FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PERANCANGAN BANGUNAN AIR
2019
DOSEN PENGAJAR: DR. Eng. Ir. JEFFRY S. F. SUMARAUW, MT
TITIK A
ANALISIS DAS
Diketahui :
Peta yang digunakan adalah Peta Rupabumi Indonesia Wilayah Lemito (Lembar 2216-
41).
Skala 1 : 50.000.
Luas 1 kotak millimeter block = 1 cm2.
Ditanya :
Luas DAS dan luas pengaruh setiap Statiun Hujan dengan Metode Poligon Thiessen.
Penyelesaian :
ANALISA SKALA :
Apabila skala yang diberikan adalah 1 : 50.000, artinya 1 cm di peta dan millimeter
block = 50.000 cm jarak sebenarnya atau 0.5 km.
Apabila luas 1 kotak millimeter block adalah 1 cm2, maka luas sebenarnya adalah :
Luas = 0.5 km x 0.5 km
= 0.25 km2
Ada empat stasiun pengukur hujan yang berada di sekitar DAS Sungai Sanonoi, yaitu; stasiun
Tilombulude, Stasiun Poloma, Stasiun Batutiga dan stasiun Toweja. Untuk menganalisis hujan DAS
Sanonoi akan digunakan data hujan dari empat stasiun tersebut. Data hujan yang tersedia di dua
stasiun tersebut berupa data curah hujan harian maksimum, dengan panjang pencatatan data selama 15
tahun. Data ditunjukkan pada table berikut.
Jika terdapat data < Xl, maka data2 tersebut disesuaikan menjadi = Xl.
Data yang sudah disesuaikan, sudah siap untuk digunakan dalam analisis selanjutnya
Jika terdapat data < Xl, maka data2 tersebut disesuaikan menjadi = Xl.
Setelah data disesuaikan, hitung kembali nilai , Slog.
Uji Outlier Tinggi,
Batas Tertinggi :
Uji outlier tinggi dan rendah, hitung batas tertinggi dan terendah.
Jika terdapat data yang lebih tinggi dari batas tertinggi, dan atau lebih rendah
dari batas terendah, maka data tersebut disesuaikan.
Data yang lebih tinggi diganti dgn Xh, data yang lebih rendah diganti dengan
Xl.
Data Hujan
No Tahun Harian
Maksimum (mm)
1 2004 55
2 2005 100
3 2006 122
4 2007 127
5 2008 132
6 2009 109
7 2010 83
8 2011 132
9 2012 96
10 2013 221
11 2014 112
12 2015 25
13 2016 188
14 2017 106
15 2018 231
kn 2.247
S log 0.238
CS log -0.086
Karena Cs log < -0.4 maka dilakukan uji outlier rendah terlebih dahulu.
log Xl 1.503
Xl 31.833
S log 0.219
log Xh 2.536
Xh 343.467
Karena tidak ada data (Xi) yang melebihi batas tertinggi maka data tidak dirubah, selanjutnya
Data Curah Hujan Maksimum pada Stasiun Tilombulude sudah siap untuk analisis
berikutnya.
Kesimpulan
Data hujan Stasiun Tilombulude yang sudah diuji outlier, ditunjukkan pada table Data Hujan
stasiun Tilombulude hasil uji outlier.
13 2016 144
14 2017 127
15 2018 200
S log 0.146
CS log -0.050
Karena Cs log < -0.4 maka dilakukan uji outlier rendah terlebih dahulu.
log Xl 1.774
Xl 59.429
1 57 1 59.429
2 103 2 103
3 116 3 116
4 124 4 124
5 191 5 191
6 78 6 78
7 122 7 122
8 113 8 113
9 135 9 135
10 139 10 139
11 138 11 138
12 204 12 204
13 144 13 144
14 127 14 127
15 200 15 200
S log 0.143
log Xh 2.424
Xh 265.324
Karena tidak ada data (Xi) yang melebihi batas tertinggi maka data tidak dirubah, selanjutnya
Data Curah Hujan Maksimum pada Stasiun Tilombulude sudah siap untuk analisis
berikutnya.
Kesimpulan
Data hujan Stasiun Poloma yang sudah diuji outlier, ditunjukkan pada table Data Hujan
stasiun Poloma hasil uji outlier.
4 2007 180
5 2008 270
6 2009 157
7 2010 193
8 2011 203
9 2012 217
10 2013 144
11 2014 130
12 2015 175
13 2016 198
14 2017 101
15 2018 187
kn 2.247
S log 0.185
CS log -0.086
Karena Cs log < -0.4 maka dilakukan uji outlier rendah terlebih dahulu.
log Xl 1.759
Xl 57.427
S log 0.172
log Xh 2.567
Xh 368.662
Karena tidak ada data (Xi) yang melebihi batas tertinggi maka data tidak dirubah, selanjutnya
Data Curah Hujan Maksimum pada Stasiun Tilombulude sudah siap untuk analisis
berikutnya.
Kesimpulan
Data hujan Stasiun Batutiga yang sudah diuji outlier, ditunjukkan pada table Data Hujan
stasiun Batutiga hasil uji outlier.
