Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN RISIKO


BUNUH DIRI DI SEOROJO HOSPITAL MAGELANG
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners
Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:

Varamadila Putri, S.Kep


223203083

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIX


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN


DENGAN RISIKO BUNUH DIRI DI SOEROJO HOSPITAL MAGELANG

Telah disetujui pada


Hari :
tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

(……………………………………) (…………………………………) (................................)


RESIKO BUNUH DIRI

A. Definisi
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
seseorang untuk mengakhiri kehidupannnya. Perilaku bunuh diri adalah
tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk membunuh diri sendiri. Bunuh
diri dapat melibatkan ambivalensi antara keinginan untuk hidup dan keinginan
untuk mati. Perilaku bunuh diri terdiri dari tiga tingkatan yaitu berupa
ide/isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan bunuh diri.
Terdapat beberapa kelompok risiko tinggi klien bunuh diri, antara lain
seseorang dengan gangguan kepribadian, gangguan makan, depresi dan
cemas, pengalaman hidup yang penuh stress, kemiskinan, riwayat keluarga
dengan bunuh diri. (Wahyu et al., 2020).
B. Penyebab atau Alasan Bunuh Diri
1. Tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, contoh :
masuk sekolah baru dengan teman yang baru
2. Perasaan dikucilkan oleh teman atau dimusuhi oleh teman
3. Perasaan marah atau bermusuhan pada diri sendiri maupun orang lain.
Bunuh diri dapat merupakan hukuman yang ditujukan pada diri sendiri
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan
5. Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
6. Situasi keluarga yang kacau atau berantakan
7. Perasaan tidak disayang, kurang perhatian
8. Putus sekolah, tidak naik kelas, prestasi di sekolah jelek
9. Sering dihina oleh teman-teman di sekolah
10. Kehilangan orang yang dicintai : ayah, ibu, kakak, adik, sahabat, pacar
11. Perasaan tidak dimengerti oleh orang lain
12. Tidak punya teman dekat untuk mengungkapkan perasaan, kesedihan,
mengeluh .
13. Keadaan fisik (cacat, penyakit, dll)
14. Masalah dengan orang tua : bertengkar, marah dengan orang tua
15. Mengalami tekanan batin karena memendam suatu masalah (depresi).

C. Tingkat Kecendrungan Bunuh Diri


1. Tingkat Rendah
a. Aktif di masyarakat
b. Tidak mempunyai masalah kesehatan
c. Tidak mengalami gangguan kepribadian
d. Tidak mengkonsumsi obat-obat terlarang (NARKOBA)
e. Mempunyai rencana bunuh diri yang samar atau kabur
f. Tidak menyediakan alat yang membahayakan untuk bunuh diri
g. Keinginan hidup lebih kuat daripada keinginan untuk mati
2. Tingkat Sedang
a. Kadang-kadang masih aktif di masyarakat
b. Ada masalah kesehatan tetapi tidak serius
c. Memakai obat-obatan dan alkohol, tetapi tidak terus-menerus
d. Sering ada pikiran bunuh diri dan kadang-kadang ada ide bunuh diri
e. Keinginan untuk hidup, sama kuatnya dengan keinginan untuk mati
3. Tingkat Tinggi
a. Pernah mencoba bunuh diri
b. Keinginan untuk mati lebih besar daripada keinginan untuk hidup
c. Hidup terisolasi/dikucilkan
d. Tidak mempunyai pekerjaan
e. Menderita penyakit kronis/menahun atau penyakit terminal/mendekati
kematian
f. Mengalami depresi/tekanan batin karena memendam masalah
g. Mengalami halusinasi/mendengar bisikan-bisikan atau melihat seseorang
sedangkan orang lain tidak dapat mendengar/melihatnya
h. Tersedia alat yang dipakai untuk bunuh diri
i. Mempunyai rencana bunuh diri yang pasti
j. Mengalami intoksikasi zat atau mengalami gangguan pemakaian zat
(NARKOBA)
D. Rentang Respon “Self-Protective” Stuart & Sundeen, 2018
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menghargai Berani ambil Tingkah laku Merusak diri Bunuh diri


diri atau resiko dalam merusak diri
meningkatkan mengembangka secara tidak
diri n diri langsung

