MAKALAH
untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah Fisika Matematika
yang diampuh oleh Anis Sulala, S.Si, M.Si
Disusun oleh
Kholifatur Rizqiyah (2021622003)
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem bilangan kompleks pada dasarnya merupakan perluasan dari sistem
bilangan riil. Sistem bilangan ini diperkenalkan untuk memecahkan sistem-sistem
persamaan aljabar yang tidak mempunyai jawaban dalam sistem bilangan kompleks.
x 2 1 0 ? Persamaan ini hanya berbeda tanda sedikit dengan yang sebelumnya. Kita
akan segera menjawab bahwa 1
x , tetapi ini bertentangan dengan konsep bilangan
riil, yaitu tidak ada kuadrat suatu bilangan yang berharga negatif. Atas dasar inilah
kemudian dikembangkan konsep bilangan baru dalam satuan “ i ”yang jika
dikuadratkan
akan berharga negatif atau i 2 1. Karena sifatnya yang tidak dijumpai dalam sistem
bilangan riil (nyata) maka bilangan tersebut dinamakan bilangan imajiner (khayal).
Dalam Fisika, sistem kompleks memegang peranan yang penting seperti misalnya
dalam mempelajari gelombang, rangkaian listrik sampai dengan penggambaran dinamika
partikel sub-atomik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bilangan Kompleks
Bilangan kompleks didefinisikan sebagai kombinasi linier antara bilangan riil
dengan bilangan imajiner sebagai berikut:
z a ib (1)
dengan a merupakan bagian riil dari bilangan kompleks z dan b adalah bagian
imajinernya. Untuk menuliskan masing-masing bagian dinotasikan sebagai:
a Rez , b (2)
Imz
Berbeda dengan sistem bilangan riil yang memiliki konsep urutan dimana satu
bilangan dapat lebih besar atau lebih kecil, maka dalam sistem bilangan kompleks konsep
tersebut tidak dikenal.
3
2.1. Bidang Kompleks, Representasi Kartesian dan Polar
Jika dalam sistem bilangan riil kita dapat merepresentasikannya dalam suatu garis
lurus seperti yang diilustrasikan pada gambar 1(a), maka bilangan kompleks lazim
direpresentasikan dalam suatu bidang kartesian yang dinamakan sebagai bidang
kompleks seperti yang diilustrasikan dalam gambar 1(b) dengan sumbu-sumbu
x Rez
dan
y Imz .
y
b z
z
−
0 a x
0 x
(a) (b)
Gambar 1
Dalam representasi ini, untuk setiap bilangan kompleks z a ib , kita dapat
mengaitkannya dengan suatu titik a, b di dalam sistem koordinat kartesis. Panjang
garis lurus dari titik 0,0 ke a, b dinamakan Modulus Bilangan Kompleks atau z ,
z2 a2 b2
(3a)
b
arg z arctan
a (3b)
Dari dua definisi ini, kita dapat pula menyatakan titik pada bidang kompleks
tersebut dalam representasi Polar, yaitu dengan menyatakan titik a, b menjadi
z , arg z, dimana kedua representasi tersebut dihubungkan oleh persamaan:
a z cosarg z , b
4
z sinarg z
(4)
5
Contoh 2.1. Nyatakan bilangan kompleks A 1 i B 1 i C 1 dan
, , i
D 1
dalam representasi kartesis dan polar. Dalam representasi kartesis, titik-titik
i
tersebut diberikan oleh
A1,1, B1,1, C dan D dengan posisi titik-titk
1,1 1,1
tersebut dalam bidang kompleks diilustrasikan dalam gambar di bawah.
0 x
B1, 1
C 1, 1
Untuk menentukan representasinya dalam bentuk polar, maka terlebih dahulu kita cari
modulus masing-masing titik serta argumennya. Berdasarkan persamaan (3) kita peroleh
untuk bilangan 12 12 1
A1 misalnya, A 2 dan arg A arctan ,
i
1 4
sehingga dengan demikian representasinya dalam bentuk polar diberikan oleh
A 2, 4. Dengan cara yang sama diperoleh untuk bilangan yang lainnya 2, 4 ,
7
B
C 2, 4 dan 2, 4.
5 3
D
Jelas dari sini bahwa untuk memperoleh modulus yang diberikan dalam persamaan (2)
dapat dilakukan melalui ungkapan:
z 2 z * z a iba ib
a 2 b2 (6)
7
Contoh 2.2. Tinjau bilangan kompleks A 2 i . Kompleks konjugat bilangan
tersebut adalah:
A 2 i .
(a) Penjumlahan:
z1 z2 a1 ib1 a2 ib2
(7)
a1 a2 ib1 b2
(b) Pengurangan:
z1 z2 a1 ib1 a2 ib2
(8)
a1 a2 ib1 b2
(c) Perkalian:
z1 z2 a1 ib1 a2 ib2
a a b b ia a b (9)
b
1 2 1 2 1 2 2 1
(a) Pembagian:
*
z1 z1 z 2
z2 z2 z*
2
a1 ib1 a2 ib2
(10)
a2 ib2 a2 ib2
a1a22 b12b2 ia2b12 a12b2
a b a b
2 2 2 2
Jelas terlihat dari hubungan di atas bahwa pada akhir masing-masing operasi tersebut
dilakukan pengelompokan atas bagian riil dan imajiner.
Contoh 2.3. Tinjau dua bilangan kompleks A 2 dan B 3 2i , maka hasil
i
A A 2 i 3 2i 8 i
pembagian adalah: .
B B 3 2i 3 2i 13
8
3. Persamaan Kompleks dan Kurva pada Bidang Kompleks
Persamaan kompleks adalah sebuah persamaan yang mengandung variabel
kompleks, misalnya 3x 2iy 2
adalah contoh persamaan kompleks dengan x dan
2iy y merupakan variabel riil.
Dua bilangan kompleks adalah sama jika dan hanya jika bagian riilnya sama,
demikian pula bagian imajinernya. Misalkan kita memiliki persamaan kompleks
f1 x, y ig1 x, y f 2 x, y ig 2 x, y , maka syarat agar persamaan ini dapat
dipecahkan adalah jika
f1x, y f 2 x, y g1x, y g 2 x, y .
dan
(ii)
2xy 0 . Dari persamaan (ii) x 0 maka dari persamaan (i) diperoleh y 2 1
jika
dan karena y seharusnya merupakan bilangan riil, maka hasil ini bukan pemecahan
9
Contoh 2.5. Tentukan kurva yang terkait dengan persamaan z 3 1 . Ungkapan
10
4. Deret Pangkat Kompleks dan Lingkaran Konvergensi
Seperti halnya ketika kita membahas deret pangkat pada sistem bilangan riil pada
bab 1, dalam sistem bilangan kompleks kita juga dapat membangun suatu deret pangkat
tak-hingga yang didefinisikan sebagai:
S z an (11)
z
n
n1
dengan
z x iy , dan merupakan bilangan kompleks. Untuk menguji konvergensi
an
dari deret tersebut, kita dapat memakai kembali semua perangkat yang telah kita bahas di
bab 1 lalu.
Contoh 2.6. Tinjau deret berikut:
z2 z3 z4 zn
z
n1
2 3
4
...
n1
1 (12)
n
Untuk menentukan konvergensi dari deret pangkat kompleks bolak-balik ini kita uji
bahwa deret ini konvergen karena memenuhi syarat konvergen mutlak. Selanjutnya untuk
mengetahui harga z yang membuat deret tersebut konvergen kita gunakan uji rasio:
nz n1
limn
n 1zn z (13)
1
tidak lain adalah kurva lingkaran dalam bidang kompleks, maka untuk semua nilai x, y
yang berada di dalam kurva tersebut deret tersebut konvergen. Untuk x, y yang berada
12
dalam daerah konvergensi deret tersebut dan deret tersebut secara khusus dinamakan
sebagai uraian Taylor.
Sekarang kita akan meninjau uraian Taylor dari fungsi kompleks f z e z di
sekitar z 0 sebagai berikut (buktikan!):
z
ez 1 z 2
2! 3 z 4 z ...
(14)
3 4 .
! !
zn
1
n1
n
n
Dapat dibuktikan bahwa deret n!z konvergen untuk seluruh z , sehingga uraian
Taylor fungsi f z e z juga memiliki rentang konvergensi yang sama. Dapat
diperlihatkan pula bahwa perkalian dan pembagian dua fungsi eksponensial kompleks
juga memenuhi hubungan yang sama dengan fungsi eksponensial riil yaitu:
ez1
z z (15b)
z2 e 1 2
e
Misalkan kita ambil
z iy atau z murni bilangan imajiner. Dengan
memasukkannya ke dalam persamaan (14), kemudian mengelompokkannya dalam bagian
riil dan imajiner diperoleh:
iy 2
y4 3 y y5 y7
6y y
e 1 ... i y (16)
2! 4! ...6! 3! 5! 7!
1 23 123
cos y sin y
Bagian imajiner dari ruas kanan persamaan (16) tidak lain adalah uraian Taylor untuk
fungsi sin y , sedangkan bagian riilnya dapat ditunjukkan merupakan uraian Taylor fungsi
cos y . Sehingga dengan demikian kita dapati bahwa bentuk fungsi eksponensial bilangan
imajiner ekuivalen dengan representasi trigonometrik:
14
i4 2
Contoh 2.7. Nilai dari e cos i sin 1 i
4 2
4
Berdasarkan representasi dalam bentuk polar yang diberikan pada persamaan (4),
maka bentuk
zx kini dapat kita nyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
iy
z rcos i sin (18)
dengan
r z dan arg z , dan berdasarkan rumusan Euler pada persamaan (17)
z n re i n
r (20)
in
n
e
Rumus pada persamaan (20) di atas lazim dikenal sebagai rumus de Moivre. Mengingat
e
i
n n
cos i sin , maka berlaku hubungan bagus berikut:
15
ei ei 2m (22)
karena e2im 1
.
16
Berdasarkan persamaan (22) dan dari hasil pembagian dua bilangan kompleks
yang diberikan pada persamaan (15b), maka akar pangkat n dari bilangan kompleks atau
z1 n diberikan oleh:
z1 n r1 nei n2m n
(23)
r cos n 2
n
n i n2 n
m sin m
z 4 1 e 2im
14
, sehingga keempat akar tersebut zm cos
m
i sin
m
adalah 2 2
dengan
m 1, 2, 3, yang masing-masing adalah: (i) z1 0 i1 (ii) z2 1 i0 1
4 i
(iii)
z3 0 i1 i z4 1 i0 1 .
(iv)
trigonometrik
sin dan cos dalam bentuk fungsi exponensial kompleks ei . Karena
cos cos dan sin sin , maka berlaku:
e i
cos i sin (24b)
ei cos i sin e i (24b)
17
ei ei
sin (25b)
2i
Perluasan persamaan (25) ke bentuk kompleks dapat dilakukan dengan
mengganti variabel riil menjadi variabel kompleks z . Perluasan ini memberikan
fungsi trigonometrik kompleks:
iz iz
cos z e e (26a)
2
18
iz iz
sin z e e (26b)
2i
1
Contoh 2.11. Tunjukkan hubungan sin cos sin sin
,
2
dengan dan adalah variabel riil. Berdasarkan persamaan (25), melalui manupulasi
berikut diperoleh:
i i i
sin cos e e e ei
2 2
1 ei ei ei ei
2
ei ei
2i
i ei
1e
2 2i 2i
1
sin sin
2
Misalkan kita ambil bilangan kompleks tersebut murni kuantitas imajiner atau
z iy , maka diperoleh:
eiiy eiiy
cos iy e y e y (27a)
2
2 e y e y
iiy iiy
sin iy e e
i (27b)
2i 2
Bentuk di atas mendefinisikan fungsi hiperbolik:
y y
cosh y e e (28a)
2
y y
sinh y e e (28b)
2
Berdasarkan persamaan (27) terlihat bahwa
cos iy cosh y dan sin iy i sinh y . Seperti
halnya perluasan fungsi trigonometrik riil ke trigonometrik kompleks yang dilakukan
dengan mengubah variabel riil menjadi variabel kompleks z , maka perluasan fungsi
19
hiperbolik riil pada persamaan (28) ke bentuk kompleks juga dilakukan dengan
mengubah variabel riil y menjadi variabel kompleks z .
20
Sekarang kita tinjau fungsi logaritma kompleks:
f z ln z (29)
Berdasarkan perkalian dua fungsi kompleks yang diberikan pada persamaan (15a), seperti
halnya yang berlaku bagi fungsi logaritma riil, maka:
lnz1 z2 ln z1 ln z2 (30)
Tinjau kembali variabel z dalam representasi polar z rei 2m , dengan
m 0, 1,
dan , maka fungsi logaritma (3) dapat dituliskan menjadi:
2...
2m 2m
lnz ln rei Ln r ln ei Ln r i 2m ln e , dan " Ln" menyatakan
logaritma riil. Karena ln e 1 , maka dengan demikian diperoleh:
lnz Ln r i 2m
(31)
Contoh 2.12. Dalam sistem bilangan riil, kita tahu bahwa harga dari
ln 1 tidak
terdefinisi, tapi berdasarkan persamaan (31), jika kita mendefinisikan 1 ei 2m
maka diperoleh bahwa ln 1 Ln1 i 2m i 2m .
0
rx, y (36a)
u 2 x, y w2 x, y
wx, y
x, y arctan
u x, y (36b)
21
Contoh 2.13. Nyatakan fungsi
f z z dalam representasi polar. Kita ubah
2
demikian
ux, y x 2 y da wx, y 2xy , rx, y
x 2 y 2 2 4x 2 y 2
2
n sehingga
sinusoidal
sin n adalah bagian imajiner dari eksponensial kompleks ein , maka deret
pada persamaan (36) tidak lain merupakan bagian imajiner dari deret:
N
in
n1
e (37)
N
Deret di atas tidak lain merupakan deret geometri bx
n1
n
yaitu dengan b dan
1
22
x ei . Telah diketahui pula jumlah yang konvergen deret geometri tersebut adalah
b 1xN
sebesar sehingga untuk kasus yang kita tinjau diperoleh:
1x
23
1 e iN
(38)
1 ei
1 2
i 2iei sin . Substitusikan kedua hubungan tersebut ke dalam persamaan (38)
e 2
diperoleh:
2
eiN sin N 2 iN 1 2 sin N 2
e (39)
ei 2
sin 2 sin 2
Karena yang kita cari adalah bagian imajiner dari deret (37) maka hasil diperoleh adalah:
N
N 1 sin N 2
n1
sin n sin
2
sin 2
(40)
Dimana E adalah amplitudo gelombang listrik, adalah frekuensi sudut gelombang dan
n indeks bias bahan yang dilalui. Persamaan diferensial di atas memiliki solusi
sederhana berupa fungsi sinus berikut:
Ex E0 sinkx (42a)
atau dapat pula berbentuk fungsi cosinus:
Ex E n
x
24
(42b)
0 cos
c
dengan
E0 adalah amplitudo maksimum dan k n c dinamakan bilangan gelombang.
Kedua solusi sama-sama memenuhi persamaan Helmholtz (41). Berdasarkan fakta ini,
kita dapat menggunakan representasi kompleks untuk gelombang listrik tersebut dengan
menuliskannya kembali sebagai berikut:
25
Ex E0eikx (43)
Untuk memplotkan solusi tersebut dalam sistem bilangan riil, kita dapat
mengambil bagian riilnya atau bagian imajinernya saja, karena keduanya secara prinsip
menggambarkan keadaan yang sama. Dalam kebutuhan untuk mencari besaran-besaran
seperti distribusi energi listrik di dalam bahan, gelombang listrik dalam representasi
kompleks pada persamaan (43) lebih memudahkan dalam pemakaiannya ketimbang
representasi riil pada persamaan (42).
Jika bahan yang kita tinjau merupakan bahan yang dapat menyerap gelombang
tersebut sehingga terjadi atenuasi (pelemahan) atau bahan yang absorptif, maka kita dapat
melakukan modifikasi pada persamaan Helmholtz (41) dengan memasukkan indeks bias
bahan dalam bentuk kompleks sebagai berikut:
n n0 ina (44)
dengan na
adalah bagian imajiner indeks bias yang terkait dengan atenuasi gelombang.
Berdasarkan model ini, kita akan mendapatkan bahwa pemecahan persamaan (41) dengan
bentuk sebagai berikut:
k a x ik 0 x
Ex E o e e (45)
Terlihat bahwa suku e k a x , dengan ka na c , adalah bagian yang bertanggung jawab
atas peristiwa atenuasi tersebut. Untuk menggambar persamaan (45) dalam sistem
bilangan riil seperti ditunjukkan pada gambar 1, kita dapat mengambil, misal, bagian
riilnya saja:
x
Re Ex E o e k a cos k0 x (46)
e k a x
E0
eka x cos 0k x
Re Ex
Gambar 1
26
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bilangan kompleks merupakan bilangan riil, banyak pengoperasian serta bentuk-bentuk bilangan
kompleks. Bentuk akar, bntuk deret pangkat, brntuk kuadrat , dan bentuk trigonometri.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Astutik, S. Fisika matematika. 1–208 (2012).
28
262