11 2014 130
12 2015 175
13 2016 198
14 2017 101
15 2018 187
Data Hujan
Harian
No Tahun
Maksimum
(mm)
1 2004 52
2 2005 186
3 2006 204
4 2007 137
5 2008 140
6 2009 182
7 2010 84
8 2011 102
9 2012 204
10 2013 181
11 2014 77
12 2015 188
13 2016 186
14 2017 142
15 2018 191
kn 2.247
S log 0.182
CS log -0.083
Karena Cs log < -0.4 maka dilakukan uji outlier rendah terlebih dahulu.
log Xl 1.737
Xl 54.638
15 191 15 191
S log 0.179
log Xh 2.549
Xh 354.369
Karena tidak ada data (Xi) yang melebihi batas tertinggi maka data tidak dirubah, selanjutnya
Data Curah Hujan Maksimum pada Stasiun Tilombulude sudah siap untuk analisis
berikutnya.
Kesimpulan
Data hujan Stasiun Toweja yang sudah diuji outlier, ditunjukkan pada table Data Hujan
stasiun Toweja hasil uji outlier.
Data hasil uji kualitas berupa uji Outlier ditampilkan pada tabel berikut. Data tersebut sudah
layak untuk digunakan untuk analisis selanjutnya.
KONTROL LUAS :
∑ Luas Pengaruh Stasiun = Luas DAS
0 + 15 + 53.25 + 15.25 = 83.5
83.5 km2 = 83.5 km2 (OK!)
Luas pengaruh setiap daerah pengaruh stasiun hujan dapat dilihat pada tabel berikut.
Metode perhitungan yang sama dapat digunakan untuk menghitung Hujan Rerata
DAS pada tahun-tahun berikutnya, perhitungan Hujan Rerata DAS dari Tahun 2004
hingga 2018 disajikan dalam tabel berikut:
Hujan Rerata
No Tahun
DAS (mm)
1 2004 57.277
2 2005 122.623
3 2006 119.955
4 2007 162.087
5 2008 232.066
6 2009 147.374
7 2010 160.338
8 2011 168.386
9 2012 199.895
10 2013 149.859
11 2014 121.757
12 2015 182.584
13 2016 186.108
14 2017 113.159
15 2018 190.066
Analisis hujan rencana adalah analisis untuk mendapatkan besaran curah hujan
yang direncanakan akan terjadi di daerah penelitian. Untuk analisis ini digunakan
Analisis Frekwensi hujan. Dalam analisis hidrologi ada 4 jenis distribusi frekwensi
yang sering digunakan yaitu:
K TR =
[ {
−ln −ln
Tr−1
Tr}] −Yn
Sn
Keterangan:
X̄ = Curah hujan rata-rata (mm)
XTR = Curah hujan rencana untuk kala ulang tertentu (mm)
S = Standar deviasi
Tr = Tahun rencana
KTR = Faktor frekuensi Gumbell
Yn = Reduced mean, yang tergantung jumlah data (lihat di tabel)
Sn = Reduced standard deviation, yang tergantung jumlah data (lihat di tabel)
Dengan nilai Yn dan Sn :
8 0.4843 0.9043 39 0.543 1.1388 70 0.5548 1.1854
0
9 0.4902 0.9288 40 0.543 1.1413 71 0.5550 1.1863
6
10 0.4952 0.9497 41 0.544 1.1436 72 0.5552 1.1873
2
11 0.4996 0.9676 42 0.544 1.1458 73 0.5555 1.1881
8
12 0.5053 0.9833 43 0.545 1.1480 74 0.5557 1.1890
3
13 0.5070 0.9972 44 0.545 1.1490 75 0.5559 1.8980
8
14 0.5100 1.0098 45 0.546 1.1518 76 0.5561 1.1906
3
15 0.5128 1.0206 46 0.546 1.1538 77 0.5563 1.1915
8
16 0.5157 1.0316 47 0.547 1.1557 78 0.5565 1.1923
3
17 0.5181 1.0411 48 0.547 1.1574 79 0.5567 1.1930
7
18 0.5202 1.0493 49 0.548 1.1590 80 0.5569 1.1938
1
19 0.5220 1.0566 50 0.548 1.1607 81 0.5570 1.1945
5
20 0.5235 1.0629 51 0.548 1.1623 82 0.5572 1.1953
9
21 0.5252 1.0696 52 0.549 1.1638 83 0.5574 1.1959
3
22 0.5268 1.0754 53 0.549 1.1653 84 0.5576 1.1967
7
23 0.5283 1.0811 54 0.550 1.1667 85 0.5578 1.1973
1
24 0.5296 1.0864 55 0.550 1.1681 86 0.5580 1.1980
4
25 0.5309 1.0914 56 0.550 1.1696 87 0.5581 1.1987
8
26 0.5320 1.0961 57 0.551 1.1708 88 0.5583 1.1994
1
27 0.5332 1.1004 58 0.551 1.1721 89 0.5585 1.2001
5
28 0.5343 1.1047 59 0.551 1.1734 90 0.5586 1.2007
8
29 0.5353 1.1086 60 0.552 1.1747 91 0.5587 1.2013
1
30 0.5362 1.1124 61 0.552 1.1759 92 0.5589 1.2020
4
31 0.5371 1.1159 62 0.552 1.1770 93 0.5591 1.2026
7
32 0.5380 1.1193 63 0.553 1.1782 94 0.5592 1.2032
0
33 0.5388 1.1226 64 0.553 1.1793 95 0.5593 1.2038
3
34 0.5396 1.1255 65 0.553 1.1803 96 0.5595 1.2044
5
35 0.5403 1.1285 66 0.553 1.1814 97 0.5596 1.2049
8
36 0.5410 1.1313 67 0.554 1.1824 98 0.5598 1.2055
0
37 0.5418 1.1339 68 0.554 1.1834 99 0.5599 1.2060
3
38 0.5424 1.1363 69 0.554 1.1844 100 0.5600 1.2065
5
Distribusi ini merupakan hasil transformasi dari distribusi Pearson tipe III dengan
merubah variant x menjadi nilai log variant x dengan rumus:
Dimana:
KTR,Cs = Faktor Frekuensi Pearson yang dapat dilihat dari tabel Pearson
dengan memperhitungkan nilai Cs
PARAMETER STATISTIK
1) Standar Deviasi
Standart deviasi atau simpangan baku adalah suatu nilai pengukuran dispersi terhadap
data yang dikumpulkan. Untuk data yang kurang dari 100 digunakan rumus Fisher dan
Wicks dalam menghitung standart deviasi
√
n
1
S= ∑
( n−1 ) i=1
( X i −X )
2
Dengan
X̄ = Curah hujan rata-rata (mm),
S = Standar deviasi,
Untuk perhitungan dalam nilai log maka persamaan 8 harus diubah dahulu kedalam
bentuk logaritmik, sehingga menjadi :
√
n
1
Slog = ∑ ¿¿¿¿
(n−1) i=1
Dengan
n = Jumlah Data
2) Koefisien Variasi
Koefisien variasi (Coefficient Of Variation) adalah nilai perbandingan antara deviasi
standart dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi. Semakin besar nilai variasi
berarti datanya kurang merata (heterogen) Semakin kecil berarti data pengamatan
semakin merata (homogen) Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus berikut :
S
C v=
X
Dengan
Cv = Koefisien variasi,
S = Standar deviasi.
Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidak simetrisan
(asymmetry) dari suatu bentuk distribusi. Apabila suatu kurva frekuensi dari suatu
distribusi mempunyai ekor memanjang kekanan atau kekiri terhadap titik pusat
maksimum maka kurva tersebut tidak akan berbentuk simetri, keadaan itu disebut
menceng ke kanan atau ke kiri.
n
n ∑ (X i−X )
3
i=1
Cs=
(n−1)(n−2) S3
X̄ = curah hujan rata-rata (mm),
Xi = curah hujan pada tahun pengamatan ke-i (mm),
n = jumlah data,
S = standart deviasi,
Cs = koefisien Skewness.
Untuk perhitungan dalam nilai log seperti pada analisis data outlier maka persamaan 10
harus diubah dahulu kedalam bentuk logaritmik, sehingga menjadi:
n
Cslog =n ∑ ¿ ¿¿ ¿
i=1
4) Koefisien Kurtosis
Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva
distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal. Koefisien kurtosis
digunakan untuk menentukan keruncingan kurva distribusi.
n
n 2
∑ ( X i − X )4
i=1
Ck=
( n−1 )( n−2 )( n−3 ) S4
ANALISA DATA
Jenis sebaran data bisa dilihat dari parameter statistic data. Parameter statistic data
yang akan dilihat adalah, mean, standar deviasi, koefisien skewness, koefisien kurtosis,
koefisien variasi. Kriteria pemilihan awal kesesuaian tipe distribusi berdasarkan parameter
statistik. Secara teoritis, langkah awal penentuan tipe distribusi dapat dilihat dari parameter-
parameter statistic data pengamatan. Parameter-parameter yang dilakukan adalah CS, CV,
dan CK. Kriteria pemilihan untuk tiap tipe distribusi berdasarkan parameter statistic adalah
sebagai berikut ini.
