Anda di halaman 1dari 19

Tanggapan Terhadap

Kerangka Acuan Kerja (KAK)

1. PEMAHAMAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)


1.1. Umum
Pada pelaksanaan suatu pekerjaan, seringkali muncul permasalahan berkaitan dengan
kesalahan pemahaman terhadap kerangka acuan kerja. Untuk menghindari kemungkinan
kesalahan interpretasi terhadap kerangka acuan pekerjaan, pada bagian ini salah satu yang
akan dipaparkan adalah mengenai tanggapan konsultan terhadap kerangka acuan pekerjaan.
Tanggapan terhadap kerangka acuan pekerjaan ini merupakan gambaran terhadap
pemahaman sekaligus komentar Konsultan terhadap kerangka acuan pekerjan yang telah
disusun oleh pihak Pemberi Tugas.

1.2. Pemahaman terhadap Latar Belakang


Menurut pemahaman Konsultan, pada dasarnya terdapat beberapa hal yang menjadi latar
belakang kegiatan ini, yaitu:
 Kewenangan yang lebih pada pemerintah yang diwakili oleh Satuan Kerja Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bogor dalam penyediaan prasarana
transportasi. Hal tersebut tentunya didasarkan atas kebutuhan dalam upaya
peningkatan prasarana transportasi.
 Transportasi memiliki peran penting dalam mendongkrak kondisi perekonomian suatu
wilayah, terutama saat kondisi membaik pasca pandemi Covid-19. Pertumbuhan arus
lalulintas di Kabupaten Bogor pada Tahun 2023 diprediksi mengalami kenaikan yang
cukup signifikan, kondisi tersebut perlu diantisipasi dengan menambah kapasitas jalan
raya.
 Sebagai upaya untuk menunjang fungsi jalan baik berkaitan dengan keamanan
konstruksi, maupun berkaitan dengan keamanan dan keselamatan pengguna jalan,
maka jalan harus dilengkapi dengan bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan dan
merupakan satu kesatuan dari konstruksi jalan secara keseluruhan.

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 1


Secara prinsip, menurut pemahaman konsultan, kegiatan DED Bangunan Pelengkap Jalan
diperlukan dalam upaya melakukan perbaikan sektor transportasi di lokasi studi.

1.3. Pemahaman terhadap Maksud dan Tujuan


Pada intinya menurut pemahaman konsultan maksud dari pekerjaan DED Bangunan
Pelengkap Jalan ini adalah untuk membantu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kabupaten Bogor untuk melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis jalan pada wilayah
Kabupaten Bogor, agar Konsultan perencana memiliki acuan kerja memuat masukan, asas
kriteria dan persyaratan proses yang harus dipenuhi dan diinterprestasikan sebagai pedoman
bagi konsultan perencana dalam melaksanakan pekerjaan untuk mewujudkan hasil
perencanaan teknis jalan yang berkualitas, efisien, efektif, serasi dan selaras dengan
lingkungan.
Tujuan perencanaan ini adalah membuat perencanaan teknik jalan sederhana (simplified
design) yang berfokus kepada bangunan pelengkap jalan baik perencanaan konstruksi baru
maupun peningkatan yang berwawasan lingkungan sesuai dengan rencana menggunakan
standar prosedur yang berlaku guna tercapainya mutu pekerjaan perencanaan, tercapainya
penyelesaian penanganan masalah-masalah yang sifatnya khusus serta memenuhi tingkat
perekonomian yang tinggi sehingga tingkat pelayanan jalan yang diinginkan dapat tercapai.

1.4. Pemahaman terhadap Ruang Lingkup Pekerjaan


1.4.1. Ruang Lingkup Substansial
Merujuk pada Kerangka Acuan Kerja (KAK) kegiatan DED Bangunan Pelengkap Jalan serta
pada saat tahapan Pemberian Penjelasan bahwa fokus kegiatan adalah melakukan
perencanaan teknis pada beberapa Dinding Penahan Tanah (DPT) yang terletak di beberapa
wilayah Kabupaten Bogor.
Adapun Lingkup Kegiatan Konsultan meliputi : Tahap Persiapan, Tahap Pengumpulan Data,
Tahap Analisis, dan Tahap Finalisasi. Penyusunan tahapan pekerjaan ini disesuaikan dengan
kebutuhan pelaporan, dimana tujuan dari setiap tahapan adalah sebagai berikut :
a) Tahap Persiapan, ditujukan untuk menyelesaikan masalah administrasi dan
menyiapkan kerangka pelaksanaan studi berupa pemantapan metodologi, rencana dan
persiapan survey, kajian literatur, kajian studi terdahulu dan pengenalan awal wilayah
studi. Hasil Tahap Persiapan ini akan disampaikan pada Laporan Pendahuluan.
b) Tahap Pengumpulan Data, ditujukan untuk memperoleh data sekunder maupun primer
yang dibutuhkan dalam kegiatan DED Bangunan Pelengkap Jalan. Hasil