Perlindungan dan pertahanan diri adalah kebutuhan fundamental dalam


setiap kehidupan. Dalam rentang respon “Self-Protection” menghargai diri
sebagai respon yang sangat adaptif, tingkah laku merusak diri, melukai diri
dan bunuh diri sebagai respon maladaptif. Tingkah laku merusak diri menjadi
rentang/batas lemah dari adaptif ke maladaptif.
Tingkah laku merusak diri secara langsung terdapat beberapa bentuk
didalamnya seperti ancaman, percobaan, gerak isyarat dan bunuh diri yang
lengkap. Seseorang ini bermaksud untuk mati dan sadar terhadap tindakannya.
Tingkah laku merusak diri secara tidak langsung adalah aktivitas tidak
sadar yang merusak fisik seseorang, yang beresiko terjadi kematian. Dimana
seseorang mungkin tidak sadar bahwa itu beresiko dan menyangkal bila
dikonfrontasi, contohnya menolak makan dan penyalahgunaan alkohol serta
obat-obatan. Contoh lain : penyimpangan tingkah laku sosial (menarik diri),
kondisi stress/depresi, menolak pengobatan dan perawatan.
Teori menyatakan bahwa tingkah laku merusak diri dapat dihubungkan
dengan konsep diri dan gangguan alam perasaan (mood), memikirkan atau
mencoba bunuh diri ada pada seseorang yang rendah penghargaan dirinya,
harga diri rendah yang mengarah pada depresi, yang sering diketahui
mengakibatkan tingkah laku merusak diri (Stuart & Sundeen, 2018).
Rawlin’s, et.al, (2017) mengemukakan bahwa individu berharapan. Rentang
harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif (lihat gambar 2)
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Harapan : Putus Harapan :
 Yakin  Tidak berdaya
 Percaya  Putus asa
 Inspirasi  Apatis
 Tetap hati  Gagal dan kehilangan
 Ragu-ragu
 Sedih
 Depresi
 Bunuh diri
Rentang Harapan-Putus Harapan (Rawlin’s, et.al, 2017)
Individuputus harapan menunjukkan perilaku yang tidak berdaya, putus
asa, apatis, kehilangan, ragu-ragu, sedih, depresi, serta yang paling berat
adalah bunuh diri.
1. Ketidakberdayaan,keputusasaan,apatis.
Individu tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah,
karena merasa tidak mampu, seolah-olah koping yang biasa bermanfaat
sudah tidak berguna lagi. Harga diri rendah, apatis, dan tidak mampu
mengembangkan koping serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu.
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Demikian pula
jika individu kehilangan sesuatu yang sudah dimiliki misalnya kehilangan
pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan. Individu akan merasa
gagal, kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
3. Depresi.
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Banyak teori yang menjelaskan tentang depresi
dan semua sepakat keadaan depresi merupakan indikasi terjadinya bunuh
diri. Individu berfikir tentang bunuh diri pada waktu depresi berat, namun
tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya. Biasanya bunuh diri terjadi
pada saat individu keluar dari keadaan depresi berat.
4. Bunuh diri.
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respon maladaptif yang
telah disebutkan sebelumnya. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