Data X,
P= Data, Seri 3
M (Diurutkan) X −X ¿¿ ( X −X ) ¿¿
m/(n+1) X (mm)
(mm)
1 0.063 57.277 232.066 77.830 6057.541 471459.650 36693801.401
2 0.125 122.623 199.895 45.660 2084.794 95190.758 4346366.879
3 0.188 119.955 190.066 35.830 1283.804 45998.947 1648151.730
4 0.250 162.087 186.108 31.872 1015.832 32376.725 1031914.921
5 0.313 232.066 182.584 28.348 803.619 22781.119 645803.034
6 0.375 147.374 168.386 14.151 200.238 2833.488 40095.449
7 0.438 160.338 162.087 7.851 61.641 483.952 3799.584
8 0.500 168.386 160.338 6.103 37.242 227.278 1387.001
9 0.563 199.895 149.859 -4.376 19.153 -83.820 366.826
10 0.625 149.859 147.374 -6.861 47.079 -323.028 2216.429
11 0.688 121.757 122.623 -31.613 999.376 -31593.181 998752.342
12 0.750 182.584 121.757 -32.478 1054.832 -34259.022 1112670.625
13 0.813 186.108 119.955 -34.281 1175.158 -40285.079 1380995.594
14 0.875 113.159 113.159 -41.077 1687.318 -69309.941 2847043.065
-
15 0.938 190.066 57.277 -96.958 9400.893 88376798.085
911493.754
-
∑ 2313.535 -2.274E-13 25928.520 139130162.965
415995.908
Average 154.236
Jumlah Data 15
Nilai Rerata 154.236
Standar Deviasi (S) 43.035
Koefisien Skewness (Cs) -0.430
Koefisien Kurtosis (Ck) 4.179
Koefisien Variasi (Cv) 0.279
Jumlah Data 15
Standar Deviasi (S) 0.146
Koefisien Skewness (Cs) -1.574
Koefisien Kurtosis (Ck) 7.073
Koefisien Variasi (Cv) 0.067
1. Distribusi Normal
Syarat: Jika Cs ≈ 0; Ck ≈ 3
Nilai koefisien dari data:
Cs = -1.574 … (NOT OK!)
Ck = 7.073 … (NOT OK!)
2. Distribusi log-Normal
Syarat: Cs ≈ Cv3 + 3CV; Ck= Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3
3. Distribusi Gumbel
Syarat: Cs ≈ 1,14; Ck ≈ 5,40
4. Karena tidak satupun tipe distribusi yang memenuhi kriteria di atas, maka digunakan
tipe distribusi log Pearson-III.
Menggunakan Tipe Distribusi log Pearson-III. Distribusi ini merupakan hasil transformasi
dari distribusi Pearson tipe III dengan merubah variant x menjadi nilai log variant x dengan
rumus:
Dimana:
KTR,Cs = Faktor Frekuensi Pearson yang dapat dilihat dari tabel Pearson
dengan memperhitungkan nilai Cs
K (Tr 100
Cs
tahun)
-1.5 1.256
-1.574 1.212
-1.6 1.197
Debit banjir rencana adalah debit sungai terbesar yang direncanakan mungkin terjadi
pada sungai yang bersangkutan. Jika tersedia data debit yang cukup panjang, maka debit
banjir rencana dapat didapatkan dengan cara analisis frekuensi data debit. Jika tidak terdapat
data debit yang cukup, maka debit banjir rencana dapat diturunkan dari data hujan dengan
metode pengalihragaman hujan menjadi aliran, dengan anggapan bahwa kala ulang hujan,
sama dengan kala ulang banjir.
Pada sungai Sanonoi tidak tersedia data debit, sehingga debit banjir rencana
diturunkan dari data hujan. Ada banyak metode untuk mengalihragamkan hujan menjadi
aliran. Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode Hidrograf Satuan Sintetik
yang teorinya dikembangkan oleh Victor Mockus (1950) untuk Soil Conservation Service
(HSS SCS). Metode Hidrograf SCS memperhitungkan faktor kelompok tanah, tata guna lahan
serta kelembapan tanah. Dari uraian di atas, untuk menganalisis debit banjir rencana DAS
Sungai Sanonoi di titik A, dipilih menggunakan metode ini dikarenakan belum tersedia juga
metode Hidrograf yang bersifat regional khusus untuk daerah ini
Hidrograf tidak berdimensi SCS (Soil Conservation Services) adalah hidrograf satuan sintetis
dimana debit dinyatakan sebagai nisbah debit Q terhadap debit puncak Qp dan waktu dalam
nisbah waktu t terhadap waktu naik dari hidrograf satuan Tp.
Jika debit puncak dan waktu keterlambatan dari suatu durasi hujan efektif (lag time)
diketahui, maka hidrograf satuan dapat diestimasi dari UH Sintetis SCS.
s
Tb=5 20 x Tp
d
5. Untuk mendapatkan nilai t dan Qt, digunakan tabel Koordinat Hidrograf Satuan
Sintentik SCS sebagai berikut.
t / Tp Qt / Qp t / Tp Qt / Qp t / Tp Qt / Qp t / Tp Qt / Qp
0 0 0.8 0.89 1.6 0.56 3.5 0.036
0.1 0.015 0.9 0.97 1.8 0.42 4 0.018
0.2 0.075 1 1 2 0.32 4.5 0.009
0.3 0.16 1.1 0.98 2.2 0.24 5 0.004
0.4 0.28 1.2 0.92 2.4 0.18
0.5 0.43 1.3 0.84 2.6 0.13
0.6 0.6 1.4 0.75 2.8 0.098
Keterangan :
Pe = Hujan efektif
S = Potential Maximum Retention
P = Total Rainfall
CN = Curve Number
Dengan tabel CN adalah sebagai berikut :
Serta Pola Distribusi Hujan Jam-jaman daerah Bolaang Mongondow adalah sebagai
berikut:
Jam ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
% Distribusi 33 28 15 9 6 5 2 2
ANALISIS PERHITUNGAN
1. Menghitung Parameter SCS
a) Tc
i. Panjang Sungai Utama (L)
Pengukuran panjang sungai utama dilakukan di peta dengan skala 1:50000
menggunakan benang, dan didapat 40.3 cm. Sehingga panjang sungai
sebenarnya:
1 cm di peta = 50000 cm jarak sebenarnya = 0.5 km jarak sebenarnya
L = panjang sungai utama di peta × 0.5 km
L = 44.3 × 0.5 km = 22.15 km ≈ 22150 m
ii. Kemiringan Lahan (S)
Diketahui dari peta, titik A sebagai hilir sungai berada pada ketinggian
400, dan hulu sungai pada ketinggian 900. Diilustrikan sebagai berikut:
904 m
200 m
L = 22150
Maka, dapat dihitung kemiringan lahan yaitu:
(904−200)
S= =0.031783296 m/m
22150
iii. Kondisi lahan merupakan hutan dan sejumlah semak belukar, maka n =
0.8. Nilai L, S dan n telah diketahui, maka, Tc dapat dihitung.
0.467 0.467
0.606 (L x n) 0.606(22.15 km x 0.8)
Tc= 0.234
= 0.234
=5.200 jam
S 0.031783296
b) Tl
Diketahui luas DAS = 83.5 km2, yaitu > 16 km2, maka digunakan rumus:
Tl=0.6 Tc
Tl=0.6 x 5.200=3.12 jam
c) Tp
Diketahui Tr = 8 jam, maka :
8
Tr= x 3.12=7.12 jam
2
d) Qp
Diketahui,
Luas DAS (A) = 83.5 km2
Tp = 7.12 jam
Maka,
2.08 x 83.5 m3
Qp= =24.39
7.12 detik
e) Tb
Diketahui luas DAS = 83.5 km2, yaitu > 16 km2, maka digunakan rumus:
s
Tb=5 20 x Tp
d
Diambil nilai konstanta 10, maka :
Tb=10 x 7.12=71.20 jam
Kesimpulan :
Tc Tl (jam) Tp (jam) Qp (jam) Tb (jam)
5.200 3.12 7.12 24.39 71.20
2. Menghitung t dan Qt
Diketahui:
Tp = 7.12 jam
Qp = 24.39 m3/detik
Penyelesaian :
t/Tp = 0.1
Tp = 7.12
t
Maka t = x Tp=0.1 x 7.12=0.71
Tp
t/Tp = 0.2
Tp = 7.12
t
Maka t = x Tp=0.2 x 7.12=1.42
Tp
t/Tp = 0.3
Tp = 7.12
t
Maka t = x Tp=0.3 x 7.12=2.14
Tp
t/Tp = 0.4
Tp = 7.12
t
Maka t = x Tp=0.4 x 7.12=2.85
Tp
Perhitungan yang sama dilakukan untuk nilai t/Tp dan Qt/Qp yang lain,
disajikan dalam tabel sebagai berikut:
t/Tp t Qt/Qp Qt
0.00 0.00 0.00 0.00
0.10 0.71 0.02 0.37
0.20 1.42 0.08 1.83
0.30 2.14 0.16 3.90
0.40 2.85 0.28 6.83
0.50 3.56 0.43 10.49
0.60 4.27 0.60 14.64
25.00
20.00
Debit (m3/detik)
15.00
10.00
5.00
0.00
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00
Waktu (Jam)
Pada DAS Sungai Sanonoi, diketahui nilai CN = 76 (Streets and Roads: Gravel
(Including right-of-way). Sehingga nilai S dihitung:
S=
(( ) )
1000
76
−10 x 25.4=80.21 mm
Setelah nilai Potential Maximum Retention (S) didapatkan, dapat dihitung Hujan
Efektif (Pe)
Jam ke-1, dengan P = 73 mm
(73−0.2 x 80.21)2
Pe1= =23.7 mm
73+0.8 x 80.21
Jam ke-2, dengan P = 62 mm
( 62−0.2 x 80.21 )2
Pe1= =16.7 mm
62+ 0.8 x 80.21
Perhitungan Hujan Efektif untuk jam ke-3 hingga ke-8 dilakukan dengan cara
yang sama, disajikan dalam tabel sebagai berikut:
22 18.512 3.171 7.507 9.79 2.359 0.183 0.159 0.602 4.415 4.702 6.000 35.715
23 19.936 2.391 5.659 7.34 1.769 0.139 0.135 0.530 4.031 4.415 6.000 30.019
24 21.360 1.830 4.331 5.30 1.327 0.105 0.101 0.450 3.599 4.031 6.000 25.245
25 24.920 0.878 2.079 4.00 0.958 0.078 0.077 0.337 3.167 3.599 6.000 20.293
26 28.480 0.439 1.039 3.06 0.722 0.057 0.058 0.257 2.687 3.167 6.000 17.046
27 32.040 0.220 0.520 1.47 0.553 0.043 0.043 0.193 2.015 2.687 6.000 13.522
28 35.600 0.098 0.231 0.73 0.265 0.033 0.031 0.145 1.535 2.015 6.000 10.990
29 0.37 0.133 0.016 0.024 0.104 1.152 1.535 6.000 9.331
30 0.16 0.066 0.008 0.018 0.079 0.864 1.152 6.000 8.349
31 0.029 0.004 0.009 0.060 0.624 0.864 6.000 7.590
32 0.002 0.004 0.029 0.470 0.624 6.000 7.129
33 0.002 0.014 0.360 0.470 6.000 6.847
0.001 0.007 0.173 0.360 6.000 6.541
0.003 0.086 0.173 6.000 6.262
0.043 0.086 6.000 6.130
0.019 0.043 6.000 6.062
0.019 6.000 6.019
Debit Puncak / Debit Rencana untuk Kala Ulang 100 tahun (Q100) = 109.807 m3/detik.
Hidrograf Banjir
120.000
100.000
80.000
Debit (m3/detik)
60.000
40.000
20.000
0.000
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (jam)
Hujan Efektif (cm) 2.367 Hujan Efektif (cm) 1.67 Hujan Efektif (cm) 0.302
Hujan Efektif (cm) 0.018 Hujan Efektif (cm) 0.010 Hujan Efektif (cm) 0.033
Hujan Efektif (cm) 0.197 Hujan Efektif (cm) 0.197 Base Flow (m3/det)
Debit Total (m3/det)
Tentukan elevasi di titik bendung dengan mengukur dari peta yang ada
Tentukan kemiringan rata-rata dasar sungai
Menentukan lebar sungai
Menentukan lebar efektif bendung (Beff)
Menentukan elevasi mercu bendung
Merancang peredam energi
Untuk menghitung kemiringan rata-rata sungai, ukurlah jarak 500 m ke hulu dan 500 m
ke hilir (jarak tinjau 1 km) dari titik bendung yang ada di peta. Karena skala peta yang
digunakan adalah 1 : 50.000, maka sama dengan 1 cm di peta. Kemudian tentukan elevasi
pada jarak 500 m ke hulu dan 500 m ke hilir. Berikut adalah data elevasi yang diperoleh
dari hasil pengukuran pada peta:
Elevasi Bendung : 200 m
Elevasi 500 m di Hulu : 200 m
Elevasi 500 m di Hilir : 158 m
Kemiringan dasar saluran dihitung dengan cara membagi selisih ketinggian dari elevasi di
hulu dan hilir dengan panjang atau jarak tinjauan sungai.
Elevasi di Hulu−Elevasi di Hilir
Kemiringan dasar sungai ( s ) =
L
200−158
Kemiringan dasar sungai ( s ) =
1000
Kemiringan dasar sungai ( s ) =0.042
3. LEBAR SUNGAI
Lebar sungai dapat diperoleh dengan cara mengukur langsung lebar sungai di lokasi.
Akan tetapi pada tugas ini lebar sungai akan diperkirakan dengan menggunakan
pendekatan rumus:
1 2/ 3 1 /2
Q= A R S
n
2 /3 n ×Q
AR =
√s
dimana:
Q = Debit (m3/det)
A = Luas Penampang (m2)
R = Jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan dasar saluran
diketahui:
Q = Q100 = 109.807 m3/det
S = 0.042
Kemiringan tebing (1/m) = 1/1 (45o)
h = 1 m (diambil 1 m)
n = 0.04 (tanah berbatu, kasar dan tidak teratur)
Kekasaran Manning
sehingga,
0.04 × 109.807
A R2 /3=
√0.042
2 /3
A R =21.43219814
A=( b+mh ) h
B=b +2 mh
P=B+2 h √ m +1
2
A
R=
P
Q
V=
A
dimana:
Dengan rumus diatas, lebar sungai dapat diperoleh dengan cara coba-coba. Hasil
perhitungan lebar sungai dapat dilihat pada tabel berikut.
Dari tabel di atas diperoleh lebar dasar sungai (b) = 21.574 m, sehingga
B=21.574 +(2 ×1 ×1)
B=23.574 m
dimana:
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi (m)
Bentuk Pilar Kp
Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang dibulatkam pada jari-jari
0.02
yang hampir sama dengan 0.1 dari tebal pilar
o
Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90 ke arah aliran dengan 0.5
0.1
H1 > r > 0.15 H1
o
Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0.5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari 45 ke
0
arah lain
Direncanakan pintu pembilas dimana air tidak diijinkan lewat dengan lebar 2 m dan
dengan 1 pilar dengan lebar 1 m, sehingga:
Bbendu ng=1.2× Lebar Sungai
Bbendung =1.2× 23.574
Bbendung =28.289 m
( )
2/ 3
Q
H=
c× L
dimana,
( )
2 /3
109.807
H=
2.2× 24.289
H=1.616 m
Bmercu = 24.289 m
H1 = 2.88 m
6. PEREDAM ENERGI
Ada beberapa modifikasi peredam energi tipe Vlugter, Schoklizt yang telah dilakukan
penelitiannya dan dapat digunakan dalam perencanaan dengan mengacu RSNI T-04-2002
dapat digunakan antara lain adalah tipe-tipe MDO, MDS. Pada tugas ini akan
direncanakan peredam energi tipe MDS.
Sebelum mendesain tipe ini perlu ditentukan terlebih dahulu nilai parameter:
Tipe mercu bendung harus bentuk bulat dengan satu atau dua jari-jari.
