Anda di halaman 1dari 10

SISTEM PENJALURAN KEPABEANAN,

LARANGAN DAN PEMBATASAN SERTA HAKI

A. SISTEM PENJALURAN

Sistem penjaluran kepabeanan diterapkan oleh DJBC daam rangka penerapan manajemen resiko .
Kiranya perlu pula diketahui sistem penjaluran barang yang diterapkan oleh DJBC dalam proses
impor. Keempat jalur ini dikategorikan berdasarkan profil importir, jenis komoditi barang, track
record dan informasi-informasi yang ada dalam data base intelejen DJBC. Sistem penjaluran juga
telah menggunakan sistem otomasi sehingga sangat kecil kemungkinan diintervensi oleh petugas
DJBC dalam menentukan jalur-jalur tersebut pada barang tertentu. terdapat 4 (empat) penjaluran
secara teknis. Pada tahun 2007 DJBC telah memperkenalkan Jalur MITA, yaitu sebuah jalur
fasilitas yang khusus berada pada kantor Pelayanan Utama (KPU).
Penjaluran di DJBC meliputi sebagai berikut :

1. Jalur Prioritas

Khusus untuk importir yang memiliki track record sangat baik, untuk importir jenis ini pengeluaran
barangnya dilakukan secara otomatis (sistem otomasi) yang merupakan prioritas dari segi
pelayanan, dari segi pengawasan maka importir jenis ini akan dikenakan sistem Post Clearance
Audit (PCA) dan sesekali secara random oleh sistem komputer akan ditetapkan untuk dikenakan
pemeriksaan fisik.

Namun setelah munculnya Peraturan DJBC P-24/BC/2007 tanggal 9 Agustus tentang MITA
(Mitra Utama) maka perhatian kita beralih dari Importir Jalur Prioritas menjadi Importir Mitra
Utama Bea Cukai. Importir MITA adalah Importir Jalur Prioritas yang ditetapkan oleh Direktur
Teknis Kepabeanan sebagai MITA atau importir yang memenuhi syarat dan ditetapkan sebagai
Mitra Utama oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama DJBC.
Adapun kriteria jalur prioritas :

 Proses pelayanan dan pengawasan yang diberikan kepada Importir Jalur Prioritas untuk
pengeluaran Barang Impor TANPA PEMERIKSAAN FISIK dan PENELITIAN
DOKUMEN
 Proses pelayanan akan lebih cepat karena PIB akan selalu mendapat jalur hijau kecuali
untuk komoditi tertentu yang ditetapkan Pemerintah
 SPPB terbit bersamaan dengan penjaluran
 Penyerahan hardcopy PIB dan dokumen pelengkap pabean paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah tanggal SPPB
 Pembayaran BM dan PDRI dapat dilakukan dengan cara berkala
 Jika terkena jalur merah barang dapat diperiksa di gudang importir
 Diprioritaskan untuk dilakukan audit di bidang kepabeanan dan cukai.

2. Jalur Hijau

Jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditi
impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk kedua jalur tadi pemeriksaan fisik barang tetap akan
dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya
nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut terhadap barang.

Adapun kriteria jalur hijau :

 Proses pelayanan dan pengawasan yang diberikan kepada Importir Jalur Prioritas untuk
pengeluaran Barang Impor tanpa dilakukan pemeriksaan fisik tetapi dilakukan penelitian
dokumen setelah terbit SPPB
 Pembayaran BM dan PDRI dilakukan secara tunai
 SPPB terbit bersamaan dengan penjaluran
 Penyerahan hardcopy PIB dan dokumen pelengkap pabean paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah tanggal SPPB, jika melebihi jangka waktu tersebut, PIB berikutnya tidak akan
dilayani.

3. Jalur Kuning

Jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditi impor
bersifat risiko rendah (low risk) untuk jalur tersebut pemeriksaan dokumen barang tetap akan
dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya
nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut terhadap barang.

