Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMBERIAN AIR REBUSAN JAHE TERHADAP KETIDAKSTABILAN KADAR


GLUKOSA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SUNGAI AMBAWANG

DI SUSUN OLEH
EMY PUJI ASTUTY
NIM.211122010

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
2022/2023
A. KONSEP KELUARGA
1. Pengertian Lansia
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia disebutkan
bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2016).
2. Konsep Keperawatan Gerontik
Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan profesional
dengan menggunakan ilmu dan kiat keperawatan gerontik, mencakup biopsikososial
dan spiritual, dimana klien adalah orang yang berusia lebih dari 60 tahun, baik yang
kondisinya sehat maupun sakit (Dewi, 2014).
Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia,
mempertahankan fungsi tubuh serta membantu lansia menghadapi kematian dengan
tenang dan damai melalui ilmu dan teknk keperawatan gerontik. Cakupan dari ilmu
keperawatan gerontik adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar lansia sebagai
akibat dari proses penuaan. Sedangkan lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah
pencegahan ketidakmampuan sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk
pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan untuk mengatasi keterbatasan lansia.
Sifat asuhan keperawatan gerontik adalah independen, interdependen, humanistik dan
holistik.
Peran dan fungsi perawat gerontik adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan
secara langsung, sebagai pendidik bagi lansia, keluarga dan masyarakat. Perawat juga
dapat menjadi motivator dan inovator dalam memberikan advokasi pada klien serta
sebagai konselor. Keperawatan kesehatan dasar adalah bantuan, bimbingan,
penyuluhan serta pengawasan yang diberikan oleh tenaga keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan dasar lansia. Perawat gerontik memiliki tanggungjawab untuk
membantu klien dalam memperoleh kesehatan yang optimal, memelihara kesehatan,
menerima kondisinya, serta persiapan dalam menghadapi ajal.
3. Perubahan Sistem Organ Tubuh

a. Sistem Cardiovaskular Perubahan yang terjadi akibat proses menua yaitu:


1) Jantung
a) Kekuatan otot jantung menurun
b) Katup jantung mengalami penebalan dan menjadi lebih kaku
c) Nodus sinoatrial yang bertanggungjawab terhadap kelistrikan jantung
menjadi kurang efektif dalam menjalankan tugasnya dan impuls yang
dihasilkan melemah.
2) Pembuluh darah
a) Dinding arteri menjadi kurang elastis
b) Dinding kapiler menebal sehingga menyebabkan melembutnya pertukaran
antara nutrisi dan zat sisa metabolisme antara sel dan darah
c) Dinding pembuluh darah yang semakin kaku akan meningkatkan tekanan
darah sistolik maupun diastolik.
3) Darah
a) Volume darah menurun sejalan penurunan volume cairan tubuh akibat
proses menua
b) Aktivitas sum-sum tulang mengalami penurunan sehingga terjadi
penurunan jumlah sel darah merah, kadar hematokrit dan kadar
hemoglobin
c) Kontraksi jantung melemah, volume darah yang dipompa menurun, dan
cardiac output mengalami penurunan sekitar 1% pertahun dari volume
cardiac outout orang dewasa normal sebesar 5 liter.
b. Sistem Pernafasan Proses yang terjadi akibat proses menua:
1) Cavum thorax
a) Cavum thorax menjadi kaku seiring dengan proses kalsifikasi kartilago
b) Vertebrae thorakalis mengalami pemendekan dan osteoporosis
menyebabkan postur bungkuk yang akan menurunkan ekspansi paru dan
membatasi pergerakan thorax.
2) Otot bantu pernafasan
a) Otot bantu abdomen melemah sehingga menurunkan usaha nafas baik
inspirasi maupun ekspirasi
3) Perubahan intrapulmonal
a) Daya recoil paru semakin menurun seiring pertambahan usia
b) Alveoli melar dan menjadi lebih tipis, dan walaupun jumlahnya konstan,
jumlah alveoli yang berfungsi menurun secara keseluruhan
c) Peningkatan ketebalan membran alveoli-kapiler, menurunkan area
permukaan fungsional untuk terjadinya pertukaran gas.
c. Sistem Muskuloskeletal
Proses yang terjadi akibat proses menua:
1) Struktur tulang
a) Penurunan massa tulang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan lemah
b) Columna vertebralis mengalami kompresi sehingga menyebabkan
penurunan tinggi badan
2) Kekuatan otot
a) Regenerasi jaringan otot berjalan lambat dan massa otot berkurang
b) Otot lengan dan betis mengecil dan bergelambir
c) Seiring dengan inaktivitas otot kehilangan fleksibilitas dan ketahanannya.
d) Sendi : Keterbatasan rentang gerak, Kartilago menipis sehingga sendi
menjadi kaku, nyeri dan mengalami inflamasi
d. Sistem Integumen
Proses yang terjadi akibat proses menua:
1) Kulit
a) Elastisitas kulit menurun, sehingga kulit berkerut dan kering
b) Kulit menipis sehingga fungsi kulit sebagai pelindung bagi pembuluh
darah yang terletak dibawahnya berkurang
c) Lemak subkutan menipis
d) Penumpukan melanosit, menyebabkan terbentuknya pigmentasi yang
dikenal sebagai “aged spot”.
2) Kuku
Penurunan aliran darah ke kuku menyebabkan bantalan kuku menjadi tebal,
keras dan rapuh dengan garis longitudinal.
3) Rambut
a) Aktivitas folikel rambut menurun sehingga rambut menipis
b) Penurunan melanin sehingga terjadi perubahan warna rambut
4) Kelenjar keringat
Terjadi penurunan ukuran dan jumlah
e. Sistem Gastrointestinal
1) Cavum oris
a) Reabsorbsi tulang, bagian rahang dapat menyebabkan tanggalnya gigi
sehingga menurunkan kemampuan mengunyah
b) Lansia yang mengenakan gigi palsu harus mengecek ketepatan posisinya
2) Esofagus
a) Reflek telan melemah sehingga meningkatkan resiko aspirasi
b) Melemahnya otot halus sehingga memperlambat waktu pengosongan
3) Lambung
Penurunan sekresi asam lambung, menyebabkan gangguan absorbsi besi,
vitamin B12, dan protein.
4) Intestinum : Peristaltik menurun, Melemahnya peristaltik usus menyebabkan
inkompetensi pengosongan bowel.
f. Sistem Genitourinaria
1) Fungsi ginjal
a) Aliran darah ke ginjal menurun karena penurunan cardia output dan laju
filtrasi glomerulus menurun
b) Terjadi gangguan dalam kemampuan mengkonsentrasikan urine
2) Kandung kemih
a) Tonus otot menghilang dan terjadi gangguan pengosongan kandung kemih
b) Penurunan kapasitas kandung kemih
3) Miksi
a) Pada pria, dapat tejadi peningkatan frekuensi miksi akibat pembesaran
prostat
b) Pada wanita, peningkatan frekuensi miksi dapat terjadi akibat melemahnya
otot perineal.
4) Reproduksi wanita
a) Terjadi atropi vulva
b) Penurunan jumlah rambut pubis
c) Sekresi vaginal menurun, dinding vagina menjadi tipis dan kurang elastik.
5) Reproduksi pria
a) Ukuran testis mengecil
b) Ukuran prostat membesar
g. Perubahan sistem pernapasan
1) Neuron
a) Terjadi penurunan jumlah neuron diotak dan batang otak
b) Sintesa dan metabolisme neuron berkurang
c) Massa otak berkurang secara progresif
2) Pergerakan
a) Sensasi kinestetik berkurang
b) Gangguan keseimbangan
c) Penurunan reaction time
3) Tidur
a) Dapat terjadi insomnia dan mudah terbangun dimalam hari
b) Tidur dalam (tahap IV) dan tidur REM berkurang
c) Sistem Sensori
1) Penglihatan
- Penurunan kemampuan memfokuskan objek dekat
- Terjadi peningkatan densitas lensa, dan akumulasi lemak disekitar
iris, menimbulkan adanya cincin kuning keabu-abuan
- Produksi air mata menurun
- Penurunan ukuran pupil dan penurunan sensitivitas pada cahaya
- Kemampuan melihat dimalam hari menurun, iris kehilangan
pigmen sehingga bola mata berwarna biru muda atau keabuabuan.
2) Pendengaran
a) Penurunan kemampuan untuk mendengarkan suara berfrekuensi
tinggi
b) Serumen mengandung banyak keratin sehingga mengeras
3) Perasa
Penurunan kemampuan untuk merasakan rasa pahit, asin dan asam.
4) Peraba
Penurunan kemampuan untuk merasakan nyeri ringan dan perubahan
suhu.

B. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Diabetes Mellitus merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa darah disertasi dengan munculnya gejala utama yang khas, yakni
urine yang berasa manis dalam jumlah yang besar. (Bilous dan Donelly, 2015).
Diabetes adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
adanya peningkatan kadar gula dalam darah. Diabetes terjadi karena adanya masalah
dengan produksi hormon insulin oleh pankreas, baik hormon itu tidak diproduksi
dalam jumlah yang benar, maupun tubuh tidak dapat menggunakan hormon insulin.
Penyakit diabetes mellitus juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit
gula darah. Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang
bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah atau kadar gula dalam darah dan insulin
dibu- tuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi
energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar
gula dalam darah. (Manurung, 2018).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya (PERKENI, 2021). Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh tingginya kadar gula dalam darah,yang disertai dengan adanya
kelainan metabolik. Normalnya gula darah dikontol oleh insulin, suatu hormon yang
dihasilkan oleh pankreas, yang memungkinkan sel untuk menyerap gula di dalam
darah. Akan tetapi, pada diabetes terjadi defisiensi insulin yang disebabkan oleh
sekresi insulin dan hambatan kerja insulin pada reseptornya (Handaya, 2016).
Diabetes Mellitus adalah suatu gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak akibat dari ketidak seimbangan antara ketersediaan insulin dengan kebutuhan
insulin. Gangguan tersebut dapat berupa defisiensi insulin absolut, gangguan
pengeluaran insulin oleh sel beta pankreas, ketidakadekuatan atau kerusakan reseptor
insulin, produksi insulin yang tidak aktif dan kerusakan insulin sebelum bekerja
(Damayanti, 2019).
Diabetes Mellitus adalah Penyakit menahun (Kronis) berupa gangguan metabolik
yang ditandai dengan gula darah yang melebihi batas normal. Penyebab kenaikan
kadar gula darah tersebut menjadi landasan pengelompokan jenis Diabetes Mellitus
(Kementrian Kesehatan RI, 2020).
2. Klasifikasi
a. Diabetes Mellitus tipe I (immune mediated diabetes/IMD)
Diabetes Mellitus tipe I (immune mediated diabetes/IMD) yang
disebabkan kenaikan kadar gula darah karena kerusakan sel beta pancreas
sehingga produksi insulin tidak ada sama sekali. Insulin adalah hormone yang
dihasilkam oleh pankreas untuk mencerna gula dalam darah. Penderita diabetes
tipe 1 membutuhkan asupan insulin dari luar tubuhnya (Kementrian Kesehatan
RI, 2020). Diabetes mellitus tipe I disebabkan karena reaksi autoimun yang
menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang sel beta pada pankreas sehingga
tidak bisa memproduksi insulin sama sekali (International Diabetes Federation,
2021).
b. Diabetes Mellitus tipe II (Non-Insulin Dependent Diabetes/NIDDM)
Diabetes mellitus tipe II (Non-Insulin Dependent Diabetes/NIDDM)
terjadi karena akibat adanya resistensi insulin yang mana sel-sel dalam tubuh
tidak mampu merespon sepenuhnya insulin (International Diabetes Federation,
2021). Diabetes mellirus tipe II yang disebabkan kenaikan gula darah karena
penurunan sekresi insulin yang rendah oleh kelenjar pankreas (Kementrian
Kesehatan RI, 2020). Penyakit diabetes ini terjadi karena tubuh tidak dapat
memproduksi hormon insulin yang mencukupi atau karen insulin tidak dapat
digunakan dengan baik (resistensi insulin) (Manurung, 2018). Diabetes mellitus
tipe II ditandai dengan resistensi insulin perifer dan penurunan peroduksi insulin,
