meminimalisir
kerusakan lingkungan yang ada sehingga kita bisa menikmati keindahan alam terutama di
Indonesia.

4. Duitin

Salah satu startup dengan waste management system yang aman adalah Duitin. Duitin
adalah gerakan memilah, mengumpulkan, dan mengelola sampah agar bisa mendapatkan
'kehidupan kedua' melalui proses daur ulang. Jadi Duitin, startup pengumpulan sampah,
khususnya sampah anorganik. Apalagi, kampanye pengumpulan sampah anorganik –
termasuk pemilahan sampah – terus berlanjut hingga saat ini. Startup waste management
yang satu ini didirikan oleh empat founder yaitu Agy (CEO), Adjiyo Prakoso (COO), Astriani
L(CFO), dan Danni Fajariadi (CMO) yang pastinya akan membantu masyarakat Indonesia
dalam mengelola limbah sampah dengan baik menggunakan Aplikasi Mobile yang
terintegarasi yakni Duitin.

5. Gringgo
Salah satu startup waste management yang ada di Bali ini dapat menjadi salah satu
perusahaan yang dapat berdampak pada lingkungan. Gringgo didirikan oleh Oliver Pouillon
(CEO) dan Febriadi Pratama (CTO) pada tahun 2014. Cara kerja dari Gringgo sendiri adalah
memfasilitasi pengelolaan sampah dengan menggunakan website based application yang
terintegrasi antara satu sama lain. Hal ini agar para user dapat mengangkut sampahnya
melalui aplikasi Gringgo. Namun, pengangkutan sampah ini ada tujuannya yaitu Gringgo
ingin membangun sebuah layanan network untuk waste collection.

Pastinya hal tersebut dapat menjadi hal yang baik untuk bank sampah dan kolektor
sampah sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik. Pada tahun 2019, Gringgo sendiri
mendapatkan pendanaan sekitar $500.000 dari Google untuk mengekspansi bisnisnya ke
beberapa wilayah kota seperti Jakarta dan Bali tentunya.

6. Nafas

Didirikan oleh Ex-CMO Gojek Piotr Jakubowski dan Zulu Nathan Roestandy pada tahun
2018. Startup climate change yang satu ini memiliki perbedaan dibandingkan dengan
startup climate change yang lain. Nafas bisa menghadirkan kondisi dan situasi iklim serta
kadar emisi karbon yang tepat secara real time dan akurasinyas sangat jitu. Nafas sudah
memasang 46 sensor yang tersebar di Jabodetabek. Sensor mereka dapat memperbarui
data kualitas udara setiap 20 menit. Adapun data yang disajikan dalam aplikasi nafas
berupa kadar Air Quality Index (AQI) dan Particulate Matter (PM) 2,5. Mereka juga kini
menjual produk pembersih udara Aria.

7. Hijauku.com

Hijauku.com adalah green portal yang menyediakan informasi terkini tentang gaya
hidup hijau dan sehat. Startup climate change yang satu ini berisi ide-ide konten untuk
penghijauan yang dibagikan menggunakan lisensi Creative Commons untuk mengedukasi
orang-orang dan lebih jauh lagi menghijaukan bisnis dan kehidupan sehari-hari mereka.

Selain itu Hijauku.id ini adalah salah satu startup yang bisa digunakan untuk mengetahui
emisi karbon di daerah sekitarnya. Hijauku sendiri berdiri pada Maret 2011 didirikan oleh
Hizbullah Arief. Selain emisi karbon, Hijauku.com juga memprediksi perubahan cuaca dan
Iklim di Indonesia. Hal ini untuk mengetahui gambaran dasar yang baik untuk kamu
gunakan dalam kehidupan sehari-hari dan beraktivitas.
8. Jangjo

Jangjo adalah startup baru di Indonesia. Startup yang satu ini ingin menciptakan
ekosistem sinergi yang dapat mengintegrasikan setiap pemangku kepentingan
(stakeholder) yang terlibat dalam pengelolaan sampah. Mulai dari rumah tangga,
pemulung, perusahaan operator hingga industri.

Stakeholder yang dimaksud antara lain penghasil sampah (masyarakat), pengangkut


sampah (operator), tempat penampungan sementara (hub), dan pengelolaan sampah
(industri). Untuk mengatasi permasalahan di atas, kata dia, Jangjo mengembangkan solusi
utama yaitu edukasi pemilahan dan pengangkutan sampah terpilah untuk wilayah Jakarta.
Warga yang terdidik memilah sampah bisa menggunakan jasa angkut sampah untuk didaur
ulang oleh industri

Edukasi pemilahan sampah dilakukan door to door untuk kawasan pemukiman.


Kemudian, Jangjo Rangers akan merekam data sampah yang telah dipilah melalui aplikasi.
Platform waste management ini didirikan oleh 4 Co-Founder Joe Hansen (Co-founder dan
Commisioner), Nyoman Kwanhok (Co-founder dan CEO), Eki Setijadi (COO), dan Hendra
Yubianto (CMO) pada tahun 2019. Startup waste management yang satu ini mendapatkan
seed funding dari Darmawan Capital dengan nominal yang dirahasiakan. Dengan Investasi
yang satu ini Jangjo akan mengekspansi bisnisnya dan memodernisasi aplikasinya.

9. Jejak.in

Jejak.in merupakan salah satu startup climate change yang menggunakan teknologi IoT
(Internet of Things) dan AI (Artificial Intelegences). Startup ini awalnya adalah berbentuk
FMCG yang didirikan oleh Arfan Alandra pada tahun 2018. Jejak.in memiliki misi untuk
menginisiasi aksi iklim melalui solusi berbasis AI dan IoT. Salah satu produk andalan mereka
adalah Tree and Carbon Storage Monitoring Platform, sebuah platform yang
memanfaatkan teknologi seluler, drone, sensor IoT, LiDAR, dan satelit untuk
mengumpulkan dan menganalisis data ekologi lingkungan.

Jejak.in ini sangat bagus untuk dimanfaatkan dengan baik karena dengan adanya aplikasi
ini masyarakat mampu mengetahui perkembangan climate change serta emisi karbon
dengan real time. Selain itu, ada fitur lain yang berfungsi untuk mengukur dampak
penyerapan karbon, infiltrasi udara, kondisi tanah dan udara, serta keanekaragaman
hayati.

10. OCTOPUS

Octopus adalah platform agregator yang bisa dimanfaatkan oleh industri terkait untuk
mendapatkan sampah daur ulang dari pemulung dan pengepul. Layanan ini telah memulai
operasionalnya di kota lapis 2 dan 3. Octopus didirikan pada tahun 2020 oleh Dimas Ario
Rubianto, Hamish Daud Wyllie, Niko Adi Nugroho, Moehammad Ichsan. Octopus juga
sudah melayani ampir 200 ribu pengguna yang tersebar di lima kota besar di Indonesia,
yaitu Jakarta, Tangerang Selatan, Bandung, Bali, dan Makassar. OCTOPUS juga telah
bekerja sama dengan lebih dari 1.700 bank sampah dan 14.600 pemulung terlatih dan
terverifikasi (mereka menyebutnya dengan "pelestari"). Saat ini Octopus telah mendalami
fokus bisnisnya untuk mengembangkan hal tersebut. Salah satunya melakukan
membukukan pendanaan awal dari Openspace Ventures.

Anda mungkin juga menyukai