Anda di halaman 1dari 2

tersebut adalah bab terakhir autibiografi Nelson Mandela: Long walk to freedom (1995) dan

kisah hidul Helena pada saat sisitem apartheid masih diberlakukan di Afrika Selatan.
Model analisis yang dilakukan dengan kerangka teori SFL itu dapat diringkas sebagai
berikut. Teks-teks yang dicontohkan untuk dianalisis tersebut didekonstruksi, kemudian
dijelaskan dalam hal:
(1) Tiga tataran bahasa, yaitu: sebagai gramatika, sebagai wacana, dan sebagai konteks
sosial;
(2) Tiga metafungsi bahasa dalam konteks sosial, yaitu: (a) fungsi ideasional (untuk
merepresentasikan pengalaman nyata melalui ideasi, dan untuk menyatakan
konektivitas peristiwa atau gagasan melalui konjungsi), (b) fungsi interpersonal (untuk
menyatakan peran hubungan sosial), serta (c) fungsi tekstual (untuk mengorganisasikan
teks). Masing-masing fungsi berkorelasi dengan makan metafungsional: makna
ideasional (eksperiensial, logikal), makna interpersonal, dan makna tekstual;
(3) Pemanifestasian konteks sosial melalui register (Medan, Pelibat, Moda) dan genre (baik
sebagai jenis-jenis teks maupun sebagai proses sosial);
(4) Penciptaan makna melalui bahasa, untuk berbagi kekuasaan, dan untuk menyatakan
ideologi.
(Diringkas dari Martin & Rose, 2003/2007: 3-16)

Dari penerapan AWK terhadap dua contoh teks di ataş, dapat diungkapkan ketimpangan
sosial (etnis/ras) dan perubahan politik yang tejadi di Afrika Selatan yang menerapkan sistem
apartheid tersebut. Teks autobiografi Mandela menggambarkan rekonsiliasi yang dilakukan oleh
tokoh ini bahwa perjuangan untuk mencari keadilan dan untuk hidup lebih baİk dapat dilakukan
dengan kata, bukan peluru. Dengan kata-kata, Ras Hitam Afrika dapat mempersuasi dan bahkan
mendesak korporasi multinasional dan pemerintah yang dipegang oleh Ras Putih bahwa sistem
apartheid tidak dapat diterima. Dİ pihak lain, dari kisah Helena, diketahui bahwa betapa proses
rekonsiliasi di Afrika Selatan pada Saat itu mempengaruhi kehidupan individual yang dialaminya.
Ia terpaksa harus berpisah dengan kekasihnya hanya karena kekerasan sosial, permasalahan ras,
dan perampasan hak asasi terhadap sesama manusia (Martin & Rose, 2003/2007, Bab 1 dan
Bab 8).

12.3.2 Analisis Appraisal sebagai Pengembangan dari Linguistik Sistemik


Fungsional
Kecuali model di atas, dalam buku yang sama, Martin dan Rose juga menawarkan
analisis appraisal. Pada prinsipnya, analisis appraisal didasarkan pada teori penilaian atau
appraisal theory yang berkenaan dengan eksplorasi sikap yang dinegosiasikan di dalam teks.
Dari sisi hubungan sosial, sikap dinegosiasikan bersama pembaca atau pendengar dengan
menjelaskan cara menuangkan perasaan terhadap orang Iain atau benda (Martin & Rose,
2003/2007: 17, 22). Melalui analisis teks, pendirian pencipta teks dan penilaiannya tehadap
sesuatu dapat dikuak.
Pada sistem penilaian, seperti disajikan pada Gambar 12.1, terdapat tiga pilihan yang
tersedia secara simultan, yaitu: (1) sikap dalam penilaian (attitude), (2) sumber penilaian
(source atau engagement), dan (3) graduasi penilaian (graduation atau amplification). Gambar
12.1 hanya memuat sub-sub yang pokok-pokok saja, dan untuk subsub yang lebih rinci,
pembaca dapat memeriksa Bab 2 buku Working with discourse (Martin & Rose, 2003/2007) dan
buku The language of evaluation (Martin & White, 2005). Diagram yang memuat sistem
penilaian dengan sub-sub yang lebih rinci lagi dapat diperiksa pada Key terms in systemic
functional linguistics oleh Matthessen, Teruya, dan Lam (2010:57)

Anda mungkin juga menyukai