Anda di halaman 1dari 25

Bilangan Kompleks

dan Fasor

1. Bilangan Kompleks
1.1. Definisi
Dalam buku Erwin Kreyszig kita baca definisi bilangan bilangan
kompleks sebagai berikut [1]
Bilangan kompleks z ialah suatu pasangan terurut (x,y) dari
bilangan nyata x, y, yang kita tuliskan
z = ( x, y )

Kita namakan x bagian nyata (real part) dari z dan y bagian


khayal (imaginary part) dari z dan kita lambangkan
Re z = x Im z = y
Kita akan mencoba memahami definisi ini secara grafis, mulai dari
pengertian tentang bilangan nyata.

Bilangan yata. Kita mengenal bilangan nyata bulat seperti 1, 2, 3


dan seterusnya; bilangan nyata rasional ¼, ½, ¾ dan seterusnya,
serta bilangan nyata irasional yang tidak dapat dinyatakan sebagai
rasio bilangan bulat, seperti π yang nilainya adalah 3,14…….,
dengan angka desimal yang tak diketahui ujungnya.
Secara grafis, bilangan nyata dapat digambarkan posisinya di suatu
sumbu yang disebut sumbu nyata, seperti diperlihatkan oleh Gb.1.1.

1
| | | | | | | | m
-2 -1 0 1 2 3 4 5

Gb.1.1. Posisi bilangan nyata di sumbu nyata.

Tinjaulah suatu fungsi y = x dengan x adalah bilangan bulat. Jika


kita plot nilai fungsi y, kita akan mendapatkan gambar seperti
Gb.1.2.

3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gb.1.2. Plot y = x

Pada Gb.1.2. ini sumbu mendatar adalah sumbu nyata di mana


bilangan-bilangan nyata di posisikan. Sumbu tegak juga merupakan
sumbu nyata di mana bilangan-bilangan nyata yang merupakan nilai
y diposisikan. Bidang yang dibatasi oleh kedua sumbu–nyata ini
disebut bidang-nyata. Kita lihat di bidang-nyata ini bahwa kita
hanya dapat menggambarkan nilai y sampai pada x = 0, karena
untuk x < 0 kita tidak mendapatkan nilai y yang berupa bilangan
nyata.
Walaupun kita tidak mendapatkan nilai y yang nyata untuk x negatif,
namun x untuk x yang negatif dapat didefinisikan sebagai suatu
bilangan imajiner (khayal).
Jika didefinisikan bahwa

2 Bilangan Kompleks dan Fasor


−1 = j (1.1).

maka

− 4 = − 1× 4 = − 1 × 4 = j 2
− 9 = − 1× 9 = j 3
− 81 = j 9
− 100 = j10 dst.
Sekarang kita dapat memandang j sebagai sebuah operator; artinya
jika j beroperasi pada bilangan nyata 5 misalnya, kita mendapatkan
bilangan imajiner j5 dan jika beroperasi pada bilangan nyata b kita
mendapatkan bilangan imajiner jb.
Sumbu tegak pada Gb.1.2. dapat diubah menjadi sumbu imajiner
untuk memosisikan bilangan imajiner sehingga sumbu-sumbu yang
membatasi bidang sekarang adalah sumbu nyata (diberi tanda Re)
dan sumbu imajiner (diberi tanda Im); bidang yang dibatasi oleh
kedua sumbu ini disebut bidang kompleks.
Jika setiap titik di bidang kompleks menunjukkan posisi bilangan-
kompleks (x,,y) dengan x adalah komponen nyata dan y adalah
komponen imajiner-nya sebagaimana dikatakan dalam pendefisian
bilangan kompleks yang diberikan di awal sub-bab ini.

1.2. Pernyataan Bilangan Kompleks


Jika setiap bilangan-nyata mempunyai satu nilai, maka suatu
bilangan-kompleks juga mempunyai satu nilai namun satu nilai ini
terdiri dari dua komponen yaitu komponen nyata dan komponen
imajiner. Jadi satu bilangan kompleks z merupakan jumlah dari
komponen nyata dan komponen imajiner dan dituliskan
z = a + jb (1.2)

dengan a bilangan nyata, b juga bilangan nyata, dan jb adalah


bilangan imajiner.
Perhatikan Gb.1.3. yang merupakan plot dari satu bilangan
kompleks z.

3
Im
jb • z = a + jb
ρ
θ
a Re
Gb.1.3. Representasi grafis bilangan kompleks.
Bentuk penulisan bilangan kompleks seperti (1.1) disebut bentuk
sudut siku. Sebutan ini mudah difahami jika kita melihat Gb.1.3 di
mana z merupakan sudut siku dari segitiga siku-siku dengan sisi a
dan jb.
Bilangan kompleks z juga dapat ditulis dengan cara lain, yaitu
dengan melihat panjang penggal garis yang menghubungkan titik
asal dengan z, yang dalam Gb.1.3. diberi nama ρ, dan sudut yang
dibentuk oleh garis ini dengan sumbu nyata yang pada Gb.1.3.
diberi tanda θ. Dari Gb.1.3. jelas terlihat bahwa
a = ρ cos θ dan b = ρ sin θ (1.3)

sehingga bilangan kompleks z dapat dituliskan sebagai


z = ρ(cos θ + j sin θ) (1.4)

Sudut θ disebut argumen (ditulis argz) dan penggal garis yang


menghubungkan titik z ke titik awal disebut modulus. Dari Gb.1.3.
jelas bahwa

b
arg z = θ = tan −1   (1.5)
a
sedangakan modulus z adalah ρ

modulus z = ρ = a 2 + b 2 (1.6)
Dengan demikian maka (1.2) dapat ditulis sebagai

z = a 2 + b 2 (cos θ + j sin θ) (1.7)

4 Bilangan Kompleks dan Fasor


COTOH:
1). Suatu bilangan kompleks dinyatakan dalam bentuk sudut siku
z1 = 3 + j 4
Sudut dengan sumbu nyata adalah

θ1 = tan −1 (4 / 3) ≈ 53,1o
Pernyataan z1 dapat kita tuliskan

(
z1 = 3 2 + 4 2 cos 53,1o + j sin 53,1o )
(
= 5 cos 53,1o + j sin 53,1o )
2). Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai

(
z 2 = 10 cos 20 o + j sin 20 o )
Pernyataan ini dapat kita tuliskan

(
z 2 = 10 cos 20 o + j sin 20 o )
≈ 10(0,94 + j 0,34) = 9,4 + j 3,4)

Kesamaan Bilangan Kompleks. ρ = a 2 + b 2 merupakan nilai


mutlak, karena ia adalah panjang penggal garis. Dua atau lebih
bilangan kompleks bisa saja memiliki nilai ρ yang sama akan tetapi
dengan sudut θ yang berbeda; atau sebaliknya mempunyai nilai θ
sama akan tetapi memiliki ρ yang berbeda. Dua bilangan kompleks
sama besar jika mereka mempunyai baik ρ maupun θ yang sama
besar, atau dengan kata lain memiliki bagian nyata dan bagian
imajiner yang sama besar..

egatif dari Bilangan Kompleks. Nilai negatif dari suatu bilangan


kompleks adalah nilai negative dari kedua komponennya. Jadi jika
z = a + jb maka − z = −a − jb . Perhatikan representasi grafis pada
Gb.1.4.

5
Im
jb • z = a + jb
ρ
θ + 180 o θ
a Re
ρ

− z = −a• − jb
Gb.1.4. Negatif dari suatu bilangan kompleks.

COTOH:
1). Jika z1 = 4 + j 6 maka z 2 = − z1 = −4 − j 6

2). Sudut dengan sumbu nyata

θ1 = tan −1 (6 / 4) = 56,3 o

θ 2 = 56,3 o + 180 o = 236,3 o


3). z1 dapat dinyatakan sebagai

(
z1 = 4 2 + 6 2 cos 56,3 o + j sin 56,3 o )
(
= 7,2 cos 56,3 o + j sin 56,3 o )
(
− z1 = 7,2 cos(56,3 o + 180 o ) + j sin(56,3 o + 180 o ) )
= 7,2(− 0,55 − j 0,83) = −3,96 − j 6

Konjugat Bilangan Kompleks. Konjugat dari suatu bilangan


kompleks z adalah bilangan kompleks z* yang memiliki komponen
nyata sama dengan z tetapi komponen imajinernya adalah negatif
dari komponen imajiner z.