disertai dengan inflamasi kronik darajat rendah pada jaringan perifer seperti
adipose, hepar dan otot. Beberapa dakade terakhir, adanya hubungan antara
obesitas dengan resistensi insulin terhadap inflamasi. Hal tersebut dianggap
sebagai kelainan imun (immune disorder). Kelainan metabolik lain yang berkaitan
dengan inflamasi juga banyak terjadi pada diabetes mellitus tipe II (PERKENI,
2021).
c. Diabetes pada kehamilan (Gestational Diabetes)
Diabetes gestasional ditandai dengan kenailan gula darah pada selama
masa kehamilan. Gangguan ini biasanya terjadi pada minggu ke24 dan kadar gula
darah akan kembali normal setelah persalinan (Kementrian Kesehatan RI, 2020).
Diabetes gestasional disebabkan karena naiknya berbagai kadar hormon saat
hamil yang bisa menghambat kerja insulin (International Diabetes Federation,
2021). Diabetes kehamilan (Gestational Diabetes) terjadi pada intoleransi glukosa
yang diketahui selama kehamilan pertama. Jumlahnya sekitar 2- 4 % kehamilam.
Wanita dengan diabetes kehamilan akan mengalami peningkatan risiko terhadap
diabetes setelah 5 - 10 tahun melahirkan (Damayanti, 2019).
3. Etiologi
a. Retensi Insulin
Resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin yang lebih tinggi dari
normal yang dibutuhkan untuk mempertahankan normoglikemia. Insulin tidak
dapat bekerja secara optimal di sel otot. Lemak dan hati akibatnya memaksa
pankreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika
produksi insulin oleh sel beta pancreas tidak adekuat untuk digunakan dalam
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa darah akan
meningkat.
b. Disfungsi Sel Beta
Pankreas Disfungsi sel beta pankreas terjadi akibat dari kombinasi faktor
genetik dan faktor lingkungan. Beberapa teori yang menjelaskan bagaimana
kerusakan sel beta mengalami kerusakan di antaranya teori glukotoksisitas
(peningkatan glukosa yang menahun), lipotoksisitas (toksisitas sel akibat
akumulasi abnormal lemak), dan penumpukan amiloid (fibril protein didalam
tubuh).
c. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang juga memegang peranan penting dalam
terjadinya penyakit DMT2 yaitu adanya obesitas, makan terlalu banyak, dan
kurangnya aktivitas fisik. Penelitian terbaru telah meneliti adanya hubungan
antara DMT2 dengan obesitas yang melibatkan sitokin proinflamasi yaitu tumor
necrosis factor alfa (TNFa) dan interleukin-6 (IL-6), resistensi insulin, gangguan
metabolisme asam lemak, proses selular seperti disfungsi mitokondria, dan stres
retikulum endoplasma. Umumnya diabes mellitus disebabkan karena rusaknya
sel-sel B pulau Langerhans pada pankreas yang bertugas menghasilkan insulin,
oleh karena itu terjadilah kekurangan insulin. (Eva Decroli, 2019).
4. Patofisiologi
Eva Decroli, (2019) resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas
merupakan patofisiologi utama diabetes melitus tipe 2. Resistensi insulin banyak
terjadi pada orang-orang dengan berat badan berlebih atau obesitas. Kondisi ini
mengakibatkan insulin tidak dapat bekerja secara optimal pada sel otot, hati, dan
lemak yang mengakibatkan pankreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin
lebih banyak. Ketika insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas tidak adekuat,
maka kadar glukosa dalam darah akan meningkat dan terjadi hiperglikemia kronis.
Hiperglikemia kronis yang terjadi terus menerus akan merusak sel beta pankreas dan
memperburuk resistensi insulin. ketika sel beta pankreas mengalami kerusakan dan
tidak dapat memproduksi insulin yang adekuat,maka fungsi sel beta pankreas akan
digantikan dengan jaringan amilod sehingga produksi insulin mengalami penurunan.
Kondisi ini menyebabkan tubuh kekurangan insulin secara absolut.
5. Pathway

6. Tanda dan Gejala


Menurut Manurung (2018), Gangguan metabolisme karbohidrat menyebabkan
tubuh kekurangan energi, itu sebabnya penderita diabetes mellitus, umumnya terlihat
lemah, lemas dan tidak bugar. Gejalah umum yang dirasakan oleh penderita diabetes
adalah:
a. Banyak kencing terutama pada malam hari (poliuri)
b. Gampang haus dan banyak minum (polidipsia).
c. Muda lapar dan banyak makan (polyphagia).
d. Mudah lelah dan sering mengantuk.
e. Penglihatan kabur.
f. Sering pusing dan mual.
g. Berat badan trus menurun.
h. Sering kesemutan dan gatal-gatal pada bagian kaki dan tangan.
Tanda pada seorang penderita diabetes mellitus yaitu :
a. Kadar gula dalam darah tinggi.
b. Rusaknya pancreas
c. Urine dikerubuti semut
d. Luka sulit sembuh dan lain-lain.
7. Komplikasi
Diabetes melitus sering menyebabkan komplikasi makrovaskular dan
mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular terutama didasari oleh karena adanya
resistensi insulin, sedangkan komplikasi mikrovaskular lebih disebabkan oleh
hiperglikemia kronik. Kerusakan vaskular ini diawali dengan terjadinya disfungsi
endotel akibat proses glikosilasi dan stres oksidatif pada sel endotel.
Disfungsi endotel memiliki peranan penting dalam mempertahankan homeostasis
pembuluh darah. Untuk memfasilitasi hambatan fisik antara dinding pembuluh darah
dengan lumen, endotel menyekresikan sejumlah mediator yang mengatur agregasi
trombosit, koagulasi, fibrinolisis, dan tonus vaskular. Istilah disfungsi endotel
mengacu pada kondisi dimana endotel kehilangan fungsi fisiologisnya seperti
kecenderungan untuk meningkatkan vasodilatasi, fibrinolisis, dan antiagregasi.
Sel endotel mensekresikan beberapa mediator yang dapat menyebabkan
vasokontriksi seperti endotelin-a dan tromboksan A2, atau vasodilatasi seperti nitrik
oksida (NO), prostasiklin, dan endotheliumderived hyperpolarizing factor. NO
memiliki peranan utama pada vasodilatasi arteri. Pada pasien DMT2 disfungsi
endotel hampir selalu ditemukan, karena hiperglikemia kronis memicu terjadinya
gangguan produksi dan aktivitas NO, sedangkan endotel memiliki keterbatasan
intrinsik untuk memperbaiki diri. Paparan sel endotel dengan kondisi hiperglikemia
menyebabkan terjadinya proses apoptosis yang mengawali kerusakan tunika intima.
Proses apoptosis ini terjadi melewati serangkaian proses yang kompleks yaitu
teraktivasi jalur sinyal β-1 integrin, setelah aktivasi integrin, akan terinduksi
peningkatan p38 mitogen- activated protein kinase (MAPK) dan c-Jun N-terminal
(JNK) yang berujung pada apoptosis sel. Pada sel endotel yang telah mengalami
apoptosis, akan terjadi pula aktivasi vascular endothelialcadherin yang akan
menyebabkan apoptosis sel-sel sekitar pada daerah yang rentan mengalami
aterosklerosis (Eva Decroli, 2019).
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
diabetes mellitus adalah sebagai berikut: (LeMone, Burke dan Bauldoff, 2019).
a. Pemeriksaan kadar glukosa plasma kasual ≥ 200 mg/dl. Pemeriksaan ini
dilakukan sewaktu-waktu tanpa mempertimbangkan waktu makan terakhir.
b. Pemeriksaan kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Pemeriksaan ini dilakukan
saat pasien tidak mendapatkan asupan kalori selama 8 jam.
c. Pemeriksaan kadar glukosa plasma dua jam ≥ 200 mg/dl selama pemeriksaan
toleransi glukosa oral. Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan muatan glukosa
yang isinya setara dengan 75 gram glukosa.
d. Pemeriksaan hemoglobin terglikolisasi (A1C). Jika didapatkan hasil dengan kadar
6,5% cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Jika didapatkan hasil
dengan kadar 5,7%-6,49% mengindikasikan risiko tinggi terjadinya diabetes dn
penyakit kardiovaskular dan merupakan penanda pradiabetes.
e. Pemeriksaan glukosa darah puasa (fasting plasma glucose).
9. Pentalaksanaan medis
Penatalaksanaan diabetes mellitus dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat
(terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis
dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan (PERKENI, 2021).
Menurut Decroli (2019), dalam mengobati pasien diabetes mellitus tipe II tujuan yang
harus dicapai adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan penatalaksanaan
meliputi tujuan penatalaksanaan jangka pendek dan jangka panjang.
a. Tujuan penatalaksanaan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan dan tanda
diabetes mellitus, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target
pengendalian glukosa darah.
b. Tujuan penatalaksanaan jangka panjang adalah untuk mencegah dan menghambat
progresivitas komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler, serta neuropati
diabetikum.
c. Tujuan akhir pengelolaan diabetes mellitus tipe II adalah menurunkan morbiditas
dan mortalitas diabetes mellitus Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara komprehensif (PERKENI, 2021). Hal ini dapat tercapai
melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri
dan perubahan pola hidup, disamping terapi farmakologis (Decroli, 2019).
Beberapa penatalaksaan yang dapat dilakukan yaitu :
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan diabetes mellitus secara holistik (PERKENI, 2021). Keberhasilan
pengelolaan diabetes secara mandiri, dibutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga
dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju
perubahan prilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan prilaku, dibutuhkan
edukasi yang komperhensif, pengembangan karakter dan motivasi (Manurung,
2018).
b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan diabetes
mellitus secara komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta
pasien dan keluarganya). Pasien diabetes mellitus perlu diberikan penekanan
mengenai pentingnnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan
kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat untuk meningkatkan
sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri. (PERKENI, 2021).
c. Terapi farmakologis
Menurut (PERKENI, 2021), Terapi farmakologis diberikan bersama dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral dan bentuk injeksi.
1) Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 2
golongan:
a) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Sulfonilurea : Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan
Glinid : Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Efek samping yang mungkin terjadi
adalah hipoglikemia.
b) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin (Insulin Sensitizers)
Metformin : Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di
jaringan perifer. Efek samping yang mungkin terjadi adalah gangguan
saluran pencernaan diare.
Tiazolidinedion (TZD) : Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan asuhan keperawatan tahap pertama. Dalam pengkajian perlu
dikaji biodata pasien dan data-data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus
akurat agar dapat digunakan dalam tahap, berikutnya, meliputi nama pasien, umur,
keluhan utama, ( Nursallam, 2011).
a. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstermitas, luka yang tak kunjung sembuh, sakit kepala, menyatakan seperti
mau muntah, lemah otot, koma dan bingung.
2) Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien Diabetes punya riwayat hipertensi, penyakit jantung, seperti
infark miokard.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita Diabetes Mel itus
b. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren pada kaki
diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap diri dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6
juta penderita Diabetes Melitus tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki
diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair,Jounal
Februari 2011).
c. Pola nutrisi metabolic
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea,
vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual muntah.
d. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
e. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi atau tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
f. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka, sehingga klien
mengalami kesulitan tidur.
g. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati atau mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,
gangguan penglihatan.
h. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh , lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
i. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
j. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada pembuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas maupun ereksi serta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada
vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko lebih tinggi
terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
k. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalannya penyakit kronik, persaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruktif atau adaptif.
l. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
m. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Vital Sign Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan
suhu.
Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan DM bisa tinggi atau normal,
Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika
terjadi infeksi.
2) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit
terasa gatal.
3) Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, Biasanya tidak terjadi pembesaran
kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure)
normal 5-2 cmH2.
4) Pemeriksaan Dada (Thorax)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolik pernafasan cepat
dan dalam.
5) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
6) Pemeriksaan Abdomen Dalam batas normal
7) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Sering BAK
8) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
9) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
10) Pemeriksaan Neurologi GCS :15, Kesadaran Compos mentis
Cooperative(CMC)
2. Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
aktual atau potensial. Setelah mengumpulkan data-data klien yang relevan, informasi
tersebut dibandingkan dengan ukuran normal sesuai umur klien, jenis kelamin,
tingkat perkembangan, latar belakang sosial dan psikologis. Menurut PPNI (2016)
Diagnosa keperawatan Diabetes Melitus yang sering muncul yaitu :
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik
c. Gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan ulkus DM
3. Intervensi keperawatan

No. Diagnose Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan Manajemen hiperglikemia
glukosa darah tindakan keperawatan Observasi : - Identifikasi
berhubungan dengan selama 1 x 24 jam kemungkinan penyebab
resistensi insulin maka ketidakstabilan hiperglikemia - Monitor
gula darah membaik tanda dan gejala
Kriteria Hasil : - hiperglikemia Terapeutik :
Kestabilan kadar -Berikan asupan cairan
glukosa darah oral Edukasi : - Ajurkan
membaik - Status kepatuhan terhadap diet
nutrisi membaik - Kolaborasi :
Tingkat pengetahuan - Kolaborasi pemberian
meningkat insulin 6 Iu
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan dengan tindakan Observasi
Agen pencedera fisik Keperawatan 1x24 -Identifikasi lokasi,
jam diharapkan nyeri karakteristik, durasi,
menurun Kriteria frekuensi, kualitas,
Hasil : -Tingkat nyeri
menurun - intensitas nyeri
Penyembuhan luka - Identifikasi skala nyeri
membaik - Tingkat Terapeutik
cidera menurun - Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab dan
periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik.
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan Melakukan perawatan
kulit atau jaringan asuhan keperawatan Luka Observasi
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam - Monitor karakteristik
ulkus DM diharapakan : luka (drainase, warna,
- Luka ulkus dm ukuran, bau)
dapat menurun - Monitor tandatanda
- Tanda dan gejala infeksi
infeksi menurun Terpeutik
- Lepaskan plester dan
balutan secara perlahan
- Bersihkan dengan NaCl
- Keluarkan pus
- Pertahankan teknik stril
saat melakukan perawatan
luka
Edukasi
- Jelaskan tandatanda
infeksi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan, yaitu perawat
melakukan tindakan sesuai rencana. Tindakan ini bersifat intelektual, teknis, dan
interpersonal berupa berbagai upaya memenuhi kebutuhan dasarklien. Tindakan
keperawatan meliputi tindakan keperawatan, observasi keperawatan, Pendidikan
kesehatan/keperawatan, dan tindakan medis yang dilakukan perawat (Saifudin, 2018).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, mebandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi
disusun menggunkan SOAP.
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
A : Analisa ualang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap muncul atau ada masalah baru atau ada masalah yang
kontradiktif dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil Analisa respon klien (Fadhila,
2018).
D. KONSEP EVIDENCE BASED PRACTICE NURSING JAHE MERAH PADA
PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS
1. Definisi
Tanaman jahe (Zinger officinale Roscoe) termasuk kedalam keluarga
Zingiberaceae yaitu suatu tanaman rumput – rumput tegak dengan ketinggian 30 -
100cm, namun kadang-kadang tingginya mencapai 120cm. Daunnya sempit, berwarna
hijau bunganya kuning kehijauan dengan bibir bunga unga gelap berbintik - bintik
putih kekuningan dan kepala sarinya berwarna ungu. Akarnya yang bercabang -
cabang dan berbau harum, berwarna kuning atau jingga dan berserat (dalam Pambudi
prio,2018). dikenal juga dengan nama latin Zingiber officinale var. Jahe merah
memiliki rasa yang sangat pedas dengan aroma yang sangat tajam sehingga sering
dimanfaatkan untuk pembuatan minyak jahe dan bahan obat – obatan. Jahe merah
memiliki rimpang yang berwarna kemerahan dan lebih kecil dibandingkan dengan jahe
putih kecil atau sama seperti jahe kecil dengan serat yang kasar. Jahe ini memiliki
kandungan minyak atsiri sekitar 2,58 s.d 3,90% dari berat kering. Jahe merah memiliki
kandungan air 81%. Selain itu jahe merah mempunyai kandungan oleoresin 5 s.d 10%.
Khusus untuk jahe merah
2. Penelitian Penggunaan Jahe Merah Pada Penurunan Kadar Glukosa Darah
Pengaruh Pemberian Jahe (Zingiber Officinale) Terhadap Glukosa Darah Pasien
Diabetes Mellitus yang diteliti oleh Idola Perdana Sulistyoning Suharto, Erik Irham
Lutfi, Mega Diasty Rahayu. Diabetes Mellitus adalahsekelompok penyakit metabolik
yangdicirikan dengan adanya kondisi hiperglikemia(peningkatan level glukosa darah)
yang dikarenakan adanya kelainan dalam hal sekresi insulin, kelainan kerja dari insulin
atau mungkin bisa keduanya.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek
pemberian jahe (Zingiber officinale) terhadap glukosa darah pasien diabetes mellitus.
Pendekatan digunakan adalah one group pretest – posttest design. Sampel
penelitian adalah keseluruhan objek penderita Diabetes Mellitus yang tidak
menggunakan insulin ataupun sudah lama tidak menggunakan insulin sebanyak 16
sampel. Teknik pengambilan sempel yang digunakan adalah metode total sampling
yaitu dengan cara pengambilan sampel pada semua populasi. Peneliti menggunakan
alat ukur glukotest dan lembar observasi untuk mengukur kadar gula darah. Bahan
yang digunakan untuk penelitian ini adalah air rebusan jahe, gelas, glukotest dan data
calon responden penderita Diabetes Mellitus di Kelurahan Sukorame Kota Kediri.
Rebusan jahe dibuat dengan cara memasukkan 50 mg jahe ke dalam 200 mL air,
direbus hingga volume air menjadi 100 mL. Penelitian ini menggunakan pendekatan
the one group pretest – posttest design. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pemberian jahe dan variabel terikatnya adalah glukosa darah. Terdapat 16 pasien
diabetes mellitus yang diberikan jahe (Zingiber officinale). Jahe diberikan dua kali
sehari selama seminggu.
Dosis pemberian jahe yaitu 50 mg jahe direbus dengan 200 ml air. Jahe
mempunyai kandungan bahan aktif untuk menurunkan kadar glukosa darah. Bahan
aktif tersebut adalah gingerol dan shogaol. Kedua bahan aktif tersebut merupakan
urunan dari senyawa flavonoid dan fenol yang berfungsi sebagai antidiabetes(Yanto,
Mahmudati, & Susetyorini, 2016) Dengan adanya efek antidiabetes, maka pemberian
jahe pada pasien dengan diabetes mellitus akan menurunkan kondisi hiperglikemia
dengan jalan menurunkan kadar glukosa plasma pada pasien. Data dianalisis
menggunakan uji wilcoxon signed rank. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji
wilcoxon signed rank didapatkan perbedaan yang signifikan) kadar glukosa darah
antara sebelum dan setelah pemberian jahe (Zingiber officinale) dengan (α<00,5 dan
p-value = 1000 Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah terdapat perbedaan kadar
glukosa darah sebelum dan sesudah pemberian jahe pada pasien diabetes mellitus.
3. Standar Operasional Prosedur Jahe Merah Pada Penderita Daibetes
a. Persiapan Alat
1) Bubuk jahe merah yang sudah dihaluskan dengan berat 8gr
2) Air hangat
3) Sendok
4) Gelas
b. Persiapan Pasien
1) Lakukan interaksi awal melalui komunikasi interpersonal dengan pasien
2) Berikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan
3) Anjurkan pasien untuk rileks sebelum dilakukan pemberian terapi
c.Prosedur
1) Siapkan bubuk jahe merah
2) Jahe merah yang sudah digiling sampai halus jahe merah tersebut
3) kemudian di simpan dalam toples atau plastik dengan isi 8gr setiap plastik
4) Jahe yang bubuk lalu dimasukan ke gelas seduhan dengan air panas kemudian
tambahkan gula merah, madu, atau gula batu secukupnya.
5) Setelah diseduh jahe siap di minum, diberikan 2 kali sehari 30 menit sesudah
makan pagi jam 07.30- 09.00 sesudah makan dan sore jam 16.00- 08.00 sesudah
makan. (Rismunandar & Farry (2014) dalam Ade dkk (2022)).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddarth. (2015). Keperawatan Medikal-Bedah (12th ed.; Eka Anisa Mardela, Ed.).
Jakarta:Penerbit Buku Coghlan, B., Mulumba, F., Stewart, T., & Brennan, R. J. (2018).
Profil Kesehatan Kabupaten Tangerang. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9),1689–1699.

Corwin, Elizabeth J. (2019). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. (2011).Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Edisi Kedua. Jakarta:


Balai Penerbit FKUI.

Fitrianti Dewi, Selvy Afrioza, (2022). Pengaruh Air Rebusan Jahe Merah (Zingiber Officinale
Var.
Rubrum)Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Di Desa Mekarjaya.
Nusantara Hasana Jurnal, 2 (4), 148-155.

Mahyar, S. dkk. (2018). Konsep Dasar Keperaawatan. Jakarta : Trans Info Medika.

Suharto, Idola P. Sulistyoning., Lutfi, E. Irham, & Rahayu, Mega D. (2019). Pengaruh
Pemberian
Jahe(Zingiber officinale) terhadap Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus. Care:Jurnal
Ilmiah Ilmu Kesehatan, 7(3), 76-83

Yanti, S. (2021) The effect of ginger on blood glucose levels in diabetes mellitus patients.
Journal
of Health,Nursing and Society, 1(1), 20-22.

Anda mungkin juga menyukai