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 2


pengumpulan data dan analisis awalnya akan disampaikan pada Laporan Antara.
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap pengumpulan data antara lain :
 Identifikasi kondisi eksisting
 Kondisi topografi
 Identifikasi kondisi struktur tanah.
c) Tahap Analisis, ditujukan untuk menghasilkan dokumen perencanaan teknis dan hasil
perhitungan kuantitas dan biaya pengembangan infrastruktur Bangunan Pelengkap
Jalan.
d) Tahap Finalisasi Studi, ditujukan untuk melengkapi laporan studi sesuai dengan hasil
diskusi dengan pihak pemberi kerja dan masukan dari berbagai instansi untuk
dijadikan hasil akhir dari studi ini. Hasil Tahap Finalisasi Studi ini akan disampaikan
pada Laporan Akhir.

1.4.2. Ruang Lingkup Lokasi


Kegiatan DED Bangunan Pelengkap Jalan ini akan dilaksanakan pada wilayah Kabupaten
Bogor.

Gambar D.1. Lokasi Pelaksanaan Pekerjaan

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 3


2. PENDEKATAN NORMATIF SERTA DASAR PENGEMBANGAN
2.1. Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif dalam konteks ini bersumber dari peraturan perundang-undangan
tentang jalan yang berlaku adalah Undang-undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, serta norma-norma lain yang
berkaitan, berikut beberapa landasan yang menjadi acuan dalam kegiatan ini :
 Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan;
 Peraturan Pemerintah Nomor: 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor: 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang - Undang
Nomor: 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;
 Peraturan Presiden Nomor: 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor: 12 Tahun 2021 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor: 16 Tahun 2018;
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 19/PRT/2011, tentang Persyaratan Teknis
Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan;
 Surat Edaran Direktur Jendral Bina Marga Nomor: 16.1/SE/Db/2020 tentang Spesifikasi
Umum Bina Marga 2018 untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan (Revisi 2);
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2022 tentang
Pedoman Penyusunan Perkiraan Biaya Pekerjaan Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat;
 Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 280/ M/ KPTS/ 2022
tentang Tim Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2022 – 2024;
 Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Republik Indonesia
Nomor: 4 Tahun 2021 tentang Pembinaan Pelaku Usaha Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah;
 Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Republik Indonesia
Nomor: 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Melalui Penyedia;
 Keputusan Bupati Bogor Nomor: 620/451/Kpts/Per-UU/2018 tentang Penetapan Ruas Jalan
Menurut Statusnya sebagai Jalan Kabupaten;
 Keputusan Bupati Bogor Nomor: 601/190/Kpts/Per-UU/2022 tentang Standar Satuan Harga
Jasa Konstruksi Dan Jasa Konsultansi Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2023;

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 4


2.2. Sistem Klasifikasi Jalan Umum di Indonesia
Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, menyebutkan klasifikasi jalan umum berdasarkan
sistem, fungsi, status dan kelas jalan. Maksud dilakukannya klasifikasi jalan umum tersebut,
selain untuk efisiensi jaringan, juga dalam rangka pembagian kewenangan pembinaan jalan,
sehingga jelas pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan suatu ruas jalan
tertentu. Bentuk kegiatan penyelenggaraan sebagaimana yang disebutkan dalam UU No. 38
Tahun 2004 tentang jalan tersebut meliputi Pengaturan, Pembinaan, Pembangunan dan
Pengawasan (TURBINBANGWAS).
PENGATURAN JALAN adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan
perencanaan umum dan penyusunan peraturan perundang-undangan jalan. Pengaturan
penyelenggaraan jalan bertujuan untuk:
a. Mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan jalan;
b. Mewujudkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan;
c. Mewujudkan peran penyelenggara jalan secara optimal dalam pemberian layanan
kepada masyarakat;
d. Mewujudkan pelayanan jalan yang andal dan prima serta berpihak pada kepentingan
masyarakat;
e. Mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk
mendukung terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu; dan
f. Mewujudkan pengusahaan jalan tol yang transparan dan terbuka.
Pengaturan jalan secara umum meliputi:
a. Perumusan kebijakan perencanaan,
b. Penyusunan perencanaan umum,
c. Pengendalian penyelenggaraan jalan secara makro.
PEMBINAAN JALAN adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan,
pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan. Pembinaan
jalan secara meliputi:
a. Penyusunan dan penetapan norma, standar, kriteria, dan pedoman penyelenggaraan
jalan;
b. Pengembangan sistem bimbingan, penyuluhan, serta pendidikan dan pelatihan di
bidang jalan; dan
c. Pengkajian serta penelitian dan pengembangan teknologi bidang jalan dan yang terkait.
PEMBANGUNAN JALAN adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran, perencanaan
teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Pembangunan
jalan meliputi kegiatan:

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 5


a. Pemrograman dan penganggaran;
b. Perencanaan teknis;
c. Pengadaan tanah;
d. Pelaksanaan konstruksi; dan
e. Pengoperasian dan pemeliharaan jalan.
PENGAWASAN JALAN adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib
pengaturan, pembinaan dan pembangunan jalan. Pengawasan jalan secara umum meliputi:
a. Kegiatan evaluasi dan pengkajian pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan jalan;
b. Pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan jalan; dan
c. Pemenuhan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.

2.3. Klasifikasi Jalan Menurut Peruntukan


Sesuai pasal 6 (1) UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, disebutkan bahwa jalan sesuai
peruntukkannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus.
Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum (pasal 1 UU No. 38 Tahun
2004). Termasuk ke dalam jalan umum ini adalah jalan tol.
Jalan khusus adalah jalan yang bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum, dalam rangka
distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan (pasal 6 (3) UU No. 38 Tahun 2004). Yang
dimaksud dengan jalan khusus (penjelasan pasal 6 (3) UU No. 38 Tahun 2004), antara lain:
jalan di dalam kawasan pelabuhan, jalan kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi
pengairan, jalan di kawasan industri dan jalan di kawasan permukiman yang belum diserahkan
kepada pemerintah.

2.4. Klasifikasi Jalan Umum di Indonesia


Dalam rangka efisiensi penyelenggaraan jaringan jalan, maka pada pasal 7 s.d pasal 10 UU
No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, maka jalan umum dikelompokkan lebih lanjut menurut:
1. SISTEM JARINGAN, yang terdiri atas: sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan
jalan sekunder.
2. FUNGSI JALAN, yang dikelompokkan menjadi: Jalan arteri, Jalan kolektor, Jalan lokal,
Jalan lingkungan.
3. STATUS JALAN, yang dikelompokkan menjadi: Jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan
Kabupaten, Jalan Kota dan Jalan Desa.
4. KELAS JALAN, yang dikelompokan menjadi: jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan
sedang dan jalan kecil.

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 6


Pada Tabel D.1 disampaikan definisi untuk masing-masing istilah pengelompokkan jalan
umum tersebut di atas. Secara umum dapat diperoleh kesimpulan bahwa landasan dalam
UU No. 38 Tahun 2004 dalam mengklasifikasi jalan adalah sbb:

Tabel D.1 Definisi Istilah Dalam Klasifikasi Jalan Umum di Indonesia

No Pembagian Klasifikasi Definisi

sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi


Sistem jaringan barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
Menurut jalan primer nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi
1 yg berwujud pusat kegiatan
sistem
Sistem jaringan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
jalan sekunder barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan

jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri


Jalan arteri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna

jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau


Jalan kolektor pembagi dengan ciri perjalananjarak sedang, kecepatan rata-
Menurut rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi
2
fungsi jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
Jalan lokal ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi

jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan


Jalan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata
rendah

jalan arteri & jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
Jalan Nasional yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol

jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang


menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
Jalan Provinsi
kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan
strategis provinsi

jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak


termasuk Jalan Nasional maupun Jalan Provinsi, yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,
Menurut
3 Jalan Kabupaten antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat
status
kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum
dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten,
dan jalan strategis kabupaten

jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang


menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota,
Jalan Kota menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat
permukiman yang berada di dalam kota

jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau


Jalan Desa
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 7


No Pembagian Klasifikasi Definisi

Jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan dengan


Jalan kelas I ukuran: lebar maks 2.500 mm, tinggi maks 4.200 mm, muatan
sumbu maks 10 t

Jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui


Jalan Kelas II kendaraan dengan ukuran: lebar maks 2.500 mm, panjang maks
Menurut 12.000, tinggi maks 4.200 mm, muatan sumbu maks 8 t.
4
Kelas Jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui
Jalan Kelas III kendaraan dengan ukuran: lebar maks 2.100 mm, panjang maks
9.000, tinggi maks 3.500 mm, muatan sumbu terberat 8 t.

Jalan arteri yang dpat dilalui kendaraan dengan ukuran: lebar


Jalan kelas
melebihi dari 2.500 mm, panjang melebihi dari 18.000, tinggi
khusus
melebihi 4.200 mm, muatan sumbu melebihi 10 t.

Sumber: UU No. 38 Tahun 2004 dan UU No. 22 Tahun 2009

2.5. Hirarki Fungsi Jalan Pada Jaringan Jalan Primer


Sesuai pasal 7 PP No. 34 Tahun 2006 sistem jaringan jalan primer melayani distribusi barang
dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional yang menghubungkan
semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan (kota). Lebih lanjut pada
pasal 9 (3) PP No. 34 Tahun 2006 fungsi jalan pada sistem jaringan primer dibedakan atas
jalan arteri primer (JAP), jalan kolektor primer (JKP), jalan lokal primer (JLP), dan jalan
lingkungan primer (JLingkP). Adapun pusat-pusat kegiatan yang dihubungkan oleh masing-
masing fungsi jalan primer tersebut disampaikan pada pasal 10 PP No. 34 Tahun 2006.

Tabel D.2. Matriks Hubungan Fungsi Jalan Pada Sistem Jaringan Jalan Primer

Pusat Kegiatan Pusat Kegiatan


Pusat Kegiatan Pusat Kegiatan
Nasional Lingkungan
Wilayah (PKW) Lokal (PKL)
(PKN) (PKLingk)

Pusat Kegiatan Jalan Arteri Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal

Nasional (PKN) Primer (JAP) Primer (JAP) Primer (JKP) Primer (JLP)

Pusat Kegiatan Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Kolektor Jalan Lokal

Wilayah (PKW) Primer (JAP) Primer (JKP) Primer (JKP) Primer (JLP)

Pusat Kegiatan Jalan Kolektor Jalan Kolektor Jalan Lokal Jalan Lokal

Lokal (PKL) Primer (JKP) Primer (JKP) Primer (JLP) Primer (JLP)

Pusat Kegiatan
Jalan Lokal Jalan Lokal Jalan Lokal Jalan Lokal
Lingkungan
Primer (JLP) Primer (JLP) Primer (JLP) Primer (JLP)
(PKLingk)

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 8


Keterangan: Jalan lingkungan primer menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan
dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan.

Sumber: Pasal 10 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

JALAN ARTERI
PKN PRIMER (JAP) PKN

JALAN JALAN
LOKAL KOLEKTOR JALAN ARTERI JALAN ARTERI
PRIMER PRIMER PRIMER (JAP) PRIMER (JAP)
(JLP) (JKP)

PKW JALAN
JALANKOLEKTOR
KOLEKTOR PKW
PRIMER
PRIMER(JKP)
(JKP)

JALAN KOLEKTOR JALAN KOLEKTOR


PRIMER (JKP) PRIMER (JKP)

JALAN JALAN LOKAL


PKL PRIMER (JLP) PKL
LOKAL
PRIMER
(JLP)
JALAN LOKAL JALAN LOKAL
PRIMER (JLP) PRIMER (JLP)

JALAN LOKAL
PKLing PRIMER (JLP) PKLing

Keterangan:
PKN : Pusat Kegiatan Nasional
JALAN LINGKUNGAN PRIMER:
PKW : Pusat Kegiatan Wilayah
DI DALAM KAWASAN PERDESAAN
PKL : Pusat Kegiatan Lokal
PKLing : Pusat Kegiatan Lingkungan

Gambar D.2. Ilustrasi Hirarki Fungsi Pada Sistem Jaringan Jalan Primer
(Sumber: PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan)

Gambar D.3. Ilustrasi Hirarki Jaringan Jalan Antar Kota


(Sumber: PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan)

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 9


2.6. Hirarki Fungsi Jalan Pada Jaringan Jalan Sekunder
Sesuai pasal 8 PP No. 34 Tahun 2006, sistem jaringan jalan sekunder melayani distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara
menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder
kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke persil. Lebih lanjut pada pasal 9 (5)
PP No. 34 Tahun 2006, fungsi jalan pada sistem jaringan sekunder dibedakan atas jalan arteri
sekunder (JAS), jalan kolektor sekunder (JKS), jalan lokal sekunder (JLS) dan jalan lingkungan
sekunder (JLingkS). Adapun kawasan yang dihubungkan oleh masing-masing fungsi jalan
sekunder disampaikan pada pasal 11 PP No. 34 Tahun 2006.

Tabel D.3. Matriks Hubungan Fungsi Jalan Pada Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Kawasan Kawasan Kawasan
Kawasan
Sekunder Sekunder Sekunder Perumahan
Primer
Kesatu Kedua Ketiga
Jalan Arteri
Kawasan
Sekunder t.a t.a t.a
Primer
(JAS)
Kawasan Jalan Arteri Jalan Arteri Jalan Arteri Jalan Lokal
Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder t.a Sekunder
Kesatu (JAS) (JAS) (JAS) (JLS)
Kawasan Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Kolektor Jalan Lokal
Sekunder t.a Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder
Kedua (JAS) (JKS) (JKS) (JLS)
Kawasan Jalan Kolektor Jalan Lokal Jalan Lokal
Sekunder t.a t.a Sekunder Sekunder Sekunder
Ketiga (JKS) (JLS) (JLS)
Jalan Lokal Jalan Lokal Jalan Lokal
Perumahan
t.a Sekunder Sekunder Sekunder t.a
(JLS) (JLS) (JLS)
Keterangan: Jalan lingkungan sekunder menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan.
t.a = tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Sumber: Pasal 11 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 10


F1
Kawasan
Primer

JALAN ARTERI JALAN ARTERI


SEKUNDER (JAS) SEKUNDER (JAS)

F 2,1 F 2,1
Kawasan JALAN ARTERI Kawasan
Sekunder SEKUNDER (JAS) Sekunder
I I

JALAN JALAN ARTERI JALAN ARTERI


LOKAL SEKUNDER (JAS) SEKUNDER (JAS)
SEKUNDER
(JLS)
F 2,2 F 2,2
Kawasan JALAN KOLEKTOR Kawasan
Sekunder SEKUNDER (JKS) Sekunder
II II

JALAN KOLEKTOR JALAN KOLEKTOR


SEKUNDER (JKS) SEKUNDER (JKS)
JALAN
LOKAL
SEKUNDER F 2,3 F 2,3
JALAN LOKAL
(JLS) Kawasan Kawasan
SEKUNDER (JLS)
Sekunder Sekunder
III III

JALAN LOKAL
SEKUNDER (JLS)

Perumahan

JALAN LINGKUNGAN SEKUNDER:


Menghubungkan antar persil
di dalam kawasan perkotaan

Gambar D.4. Ilustrasi Hirarki Fungsi Jalan Pada Sistem Jaringan Jalan Sekunder
(Sumber: PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan)

Gambar D.5. Hirarki Jaringan Jalan di Dalam Kota


(Sumber: Dep. Pekerjaan Umum, 2004)

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 11


Sebagaimana disampaikan pada Tabel D.3, terdapat beberapa hubungan antar kawasan
yang tidak diatur (diberikan tanda t.a) pada PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Tidak
diaturnya hubungan ini dapat dipersepsikan bahwa: (1) Daerah dapat menetapkan fungsi
jalan yang menghubungkan antar kawasan tersebut, atau kemungkinan besar yang lebih
tepatnya, bahwa (2) sebaiknya hubungan antar kawasan tersebut dilakukan sesuai hirarki
jalan yang telah ditetapkan melalui hirarki kawasan yang lebih tinggi. Contohnya, hubungan
antara Kawasan Sekunder Kedua, Kawasan Sekunder Ketiga, dan Perumahan ke Kawasan
Primer, sebaiknya dilakukan melalui jalan arteri sekunder (JAS) yang menghubungkan
Kawasan Sekunder Kesatu dengan Kawasan Primer. Demikian, jiga hubungan antara Kawasan
Sekunder Ketiga dengan Kawasan Sekunder Kesatu sebaiknya melalui Jalan Arteri Sekunder
(JAS) yang menghubungkan Kawasan Sekunder Kedua (yang ada pada hirarki diatas Kawasan
Sekunder Ketiga yang bersangkutan) dengan Kawasan Sekunder Kesatu.

2.7. Persyaratan Teknis Jalan Sesuai Fungsinya


A. Persyaratan Teknis Jalan Primer
Pada Tabel D.4 disampaikan persyaratan teknis jalan pada jaringan jalan primer sesuai
dengan klasifikasi fungsinya yang diatur dalam pasal 13 s.d pasal 16 PP No. 34 Tahun 2006
tentang Jalan. Persyaratan teknis ini harus dipenuhi oleh setiap ruas jalan yang ditetapkan
sebagai bagian dari jaringan jalan primer agar fungsinya dapat optimal sesuai dengan fungsi
hubungan yang diperankan/diembankan masing-masing ruas jalan pada sistem distribusi
nasional/antar kota.

Tabel D.4. Persyaratan Teknis Jalan Primer


No Fungsi Jalan Persyaratan Teknis
1 Arteri Primer 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60
km/jam dan lebar badan jalan paling sedikit 11 meter.
2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu
lintas rata-rata (V/C < 1)
3. Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalulintas
ulang alik, lalulintas lokal, dan kegiatan lokal
4. Jumlah jalan masuk dibatasi sedemikian rupa sehingga
persyaratan butir (1), (2), (3) terpenuhi
5. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus
memenuhi ketentuan pada butir (1), (2), dan (3) terpenuhi
6. Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perkotaan
2 Kolektor Primer 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40
km/jam dan lebar badan jalan paling sedikit 9 meter.
2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu
lintas rata-rata (V/C < 1)

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 12


3. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga
ketentuan butir (1), (2), (3) terpenuhi
4. Persimpangan sebidang dgn pengaturan tertentu harus
memenuhi ketentuan butir (1),(2),(3)
5. Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perkotaan
3 Lokal Primer 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20
km/jam dan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter
2. Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perdesaan
4 Lingkungan 1. Jika diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga)
Primer atau lebih, maka didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 15 km/jam dan lebar badan jalan minimal 6,5 m
2. Jika tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3
(tiga) atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling
sedikit 3,5 meter.
Sumber: pasal 13 s.d pasal 16 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

B. Persyaratan Teknis Jalan Sekunder


Pada Tabel D.5 disampaikan persyaratan teknis jalan pada jaringan jalan sekunder sesuai
dengan klasifikasi fungsinya yang diatur dalam pasal 17 s.d pasal 20 PP No. 34 Tahun 2006
tentang Jalan. Persyaratan teknis ini harus dipenuhi oleh setiap ruas jalan yang ditetapkan
sebagai bagian dari jaringan jalan sekunder agar fungsinya dapat optimal sesuai dengan
fungsi hubungan yang diperankan/diembankan masing-masing ruas jalan pada sistem
distribusi dalam kawasan perkotaan.
Tabel D.5 Persyaratan Teknis Jalan Sekunder

No Fungsi Jalan Persyaratan Teknis


1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30
km/jam dan lebar badan jalan paling sedikit 11 meter.
2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu
lintas rata-rata (V/C < 1)
1 Arteri sekunder
3. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
lambat.
4. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus
dapat memenuhi ketentuan butir (1), (2) dan (3)
1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20
km/jam dan lebar badan jalan paling sedikit 9 meter
2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu
Kolektor lintas rata-rata (V/C < 1)
2
sekunder 3. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
lambat
4. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus
memenuhi ketentuan ketentuan butir (1), (2) dan (3)
Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10
3 Lokal sekunder
km/jam dan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter.

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 13


No Fungsi Jalan Persyaratan Teknis
1. Jika diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga)
atau lebih, maka didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 10 km/jam dan lebar badan jalan paling sedikit
Lingkungan
4 6,5 meter
sekunder
2. Jika tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3
(tiga) atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling
sedikit 3,5 meter.
Sumber: pasal 17 s.d pasal 20 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

2.8. Hubungan Antara Fungsi Dengan Status Suatu Ruas Jalan


Secara prosedural pada pasal 62 PP No. 34 Tahun 2006 disiratkan bahwa untuk dapat
menetapkan status jalan diperlukan masukan mengenai ketetapan fungsi jalan. Hal ini
diperjelas lagi dalam pasal 25 s/d pasal 30 PP No. 34 Tahun 2006 dimana untuk setiap status
jalan ditetapkan ruas-ruas jalan yang menjadi bagiannya berdasarkan hirarki fungsinya. Pada
Tabel D.6 disampaikan hubungan status jalan dengan fungsi jalan yang dilingkupinya
sedangkan Gambar menampilkan skema hubungan sistem jaringan, fungsi dan status jalan.

Tabel D.6. Pemetaan Hubungan Antara Fungsi Dengan Status Ruas Jalan
No Status jalan Fungsi jalan yang dilingkupi

a. jalan arteri primer;


1 Jalan Nasional b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi;
c. jalan tol; dan
d. jalan strategis nasional
a. jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota kabupaten atau kota;
b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten
2 Jalan Provinsi atau kota;
c. jalan strategis provinsi; dan
d. jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan masuk ke status
jalan Nasional.
a. jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan
provinsi;
b. jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan
Jalan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa,
3 antaribukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan
Kabupaten
antardesa;
c. jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder
dalam kota; dan
d. jalan strategis kabupaten.
4 Jalan Kota jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota

5 Jalan Desa jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan
kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 14


No Status jalan Fungsi jalan yang dilingkupi

yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam


desa
Sumber: pasal 25 s/d pasal 30 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

Secara lebih gamblang, pada Tabel D.7 disampaikan pemetaan mengenai hubungan antara
penetapan fungsi dan status jalan

Tabel D.7. Hubungan Antara Ketepan Fungsi dengan Ketepatan Status Jalan

FUNGSI JALAN STATUS JALAN

SISTEM FUNGSI PENETAPAN STATUS PENETAPAN

(1) Arteri Primer Jalan NASIONAL


(2) Kolektor Primer yg (Termasuk
menghubungkan Kepmen PU strategis Kepmen PU
antar ibukota Nasional dan
provinsi Jalan TOL)

(1) Kolektor Primer yg Jalan PROVINSI Keputusan


tidak (termasuk jalan Gubernur
menghubungkan strategis
Sistem
antar ibukota provinsi)
Jaringan Jalan
provinsi
PRIMER
(1) Lokal Primer Jalan Keputusan
(2) Lingkungan Primer KABUPATEN Bupati
(termasuk
Keputusan strategis
Gubernur Kabupaten dan
jalan sekunder
dalam wilayah
Kabupaten

(1) Arteri Sekunder Jalan KOTA Keputusan


Sistem (2) Kolektor Sekunder Walikota
Jaringan Jalan (3) Lokal Sekunder
SEKUNDER (4) Lingkungan
Sekunder
(1) Arteri Primer Jalan NASIONAL
(2) Kolektor Primer yg (Termasuk
menghubungkan Kepmen PU strategis Kepmen PU
antar ibukota Nasional dan
Sistem provinsi Jalan TOL)
Jaringan Jalan
PRIMER (1) Kolektor Primer yg Jalan PROVINSI Keputusan
tidak (termasuk jalan Gubernur
Keputusan
menghubungkan strategis
Gubernur
antar ibukota provinsi)
provinsi

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 15


FUNGSI JALAN STATUS JALAN

SISTEM FUNGSI PENETAPAN STATUS PENETAPAN

(1) Lokal Primer Jalan Keputusan


(2) Lingkungan Primer KABUPATEN Bupati
(termasuk
strategis
Kabupaten dan
jalan sekunder
dalam wilayah
Kabupaten

(1) Arteri Sekunder Jalan KOTA Keputusan


Sistem (2) Kolektor Sekunder Walikota
Jaringan Jalan (3) Lokal Sekunder
SEKUNDER (4) Lingkungan
Sekunder
Sumber: PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan - diolah

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 16


Data Teknis D | Pemahaman terhadap KAK

Gambar D.6. Skema Hubungan Sistem Jaringan, Fungsi dan Status Jalan
Sumber: UU No. 38 Tahun 2004

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 17


Data Teknis D | Pemahaman terhadap KAK

3. PEMAHAMAN TERHADAP PERSONIL SERTA FASILITAS PENDUKUNG


Personil yang disyaratkan dalam KAK menurut pandangan konsultan sudah mewakili
seluruh lingkup pekerjaan baik di kantor maupun di lapangan, seluruh kegiatan
konsultan akan dapat diselesaikan dengan baik karena personil yang diajukan sesuai
dengan kriteria yang disyaratkan dalam KAK.
Fasilitas yang disediakan atau dianggarkan sebagian besar sudah memenuhi kebutuhan
konsultan dalam menjalankan pekerjaan.
Daftar peralatan yang dimiliki CV. MEGA MANTRA MANUNGGAL sebagai penunjang
Kegiatan DED Bangunan Pelengkap Jalan diuraikan pada Tabel D.8.

Tabel D.8. Daftar Peralatan

No. JENIS PERALATAN JUMLAH MERK/TYPE KONDISI LOKASI BUKTI


(%) SEKARANG KEPEMILIKAN

1 2 3 4 6 7 8

1 Total Station 1 Leica,TC-1100, 413330 95 Bandung Sewa

a. Battery TS 2 Leica, GEB-87 95 Bandung Sewa

b. Charger 1 Leica, GKL- 22 95 Bandung Sewa

c. Memory Card 1 Leica, PCM-CIA 95 Bandung Sewa

d. Reflektor Single 2 Leica, GDF-22/GRT-44 95 Bandung Sewa

e. Prisma 1 Leica, GPR-1/GPH-1 95 Bandung Sewa

f. Stick / Pole 2 Leica, GLS-11 95 Bandung Sewa

g. Statif 3 GST-20 /Kayu 192878 95 Bandung Sewa

2 Theodolit T0 2 unit Wild 125485/YP 95 Bandung Sewa

3 Waterpass 1 unit Wild NAK-2,381448/EM 95 Bandung Sewa

4 Theodolit T2 1 unit Wild 22032 95 Bandung Sewa

5 GPS e-Track 1 unit Garmin 100 Kantor Ada

6 Bor Tangan 1 unit Iwa Auger 95 Bandung Sewa

7 Bor Mesin 1 unit Tone UD5 95 Bandung Sewa

8 Bor Mesin 1 unit Tone Tass 95 Bandung Sewa

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 18


Data Teknis D | Pemahaman terhadap KAK

Ada
9 Digital Kamera 1 unit Olympus 100 Kantor

Ada
10 Handycam 1 unit Sony 95 Kantor

Ada
11 Komputer 1 unit Pentium IV 240 GHz 100 Kantor

Ada
12 Komputer 1 unit Pentium IV 2.26 GHz 100 Kantor

Ada
13 Note Book 1 unit ECS AMD Athlon 4 1,1 GHz 100 Kantor

Ada
14 USB 2.0 512 MB 1 My Flash 100 Kantor

Ada
15 USB 2.0 256 MB 1 RS 232 100 Kantor

Ada
16 USB 2.0 1 GB 2 Kingstone 100 Kantor

Ada
17 Printer 1 Epson Stylus Color 500 100 Kantor

Ada
18 Printer 1 Canon 6100 100 Kantor

Ada
19 Printer 1 Epson Stylus C-45 100 Kantor

Ada
20 Printer 1 Cannon iX 5000 100 Kantor

Ada
21 Printer Multifunction 1 Cannon MP160 100 Kantor

Ada
22 Plotter 1 HP 100 Bandung

23 Plotter 1 HP 100 Bandung Sewa

24 Mesin Tik IBM 1 IBM 100 Kantor Milik Sendiri

25 Meja Tulis/ Kursi 16 Olympic 100 Kantor Milik Sendiri

26 Lemari Arsip 7 Olympic 100 Kantor Milik Sendiri

27 Telepon 2 - 100 Kantor Milik Sendiri

28 Mesin Fax 1 Murata 95 Kantor Milik Sendiri

29 Infocus 1 Canon 100 Kantor Milik Sendiri

30 Kendaraan 1 Daihatsu Sigra 90 Kantor Milik Sendiri

31 Kendaraan 1 Mitsubishi Xpander 90 Kantor Milik Sendiri

DED Bangunan Pelengkap Jalan |D - 19

Anda mungkin juga menyukai