Jika z = a + jb maka z ∗ = a − jb (1.8)

Perhatikan Gb.1.5.

6 Bilangan Kompleks dan Fasor


Im
jb • z = a + jb
ρ
θ
Re
−θ a

− jb • z ∗ = a − jb
Gb.1.5. Kompleks konjugat.

COTOH:

1). Jika z = 5 + j 6 maka z ∗ = 5 − j 6

2). Sudut dengan sumbu nyata

θ = tan −1 (6 / 5) = 50,2 o

θ ∗ = −50,2 o

3). z dapat dinyatakan sebagai

(
z = 5 2 + 6 2 cos 50,2 o + j sin 50,2 o )
( o
= 7,8 cos 50,2 + j sin 50,2 o
)
z∗ = 7,8(cos 50,2 o
− j sin 50,2 o )
4). Jika z = −5 − j 6 maka z ∗ = −5 + j 6

7
Im
z ∗ = −5 + j 6 •

Re

z = −5 − j 6 •

5). Jika z = 5 − j 6 maka z ∗ = 5 + j 6

Im
• z∗ = 5 + j6

Re

• z = 5 − j6

8 Bilangan Kompleks dan Fasor


2. Operasi-Operasi Aljabar
Seperti halnya bilangan nyata, operasi aljabar juga dapat dilakukan
pada bilangan kompleks

2.1. Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Kompleks


Karena bilangan kompleks terdiri dari dua komponen maka operasi
penjumlahan harus dilakukan pada kedua komponen. Hasil
penjumlahan dua bilangan kompleks merupakan bilangan kompleks
yang komponen nyatanya merupakan jumlah komponen nyata dan
komponen imajinernya juga merupakan jumlah komponen imajiner.
Demikian pula selisih dua bilangan kompleks adalah bilangan
kompleks yang komponen nyatanya merupakan selisih komponen
nyata dan komponen imajinernya juga merupakan selisih komponen
imajiner.
z1 + z 2 = (a1 + jb1 ) + (a 2 + jb2 )
= (a1 + a 2 ) + j (b1 + b2 )
(2.1)
z1 − z 2 = (a1 + jb1 ) − (a 2 + jb2 )
= (a1 − a 2 ) + j (b1 − b2 )

COTOH:
Jika s1 = 2 + j 3 dan s2 = 3 + j 4 maka

s1 + s 2 = (2 + j 3) + (3 + j 4)
= 5 + j7

s1 − s 2 = (2 + j 3) − (3 + j 4)
= −1 − j1

9
2.2. Perkalian Bilangan Kompleks
Perkalian dua bilangan kompleks dialksanakan seperti halnya kita
melakukan perkalian jumlah dua bilangan, yaitu dengan malakukan
perkalian komponen per komponen.
( z1 )( z 2 ) = (a1 + jb1 )(a 2 + jb2 )
= a1 a 2 + jb1a 2 + jb1a 2 − b1b2 (2.2)
= a1 a 2 + 2 jb1a 2 − b1b2

Jika z 2 = z1∗ maka z1 × z1∗ adalah

z1 × z1∗ = (a + jb)(a − jb)


= a 2 − jba + jba + b 2 (2.3)
= a2 + b2
COTOH:
Jika z1 = 2 + j 3 dan z 2 = 3 + j 4 maka

( z1 )( z 2 ) = (2 + j 3)(3 + j 4)
= 6 + j 9 + j 9 − 12
= −6 + j18

COTOH:

Jika z1 = 2 + j 3 dan z 2 = z1∗ = 2 − j 3 maka

( z1 )( z1∗ ) = (2 + j 3)(2 − j 3)
= 4 − j6 + j6 + 9
= −5 + 9 = 4
Jadi perkalian suatu bilangan kompleks dengan konjugatnya akan
menghasilkan bilangan nyata. Sifat ini akan kita manfaatkan dalam
melakukan pembagian bilangan kompleks.