Permukaan tubuh bendung bagian hilir dibuat miring dengan perbandingan
kemiringan 1:m atau lebih tegak dari kemiringan 1:1.
Tubuh bendung dan peredam energi harus dilapisi dengan lapisan tahan aus.
Elevasi muka air hilir bendung yang dihitung, berdasarkan elevasi dasar sungai
dengan kemungkinan perubahan geometri badan sungai.
Dalam hal tinggi air udik bendung lebih dari 4 meter dan atau tinggi pembangunan
lebih dari 10 meter tata cara peredam energi tipe MDS ini masih dapat digunakan
asalkan dimensinya perlu diuji dengan model test.
Untuk peredam energi tipe MDS, bagian-bagian yang perlu dihitung adalah sebagai berikut.
Untuk menghitung stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping) gunakan metode Lane
dengan rumus:
1
Σ LV + Σ LH
3
C L=
H
dimana:
= Tinggi Mercu + H1 – h
= 4 + 1.616 – 1 = 4.616 m
Material CL
Pasir sangat halus atau lanau 8.5
Pasir halus 7
Pasir sedang 6
Pasir kasar 5
Kerikil halus 4
Kerikil sedang 3.5
Kerikil kasar termasuk berangkal 3
Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2.5
Lempung lunak 3
Lempung sedang 2
Lempung keras 1.8
Lempung sangat keras 1.6
Panjang (m)
No Garis
Horizontal Vertikal
1 AB 2
2 BC 1.0
3 CD 1.5
4 DE 1.5
5 EF 1.5
6 FG 1
7 GH 1
8 HI 1
9 IJ 1
10 JK 1
11 KL 1
12 LM 1.41
13 MN 1.5
14 NO 1.5
15 OP 1.5
16 PQ 1
17 QR 12
18 RS 1
19 ST 4
20 TU 4
JUMLAH 25.41 16
1
25.41+ × 16
3
C L=
4.616
C L =4.616 >5(OK )
Karena CL = 4.616 >5, maka tidak perlu ditambahkan lantai muka atau lantai hulu.
LANTAI HULU
Lantai hulu akan memperpanjang jalur rembesan. Karena gaya tekan ke atas di bawah
lantai diimbangi oleh tekanan air di atasnya, maka lantai dapat dibuat tipis. Persyaratan
terpenting adalah bahwa lantai kedap air, demikian pula sambungannya dengan tubuh
bendung. Sifat kedap air ini dapat dicapai dengan foil plastic atau lempung kedap air di
bawah lantai dan sekat karet yang menghubungkan lantai dan tubuh bendung. Salah satu
penyebab utama runtuhnya konstruksi ini adalah bahaya penurunan tidak merata antara
lantai dan tubuh bendung. Oleh sebab itu, sambungan harus direncana dan dilaksanakan
dengan amat hati-hati. Lantai itu sendiri dapat dibuat dari beton bertulang dengan tebal
0.10 m, atau pasangan batu setebal 0.20 – 0.25 m. Pada tugas ini direncanakan lantai hulu
pasangan batu. Setelah ditambahkan lantai hulu, periksa kembali stabilitas erosi bawah
tanah.
Q=μba √ 2 gz
dimana:
Elevasi mercu bendung direncanakan 0.1 m di atas elevasi pengambilan yang dibutuhkan
untuk mencegah kehilangan air akibat gelombang.
Diketahui:
- Debit
Q=NFR × Luas Irigasi
Q=1.1 ×1400
Q=μba √ 2 gz
Untuk memperoleh dimensi a dan b, diasumsikan nilai a = 1.2 b, selanjutnya digunakan cara
coba-coba seperti tabel di bawah ini untuk memperoleh nilai a dan b.
b a Q Q
0.5 0.60 0.48 2.24
1 1.20 1.90 2.24
1.04 1.25 2.05 2.24
Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan bendung dan mempunyai arti penting dalam
perencanaan adalah:
Gelincir/Geser (Sliding)
Guling (Overturning)
Erosi Bawah Tanah (Piping)
Terhadap Gaya Dukung Tanah
Sf =
∑ Mt
∑ Mg
Di mana:
Sf = faktor keamanan (1.25 untuk keadaan ekstrim dan 1.5 untuk keadaan
normal)
ΣMt = jumlah momen tahan
ΣMg = jumlah momen guling
Untuk menghitung stabilitas bendung harus ditinjau pada saat kondisi normal dan
ekstrem seperti kondisi banjir. Ada beberapa gaya yang harus dihitung untuk mengetahui
stabilitas bendung, antara lain:
Besar Gaya :
G 1=Volume × Bj . Pasangan batuG 1=0.49 ×2.2=−1.08
Gaya G1 arahnya kebawah dan terhadap titik terlemah K arahnya berlawanan arah
jarum jam, sehingga gaya G1 bernilai negatif.
Momen :
Momen=G × jarak Momen=−1.08 × 8.36=−9.06 ton . m
Perhitungan selanjutnya disajikan dalam tabel berikut:
AKIBAT BERAT SENDIRI BENDUNG
Contoh perhitungan :
Pada bangin K1 :
Diketahui :
E = 0.1 t/m3
Gaya berat bendung = 0.49 ton
Besar Gaya :
He=E × GHe=0.1× 0.49=0.05
Momen :
Momen=K × jarak Momen=0.05× 8.68=0.43ton .m
Perhitungan selanjutnya disajikan dalam tabel berikut:
AKIBAT GEMPA
Koefisien
Gaya Berat Gaya Gempa Jarak Momen
Gaya Gempa
E ton He = E x G m ton.m
Kondisi Normal
Bangunan bendung mendapat tekanan air bukan hanya pada permukaan luarnya, tetapi
juga pada dasarnya dan dalam tubuh bendungan itu. Gaya tekan ke atas, yakni istilah
umum untuk tekanan air dalam, menyebabkan berkurangnya berat efektif bangunan di
atasnya. Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horizontal
memiliki daya tahan terhadap rembesan 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang
vertikal. Ini dapat dipakai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bendung
dengan cara membagi beda tinggi energi pada bendung sesuai panjang relatif di
sepanjang pondasi.
Lx
P x =H x − × ∆ H
L
Di mana:
ΔH = Beda tinggi (muka air di antara bagian kiri dan kanan bendung)
= 8.98 m (normal)
= 6.38 m (banjir)
L = Panjang total bidang kontak bendung dan tanah bawah
Hx = Tinggi energi di hulu bendung
Lx = Jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x
Hx Lx ΔH ∑L Px
Titik Garis
m m m m m
A-B
B-C
D-E
E-F
F-G
G-H
H-I
I-J
J-K
K 7.99 8.67 6.00 13.97 4.27
K-L
L-M
M-N
N-O
O-P
P 9 13.64 6.00 13.97 3.14
P-Q
Setelah didapat nilai Px pada titik A dan B, dst. Kemudian gambar bidang gaya yang
bekerja pada bangunan untuk mencari momen.
Didapat:
Luas A-B = 9.14 m2
Volume=luas× lebar tinjauanVolume=9.14 × 1=9.14 m 3
Besar Gaya :
Gaya :
U =Volume ×γ air U =9.14 ×1=9.14 ton
Momen :
Momen=U × jarak Momen=9.14 × 4.00=36.56 ton . m
Hx Lx ΔH ∑L Px
Titik Garis
m m m m m
A-B
B-C
C-D
D-E
E 6.12 4.17 6.62 13.97 4.15
E-F
F-G
G-H
H-I
I-J
J-K
K-L
L-M
M 10.56 10.14 6.62 13.97 5.76
M-N
N-O
O-P
P-Q
Setelah didapat nilai Px pada titik A dan B, dst. Kemudian gambar bidang gaya yang
bekerja pada bangunan untuk mencari momen.
Didapat:
Luas A-B = 12.29 m2
Volume=luas× lebar tinjauanVolume=12.29× 1=12.29 m3
Besar Gaya :
Gaya :
U =Volume ×γ air U =12.29× 1=12.29 ton
Momen :
Momen=U × jarak Momen=12.29 × 4.00=49.16 ton . m
Perhitungan selanjutnya disajikan dalam tabel berikut:
Berat Jenis
Luas Volume Gaya Jarak Momen
Gaya Air
m2 m3 t/m3 H V m ton.m
1−sinφ 1−sin 30 o
Ka= = =0.33
1+ sinφ 1+sin 30 o
Contoh perhitungan :
Luas A-B = 8 m2
Besar Gaya :
Momen :
Hasil perhitungan semua gaya yang bekerja terhadap stabilitas bendung disajikan dalam tabel
berikut ini:
Besar Gaya
MG MT
Gaya H V
Besar Gaya
MG MT
Gaya H V
| MT
MG|
> Fs
a) Kondisi Muka Air Normal (FS = 2)
ΣMT = -460.59 ton
ΣMG = -40.38
|
−460.59
−40.38 |
>211.41>2 .. . AMAN
b) Kondisi Muka Air Banjir (FS = 2)
ΣMT = -515.46 ton
ΣMG = -56.54
−515.46
−56.54 | >2 |
9.12>2 . .. AMAN
2. Kontrol Terhadap Gelincir
RV
RH | |
× f > Fs
|
−137.92
60.76 |
× 0.75>1.51.70>1.5 . . . AMAN
|
−168.11
78.95 |
× 0.75>1.51.60>1.5 . . . AMAN
Kesimpulan :
KONTROL TERHADAP GULING KONTROL TERHADAP GELINCIR/GESER
Kondisi Muka Air Normal Kondisi Muka Air Normal
MT -460.59 ton ∑Rv -137.92 ton
MG -40.38 ton ∑RH 60.76 ton
MT/MG 11.41 f 0.75
Fs 2.00 (∑Rv/∑RH)*f 1.70
Kontrol AMAN Fs 1.50
Kondisi Muka Air Banjir Kontrol AMAN
MT -515.46 ton Kondisi Muka Air Banjir
Dari hasil perhitungan di atas, didapatkan bahwa desain bendung aman terhadap
guling dan gelincir pada kondisi muka air normal maupun muka air banjir.