Adapun kriteria jalur kuning :

 Proses pelayanan dan pengawasan yang diberikan kepada Importir Jalur Prioritas untuk
pengeluaran Barang Impor tanpa dilakukan pemeriksaan fisik tetapi dilakukan penelitian
dokumen sebelum terbit SPPB
 Pembayaran BM dan PDRI dilakukan secara tunai
 Penyerahan hardcopy PIB dan dokumen pelengkap pabean paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah tanggal SPJK (Surat Pemberitahuan Jalur Kuning), jika melebihi jangka waktu
tersebut, PIB berikutnya tidak akan dilayani.
 Dalam hal diperlukan pemeriksaan laboratorium, Importir wajib menyiapkan barangnya
untuk pengambilan barang contoh.
 SPPB terbit setelah dokumen diputus oleh PFPD dan semua kewajiban dipenuhi.

4. Jalur merah (red chanel)

Jalur umum yang dikenakan kepada importir baru, importir lama yang memiliki catatan-catatan
khusus, importir dengan risiko tinggi karena track record yang tidak baik, jenis komoditi tertentu
yang diawasi pemerintah, pengurusannya menggunakan jasa customs broker atau PPJK
perusahaan pengurusan jasa kepabeanan dengan track record yang tidak baik ( "biro Jasa" atau
"calo"), dlsb. Jalur ini perlu pengawasan yang lebih intensif oleh karenanya diadakan
pemeriksaan fisik barang. pemeriksaan fisik tersebut bisa 10%, 30% dan 100%.

Adapun kriteria jalur merah :

 Proses pelayanan dan pengawasan yang diberikan kepada Importir Jalur Prioritas untuk
pengeluaran Barang Impor dimana dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen
terlebih dahulu sebelum terbit SPPB
 Pembayaran BM dan PDRI dilakukan secara tunai
 Penyerahan hardcopy PIB dan dokumen pelengkap pabean paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah tanggal SPJM (Surat Pemberitahuan Jalur Merah), jika melebihi jangka waktu
tersebut, PIB berikutnya tidak akan dilayani.
 Pemeriksaan fisik dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Barang dan disaksikan oleh Importir
atau Kuasanya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah SPJM; jika
Importir atau Kuasanya tidak hadir, dapat dilakukan Pemeriksaan Fisik oleh Pejabat
Pemeriksa Barang atas resiko dan biaya Importir; namun dalam hal Importir atau Kuasanya
dapat memberikan alasan tentang penyebab tidak bisa dilakukannya pemeriksaan fisik,
maka jangka waktu pemeriksaan fisik dapat ditunda menunggu kesiapan Importir atau
Kuasanya.
 Untuk mendapatkan keakuratan identifikasi barang impor, Pejabat Fungsional Pemeriksa
Dokumen (PFPD) dapat memerintahkan untuk dilakukan uji laboratorium yang dilakukan
di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB), atas pengujian tersebut, dipungut PNBP
(Penerimaan Negara Bukan Pajak).
 SPPB terbit setelah dokumen diputus oleh PFPD dan semua kewajiban dipenuhi.

B. LARANGAN PEMBATASAN (LARTAS )

Larangan dan Pembatasan, atau yang biasa disingkat Lartas, sering ditemukan dalam pembicaraan
terkait perdagangan internasional, baik itu impor maupun ekspor. Beberapa barang memang
dilarang dan dibatasi untuk diperdagangkan lintas negara (ekspor-impor). Barang-barang ini
memerlukan izin agar importasi atau eksportasi dapat dilakukan. Untuk menyederhanakan dalam
penyebutannya, barang yang memerlukan izin ini biasa disebut “terkena lartas”. Tidak semua
barang terkena lartas. Ada juga barang bebas lartas yang artinya tidak memerlukan ijin untuk
diimpor maupun diekspor. Barang yang terkena lartas pun, dalam hal tertentu bisa mendapatkan
pengecualian.