10 Bilangan Kompleks dan Fasor


2.3. Pembagian Bilangan Kompleks
Hasil bagi suatu pembagian tidak akan berubah jika pembagian itu
dikalikan dengan 1. Dalam mencari hasil bagi dua bilangan
kompleks, kita kalikan pembagian ini dengan 1 dan bilangan 1 ini
kita pilih sama dengan rasio konjugat bilangan kompleks pembagi
dengan dirinya sendiri. Dengan cara demikian kita akan
memperoleh suatu pembagian di mana bilangan pembaginya adalah
bilangan nyata.
z1 a + jb1 a2 − jb2
= 1 ×
z2 a2 + jb2 a2 − jb2
(2.3)
(a1a2 + b1b2 ) + j (b1a2 − b2 a1 )
=
a22 + b22

COTOH:
Jika z1 = 2 + j 3 dan z 2 = 3 + j 4 maka

z1 2 + j 3 3 − j 4 (6 + 12) + j (−8 + 9) 18 1
= × = = +j
z2 3 + j4 3 − j4 2
3 +4 2 25 25

2.4. Pernyataan Bilangan Kompleks Bentuk Polar


Pernyataan bilangan kompleks bentuk sudut siku adalah seperti yang
kita pakai untuk menyatakan definisi bilangan kompleks, yaitu
z = a + jb . Bentuk polar diturunkan dari bentuk sudut siku melalui
relasi geometri sederhana. Relasi (1.3), (1.5), dan (1.6), yaitu

σ = ρ cos θ dan ω = ρ sin θ


 ω
ρ = σ 2 + ω2 dan θ = tan −1 
σ
Memungkinkan pengubahan dari bentuk sudut siku ke bentuk polar
dan juga sebaliknya. Bentuk polar diturunkan dari fungsi
eksponensial kompleks yang akan kita lihat lebih dulu.

11
Fungsi Eksponensial Kompleks. Kita telah mengenal fungsi
eksponensial nyata. Jika x adalah bilangan nyata maka fungsi
ekponensial
y = ex

merupakan fungsi ekponensial nyata; y memiliki nilai nyata.


Jika z adalah bilangan kompleks z = σ + jθ maka didefinisikan
fungsi eksponensial kompleks

e z = e ( σ+ jθ) = e σ (cos θ + j sin θ) ;


(2.4)
dengan e σ adalah fungsi eksponensial riil`

Melalui identitas Euler, e jθ = cos θ + j sin θ fungsi exponensial


kompleks (2.4) dapat kita tuliskan

e z = e σ e jθ (2.5)

Bentuk Polar. Relasi (2.5) memberikan memberikan jalan untuk


representasi bilangan kompleks dalam bentuk polar

z = ρe jθ (2.6)

Modulus z (nilai absolut) adalah ρ, ditulis | z | = ρ = σ 2 + θ 2 dan


argumen z kita dituliskan juga sebagai ∠z. Perhatikan representasi
grafis Gb.2.1.

Im
•z
ρ
θ
Re

Gb.2.1. z = ρe jθ ; arg z = ∠z = θ .

12 Bilangan Kompleks dan Fasor


COTOH:
Misalkan suatu bilangan kompleks z = 10 e j0,5.
Modulus bilangan kompleks ini adalah |z| = 10 dan argumennya
∠z = 0,5 rad.
Bentuk sudut sikunya adalah:
z = 10 (cos 0,5 + j sin 0,5)
= 10 (0,88 + j 0,48) = 8,8 + j 4,8

Im

• z = 5e j 0,5
10
0,5 rad
Re

COTOH:
Misalkan suatu bilangan kompleks z = 3+ j4.
Modulus z adalah | z | = ρ = 3 2 + 4 2 = 5
4
Argumennya adalah ∠z = θ = tan −1 = 0,93 rad .
3
Representasi polar adalah: z = 5e j0,93

Im
• z = 5e j 0,93
5
0,93 rad
Re

13
COTOH:
Misalkan suatu bilangan kompleks z = −2 + j 0 .
Modulus z adalah | z | = ρ = 4 + 0 = 2 .
Argumen θ = tan −1 (0 / − 2 ) = ± π tidak bernilai tunggal. Kita
harus berhati-hati menentukan argumennya. Di sini kita harus
memilih θ = π rad karena komponen imajiner 0 sedangkan
komponen nyata −2. Representasi polar adalah z = 2e jπ .
Im

z = 2e j π
• Re
−2

COTOH:
Misalkan suatu bilangan kompleks z = 0 − j 2 .
Modulus z adalah | z | = ρ = 0 + 4 = 2 .
Argumen θ = tan −1 (− 2 / 0 ) = −π / 2 ; komponen imajiner 0
sedangkan komponen nyata −2.
Representasi polar adalah z = 2e − jπ / 2 .
Im

Re

− jπ / 2
− j 2 • z = 2e

14 Bilangan Kompleks dan Fasor


2.5. Manfaat Bentuk Polar
Perkalian dan Pembagian Bilangan Kompleks. Representasi polar
dari bilangan kompleks mempermudah operasi perkalian dan
pembagian.

( z1 )( z 2 ) = ρ1e jθ1 ρ 2 e jθ2


= ρ1ρ 2 e j (θ1 + θ2 )
(2.7)
jθ1
z1 ρ e ρ
= 1 = 1 e j (θ1 −θ2 )
z 2 ρ 2 e jθ2 ρ 2

COTOH:
Misalkan bilangan kompleks z1 = 10 e j0,5 dan z2 = 5 e j0,4.

z1 z 2 = 10e j 0,5 × 5e j 0,4 = 50e j 0,9

z1 10e j 0,5
= = 2e j 0,1
z2 5e j 0,4

Konjugat Kompleks. Konjugat dari suatu bilangan kompleks yang


dinyatakan dalam bentuk sudut siku, diperoleh dengan mengganti j
dengan −j seperti diperlihatkan secara grafis pada Gb.2.2.a; hal ini
telah kita pelajari.
Im Im
• z = σ + jθ • z = ρe j θ
θ
Re Re
−θ
• z ∗ = σ + jθ • z ∗ = ρ e − jθ

a) b)
Gb. 2.2. Bilangan kompleks konjugat.

15
Jika dinyatakan dalam bentuk polar, sudut argumen konjugat
berlawanan dengan argumen bilangan kompleks asalnya, seperti
diperlihatkan secara grafis oleh Gb.2.2.b.
Relasi-relasi antara suatu bilangan kompleks dengan konjugatnya
adalah sebagai berikut.

( z )( z*) =| z |2 atau |z| = s s *


[z1 z2 ]* = (z1* )(z*2 ) (2.7)
*
 z1  z1*
  = *
 z2  z2
COTOH:

z1 = 10e j 0,5 dan z 2 = 5e j 0,4

z1 z1∗ = 10e j 0,5 × 10e − j 0,5 = 100


1).
z 2 z 2∗ = 25

[z1 z2 ]∗ = [10e j 0,5 × 5e j 0,4 ] [ ] = 50e


∗ ∗ − j 0,9
2). = 50e j 0,9
= 10e − j 0,5 × 5e − j 0,4 = 50e − j 0,9

∗ ∗
 z1  10e j 0,5 
  =  j 0 , 4  = 2e
z  5e
j 0,1 ∗
[
= 50e − j 0,1 ]
3).  2 
10e − j 0,5
= = 2e − j 0,1
− j 0, 4
5e

16 Bilangan Kompleks dan Fasor


3. Bilangan Kompleks untuk Menyatakan Fugsi Sinus
Berikut ini kita akan melihat pemanfaatan bilangan kompleks untuk
menyatakan fungsi sinus. Tindakan demikian ini kita jumpai dalam
analisis rangkaian listrik.

3.1. Fungsi Sinus


Sinyal listrik sebagai fungsi waktu yang berbentuk sinusoidal
adalah
y = A sin(ωt ) (3.1)

dengan A adalah amplitudo (simpangan maksimum), ω adalah


frekuensi sudut ω = 2πf dengan f frekuensi siklus. Namun
pernyataan sinyal sinus sering dilakukan menggunakan fungsi
cosinus yaitu bentuk pernyataan yang dianggap normal:
y = A cos(ωt − θ) (3.2)
jika puncak pertama fungsi terjadi pada ωt > 0 dan
θ disebut sudut fasa.
seperti terlihat pada Gb.3.1.

y y
A A

0 0 0
ωt 0θ ωt
−A −A

a) y = A cos ωt b) y = A cos(ωt − θ)

Gb.3.1. Fungsi sinusoidal dinyatakan dengan fungsi cosinus.


Dengan bentuk normal ini maka fungsi
y = A sin(ωt ) dituliskan sebagai

y = A cos(ωt − π / 2)

di mana θ = π/2 pada Gb.3.1.b.

17
3.2. Fasor
Kita mengenal pernyataan suatu bilangan kompleks yang berbentuk

z = Ae jθ = A(cos θ + j sin θ) (3.3)

Dengan pernyataan bilangan kompleks ini maka fungsi cosinus dan


sinus dapat dinyatakan sebagai fungsi eksponensial kompleks, yaitu

A cos θ = Re Ae jθ = komponen nyata dari z, dan


(3.4)
A sin x = Im Ae jx = komponen imajiner dari z
Karena sinyal sinus dalam analisis rangkaian listrik dituliskan
dalam bentuk normal sebagai fungsi cosinus, dapat ditetapkan
bahwa hanya bagian riil dari bilangan kompleks Aejx saja yang
diambil untuk menyatakan sinyal sinus. Oleh karena itu sinyal sinus
y = Acos(ωt+θ) dapat kita tulis sebagai

y = A cos(ωt + θ) = Re Ae j (ωt +θ) = Re Ae jθ e jωt


(3.5)
= Ae jθ e jωt
tanpa harus menuliskan keterangan Re lagi.
Jika kita bekerja pada suatu frekuensi ω tertentu untuk seluruh
sistem rangkaian, maka faktor ejωt pada pernyataan fungsi sinus (3.5)
tidak perlu dituliskan lagi. Kita dapat menyatakan fungsi sinus
cukup dengan mengambil besar dan sudut fasa-nya saja. Jadi
sinyal sinus v = A cos( ω t + θ)
dinyatakan dengan (3.6)

V = Ae
Pernyataan sinyal sinus dengan bilangan kompleks ini disebut fasor
yang biasa dituliskan dengan huruf tebal dengan garis di atasnya.
Fasor ini merupakan bilangan kompleks dan dapat digambarkan
secara grafis seperti terlihat pada Gb.3.2. Gambar grafis seperti ini
disebut diagram fasor.

18 Bilangan Kompleks dan Fasor


Im
V
|A|
θ
Re

Gb.3.1. Fasor V = Ae jθ
Jadi dengan notasi fasor, kita hanya memperhatikan amplitudo dan
sudut fasa dari suatu sinyal sinus, dengan pengertian bahwa
frekuensinya sudah tertentu. Karena kita hanya memperhatikan
amplitudo dan sudut fasa saja, maka fasor dapat kita tuliskan dengan
menyebutkan besarnya dan sudut fasanya. Pengertian ini ekivalen
dengan modulus dan argumen pada bilangan kompleks. Jadi
penulisan fasor dalam bentuk yang juga kita sebut bentuk polar
adalah

V = Ae jθ ditulis sebagai V = A∠θ (3.7)

Fasor V = A∠θ kita gambarkan dalam bidang kompleks, seperti


terlihat pada Gb.3.1.

Panjang fasor adalah nilai mutlak dari amplitudo A. Penulisan fasor


dalam bentuk polar, dapat diubah ke bentuk sudut-siku, yaitu :
V = A∠θ = A (cos θ + j sin θ) (3.8)

Sebaliknya, dari pernyataan dalam bentuk sudut-siku dapat diubah


ke bentuk polar

b
V = a + jb = a 2 + b 2 ∠ tan −1   (3.9)
a
Transformasi timbal balik antara pernyataan dalam bentuk sudut-
siku dan bentuk polar, memudahkan kita dalam melakukan operasi-
operasi fasor yang akan kita lihat berikut ini, yang pada hakekatnya
sama seperti operasi aljabar pada bilangan kompleks yang sudah
kita pelajari.

19
3.3. Operasi Fasor
Perkalian Fasor. Perkalian fasor mudah dilakukan bila fasor
dituliskan dalam bentuk polar.

Jika A = A ∠θ1 dan B = B∠θ 2 maka


(3.10)
C = A B = AB∠(θ1 + θ 2 )

Hal ini mudah difahami, karena jika kita menuliskan


A = Ae jθ1 dan B = Be jθ2
maka C = Ae jθ1 Be jθ2 = ABe j (θ1 + θ2 ) = AB∠(θ1 + θ 2 )

Pembagian Fasor. Pembagian fasor mudah dilakukan bila fasor


dituliskan dalam bentuk polar.

Jika A = A∠θ1 dan B = B∠θ 2 maka


A A∠θ1 A (3.11)
D= = = ∠(θ1 − θ 2 )
B B∠θ 2 B

Hal ini juga mudah difahami. Jika kita menuliskan


A = Ae jθ1 dan B = Be jθ2
Ae jθ1 A jθ1 − jθ2 A j (θ1 −θ2 ) A
maka D= = e e = e = ∠(θ1 − θ 2 )
jθ 2 B B B
Be

Penjumlahan dan Pengurangan Fasor. Operasi penjumlahan


ataupun pengurangan lebih mudah dilakukan jika kita menuliskan
fasor dalam bentuk sudut-siku.

20 Bilangan Kompleks dan Fasor


Jika A = a1 + jb1 dan B = a2 + jb2
maka C = A + B = (a1 + a2 ) + j (b1 + b2 )
 
= (a1 + a2 )2 + (b1 + b2 )2 ∠ tan −1 b1 + b2  (3.12)
 a1 + a2 
D = A − B = (a1 + jb1 ) − (a2 + jb2 )
 
= (a1 − a2 )2 + (b1 − b2 )2 ∠ tan −1 b1 − b2 
 a1 − a2 
Jika fasor dinyatakan dalam bentuk polar, kita ubah dulu ke bentuk
sudut siku untuk mudah dijumlahkan / dikurangkan
Jika A = A∠θ1 dan B = B∠θ 2 maka
C = A+B
= ( A cos θ1 + B cos θ 2 ) + j ( A sin θ1 + B sin θ 2 ) (3.13)
D = A−B
= ( A cos θ1 − B cos θ 2 ) + j ( A sin θ1 − B sin θ 2 )

Fasor egatif dan Fasor Konjugat. Jika dituliskan dalam bentuk


sudut-siku, nilai negatif fasor adalah negatif dari masing-masing
komponen riil dan imajiner.
Im
A
A
θ
Re

−A A∗

Gb.12.2. Fasor dan negatifnya serta konjugatnya

Jika A = a1 + jb1 maka − A = −a1 − jb1


*
Jika A = a1 + jb1 maka A = a1 − jb1

21
Dalam bentuk polar,
Jika A = A∠θ
maka (
− A = A∠ θ + 180 o ) (3.14)
= A∠( θ − 180 ) dan A o *
= A∠ − θ
Fasor Dengan Sudut Fasa 90o dan 0o. Bentuk sudut-siku dari
fasor dengan sudut 90o dan 0o adalah
A = A∠90 o = jA ;
B = B∠ − 90 o = − jB ; (3.15)
o
C = C∠0 = C

COTOH:

a). v1 (t ) = 10 cos(500t − 45 o )

Pernyataan fasor sinyal sinus ini dalam bentuk polar dan


bentuk sudut siku adalah

V1 = 10∠ − 45 o atau
V1 = 10 cos(−45 ) + j10 sin(−45 o ) = 7,07 − j 7,07
o

b). v 2 (t ) = 15 cos(500t + 30 o )

Pernyataan fasor sinyal sinus ini dalam bentuk polar dan


bentuk sudut siku adalah

V2 = 15∠30 o atau
V2 = 15 cos(30 ) + j15 sin(30 o ) = 12,99 + j 7,5
o

c). i1 (t ) = −4 cos 1000t

Pernyataan fasor dalam bentuk polar dan bentuk sudut siku


adalah

I1 = −4∠0 o atau I1 = −4 cos(0 o ) − j 4 sin(0 o ) = −4

22 Bilangan Kompleks dan Fasor


d). i 2 (t ) = 3 cos(1000t − 90 o )
Pernyataan fasor dalam bentuk polar dan bentuk sudut siku
adalah
I 2 = 3∠ − 90 o atau I 2 = 3 cos(−90 o ) + j 3 sin(−90 o ) = − j 3

e). I 3 = I1 + I 2 dari c) dan d)

Fasor hanya dapat dijumlahkan jika frekuensinya sama.


Karena kedua arus dalam soal e) ini berfrekuensi sama maka
fasornya dapat kita jumlahkan I 3 = I1 + I 2 = −4 − j 3 .

Hasil penjumlahan ini dapat kita ubah kembali dalam bentuk


polar menjadi

 −3
I 3 = (−4) 2 + (−3) 2 ∠ tan −1   = 5∠ 216,9
o
−4

f). S1 = V1I1* ; S 2 = V2 I *2

S1 = V1I1* = (10∠ − 45 o ) × (−4∠0 o ) = −40∠ − 45 o

S 2 = V2 I *2 = (15∠30 o ) × (3∠90 o ) = 45∠120 o

V1 V2
g). Z1 = ; Z2 =
I1 I2

V1 10∠ − 45 o
Z1 = = = −2.5∠ − 45 o ;
I1 − 4∠0 o
V2 15∠30 o
Z2 = = = 5∠ − 60 o
I2 3∠90 o

23
3.3. Konsekuensi Pernyataan Sinyal Sinus dalam Fasor
Karakteristik piranti dalam rangkaian listrik dinyatakan oleh
hubungan antara arus dan tegangannya. Untuk resistor , induktor,
dan kapasitor hubungan tersebut adalah:
Resistor : v R = Ri R
di L
Induktor : v L = L (3.16)
dt
dvC 1
Kapasitor : iC = C
dt
atau v C =
C
iC dt ∫
R, L, dan C berturut-turut adalah resistansi, induktansi, dan
kapasitansi dari piranti yang bersangkutan. Relasi-relasi ini adalah
relasi di mana tegangan maupun arus merupakan fungsi waktu. Jika
tegangan dan arus dinyatakan dalam bentuk fasor maka harus
dilakukan penyesuaian pada relasi tegangan-arus elemen tersebut.
Resistor. Jika arus pada resistor adalah

i R (t ) = I Rm cos(ωt + θ) = I Rm e j ( ωt + θ)

maka tegangannya adalah

v R (t ) = Ri R (t ) = RI Rm e j ( ωt + θ)

Jika dinyatakan dalam fasor maka


V R = RI R (3.17)

Hubungan arus dan tegangan resistor ini mirip dengan hubungan


tegangan dan arus jika dinyatakan sebagai fungsi waktu.
Induktor. Untuk induktor, jika arus induktor adalah

i L (t ) = I Lm cos(ωt + θ) = I Lm e j ( ωt + θ)

maka tegangan induktor adalah

v L (t ) = L
di L (t )
=L
(
d I Lm e j ( ωt + θ) )
= jωL( I m e j ( ωt + θ) )
dt dt

24 Bilangan Kompleks dan Fasor


Dalam bentuk fasor,

VL = jωL I L = jX L I L = Z L I L
(3.18)
dengan : X L = ωL dan Z L = jωL
Jadi dengan pernyataan sinyal dalam fasor, hubungan tegangan dan
arus induktor tidak lagi berbentuk hubungan diferensial, melainkan
berbentuk linier dengan faktor proporsionalitas sebesar ZL = jXL ;
XL disebut reaktansi induktif , ZL disebut impedansi induktor.

Kapasitor. Untuk kapasitor, jika tegangan kapasitor adalah

v C (t ) = VCm cos(ωt + θ) = VCm e j ( ωt + θ)

maka arus kapasitor adalah

i C (t ) = C
dv C
=C
(
d (VCm e j ( ωt + θ) )
= jωC (VCm e j ( ωt + θ) )
dt dt
yang dalam bentuk fasor dapat kita tuliskan sebagai
I C = jωC VC atau
1 j
VC = IC = − I C = jX C I C = Z C I C (3.19)
jωC ωC
1 j
dengan : X C = dan Z C = −
ωC ωC
Seperti yang kita peroleh pada induktor, hubungan tegangan dan
arus kapasitor tidak lagi berupa hubungan integral, melainkan
berupa hubungan linier dengan faktor proporsionalitas sebesar ZC =
jXC ; XC kita sebut reaktansi kapasitif, ZC kita sebut impedansi
kapasitor.

25

Anda mungkin juga menyukai