Anda di halaman 1dari 4

Mayjen TNI (Purn) Prof Dr H Suhardiman, SE

Pendiri Golkar/SOKSI

ARB Jangan Bermimpi

Jadi KING

Memasuki rumah kediaman Prof Dr Suhardiman, SE, yang


terlihat hampir di setiap sudut adalah papan catur. Ya, pendiri
Golongan Karya (Golkar) dan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri
Indonesia (SOKSI) ini memang menekuni catur untuk melatih olah
daya pikir dan mengatur strategi.

INTEGRITAS - Mei 2013

35

SEPAK TERJANG

palagi, sesepuh Golkar


ini juga berkecimpung
dalam dunia politik yang
membutuhkan strategi yang
jitu untuk memenangi percaturan
politik. Baginya, hidup penuh
dinamika itu penting. Hidup adalah
perjuangan untuk mencari tantangan.
Kalau tidak ada tantangan maka tidak
ada dinamika.
Kini, kegiatan sehari-hari Suhardiman,
yang sudah beranjak 88 tahun ini,
tidak sepadat dulu. Bangun pagi,
biasanya dia berdoa dan berolahraga.
Aktivitas olah raga, olah rasa, dan
olah jiwa, masih dijalaninya hingga
sekarang. Suhardiman menerapkan
pola hidup sehat ini sejak menderita
sakit pembengkakan lever. Pada saat
sakit, dalam mimpinya dia didatangi
oleh malaikat yang mengatakan
karena dia masih dibutuhkan di
negara ini maka dia diberikan usia
hidup hingga 100 tahun.
Itu berarti Tuhan masih memakai
saya untuk mengabdi kepada negara
ini tinggal 12 tahun lagi, kata pria
kelahiran Gawok, Solo, 16 Desember
1924, ini.
Sebagai orang Jawa, Suhardiman
masih memegang teguh prinsip ing
ngarsa sung tulada, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani. Tut wuri
handayani berarti dari belakang
seorang guru harus bisa memberikan
dorongan dan arahan, ing madya
mangun karsa berarti di tengah
atau di antara murid, guru harus
menciptakan prakarsa dan ide dan ing
ngarsa sung tulada berarti di depan,
seorang pendidik harus memberi
teladan atau contoh tindakan yang
baik.
Di depan, seorang pendidik harus
memberi teladan atau contoh
tindakan yang baik, di tengah atau di
antara murid, guru harus menciptakan
prakarsa dan ide, dari belakang
seorang guru harus memberikan
dorongan dan arahan, paparnya.
Baginya, politik, dalam bahasa sehari-

36

INTEGRITAS - Mei 2013

hari, dimaknai sebagai sesuatu yang


tidak mungkin menjadi mungkin,
dan juga sebaliknya. Jadi, tergantung
kepada kepentingan politik. Melihat
kondisi kekinian, menurutnya,
yang perlu diperhatikan adalah
apakah Presiden SBY masih bisa
menyelesaikan tugasnya sampai
2014 atau tidak. Jika tidak selesai,
bagaimana tindak lanjutnya.

gubernur maka runtuhlah sudah


kriteria satrio piningit yang sempat
melekat pada Jokowi.

Melihat kondisi kekinian,


menurutnya, yang perlu
diperhatikan adalah
apakah Presiden SBY
masih bisa menyelesaikan
tugasnya sampai 2014
atau tidak. Jika tidak
selesai, bagaimana tindak
lanjutnya.

Jadi jangan bermimpi kalau orang


non Jawa seperti Aburizal Bakrie ingin
menjadi presiden, kata dia kemudian
menambahkan agar Aburizal Bakrie
selaku Ketua Umum Partai Golkar
sowan kepada dirinya sebagai salah
satu pendiri.

Dunia kepemimpinan di Indonesia,


menurutnya, tidak lepas dari ramalan
tradisi Jawa yaitu ramalan Joyoboyo.
Presiden pertama, misalnya, dalam
ramalan itu dikatakan bahwa orang
yang jadi pemimpin adalah orang
yang sering keluar masuk penjara
yang merujuk kepada Soekarno dan
Hatta.

Adalah keliru ketika ada yang


mengatakan Pancasila adalah pilar
bangsa, karena itu Taufik Kiemas
harus mengartikan kembali bahwa
Pancasila adalah dasar negara, tegas
dia.

Ramalan kedua, adalah pemimpin


Indonesia adalah satrio mukti wibowo
yang merujuk kepada Soeharto.
Dan yang ditunggu sekarang adalah
pemimpin yang dijuluki satrio piningit
dengan ciri-ciri orang awam yang
muncul tanpa diduga dan mendapat
rida dari Tuhan.
Mulanya, Suhardiman menduga
Jokowi adalah sosok satrio piningit.
Namun, ketika Jokowi menjadi

Sebetulnya, lanjut dia, bagi mereka


yang ingin mencalonkan diri menjadi
presiden haruslah memperhatikan
aspek historis dan sosiologis. Secara
sosiologis, karena sebagian besar
penduduk di Indonesia adalah orang
Jawa, maka calon presiden yang akan
menang dalam pemilu nanti tentu
saja yang berasal dari suku Jawa.

Pancasila Bukan Pilar


Suhardiman tidak sependapat dengan
konsep empat pilar yakni Pancasila,
UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika
dan NKRI yang digagas oleh Ketua
MPR Taufiq Kiemas. Menurutnya,
Pancasila adalah dasar negara bukan
pilar.

Dia juga mengkritisi konsep Negara


Kesatuan
Republik
Indonesia
(NKRI). Menurutnya, konsep NKRI
patut dipertanyakan. Mengapa? Sebab
berdasarkan pengamatannya negara
ini sudah berubah bentuk menjadi
negara federal, bukan NKRI lagi.
Otonomi daerah telah nyata membuat
pemerintah daerah semakin berkuasa
yang menggambarkan bahwa negara
ini adalah federal. Terkait UUD 45,
dia juga mengutarakan UUD yang
sekarang bukan lagi UUD45 karena
sudah empat kali diamandemen.

Suhardiman masih optimis kelak


negeri ini maju pesat. Syaratnya,
Indonesia dijadikan negara hukum.
Negara hukum yang dimaksud
adalah negara gemah ripah loh jinawi
toto tentrem karto raharjo. Artinya,
negara yang penuh kekayaan alam
yang berlimpah seharusnya mampu
menciptakan negara kesejahteraan.
Ini merupakan mimpi bersama
yang mesti diwujudkan dan
membutuhkan proses yang panjang.
Amerika Serikat membutuhkan
waktu lebih dari satu abad untuk
menata negara kesejahteraan yang
kini menjadi negara adikuasa. Juga,
Inggris, Perancis, dan Jepang, yang
membutuhkan waktu yang sama .
Jadi masih butuh kira-kira 33 tahun
lagi untuk memulihkan negara
yang kini sedang mengalami krisis
kepemimpinan ini, ujarnya.

Nasib Golkar
Menurutnya, pasca reformasi, Aburizal
Bakrie (ARB) yang kini memimpin
Golkar tidak fokus membenahi partai.
Malah, Ketua Umum Partai Golkar
itu asyik mengampanyekan diri
sendiri di televisinya hampir setiap
hari. ARB hanya fokus memasarkan
dirinya untuk menjadi presiden. Ia
mengingatkan ARB bahwa secara
historis dan sosiologis, negara ini
mayoritas dihuni oleh suku Jawa,
sementara ARB bukan orang Jawa.
Karena itu, ARB jangan bermimpi
untuk menjadi king (raja). Cukup
dia menjadi king maker atau dalang
saja. Jangan coba-coba menjadi
wayangnya, ungkap dia. Kalau mau,
dia bisa jadi wakil presiden saja.
Diakuinya, saat ini, cendekiawan
militer belum ada yang begitu
menonjol di Partai Golkar. Dulu ada,
tetapi kini telah pindah dari Partai
Golkar. Bahkan mereka mendirikan
partai baru seperti yang dilakukan
oleh Wiranto.

Dia berpandangan kriteria pemimpin


kedepan, pantasnya berani untuk
menciptakan perubahan yang lebih
maju. Juga, pemimpin harus bisa
menjadi orang tua dan wali yang
mampu mengayomi kepentingan
bangsa dan negara bukan kepentingan
kelompoknya. Selain itu, pemimpin
juga harus bisa menjadi komandan
yang berani menegakkan hukum dan
tidak tebang pilih.
Dengan segala maaf, saya belum
melihat calon pemimpin dengan
kriteria seperti di atas, kata dia.
Ia sedih manakala melihat kondisi
bangsa saat ini. Sulit mencari
figur kepemimpinan yang terbaik
saat ini. Dia mengkritisi beberapa
calon presiden yang sering muncul
belakangan ini. Megawati, misalnya,
dianggap tidak layak memimpin
negara ini. Lalu ARB, karena dia
bukan orang Jawa maka sukar
untuk menjadi presiden. Sedangkan
Prabowo memang orang Jawa tapi dia
harus punya istri.
Sementara Wiranto, menurut dia,
kurang berani. Pada 1998 adalah
kesempatan bagi Wiranto untuk
mengambil
tongkat
komando
menjadi presiden. Namun, hal itu
tidak dilakukannya lantaran takut
dengan HAM. Mahfud MD juga
nggak bisa karena dia bukan Suku
Jawa melainkan suku Madura. Selain
itu, ada juga calon presiden yang
sedang berada nan jauh di Amerika
Serikat yang bernama Sri Mulyani.
Dia orangnya cerdas.
Saya pikir orang seperti ini perlu
diperhitungkan juga, apalagi dia
tinggal di negara adikuasa Amerika
Serikat, kata dia.
Ada sepenggal kisah sejarah yang
dia bagikan kepada majalah
INTEGRITAS. Pada 1963, ketika
terjadi konfrontasi dengan Malaysia,
Suhardiman termasuk orang yang
berjasa menyelamatkan negara dari
pengaruh kuasa Partai Komunis
Indonesia (PKI). Saat itu, Pemimpin

INTEGRITAS - Mei 2013

37

SEPAK TERJANG
PKI Aidit mendesak Presiden
Soekarno agar diadakan pemilu pada
1963.
Ia beranggapan seandainya pemilu
itu digelar maka pastilah PKI akan
menang. Guna menggagalkan rencana
pemilu tersebut, Suhardiman dalam
sebuah kesempatan mengusulkan
jabatan presiden seumur hidup
kepada Soekarno. Pun, menurutnya,
dalam ajaran agama Islam pemimpin
seumur hidup itu tidak dilarang.
Gayung
bersambut,
Presiden
Soekarno menyambut positif usulan
tersebut sehingga pada 1963 pemilu
tidak jadi digelar.
Memikat ketika membaca perjalanan
hidup Suhardiman yang dikenal
sebagai tokoh yang paripurna. Ia
juga dijuluki futuris politik Indonesia
atau dukun politik karena dianggap
memiliki indera keenam dalam
memprediksi
politik
Indonesia
kedepan. Ia pernah menjabat sebagai
Wakil Ketua DPA (1993-1998).
Suhardiman menamatkan pendidikan
SD di Solo (1941), SGL Blitar (1945),
SMA Jakarta (1956) dan Sarjana
ekonomi dari FEUI Jakarta (1962).
Sambil bertugas dia terus belajar
hingga meraih gelar doktor ilmu
administrasi niaga dari Universitas
17 Agustus, Jakarta (1971), dengan
disertasi Pembaharuan Struktur Sosial
sebagai Prasyarat Pembangunan
Niaga Nasional.
Selain pendidikan umum, dia alumni
Akademi Militer Yogyakarta (1948),
Sekolah Infantrie Fort Benning,
AS (1971), dan Seskoad (1969).
Suhardiman, bungsu dari tujuh
bersaudara, itu memulai karier sebagai
anggota Polisi Tentara di Kediri
(1945). Kemudian anggota Kiwal PB
Jenderal Sudirman (1947). Setelah
lulus Akademi Militer Yogyakarta
(1948) dia bertugas sebagai komandan
Subkomando Distrik Militer Yogya
Selatan sampai dia menjabat Kaset
KSAP dan dosen SSKAD.
Pada 1960-an, dia menjabat perwira

38

INTEGRITAS - Mei 2013

pembantu utama Menteri Utama Ir


H Juanda, mengurusi perusahaanperusahaan negara. Ketika itu dia
bersama rekan-rekan mendirikan
SOKSI sebagai imbangan SOBSI/
PKI, dengan ide dan konsep
kekaryaan yang kemudian juga
diwujudkan dalam wadah Golkar. Di
SOKSI dia menjabat ketua umum
sejak berdiri (1960 sampai 1998).
Kemudian melepas jabatan ketua
umum dan menjadi Ketua MPPO
SOKSI (1998 2005). Sejak 2005,
dia menjabat Ketua Umum Dewan
Penasihat SOKSI.
SOKSI adalah salah satu dari tiga
ormas pendiri Golkar. Suhardiman
sendiri aktif sebagai anggota Dewan
Pembina Golkar (1973-1998). Dia
juga sempat berkiprah di Senayan
sebagai anggota DPR/MPR (1983
1988). Selain itu, Suhardiman
pernah menjabat staf ahli Menteri
Urusan Stabilitas Ekonomi dan

Menteri Produksi, Sekretaris Banas


dan Penasihat Menperdag. Jabatan
terakhir yang diembannya di lembaga
tinggi negara adalah Wakil Ketua
DPA (1993 1998).
Dia juga pernah menjabat Dirut PN
Jaya Bhakti, Dirut PT Berdikari,
Direktur PT Evergreen Hotel dan
Komisaris Utama PT Bank Duta
Ekonomi. Di bidang olah raga dia
lama memimpin Perguruan Bela Diri
Tangan Kosong Indonesia sebagai
ketua umum.
Atas
berbagai
pengabdiannya,
Suhardiman dianugerahi penghargaan
Bintang Mahaputra dan lebih
17 bintang penghargaan lainnya.
Universitas Muhammadiyah di
Medan mengangkatnya sebagai guru
besar.
VICTOR

Anda mungkin juga menyukai