ALUR PENETAPAN LARTAS

Demi keamanan, kepolisian melarang importasi senjata api tanpa ijin dari Polri. Di sisi lain,
Kementerian Perdagangan mensyaratkan barang harus berstandarisasi SNI. Begitu juga instansi
lainnya, sesuai tugas dan fungsinya, masing-masing mengeluarkan peraturan yang kadang
bersentuhan dengan pemasukan dan pengeluaran barang. Peraturan-peraturan ini disampaikan
kepada Menteri Keuangan karena Menteri Keuangan membawahi Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai (DJBC) dan Pengelola Portal Indonesia Nasional Single Window (INSW). DJBC adalah
instansi pengawas perbatasan (border officer), jadi segala ketentuan yang terkait dengan
pemasukan dan pengeluaran barang pelaksanaan dan pengawasannya dilakukan oleh DJBC.
Sedangkan INSW adalah Portal yang diharapkan mampu memberikan layanan publik yang
terintegrasi terkait ekspor dan impor dari berbagai instansi.

Filterisasi larangan dan pembatasan menggunakan HS Code sebagai parameternya. Bea cukai
mewajibkan pencantuman HS Code dalam pemberitahuan pabean. Instansi yang menerbitkan
ketentuan larangan dan pembatasan pun wajib mencantumkan HS Code untuk menentukan barang-
barang mana yang dilarang maupun dibatasi impor dan ekspornya. HS Code merupakan sistem
klasifikasi barang yang berlaku secara internasional.

INSTANSI PENERBIT LARTAS

Ada banyak instansi, baik kementerian maupun lembaga di tingkat pusat, yang menetapkan
peraturan yang mengatur pemasukan dan pengeluaran barang. Setelah menerbitkan peraturan,
perijinan untuk melakukan impor atau ekspor biasanya juga diterbitkan oleh instansi yang
bersangkutan. Termasuk pemberian keterangan dalam hal mendapat pengecualian. Namun hal ini
tidak berlaku mutlak. Ada peraturan yang diterbitkan oleh suatu kementerian, sedang
pemenuhannya dilakukan di instansi lain. Sebagai contoh adalah ijin pemasukan mesin bekas.
Kementerian Perdagangan mengatur bahwa pemasukan mesin bekas wajib dilengkapi dengan
Laporan Surveyor (LS). Sedangkan Laporan Surveyor (LS) sendiri diterbitkan oleh Sucofindo
bukan oleh Kementerian Perdagangan.

Dari banyak instansi di atas, ada instansi penerbit perijinan namun ada juga instansi yang hanya
bertindak sebagai penerbit rekomendasi perijinan. Artinya nantinya pengurusan izin dilakukan
bertingkat, atau dua tahap. Yang pertama adalah mengurus rekomendasi perijinan, lalu setelahnya
mengurus perijinan berdasar rekomendasi perijinan yang telah didapatkan. Instansi-instansi yang
terkait dengan ketentuan larangan dan pembatasan antara lain adalah:

1. Kementerian Perdagangan
2. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
3. Badan Karantina Pertanian (Karantina Hewan dan Tumbuhan)
4. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
5. Kementerian Kesehatan
6. DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai)
7. BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir)
8. Bank Indonesia
9. Kementerian Kehutanan
10. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi
11. Kementerian Pertanian
12. Kementerian Perindustrian
13. POLRI
14. Kementerian Lingkungan Hidup
15. Kementerian ESDM
16. Kementerian Pertahanan
17. Kementerian Budaya dan Pariwisata
18. Kementerian Kelautan dan Perikanan
19. Mabes TNI
20. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara – Kementerian Perhubungan
JENIS LARTAS

Lartas terbagi menjadi lartas impor dan lartas ekspor. Lartas impor masih terbagi lagi menjadi
lartas border dan lartas post border. Ekspor tidak mengenal adanya lartas post border, semua lartas
ekspor adalah lartas border.

Lartas border adalah lartas yang harus dipenuhi sebelum barang dikeluarkan dari Kawasan Pabean
(Pelabuhan). Contoh dari lartas border ini salah satunya adalah kewajiban karantina bagi importasi
ikan segar. Menteri Kelautan dan Perikanan mengatur hal ini melalui Peraturan Nomor 18/Permen-
Kp/2018 tentang Jenis Komoditas Wajib Periksa Karantina Ikan, Mutu Dan Keamanan Hasil
Perikanan.

Lartas post border dapat dipenuhi setelah barang dikeluarkan dari Kawasan Pabean (Pelabuhan).
Karena lartas post border dapat dipenuhi setelah barang dikeluarkan dari kawasan pabean maka
pengawasannya dikembalikan ke instansi yang mengatur lartas tersebut. Contoh dari lartas post
border ini adalah kewajiban melampirkan Laporan Surveyor (LS) untuk importasi barang modal
dalam keadaan tidak baru. Lartas ini didasarkan pada Peraturan Menteri Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 90 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Dalam Keadaan
Tidak Baru.

PEMBEBASAN DAN PENGECUALIAN LARTAS

Ada pembebasan dan ada pengecualian lartas. Beberapa importasi dibebaskan dari ketentuan
terkait pengenaan ketentuan larangan dan pembatasan ini. Misalnya adalah importasi yang
dilakukan oleh Tempat Penimbunan Berikat (TPB). Importasi perusahaan kawasan berikat (salah
satu bentuk TPB) dibebaskan dari pemenuhan ketentuan larangan dan pembatasan. Perusahaan
wajib memenuhi ketentuan lartas tersebut ketika dia menjual ke pasar dalam negeri.

Beda dengan pembebasan, ketentuan tentang pengecualian pengenaan lartas biasanya diatur dalam
masing-masing peraturan. Secara umum, pengecualian yang diatur dalam peraturan tersebut tidak
memerlukan surat keterangan pengecualian, selama petugas menilai bahwa barang tersebut
termasuk dalam barang yang dikecualikan. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara petugas
dan importir atau eksportir, maka diperlukan surat keterangan dari instansi terkait jika barang
tersebut dikecualikan dari pengenaan lartas.

C. HAKI

Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan intelektual manusia yang memiliki manfaat ekonomi.
HKI dalam dunia internasional dikenal dengan nama Intellectual Property Rights (IPR) yaitu hak
yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk
kepentingan manusia.

Konsep dasar tentang HaKI berdasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah
diciptakan atau dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan waktu, tenaga dan biaya.

Pada intinya Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) dan Intellectual Property Rights (IPR) adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil
dari suatu kreativitas intelektual.

Berdasarkan pengertian ini maka perlu adanya penghargaan atas hasil karya yang telah dihasilkan
yaitu perlindungan hukum bagi kekayaan intelektual tersebut. Tujuannya adalah untuk mendorong
dan menumbuhkembangkan semangat terus berkarya dan mencipta.

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI/HKI)

Objek perlindungan hukum yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir
karena kemampuan intelektual manusia. Secara garis besar HaKI dibagi dalam 2 (dua)
bagian,yaitu:

1) Hak Cipta (copyright);

2) Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang mencakup:

 Paten (patent);
 Desain industri (industrial design);
 Merek (trademark);
 Penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair competition);
 Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit);
 Rahasia dagang (trade secret).

HKI merupakan hak privat (private rights).

Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftar Hak Atas Kekayaan Intelektual
atau tidak. Hak eksklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta,
pendesain, dan sebagainya) tidak lain dimaksud sebagai penghargaan atas hasil karya
(kreativitas)nya dan agar orang lain terangsang untuk lebih lanjut mengembangkan lagi, sehingga
dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.

Di samping itu, sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas bentuk
kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkan teknologi atau hasil karya lain yang sama
dapat dihindarkan/dicegah.

Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan
dengan maksimal untuk keperluan hidup atau mengembangkan lebih lanjut untuk memberikan
nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

Hak Kekayaan Intelektual Dunia

Badan Khusus yang menangani Hak Kekayaan Intelektual Dunia adalah World Intellectual
Property Organization(WIPO), suatu badan khusus PBB, dan Indonesia termasuk salah satu
anggota dengan diratifikasinya Paris Convention for the Protection of Industrial Property and
Convention Establishing the World Intellectual Property Organization.

Kedudukan HKI di mata dunia Internasional

Pada saat ini, HKI telah menjadi isu yang sangat penting dan mendapat perhatian baik dalam
nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket Persetujuan WTO di tahun
1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HKI di seluruh dunia.
Dengan demikian pada saat ini permasalahan HKI tidak dapat dilepaskan dari dunia perdagangan
dan investasi. Pentingnya HKI dalam pembangunan ekonomi dan perdagangan telah memacu
dimulai era baru pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai