Anda di halaman 1dari 2

Sosiolog Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito memandang, sikap Presiden Jokowi

adalah hal yang wajar, baik disampaikan terbuka maupun tertutup.

"Tapi poinnya kemungkinan Jokowi akan memastikan agar pemimpin ke depan nyambung dengan
agenda-agenda strategis yang sudah dibuat, dugaan saya, analisis saya. Tapi itu hal wajar
menurutku," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (30/5/2023).

"Politik kita ini kan makin terbuka, di mana parpol juga membuat blok-blok politik dengan manuver,
apalagi kalau kita sekarang ini kan susah menaruh harapan pada satu kelompok saja. Karena
manuver mereka itu susah ditebak," sambungnya.

Karena itu, dalam momentum tahun politik ini, Arie meminta semua pihak terlebih masyarakat sipil
harus bisa mendorong demokrasi Indonesia dalam jalurnya. Di mana agenda ke depan harus lebih
subtansial ketimbang sekedar kontestasi antar blok yang sebetulnya tidak ada pembahasan subtansi.

"Bagi saya masyarakat sipil harus berperan aktif membawa demokrasi ke depan melalui pemilu ini
makin baik," jelas Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni
UGM ini.

Arie juga mengingatkan, meski ingin cawe-cawe, ada batasan yang harus dilakukan Jokowi, yakni
tidak menggunakan otoritasnya formalnya atau wewenangnya dalam kapasitas sebagai Presiden
Indonesia. "Saya kira Jokowi juga tahulah koridor dan publik juga akan mengawasi itu," kata dia.

Arie tak menampik bahwa cawe-cawe ini juga dalam rangka ingin menempatkan diri Jokowi
sebagaimana dilakukan oleh mantan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, menjadi penentu atau king atau queen maker.

"(Jadi) itu hal biasa saja. Cuma sesekali lagi, demokrasi kan semakin terbuka. Kalau misalnya
melampaui otoritasnya, publik akan mengawasi, pasti akan berteriak," tutur dia.

Senada, Peneliti Pusat Riset Politik-Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) Aisah Putri Budiatri
menegaskan, sebagai politikus, Jokowi sudah memiliki kekuatan politik yang berpengaruh dalam
konstelasi nasional, meski tak menjabat sebagai ketua umum partai. Hal ini ditujukan bagaimana dia
mempunyai barisan relawannya yang masih setia dibelakangnya.

Putri juga menyebut, Jokowi juga berpengaruh pada elektabilitas seseorang dan partai dalam pemilu
dan pilkada sebelumnya, dan bahkan pada pemilu ke depan, yang ditunjukan dari berbagai survei, di
mana langkah politik Jokowi mampu mempengaruhi naiknya suara ganjar/prabowo pada periode
tertentu.

"Posisi dirinya sebagai politisi dan kekuatan politiknya saat ini menjadikan Jokowi tentu saja akan
bermain atau cawe-cawe politik. Hal ini bukan hal yang tidak terduga," kata dia kepada
Liputan6.com, Selasa (30/5/2023).

Meski demikian, kata Putri, jika Jokowi telah menentukan terlibat lebih jauh untuk mendukung dan
berkampanye di hadapan publik pada satu kandidat dan partai tertentu di Pemilu, maka eloknya
dilakukan saat cuti bertugas sebagai presiden.

"Hal ini karena posisinya sebagai kepala negara untuk seluruh rakyat maka sebaiknya memisahkan
diri dari aktivitas politik untuk mendukungan satu elemen tertentu, kecuali sedang dalam posisi cuti
kerja. Hal ini juga mencegah muncul sentimen-sentimen negatif dari publik seperti yang kerap
muncul tentang mencampuradukan posisi antara sebagai politisi dan presiden," tegas dia.
Putri meyakini, meski memiliki kekuatan politik dan kini melakukan manuver, tak akan meninggalkan
atau sepenuhnya berbeda sikap dengan PDIP sebagai partai yang telah mengusungnya dalam
kompetisi politik sejak di tingkat kota hingga nasional.

"Namun, situasi saat ini merupakan momen untuk semua pihak membangun komunikasi dan lobi
politik, tak terkecuali bagi Jokowi dengan PDIP. Apalagi, Jokowi memiliki kekuatan politik yang saya
sampaikan tadi," kata dia.

Ada Kepentingan yang Dijaga Presiden Jokowi, Bukan Hanya Sekedar Tinggalkan Legacy

Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Hurriyah memandang apa yang
dilakukan Jokowi sebenarnya tidak ada larangan baik dalam perundang-undangan atau aturan yang
lain soal dia mendukung siapa di Pemilu 2024. Tapi dia mengingatkan, ada etik yang membayangi
dan dijaga.

"Kita bisa menilai kualitas etik, kualitas moral seseorang dengan caranya dia memperlakukan etika
tadi. Jadi kita bisa melihat yang dilakukan Pak Jokowi hari ini dengan bicara tentang capres bahkan
seolah-olah menunjukan keberpihakan, ini menunjukan ketidakpantasan, ketidakpatutan dengan
posisi Pak Jokowi yang sekarang ini masih menjadi presiden," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa
(30/5/2023).

"Presiden bukannya fokus pada upaya menyelesaikan sisa masa jabatan, menyelesaikan janji-janji
politiknya yang tertunda, tapi malah justru sibuk berkampanye dan juga atau memberikan dukungan
ke sana kesini," sambungnya.

Hurriyah meyakini bahwa dibalik semua ini, jelas ada kepentingan Jokowi pasca Pemilu, karena yang
bersangkutan akan segera hilang kekuatannya.

"Jangan lupa bahwa Pak Jokowi sudah tak bisa mencalonkan diri, yang kedua dia bukan elite partai,
bukan pimpinan partai politik. Artinya besar kemungkinan, potensi dia tak punya peran besar tidak
bisa lagi menjadi penentu, itukan terlihat sekali begitu dia sudah selesai. Sementara, dia punya anak
menantu yang saat ini sedang menjabat, yang itu juga menjabatnya satu periode. Jadi ada
kepentingan," ungkap dia.

Selain itu, Jokowi jelas ingin mengamankan posisinya, di mana jika capres-cawapres bukan orang
pilihannya, kemungkinan kepentingan kebijakan yang sudah diamankan bisa terganggu.
"Kepentingan kebijakan yang sudah sebelumnya diamankan oleh Pak Jokowi ini bisa terganggu.
Peluang itu ada saja saya kira," jelas Hurriyah.

Sehingga, lanjut dia, kepentingan itulah yang membuat Jokowi cawe-cawe, terlebih memastikan
pemimpin ke depan tak akan menganggunya, sehingga tak ada arah bahwa mantan Wali Kota Solo
ini mencoba menjadi king maker atau sang penentu.

"Lebih kepada mengamankan kepentingannya. Kalau king maker, upaya ke situ mungkin ada tapi
saya belum bisa membayangkan Jokowi menjadi king maker di mana dia bisa menentukan. Bahkan
penentuan capres pun kendalinya tetap berada di partai politik kalau kita lihat kan," kata Hurriyah.

Anda mungkin juga menyukai