E. Pengkajian Bunuh Diri


Faktor yang dikaji dari tingkah laku merusak diri adalah :
1. Mengkaji kondisi yang mengakibatkan percobaan bunuh diri
a. Peristiwa hidup yang memalukan sebagai pencetus
b. Tanda-tanda tindakan persiapan : mendapat metode bunuh diri,
memukul-mukul diri, bicara tentang bunuh diri, memberi hadiah
sebelum bunuh diri
c. Penggunaan cara bengis atau lebih mematikan dengan obat atau racun
d. Mengetahui metode pilihan yang mematikan
e. Perhatian yang menurun
2. Gejala yang dimunculkan
a. Keputusasaan
b. Mencela diri sendiri, merasa gagal dan tidak berguna
c. Depresi
d. Agitasi dan gelisah
e. Insomnia persisten
f. Bicara pelan, fatigue, menarik diri
g. Bicara dan merencanakan bunuh diri
3. Riwayat psikistri
a. Ada percobaan bunuh diri sebelumnya
b. Gangguan alam perasaan (depresi)
c. Alkoholisme atau penyalahgunaan zat atau obat
d. Gangguan tingkah laku dan depresi pada orang dewasa
e. Kombinasi dari kondisi di atas
4. Riwayat psikososial
a. Perpisahan yang baru saja terjadi, perceraian atau kehilangan pasangan
hidup
b. Hidup sendiri
c. Tidak bekerja, perubahan pekerjaan atau kehilangan pekerjaan
d. Stress yang multipel/kompleks dalam kehidupan (baru kehilangan,
masalah-masalah sekolah, dll)
e. Penyakit medik kronik
f. Peminum berat atau penyalahgunaan obat
5. Faktor kepribadian/personality
a. Impulsif, agresif, bermusuhan
b. Kekakuan kognitif dan negatif
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Gangguan kepribadian anti social
6. Riwayat keluarga
a. Riwayat keluarga yang melakukan bunuh diri
b. Riwayat keluarga gangguan alam perasaan, alkoholisme atau keduanya

F. Faktor Predisposisi
Tidak ada satupun teori yang secara adekuat menjelaskan terjadinya
respon melukai diri atau memberi petunjuk intervensi yang terapeutik
Teori tingkah laku memberi kesan bahwa melukai diri adalah dipelajari
dan diperoleh dalam masa kanak-kanak atau dewasa, perbedaannya teori
psikologi memfokuskan pada kerusakan yang penting dalam awal
perkembangan ego, ini memberi kesan bahwa melukai diri mulai tumbuh
pada trauma awal hubungan interpersonal. Dan kecemasan yang tidak diatasi
bisa menimbulkan kelanjutan episode tingkah laku melukai diri (Stuart &
Sundeen, 2019).
Teori interpersonal mengemukakan bahwa melukai diri mungkin
sebagai hasil dari interaksi antara perasaan kehilangan, bersalah pada waktu
kecil dan perasaan tidak berharga. Perilaku menyimpang atau incest mungkin
menjadi presipitasi dari tingkah laku merusak diri jika mempunyai persepsi
yang negatif (Stuart & Sundeen, 2019).
Faktor predisposisi lain berhubungan dengan tingkah laku merusak diri
termasuk di dalamnya adalah :
1. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhannya dan mengungkapkan
perasaannya
2. Perasaan bersalah
3. Depresi dan depersonalisasi serta fluktuasi emosi
Lima faktor predisposisi yang dominan, yaitu :
1. Diagnosis Psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Ciri-Ciri Kepribadian dan Gangguan Kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3. Faktor Psikososial dan Lingkungan
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan
yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat Keluarga dan Genetik
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko penting untuk perilaku destruktif.
5. Faktor Biochemikal
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, opiatergik, dan
dopaminergik menjadi media proses yang dapat menimbulkan perilaku
destruktif-diri.
G. Stressor Pencetus/Presipitasi
1. Perasaan stress yang berkelanjutan/berlimpah
2. Ansietas
3. Kehilangan kemampuan penilaian terhadap diri sendiri
4. Kehilangan harga diri
5. Isolasi sosial : menarik diri
6. Struktur sosial, Durkheim cit. Stuart dan Sundeen, 2019, mengindikasikan
tiga subkategori bunuh diri sebagai dasar motivasi seseorang untuk bunuh
diri :
a. Bunuh Diri Egoistic sebagai hasil interaksi yang tidak terintegrasi
dengan lingkungan (lemah dengan lingkungan).
b. Bunuh Diri Altruistic sebagai hasil kepatuhan dan kebiasaan adat.
c. Bunuh Diri Anomic ketika individu tidak dapat mengatur/mengontrol
lingkungan sosial tersebut.

H. Mekanisme Koping
Pasien mungkin menggunakan variasi dari mekanisme koping untuk
menyetujui tingkah laku merusak dirinya seperti denial, rasionalisasi, regresi
dan pikiran magis. Koping mekanisme ini mungkin berbeda pada tiap
individu dan tingkah laku merusak dirinya. Mereka yang mempunyai respon
emosional yang kuat akan membela diri terhadap kejadian-kejadian hidup
yang mengancam terutama terhadap egonya. Jika mereka berada dalam
kondisi yang lemah, depresi akan mengambil tindakan jahat untuk melakukan
bunuh diri.
Tingkah laku bunuh diri merupakan indikasi dari kondisi koping
mekanisme yang rapuh atau gagal. Usaha bunuh diri mungkin menjadi usaha
terakhir untuk mendapat pertolongan untuk dapat ditanggulangi. Bunuh diri
komplit menggambarkan kegagalan dari koping mekanisme adaptif.
I. Tanda-Tanda Klien Dengan Kemungkinan Bunuh Diri
1. Tanda-Tanda Verbal
a. “Setiap orang akan senang, jika saya mati”
b. “Coba saya mati dari dulu…”
c. “Saya tidak akan membuat masalah lagi”
d. “bagaimana caranya agar saya dapat memberikan tubuh saya pada ilmu
kedokteran”
2. Tanda-Tanda Non-Verbal
a. Memberikan benda yang bersifat pribadi
b. Menulis catatan “Selamat tinggal…”
c. Membuat wasiat
d. Gangguan tidur, nafsu makan menurun
e. Mengucilkan diri dari kelompok sosial
f. Mudah tersinggung (Iritable)
g. Tidak punya harapan atau putus asa (Hopelesness)
Rencana Tindakan
No. Diagnosis Tujuan Kriteria Hasil
Tindakan (Pasien) Tindakan (Keluarga)
1 Risiko Bunuh 1. Pasien mampu SP I SP I
Setelah melakukan interaksi
Diri mengidentifikasi 1. Identifikasi beratnya 1. Diskusikan masalah yg
dengan klien selama … s.d.
beratnya masalah masalah risiko bunuh diri: dirasakan dalam merawat
…. kali, diharapkan klien tidak
resiko bunuh diri : isarat, ancaman, percobaan pasien.
melakukan bunuh diri dengan
isarat, ancaman, (jika percobaan segera 2. Jelaskan pengertian, tanda &
kriteria hasil :
percobaan (jika rujuk). gejala, dan proses terjadinya
1. Pasien tidak ada ide untuk
percobaan segera 2. Identifikasi benda-benda risiko bunuh diri (gunakan
melakukan bunuh diri
rujuk) berbahaya dan booklet).
2. Pasien berfikir positif
2. Pasien mampu mengankannya (lingkungan 3. Jelaskan cara merawat risiko
dalam menyelesaikan
mengidentifikasi aman untuk pasien). bunuh diri.
masalah
benda-benda yang bisa 3. Latihan cara mengendalikan 4. Latih cara memberikan pujian
memunculkan ide diri dari dorongan bunuh hal positif pasien, memberi
untuk bunuh diri diri: buat daftar aspek dukungan pencapaian masa
3. Pasien mampu berlatih positif diri sendiri, latihan depan.
cara mengendalikan afirmasi/berpikir aspek 5. Anjurkan membantu pasien
diri dari dorongan positif yang dimiliki. sesuai jadwal dan memberikan
bunuh diri : buat daftar 4. Masukan pada jadwal pujian.
aspek positif diri latihan berpikir positif 5
sendiri, latihan kali per hari.
afirmasi/ berfikir aspek
positif yang dimiliki
4. Pasien bersedia latih
cara mengendalikan
diri dari dorongan
bunuh diri : buat daftar
aspek positif keluarga
dan lingkungan, latih
afirmasi/ berfikir
positif keluarga dan
lingkungan
5. Pasien mau berlatih
cara-cara mencapai
harapan dan masa
depan secara bertahap
(setahap demi setahap)
6. Pasien mampu menilai
kemampuan yang telah
mandiri
7. Pasien mampu menilai
apakah resiko bunuh
diri teratasi
SP II SP II
1. Evaluasi kegiatan berpikir 1. Evaluasi kegiatan keluarga
positif tentang diri sendiri, dalam memberikan pujian dan
beri pujian. Kaji ulang penghargaan atas keberhasilan
risiko bunuh diri. dan aspek positif pasien. Beri
2. Latih cara mengendalikan pujian.
diri dari dorongan bunuh 2. Latih cara memberi
diri: buat daftar aspek penghargaan pada pasien dan
positif keluarga dan menciptakan suasana positif
lingkungan, latih dalam keluarga: tidak
afirmasi/berpikir aspek membicarakan keburukan
positif keluarga dan anggota keluarga.
lingkungan. 3. Anjurkan membantu pasien
3. Masukkan pada jadwal sesuai jadwal dan memberi
latihan berpikir positif pujian.
tentang diri, keluarga dan
lingkungan.

SP III SP III
1. Evaluasi kegiatan keluarga
1. Evaluasi kegiatan berpikir
dalam memberikan pujian dan
positif tentang diri, keluarga
penghargaan pada pasien serta
dan lingkungan. Beri
menciptakan suasana positif
pujian. Kaji risiko bunuh
dalam keluarga. Beri pujian.
diri.
2. Bersama keluarga berdiskusi
2. Diskusikan harapan dan
dengan pasien tentang harapan
masa depan.
masa depan serta langkah-
3. Diskusikan cara mencapai
langkah mencapainya.
harapan dan masa depan.
3. Anjurkan membantu pasien
4. Latih cara-cara mencapai
sesuai jadwal dan berikan
harapan dan masa depan
pujian.
secara bertahap (setahap
demi setahap).
5. Masukkan pada jadwal
latihan berpikir positif
tentang diri, keluarga dan
lingkungan dan tahapan
kegiatan yang dipilih.
SP IV SP IV
1. Evaluasi kegiatan berpikir 1. Evaluasi kegiatan keluarga
positif tentang diri, keluarga dalam memberikan pujian,
dan lingkungan serta penghargaan, menciptakan
kegiatan yang dipilih. Beri suasana keluarga yang positif
pujian. dan kegiatan awal dalam
2. Latih tahap kedua kegiatan mencapai harapan masa depan.
mencapai masa depan. Beri pujian.
3. Masukkan pada jadwal 2. Bersama keluarga berdiskusi
latihan berpikir positif tentang langkah dan kegiatan
tentang diri, keluarga dan untuk mencapai harapan masa
lingkungan, serta kegiatan depan.
yang dipilih untuk 3. Jelaskan follow up ke
persiapan masa depan. RSJ/PKM, tanda kambuh,
rujukan.
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberikan
pujian.

SP V SP V
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga
peningkatan positif diri, dalam memberikan pujian,
keluarga dan lingkungan. penghargaan, menciptakan
Beri pujian suasana yang positif dan
2. Evaluasi tahapan kegiatan membimbing langkah-langkah
mencapai harapan masa mencapai harapan masa depan.
depan Beri pujian
3. Latih kegiatan harian 2. Nilai kemampuan keluarga
4. Nilai kemampuan yang merawat pasien
telah mandiri 3. Nilai kemampuan keluarga
5. Nilai apakah resiko bunuh melakukan kontrol ke RSJ/
diri teratasi PKM
DAFTAR PUSTAKA
Wahyu, I., Dewi, P., Erawati, E., Studi, P., Terapan, S., Magelang, K., Semarang,
P. K., & Kemerdekaan, J. P. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA KLIEN SKIZOFRENIA NURSING CARE FOR SCHIZOPHRENIA
CLIENTS WITH RISK OF SELF-RISK. 8(2), 211–216.
Carpenito, L.J, (2019). Buku saku diagnosa keperawatan (terjemahan). Edisi
8.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Depkes RI, (2019). Petunjuk Teknik Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan
Skizofrenia. Direktorat Kesehatan Jiwa. Jakarta
Stuart. G.W & Sundeen. S.J, (2019). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan).
Edisi 3, EGC, Jakarta
Townsend, M.C, (2019). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri
(terjemahan),Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai