Anda di halaman 1dari 111

PENERAPAN CLIENT CENTERED COUNSELLING UNTUK

MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI PADA KORBAN


CYBERBULLYING
(Studi kasus SMAN 1 Cikande, Serang)

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Pada Fakultas Dakwah
Jurusan Bimbingan Konseling

Disusun oleh :

Zirli Hayatunisa

181520107

FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2022M/1444 H
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Jurusan Bimbingan Konseling
Islam pada Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin
Banten ini sepenuhnya asli merupakan hasil karya tulis ilmiah pribadi

Adapun tulisan maupun pendapat orang lain yang terdapat dalam skripsi ini telah
saya sebutkan kutipannya secara jelas sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku di
bidang karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari terbukti bahwa plagiat atau mencontek karya


ilmiah orang lain, saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar sarjana
yang saya terima ataupun sanksi akademik lain sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

Serang, 15 September 2022

ZIRLI HAYATUNISA

NIM: 181520107

ii
ABSTRAK

Nama: Zirli Hayatunisa, NIM: 181520107, Judul: “Penerapan Client


Centered Counselling Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Korban
Cyberbullying Di SMAN 1 Cikande” (Jurusan Bimbingan Konseling Islam
Fakultas Dakwah). 2022 M/1444 H

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa permasalahan yang terjadi pada


siwa/siswi yang menjadi korban cyberbullying di SMAN 1 Cikande dan
meningkatkan kepercayaan diri korban menggunakan penelitian kualitatif deskriptif
dengan menggunakan pendekatan yang ditemukan Carl Rogers yaitu The Self dengan
menerapkan Client Centered Counselling. Dikenal sebagai teknik yang mampu
meningkatkan kepercayaan diri korban dengan menanamkan konsep diri positif dan
merubah pola pikir negatif sehingga terciptanya konsep diri dan realitas yang
seimbang untuk mengembangkan potensi aktualisasi diri pada ke5 responden, yaitu
AA, SS, NE, V, F. Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data
melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang dilakukan kurang lebih
2 bulan dimulai dari bulan Juli-Agustus 2022.

Adapun hasil penelitian ini berdasarkan teori Client Centered Counselling


adalah 1) Ketidakpercayaan diri yang dialami oleh korban cyberbullying menjadi
masalah besar pada kegiatan belajar mengajar di sekolaHnya, karena rasa malu,
cemas, takut,dan khawatir yang berlebihan sehingga mengganggu aktivitas di
sekolah. 2) Penerapan Client Centered Counselling dalam meningkatkan
kepercayaan diri 5 responden dengan langkah-langkah sebagai berikut; Tahap
pertama yaitu proses penjelasan selama keberlangsungan konseling, tahap kedua
yaitu konselor memberikan ruang pada responden untuk mengungkapkan perasaan
yang dialami saat ini, tahap ketiga yaitu konseli mampu membuat tindakan dan
menyusun perencanaan. Hasil penerapan terapi Client Centered Counselling dalam
meningkatkan kepercayaan diri pada 5 responden yaitu terdapat perubahan yang
diharapkan sebagai berikut; berusaha membuang pikiran negatif dan menata pola
pikir positif untuk memberikan respon positif kembali pada diri sendiri dan lebih
sabar dalam menghadapi kondisi yang bertentangan dengan pola pikir positif.

Kata kunci: Cyberbullying, Client Centered Counselling, Kepercayaan


diri

iii
ABSTRACT
Name: Zirli Hayatunisa, NIM: 181520107, Title: "Implementation of Client
Centered Counseling to Increase the Confidence of Cyberbullying Victims at SMAN
1 Cikande" (Department of Islamic Counseling Guidance, Faculty of Da'wah). 2022
AD/1444 H
This study aims to analyze the problems that occur in students who are
victims of cyberbullying at SMAN 1 Cikande and increase the victim's confidence
using descriptive qualitative research using the approach found by Carl Rogers,
namely The Self by applying Client Centered Counseling. Known as a technique that
is able to increase the victim's confidence by instilling a positive self-concept and
changing negative thought patterns so as to create a balanced self-concept and reality
to develop self-actualization potential in 5 respondents, namely AA, SS, NE, V, F.
used in data collection through observation, interviews, and documentation studies
conducted for approximately 2 months starting from July-August 2022.
The results of this study based on the theory of Client Centered Counseling
are 1) The self-distrust experienced by victims of cyberbullying is a big problem in
teaching and learning activities at their schools, because of excessive shyness, anxiety,
fear, and worry that interfere with activities at school. 2) Implementation of Client
Centered Counseling in increasing the confidence of 5 respondents with the following
steps; The first stage is the explanation process during the continuation of the
counseling, the second stage is the counselor provides space for the respondent to
express the feelings experienced at this time, the third stage is the counselee is able to
make actions and make plans. The results of the application of Client Centered
Counseling therapy in increasing self-confidence in 5 respondents, namely there are
changes that are expected as follows; trying to get rid of negative thoughts and
organize a positive mindset to give a positive response back to yourself and be more
patient in dealing with conditions that are contrary to a positive mindset.
Keywords: Cyberbullying, Client Centered Counseling, Confidence

iv
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

Nomor : Nota Dinas Kepada Yth,


Lamp : - Dekan Fakultas Dakwah
Hal : Ujian Skripsi UIN SMH Banten
a.n Zirli Hayatunisa Di –
NIM: 181520107 Serang

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dipermaklumkan dengan hormat bahwa setelah membaca dan mengadakan


perbaikan, maka kami berpendapat bahwa skripsi atas nama Zirli Hayatunisa, NIM:
181520107 dengan judul Skripsi “Penerapan Client Centered Counselling Untuk
Meningkatkan Kepercayaan Diri Pada Korban Cyberbullying Studi SMAN 1
Cikande”, telah diajukan sebagai salah satu syarat untuk melengkapi ujian
munaqasyah pada Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan Konseling Islam Universitas
Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

Demikian atas segala perhatian Bapak dan Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Serang, 15 September 2022

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Muzayyan, M.Si Teguh Fachmi, M.SI.


NIP: 196303081954031001 NIP: 199204012019031015

v
LEMBAR PERSETUJUAN MUNAQOSAH

Skripsi a.n. Zirli Hayatunisa NIM : 181520107, Judul Penerapan Client


Centered Counseling Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Pada Korban
Cyberbullying Studi Kasus SMAN 1 Cikande, telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten pada
tanggal 28 Oktober 2022. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan
Konseling Islam Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

Serang, 28 Oktober 2022

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Tb. Nurwahyu, S.Ag.,M.A


Dr. Yogi Damai Syaputra, M.Pd
NIP. 197110262000031002
NIP. 199003142020121005

Anggota-Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr. Umdatul Hasanah, S.Ag., M.Ag Hilda Rosida, S.S., M.Pd

NIP. 197005291996032001 NIP. 198311212011012011

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Muzayyan, M.Si Teguh Fachmi, M.SI.


NIP: 196303081954031001 NIP: 199204012019031015

vi
PENERAPAN CLIENT CENTERED COUNSELLING UNTUK
MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI PADA KORBAN
CYBERBULLYING
(Studi Kasus SMAN 1 Cikande, Serang)

Oleh:

Zirli Hayatunisa
181520107

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Muzayyan, M.Si Teguh Fachmi, M.SI.


NIP: 196303081954031001 NIP: 199204012019031015

Mengetahui,

Dekan Ketua Jurusan


Fakultas Dakwah Bimbingan Konseling Islam

Dr. H. Endad Musaddad, M.A A.M. Fahrurrozi, S. Psi., M.A


NIP. 197206261998031002 NIP. 197506042006041001

vii
MOTTO

‫ِإ َّن هللاَ ََل يُغ َِي ُر َما ِبقَ ْو ٍم َحتَّى يُغ َِي ُروا َما ِبأ َ ْنفُ ِس ِه ْم‬

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

viii
PERSEMBAHAN

Segala puji atas nikmat dan karunia-Mu wahai Rabb-ku

Rasa syukur ku panjatkan kan kepada-Mu, Allah SWT yang maha kuasa atas
segala sesuatu

Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku Bapak Sofyan Fauzi
dan Ibu Sri Puji Astuti permata hatiku yang sangat kucintai. Tiada hentinya mereka
mendoakan serta mendukung setiap langkahku, menjadi penyemangat dan sumber
kekuatan dalam segala hal malaikat tanpa sayap dengan ketulusan hatinya melindungi.
Terimakasih atas segala perih payah usahamu dalam memberikan kehidupan yang
layak, terima kasih juga karena tak pernah bosan mendidik dan membimbingku
sampai saat ini, memberi semangat dan motivasi. Terimakasih juga untuk kakakku
tersayang Shara Sofyana yang menjadi inspirasi dan membantu dalam proses ini tak
lupa juga kepada adik tersayang semoga ini bisa memotivasi kamu dalam melanjutkan
langkah karirmu.

Dan terimakasih juga kepada dosen pembimbing Bapak Drs. Muzayyan,


M.Si dan Bapak Teguh Fachmi, M.Si serta keluarga keduaku keluarga besar
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ushada yang menjadi rumah kedua di
masa kuliah dan kepada para sahabat dan juga teman-teman baik saya yang selalu
menghaturkan segala doa dan dukungan terbaiknya untuk saya sampai pada saat ini,
Terimakasih atas doa dan dukungan kalian, semoga Allah SWT membalas kebaikan
kalian.

ix
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Zirli Hayatunisa, lahir di Serang 14 Agustus 2000. Saat ini
penulis tinggal di Perumahan Bumi Cikande Indah Blok C3 no. 10 Desa Cikande,
Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Penulis merupakan anak
kedua dari 3 bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis yaitu: TKIT Syifa Fikriya
lulus tahun 2006, SDIT Al-Khoir lulus tahun 2012, SMA-SMA Pondok Pesantren
Latansa lulus tahun 2018. Dan meneruskan pendidikan S1 pada tahun 2018 melalui
UM PTKIN diterima di Jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah
Universitas Islam Negeri Sultan Hasanuddin Banten.

Selama menjadi mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Maulana


Hasanuddin Banten, penulis mencoba aktif di berbagai komunitas yang ada di jurusan
dengan mengikuti komunitas Community Of Counselor (COC), Community Of
Movie (Covie) dan mengikuti organisasi Islam bernama Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI), dari semua itu penulis dapat banyak sekali pengalaman dan mengajarkan
banyak hal pengetahuan yang didapat di luar kelas membuat event di sekolah-sekolah
dan memberikan pembelajaran dalam komunikasi yang baik yang menjadikan penulis
menjadi seorang manusia yang mampu berteman lebih dari saudara walaupun tidak
adanya hubungan darah sekalipun.

Demikian catatan singkat mengenai riwayat hidup penulis selama menempuh


pendidikan di Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

x
KATA PENGANTAR

Segala puji dan nikmat rahmat serta karunia-Nya, rasa Syukur kupanjatkan
kepada-Mu Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai
salah satu tugas akhir untuk mendapatkan Gelar Sarjana Sosial Strata Satu pada
jurusan Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri
Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
Dengan pertolongan dan Ridho dari Allah SWT dan juga doa dari orangtua
serta usaha yang dilakukan secara sungguh-sungguh dengan tidak mudah menyerah
pada pembuatan skripsi ini, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:
Penerapan Client Centered Counselling Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri
Pada Korban Cyberbullying. Studi Kasus SMAN 1 Cikande
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih sangat
jauh dari kata sempurna, dan masih banyak kekurangan. Namun di samping itu
penulis berharap semoga sedikit banyaknya informasi yang telah dituliskan dapat
memberikan ilmu pengetahuan bagi setiap para pembaca.

Skripsi ini tidak akan terlaksanakan tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Dengan terselesaikannya penyusunan skripsi ini penulis menyampaikan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Wawan Wahyudin, M. Pd. Rektor Universitas Islam


Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
2. Bapak Dr. H. Endad Musaddad, S.Ag., M.A. Dekan Fakultas Dakwah
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten yang telah
memberikan persetujuan kepada penulis dalam Menyusun skripsi ini.
3. Bapak A.M Fahrurrozi, S. Psi, M.A. Ketua Jurusan Bimbingan Konseling
Islam Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten yang
telah memberikan arahan dan motivasi kepada penulis.
4. Bapak Drs. Muzayyan, M.Si Yang telah meluangkan waktu dan pikirannya
dalam memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dengan penuh kesabaran
kepada penulis.
5. Bapak Teguh Fachmi, M.SI Yang telah meluangkan waktu dan pikirannya
dalam memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin
Banten terutama yang telah mengajar dan mendidik penulis selama kuliah.
7. Bapak dan Ibu pengurus perpustakaan umum, Staf Akademik Universitas
Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, serta pengurus
perpustakaan Fakultas Dakwah yang telah membantu dalam hal administrasi
dan sumber bacaan.
8. Seluruh keluarga, terutama kedua orang tua yang penulis amat cintai
Ayahanda Sofyan fauzi dan Ibunda Sri Puji Astuti, kedua saudara/i hebat
xi
yaitu Shara Sofyana dan M. Fazil Zaki yang tidak pernah henti selalu
melantunkan doa-doa baik kepada penulis sehingga penulis bisa sampai pada
titik saat ini. Dan juga untuk semua keluarga besar yang senantiasa
memberikan doa-doa serta dukungan dan motivasi terbaiknya kepada penulis.
9. Kepada himpunan tercinta HMI Komisariat Ushada yang sudah memberikan
banyak pengalaman dan pembelajaran kepada saya selama saya menjadi
mahasiswa, dengan slogannya yaitu Yakinkan Dengan Iman, Usahakan
Dengan Ilmu, Sampaikan Dengan Amal, Yakin Usaha Sampai.
10. Kepada sahabat-sahabatku Dea, Upi, Linda, Cindi, Lulu, Linda, Mey yang
menjadi salah satu support system dalam pembuatan skripsi ini. Dan teman-
teman seperjuangan angkatan 2018 jurusan Bimbingan Konseling Islam serta
teman kelas BKI C.
11. Kepada responden dalam penelitian saya yang sudah bersedia memberikan
waktunya untuk sama-sama saling membantu satu sama lain.
12. Untuk satu nama yang sudah tertulis di lauhul mahfudz, semoga segera Allah
Swt pertemukan dan persatukan kita suatu hari kelak, Aamiin.
13. Last but not least, I wanna thank me, I wanna thank me for believing in me, I
wanna thank me for doing all this hard work, I wanna thank me for having no
days off, I wanna thank me for never quitting, I wanna thank me for being a
giver and tryna give more than I receive, I wanna thank me for tryna do more
right than wrong, I wanna thank me for just being me at all times.

Serang, 15 September 2022

ZIRLI HAYATUNISA
NIM:181520107

xii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................... i


ABSTRAK ......................................................................................................ii
ABSTRAC ...................................................................................................... iii
NOTA DINAS ................................................................................................ iv
LEMBAR PERSETUJUAN MUNAQOSAH ..............................................v
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... vi
MOTTO .........................................................................................................vii
PERSEMBAHAN ......................................................................................... viii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................x
DAFTAR ISI ..................................................................................................xii
DAFTAR TABEL......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................7
D. Manfaat Penelitian ..............................................................................8
E. Definisi Operasional............................................................................8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis ....................................................................................15
A. Cyberbullying ..............................................................................15
1. Pengertian Cyberbullying ......................................................15
2. Karakteristik dan Bentuk Tindakan Cyber Bullying .............17
3. Faktor Penyebab Terjadinya Cyberbullying .........................21
4. Dampak dan Cara Mencegah Cyberbullying ........................22
B. Kepercayaan Diri .......................................................................23
1. Pengertian Kepercayaan Diri ................................................23
2. Aspek Kepercayaan Diri .......................................................25
xiii
3. Faktor Meningkatkan Kepercayaan Diri ...............................27
4. Langkah-langkah Meningkatkan Kepercayaan Diri..............28
C. Client Centered Counselling (CCC ............................................30
1. Pengertian Client Centered Counselling ...............................30
2. Tujuan dan Konsep Dasar Client Centered Counseling .......31
3. Ciri-ciri Pendekatan Client Centered Counselling3 ..............33
4. Teknik Pendekatan Client Centered Counselling..................33
B. Kerangka Berpikir ..............................................................................35
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ...................................................40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...................................................................................44
B. Setting Penelitian ...............................................................................45
C. Instrumen Penelitian...........................................................................46
D. Sumber Data .......................................................................................49
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................50
F. Teknik Analisis Data ..........................................................................52
G. Teknik Keabsahan Data .....................................................................55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..................................................................................58
B. Pembahasan ........................................................................................87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................95
B. Saran...................................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Bagan 2.1 Kerangka berpikir.............................................................37


Gambar Bagan 3.1 Sumber data......................................................................50
Gambar Bagan 3.2 Alur Penelitian .................................................................57

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan.................................................47


Tabel 3.1 Indikator Pengamatan......................................................................47
Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara .......................................................................50
Tabel 4.1 Profil Responden .............................................................................64
Tabel 4.2 Analisis Terhadap Efektivitas Penerapan Client Centered Counselling
Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Korban Cyberbullying ....90
Tabel 4.3 Analisis Terhadap Proses Konseling Pada Remaja Korban Cyberbullying
.........................................................................................................94

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Teknologi saat ini sudah memasuki era digital 4.0 di era globalisasi yang
semakin berkembang, sehingga teknologi bukan lagi hal yang tabu bagi setiap
orang. Pengungkapan menurut Onong Uchjana Effendy mengenai sejarah
perkembangan teknologi disebut sebagai revolusi teknologi yang terjadi sampai 4
kali revolusi. Revolusi pertama adalah teknologi berpusat pada penelitian gaya
gravitasi dan dinamika pergerakan benda. Revolusi kedua yang berpusat pada sifat
kelistrikan benda secara keseluruhan dan aliran kemagnitannya. Revolusi ketiga
yaitu, tentang kesifatan quantum cahaya tentang zat dan gaya. Revolusi keempat
menemukan partikel dan atom sebagai benda terkecil dalam teknologi dengan ilmu
fisika. Hal ini menjadi tahapan yang menjadikan teknologi sebagai hal
memudahkan orang-orang dalam segala urusan kehidupan sebagai alat bantu
komunikasi dan informasi.1 Dengan ini media sosial bagi sebagian besar manusia
sudah tidak asing lagi di kehidupan sehari-hari berbagai manfaat yang sangat
membantu keberlangsungan hidup manusia di bidang pendidikan, ekonomi,
spiritual, sosial-budaya.
Bisa disaksikan di dunia pendidikan, sekolah-sekolah harus adanya
teknologi pada kegiatan belajar muridnya, bidang ekonomi yang harus mengikuti
perkembangan ekonomi dunia sehingga membutuhkan teknologi untuk
menganalisisnya bahkan kegiatan spiritual pun menggunakan teknologi dalam
dakwah, sosial-budaya yang melengkapi kehidupan manusia tentu saja
menggunakan teknologi untuk memberikan akses komunikasi jarak jauh. Adapun
berguna dalam aspek mental dan emosional khususnya untuk kalangan remaja

1
Mohammad Zamroni, Perkembangan Teknologi komunikasi dan dampaknya
terhadap Kehidupan, Jurnal Dakwah, Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2009, hal. 198
xvii
2

dalam mengungkapkan perasaan marah, senang, sedih, mereka luapkan disitu


dengan bentuk kreativitas seni.
Dampak negatif media sosial akan berdampak pada korban yang dirugikan
secara materi psikis dan psikis, beberapa kasus kejahatan di kehidupan seperti
cybercrime, penipuan, kasus judi online, sampai kasus prostitusi online dan
cyberbullying itu dilakukan oleh oknum yang merusak fungsi positif media sosial.
Dari sekian banyak kejahatan media sosial yang sering terjadi pada anak remaja
adalah Cyberbullying. Hasil studi United Nations International Children’s
Emergency Fund (UNICEF) tahun 2016 juga menunjukkan hampir 30 juta anak
remaja dengan rentan usia 10-24 tahun di Indonesia sebagai pengguna internet,
80% adalah penggunanya anak remaja dan 30% usia di atasnya. Dengan 70%
penggunanya untuk interaksi dengan teman online yang ditemuinya melalui media
sosial, seperti instagram, twitter, dan media sosial lainnya dan 30% penggunanya
hanya untuk melihat video online atau melakukan perundungan yang dinilainya
sebagai hiburan.2
Anak remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa
sehingga membutuhkan perhatian lebih dalam perkembangannya, jika bimbingan
orang tua dan keluarga kurang tidak menutup kemungkinan akan menjadi korban
kejahatan online. Perundungan online atau cyberbullying merupakan bentuk
kejahatan melalui media sosial, seperti Facebook, Twitter, Tiktok, Youtube dan
Instagram. Tindakan tersebut sebagai salah satu bentuk delinkuensi (kenakalan
anak remaja), penyimpangan sikap atas penggunaan teknologi untuk
perkembangan kognitif dan emosi. Karena masa remaja merupakan masa krisis
identitas untuk menemukan jati diri yang dituntut untuk melalui tahap eksplorasi,
mendewasakan pikiran dengan melakukan banyak kegiatan dengan hal baru,
namun ketidakdewasaan anak remaja tidak mampu membedakan perbuatan
menyimpang yang dilakukan tanpa adanya bimbingan

2
Novita Maulidya Jalal, Dkk, Faktor-faktor Cyberbullying Pada Remaja, Jurnal
Ikra ITH, Vol. 05 No. 02, 2021
3

Menurut hasil survei yang dilakukan oleh EU Kids Online Survey terdapat
peningkatan kasus cyberbullying yang terjadi pada anak remaja. Anna Surti
Psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) “Ada sebanyak
45% dari 2.777 anak remaja pernah mengalami tindakan cyberbullying yang
mengganggu personality korban sehingga kepercayaan diri dalam berinteraksi
dengan lingkungan sosial menurun.3
Quiroz mengatakan salah satu faktor penyebab terjadinya perilaku
bullying yaitu faktor keluarga (broken home atau pola didik yang keras dan
berlebihan), dan lingkungan (bermain dan sekolah. Pengaruhnya kepada tingkah
laku dan pemikiran negatif, sebagai korban akan sangat berpengaruh pada
kematangan usia dan konsep diri yang akan menimbulkan masalah lain bagi
korban.4 Ditambah dengan iklim media sosial yang bebas sangat sulit mengontrol
pengguna untuk menghindari tindakan cyberbullying dengan kontrol sosial orang
tua menjadi batasan terkuat dalam mengurangi kasus Cyberbullying, namun jika
kontrol orang tua sudah tidak lagi bisa diterapkan dengan baik, maka praktek
bullying akan semakin sering terjadi. Seperti penelitian yang pernah diteliti
mengenai Cyberbullying and Self Esteem mengemukakan bahwa pelaku
Cyberbullying adalah remaja yang mempunyai kepribadian otoriter dengan
kebutuhan yang kuat untuk menguasai dan mengontrol orang lain.
Memfokuskan pada self-confidence anak remaja korban cyberbullying
akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan kematangan berpikirnya, serta
akibat lain yang tidak terduga lainnya. Kepercayaan diri adalah salah satu aspek
kepribadian penting untuk mengaktualisasikan diri terhadap lingkungan,
mengembangkan hal positif bagi dirinya dan bersosialisasi dengan baik dengan
lingkungan ini salah satu aspek penunjang demi mencapai tugas perkembangan di
masa remaja. Kepercayaan dirilah yang mampu menjadi penahan atas tindakan tak

3
Anindhya Nur Zafira, “Korban “Cyberbullying” Kian Meningkat di Kalangan
Anak-anak dan Remaja," https://www.antaranews.com/berita/2431825/korban-
cyberbullying-kian-meningkat-di-kalangan-anak-anak-dan-remaja ( diakses 3 Oktober 2021
9:39)
4
Nissa Adilla, “Pengaruh Kontrol Sosial Terhadap Perilaku bullying Pelajar Di
Sekolah Menengah Pertama”, Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 5 No. 1, 2009
4

terkendali itu dengan dasar bahwa kepercayaan diri sebagai bentuk kedewasaan
berpikir, dalam bersosialisasi kehidupan sosial yang dikenal majemuk, ketika
korban menjadi diam karena kurang percaya diri, pesimis dan menutup diri karena
merasa stress dan mengalami gangguan emosional dan fisik yang cukup para maka
dianggap gagal dalam pencapaian konsep diri dengan itu korban akan memandang
dirinya negatif dan menarik diri dari sekumpulan orang.
Jika demikian, dampaknya akan sangat mengganggu fase remaja untuk
memiliki kondisi psikologis yang mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam
masyarakat sebagai bentuk perkembangan intelektual yang mampu berpikir secara
abstrak kreatif serta rasional. Namun ketika pergaulan yang salah mengganggu
psikologisnya sampai menghancurkan sisi kepercayaan diri korban, maka
diperlukan layanan konseling untuk mengembalikan kepercayaan dirinya untuk
tetap mencapai konsep diri sebagai pemenuhan tugas perkembangannya yang
mampu menerima keadaan dan bertanggung jawab pada pribadi dan sosial untuk
mencapai nilai moral.

Konsep diri yang membentuk kepercayaan diri menjadikan dua variabel


ini terikat, karena adanya hubungan antara kepercayaan dengan citra diri
berdasarkan konsep diri yang tertanam. Seperti pandangan dari Garrison yang
mengungkapkan bahwa citra diri seseorang sebagai penunjuk sebagai pengalaman
psikologis yang berfokus pada perasaan dan sikap individu masing-masing, dan itu
merupakan konsep diri yang ada pada dirinya dalam pembentukan kepercayaan
diri.5
Adapun korelasi yang menjadi aspek kepercayaan diri seseorang yaitu,
cara pandang seseorang terhadap citra tubuh diri sebagai bentuk kepercayaan diri.
Sehingga kegagalan yang dialami anak remaja yang gagal pada konsep berpikir
membangun citra diri dari masa ke masa itu akan memandang bahwa citra dirinya
rendah dibandingkan orang lain yang menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan
dirinya pun rendah. Namun nyatanya adanya pemikiran yang melabeli terhadap

5
Tika Nurul Ramdhani, dkk. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Citra
Diri Pada Remaja Akhir, Jurnal Spirits, Vol. 04 No. 02, Yogyakarta; 2014
5

pemahaman citra diri yang bagus adalah citra fisik yang elok sebagai penopang
daya tarik dalam interaksi sosial.
Penyesuaian masa peralihan remaja menuju adalah bentuk proses pribadi
yang melibatkan banyak respon mental dan tingkah laku seseorang, dalam
menghadapi permasalahan yang ada pada dirinya serta konflik batin menjadi gejala
frustasi dalam kehidupan. Menurut Suntrock bahwa kemampuan remaja dalam
menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan tugas perkembangan pada lingkup
pertemanan bahkan lingkungan dengan jangka sosial luas yang mengharuskan
6
memiliki kepercayaan diri yang kuat.

Penilaian baik terhadap citra seseorang akan menjadi tolak ukur tingkat
kepercayaan diri seseorang, seperti yang diungkapkan oleh Lauster dan Daradjat
bahwa kepercayaan diri berhubungan dengan citra diri dengan keyakinan dari
kemampuan yang diperoleh sejak kecil.7 Dengan itu menjadi modal dasar untuk
mengaktualisasikan perkembangan dirinya terhadap lingkungan, untuk
memunculkan kepercayaan diri perlu adanya upaya dalam meningkatkan
kesadaran, keingintahuan, keberanian, ketahanan, etika, dan kepemimpinan serta
keterbukaan dari segi sosial.

Namun jika dilihat dari ciri korban dengan tingkat kepercayaan diri justru
berbanding terbalik dengan pandangan Carl Rogers yang memandang manusia
bersifat positif dengan kelebihannya masing-masing. Dengan pandangan Carl R.
Rogers tentang konsep diri korban merupakan permasalahannya, melihat dari
pernyataannya bahwa “Dari setiap masing- masing individu mempunyai konsep
diri tersendiri, dalam diri mereka dari berbagai sumber daya yang luas untuk
memahami diri secara luas untuk mengubah konsep diri, sikap dasar, dan perilaku
self-directed nya masing-masing ke arah positif.” Dengan model konseling Carl

6
Abdul Amin, Hubungan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada
Remaja, Jurnal Psikologi, Vol. 5 No. 2 , hal 78-81
7
Febian, Dwiduonova Wirantha, dkk. Hubungan Antara Citra Tubuh Dengan
Kepercayaan Diri Pada Remaja Pelajar Putri di Kota Denpasar, Jurnal Psikologi Udayana
Vol. 2, No. 1
6

Rogers yang bertolak belakang dengan terapi lainnya karena terapi ini berfokus
pada klien sebagai otoritas tertinggi yang menjadi tolak ukur pemecahan masalah.

Data yang diperoleh peneliti bahwa adanya kasus cyberbullying di SMAN


1 Cikande yang diteliti pada siswa kelas 12 dengan rentan usia 16-19 tahun, dengan
bentuk kasus yang berbeda dan faktor penyebab terjadinya kasus cyberbullying
yang dialami. Ada yang berawal dari lingkungan terdekat yaitu saudara keluarga
sebagai pelaku body shaming dan mendapat cyberbullying yang dipicu dari body
shaming yang pelaku anggap bahan candaan. Dan ada yang berawal dari teman
online yang tidak suka dengan korban sehingga melakukan cyberbullying karena
merasa tersaingi oleh korban dan memfitnah dengan berita hoax. Atau dengan
kasus pada prestasi korban yang membuat iri pelaku dan melakukan sexual
harassment di media sosial korban dan menjatuhkan korban agar tidak menjadi
perwakilan untuk mengikuti ajang lomba selanjutnya. Dari kasus yang ditemui
semua sangat beragam kondisi dari dampak yang terjadi dan peneliti memfokuskan
pada tingkat ketidakpercayaan diri korban yang terganggu karena konsep diri
negatif menguasai diri mereka yang mengakibatkan psikologis dan fisikis korban
terganggu. Sesuai dengan penjelasan yang melatarbelakangi masalah penelitian ini
dan berdasarkan hasil observasi, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
“Penerapan Client Centered Counselling untuk meningkatkan kepercayaan
diri korban cyberbullying di SMAN 1 Cikande.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka untuk
memudahkan kajian penelitian ini peneliti merumuskan masalah secara spesifik
yaitu:

1. Apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya cyberbullying?


2. Bagaimana kondisi psikologis korban cyberbullying terutama pada self-
confidence korban?
3. Bagaimana efektivitas penerapan Client Centered Counselling untuk
meningkatkan kepercayaan diri korban cyberbullying?
7

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arah dan kekuatan Client


Centered Councelling dalam meningkatkan kepercayaan diri korban
cyberbullying atau lebih rincinya, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa faktor penyebab terjadinya kasus cyberbullying.
2. Untuk mengetahui bagaimana dampak psikologis korban cyberbullying
terutama pada self-confidence korban.
3. Untuk mengetahui bagaimana keefektifan penerapan Client Centered
Counselling untuk meningkatkan kepercayaan diri korban cyberbullying.
D. Manfaat Penelitian
Secara praktis manfaat penelitian ini bagi pembaca dapat dijadikan
sebagai informasi tentang anak remaja yang menjadi bagian dari tindakan
Cyberbullying, khususnya untuk para korban cyberbullying yang terbunuh
confidence karena hancurnya mindset positif dalam dirinya. Manfaat penelitian ini
bagi anak remaja bisa lebih bijak dalam bermedia sosial, tentunya agar
meminimalisir kasus cyberbullying yang terjadi saat ini. Dan manfaat penelitian
ini bagi orang tua bahwa pentingnya pengawasan orang tua kepada anaknya dalam
bermedia sosial dengan bijak dalam penggunaannya agar tidak terjadi tindakan
kejahatan media sosial yang akan berpengaruh kepada psikologi anak terhadap
lingkungan sosial dan budaya terhadap anak remaja.
Secara teoritis manfaat dari hasil penelitian yang dilakukan ini
diharapkan dapat menjadi pelajaran dan menambah ilmu pengetahuan khususnya
tentang psikologis anak remaja yang menjadi korban cyberbullying serta ilmu
dalam penggunaan media sosial dengan tepat dan bijak, karena memasuki era 4.0
yang saat ini teknologi menjamah ke semua bidang di kehidupan sehari-hari. Tidak
boleh buta akan teknologi untuk lebih bisa hidup berdampingan dengan teknologi
jika tidak kita lah yang ditelan oleh teknologi
8

E. Definisi Operasional

1. Cyberbullying
Cyberbullying merupakan salah satu bentuk bullying berbasis digital yang
kerap kali terjadi pada anak usia remaja. Masa remaja adalah mencari jati diri
sehingga dilakukanlah naluri eksplorasi terhadap lingkungan sekitar dengan
teknologi sebagai sarana yang memudahkan.
Kata cyberbullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata cyber
yang berarti siber atau sistem komputer dan informasi. Sedangkan bull yang
berarti banteng dengan artian dia yang senang merunduk kesana kemari. Maka
dengan itu cyberbullying berarti perundungan siber atau penindasan secara
online.
Secara terminologi menurut Tattum bullying adalah istilah untuk orang
dengan keadaan dimana adanya keinginan untuk menyakiti orang lain atau
mengancam dengan ancaman bertubi-tubi secara sengaja dan disadari.
Sedangkan menurut KBBI, Cyberbullying merupakan bentuk tindakan
perundungan yang berbasis online.
Menurut Bauman , cyberbullying adalah penggunaan dari teknologi
komunikasi modern yang ditujukan untuk mempermalukan, menghina,
mempermainkan atau mengintimidasi individu untuk menguasai dan mengatur
individu tersebut.
Cyberbullying yang dikategorikan sebagai bentuk tindakan yang
direncanakan secara sengaja dengan rentan keselamatan yang membahayakan
dilakukan melalui perangkat elektronik seperti ponsel dan komputer.8
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa cyberbullying
merupakan tindakan agresif negatif yang dilakukan pelaku secara berulang
dengan tujuan menyakiti korban yang dilakukan di dunia maya, dari beberapa
tindakan cyberbullying juga dikenal sebagai tindakan verbal abusement yang
dilakukan dengan mengirimkan pesan teks berupa penghinaan, pelecehan,

8
Zahro Malihah, Alfiasar, Perilaku Cyberbullying Pada remaja Dan Kaitannya
Dengan Kontrol Diri Dan Komunikasi Orang Tua, 2018 Vol. 11, No.2, hal.146
9

ancaman dan perkataan intimidasi via email, gambar atau video ke page pribadi
korban dengan media internet atau teknologi digital dengan tujuan tertentu.
Seperti balas dendam, peluapan amarah, ataupun untuk mencari kedudukan tahta
tertinggi dengan cara tersebut.
Pelaku Cyberbullying ini memiliki power dalam tindakannya disebut
sebagai tindakan sebab-akibat yang dilakukan manusia berdasarkan pengalaman
sebagai hasil dari tingkah laku saat ini. Kasus cyberbullying ini hasil dari
kejadian sehari-hari yang berkembang dari bahan bercandaan sampai terjadinya
kasus cyberbullying yang serius body shaming, social harassment dan
memberikan komentar yang menusuk serta dalam bentuk pengucilan, intimidasi
dan lainnya.9
Kesimpulan yang peneliti simpulkan bahwa cyberbullying adalah sebuah
tindakan atau perilaku agresif negatif yang diidap seseorang atau sekelompok
orang untuk menyakiti orang lain secara visual dengan kata-kata
kasar/menyebarkan aib di jejaring sosial. Dan pelaku cyberbullying bersifat
manipulatif dengan menggiring opini dan menghasut semua orang untuk
membenci korban dan terlihat baik pada saat tertentu.
2. Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang terhadap segala aspek
kelebihan yang dimiliki dirinya dengan keyakinan untuk merasa mampu bisa
mencapai goals dari berbagai tujuan hidup. Menurut Hakim kepercayaan diri
adalah bentuk tingkatan tertinggi dari level motivasi manusia. Kepercayaan diri
yang akan menghasilkan hasil terbaik bagi manusia dari versinya sendiri.
Menurut lauster tentang kepercayaan diri yang dipercayainya adalah
bentuk positif dari diri seseorang karena dibentuk dari beberapa aspek yang
dinilai positif dalam diri seseorang. Aspek kepercayaan diri yang bersifat
optimis, objektif, bertanggung jawab, dan yakin atas kemampuan dirinya, serta
memiliki jiwa rasionalis dan realistis dalam hidupnya. Yang selanjutnya

9
Mira Marleni Pandie, Ivan Th, J. Weismann, Pengaruh Cyberbullying Di Media
Sosial Terhadap Perilaku Reaktif Sebagai Pelaku Maupun Sebagai Korban Cyberbullying
Pada Siswa Kristen SMP Nasional Makassar 2016, hal.44
10

kepercayaan diri merupakan bentuk sikap mental diri dalam menilai yang bersifat
objektif di sekitarnya dengan menunjukan nilai diri yang kuat tentang harga diri.
10

Kepercayaan diri dalam bahasa sehari-sehari kerap kali dikenal dengan


sebutan “pede” ini, merupakan kata hasil dari pencampuran antara pikiran dan
ekspektasi seseorang secara langsung. Dengan rasa yakin yang mendominasi dari
pikiran dan keyakinan akan ekspektasi pada suatu hal mampu membentuk rasa
kesiapan diri menerima hasilnya. Dan kepercayaan diri akan muncul tinggi ketika
pikiran kita sudah menyatu dengan ekspektasi sehingga tidak adanya rasa cemas
dan takut dalam menghadapi situasi yang belum terjadi (ilusi).
Sama halnya dengan pengertian dari Hurlock yang menjelaskan bahwa
kepercayaan diri seseorang dinilai tinggi ketika ia mampu memberikan
tanggapan positif terhadap dirinya, dan mau mengejar harapan yang dibuat serta
mampu menghargai pencapaian yang dilakukan dari hasil menang atau tidaknya
pada kesuksesan sehingga tidak membandingkan pencapaian yang dimilikinya
dengan orang lain disaat orang lain menilai pencapaiannya melebihi value kita.
11

Sejalan dengan adanya rasa kepercayaan diri seseorang diawali dengan


adanya perkembangan konsep diri yang dimiliki seseorang dalam suatu
pergaulan, karena sudah mampu mengatur dan beradaptasi dengan
memposisikan dirinya sebagaimana dia dalam lingkup pergaulan. Dan
kepercayaan diri ini adalah bentuk kondisi mental dan psikologis seseorang
untuk melakukan suatu tindakan.
Tingkat kepercayaan diri terbagi menjadi dua menurut Lindenfield yaitu,
kepercayaan diri lahir dan kepercayaan diri batin. Kepercayaan diri lahir adalah
kepercayaan diri yang bisa dilihat oleh orang lain secara langsung, seperti sikap
yang tegas dan konsisten dalam mengambil keputusan dengan komunikasi yang
dibangun terhadap orang lain sehingga kepercayaan diri itu bisa diakui oleh

10
Amandha Uzilla Deni, Ifdil, Konsep Kepercayaan Diri Remaja Putri, Jurnal
Education, Jurnal Pendidikan Indonesia, Vol. 2 No. 2, 2016
11
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Pustaka Indo Blog, hal. 239
11

orang lain, dari ketegasannya itu memberi pembuktian pada orang lain bahwa
dirinya mempunyai value dalam bertanggung jawab, serta mampu
mengendalikan perasaan sehingga tidak ada keterpaksaan dalam melakukan
suatu tindakan. Kepercayaan diri batin adalah kepercayaan diri yang hanya bisa
dirasakan oleh sang empunya, mencintai diri sendiri sangat penting untuk
menyadari diri kita ini mampu, dengan mempunyai pemahaman diri ia akan
mampu mengendalikan kepercayaan diri dalam segala kondisi, dan dengan
berfikir positif akan membawa hal positif juga untuk diri. 12
Kepercayan diri seseorang berbeda tingkatannya, dari setiap situasi dan
keadaan tertentu, maka dari itu tidak heran kadang kadang seseorang merasa
minder pada event tertentu. Maka dari itu kepercayaan diri seseorang bisa
disandingkan layaknya iman yang tidak tetap ukurannya, kadang tinggi kadang
rendah. Tinggi rendahnya tingkat kepercayaan diri seseorang bisa diukur dari
beberapa aspek kepercayaan diri. Memiliki keyakinan, kemandirian, ambisi serta
berani berpendapat akan terbangun interaksi sosial yang positif yang itu akan
terbangun konsep diri yang matang, karena konsep diri merupakan segala bentuk
perasaan yang kita yakini dan amini kalau itu ada. Konsep diri ini berarti seluruh
gambaran, pandangan atau seluruh persepsi tentang siapakah diri kita
sebenarnya.

Dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri datang pada konsep diri yang
positif dengan cara pandang positif terhadap diri dengan mengaktualisasikan
pada kehidupan sosial.

3. Client Centered Counselling

Client centered counselling merupakan teori yang dikembangkan oleh


Carl Rogers sebagai bagian dari teori humanistic yang bersifat objektif,
penitikberatan pada pengalaman dan tindakan klien. Carl Roger memandang
semua manusia bersifat positif karena makhluk yang paling sempurna dalam

12
Amanda Uzilla Deni, Ifdil, Konsep Kepercayaan Diri Remaja Putri, ... ... , hal
48-49
12

penciptaan. Sering pula dikenal sebagai teori non-direktif yang tidak memiliki
poros dalam tekniknya, kecakapan klien dalam memecahkan masalah sebagai
bentuk pertumbuhan perwujudan diri. Dan konsep dasar diri dipandang sebagai
bentuk konfigurasi persepsi tentang diri yang terorganisasikan akan membawa
kesadaran terhadap karakteristik kecakapan yang khas seseorang pada
penyikapan peristiwa nyata.13

Client centered yang digunakan untuk layanan konseling mempercayai


bahwa pada dasarnya setiap individu itu memiliki jiwa positif dan memiliki
potensi untuk perkembangan dirinya sendiri bukan pada otoriter terapis ataupun
pada metode terapi. Seperti teori Carl Roger yang memandang manusia adalah
positif “Dari setiap masing- masing individu mempunyai konsep diri tersendiri,
dalam diri mereka dari berbagai sumber daya yang luas untuk memahami diri
secara luas untuk mengubah konsep diri, sikap dasar, dan perilaku self-directed
nya masing-masing ke arah positif.”

Memberikan layanan kepada klien untuk memiliki kepercayaan diri yang


lebih matang sehingga mampu mewujudkan potensi yang ada pada diri sendiri
dengan pemahaman bahwa setiap individu memiliki dorongan bawaan untuk
mengaktualisasikan dirinya sendiri, perasaan ingin memiliki kesanggupan dalam
memahami faktor-faktor yang ada di hidupnya.
Beberapa aspek menunjukan konseling client centered mampu
mengatasi masalah klien dengan kepercayaan diri seperti pandangan Muhajir
tentang kepercayaan diri sebagai bentuk personal judgement yang dimiliki klien
bahwa ia mampu melaksanakan tugas dengan baik dalam keadaan masalah
sekalipun.14 Manusia yang pada hakikatnya makhluk sempurna memiliki akal
pikiran untuk mengembangkan potensinya dalam menghadapi masalah.

13
Ulfa Danni Rosada, Model Pendekatan Konseling Client Centered dan
Penerapannya Dalam Praktik, e-Journal Universitas PGRI,, Jurnal Bimbingan dan
Konseling, hal. 16-17

14
Kusuma Ratih, dkk, Peran Konseling Client Centered dalam Meningkatkan
Kepercayaan Diri Siswa, Jurnal Advice, Vol. 2 No. 1, Juni; 2020
13

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teoritis
1. Cyberbullying
a. Pengertian Cyberbullying
Menurut para ahli cyberbullying adalah tindakan perundungan
dengan jenis kelompok tindakan terbagi menjadi 2 jenis kelompok besar yaitu
traditional bullying dan cyberbullying. Mereka memberikan perbedaan
dengan keunikan masing-masing walaupun tindakan ini memiliki tujuan yang
sama. Traditional bullying merupakan bentuk perundungan secara langsung
dengan melukai orang secara fisik yang menimbulkan luka badan dan,
sementara cyberbullying merupakan tindakan empirik dengan tujuan dan
maksud menyerupai traditional bullying hanya saja yang membedakan adalah
cara yang dilakukan melalui media sosial.15
Kata cyberbullying sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu cyber
yang berarti siber atau sistem komputer dan informasi. Sedangkan bull yang
berarti banteng dengan artian dia yang senang merunduk kesana kemari
dengan tindakan berupa gertakan, dilakukan dengan keberanian untuk
mengganggu individu orang yang lemah tindakan negatif ini selalu terjadi
pada setiap kalangan dengan rentanisasi tertinggi pada anak-anak usia remaja.
Menurut KBBI, Cyberbullying merupakan bentuk tindakan
perundungan berbasis online yang menjadi hal baru dengan adanya
perkembangan teknologi. Cyberbullying merupakan salah satu tindakan
kejahatan dari beberapa perilaku menyeluruh bullying dengan karakteristik
dan akibat yang sama dengan bantuan teknologi yang menjadi jalan dalam
melancarkan tindakan.16

15
Binahayati Rusyidi. Memahami Cyberbullying di Kalangan Remaja, Jurnal
Kolaborasi Resolusi Konflik, Vol. 2 No. 2 hal.102
16
Zahro Malihah, Alfiasar, Perilaku Cyberbullying Pada remaja Dan Kaitannya
Dengan Kontrol Diri Dan Komunikasi Orang Tua, 2018 Vol. 11, No.2, hal.146
14

Cyberbullying juga dikenal sebagai tindakan verbal abusement yang


dilakukan berupa penghinaan, pelecehan, ancaman dan perkataan intimidasi
melalui email, atau mengupload gambar dan video yang melecehkan korban
di berbagai platform. Cyberbullying ini dikategorikan sebagai perilaku yang
melanggar norma hukum ITE, norma budaya dan norma sosial yang tidak
mampu diterima oleh masyarakat akan kasus bullying yang bertransformasi
ke dunia digital. Norma hukum Indonesia menjadi aturan tertinggi di
Indonesia UU ITE tentang kejahatan teknologi cyberbullying telah diatur
dalam UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE).
Persentase tertinggi kasus kejahatan online yang terjadi pada masa
usia remaja bentuk kejahatan berupa penindasan di akun page pribadi
seseorang yang ini merupakan bentuk kegagalan dalam melakukan tugas
perkembangan di masa remaja dalam perkembangan emosi, kognitif, dan
sosial remaja yang berpengaruh pada perilaku tindakan bullying.17
Dapat disimpulkan bahwa cyberbullying adalah sebuah perilaku
agresif negatif seseorang atau sekelompok untuk menyakiti orang lain secara
visual dengan kata-kata kasar dan menyebarkan aib di jejaring sosial dinilai
sebagai sifat manipulatif karena pelaku menggiring orang untuk percaya pada
opininya dan menghasut semua orang untuk membenci korban dengan tujuan
tertentu. Tindakan agresif itu membuat kenyamanan korban dan
psikologisnya terganggu bahkan sampai membuat korban mengalami
gangguan psikologis berkepanjangan.

b. Karakteristik dan Bentuk Tindakan Cyberbullying

Jika dilihat sekilas pelaku Cyberbullying ini memiliki power dalam


dirinya ketika melakukan tindakan tersebut. Namun faktanya perilaku
tersebut merupakan behaviors learning dari tindakan sosial seseorang, karena

17
Anastasia Siwi Fatma Utami, Nur Baiti, Pengaruh Media Sosial Terhadap
Perilaku Cyberbullying Pada Kalangan Remaja, 2018, hal.258
15

pada dasarnya manusia tidak terlahir sebagai penggertak dan pengganggu


ketentraman hidup seseorang.
Cyberbullying sebagai bentuk Learned behaviors menjadikan
tindakannya dianggap wajar sebagai tindakan sebab- akibat berdasarkan
pengalaman keseharian. Cyberbullying sebagai fenomena hasil dari kejadian
sehari-hari yang berkembang dari bahan bercandaan sampai terjadinya kasus
cyberbullying yang serius. Pada umumnya orang lebih mengenalnya dengan
istilah-istilah seperti body shaming, social harassment yang memberikan
komentar negatif yang mengucilkan, mengintimidasi, dan lain-lain.18
Banyaknya tindakan cyberbullying yang kita ketahui pada umumnya
bullying di sekolah-sekolah, namun tidak bisa disamakan dengan
cyberbullying karena pada hakikatnya suatu hal memiliki karakteristiknya
masing-masing, dan menurut Safaria dkk, (2016) karateristik Cyberbullying
adalah sebagai berikut:

1) Cyberbullying adalah tindakan yang dilakukan pelaku dengan cara


berulang-ulang, kecuali Cyberbullyingnya itu merupakan dari bentuk
ancaman pembunuhan atau ancaman pelaku yang serius terhadap hidup
seseorang.

2) Melakukan penyiksaan pada korban secara psikologis. Dengan


menyebarkan gosip dan menyebarkan fitnah untuk mempermalukan
korban dan berujung stres.

3) Pelaku Cyberbullying melakukan hal ini dengan maksud tujuan tertentu


yang licik. Menggiring opini untuk mempermalukan korban sebagai
bentuk balas dendam untuk merusak reputasi dan harga diri korban
sampai jatuh nama baiknya dan itu dilakukan semata-semata hanya untuk
bersenang-senang pelaku.

18
Mira Marleni Pandie, Ivan Th, J. Weismann, Pengaruh Cyberbullying Di Media
Sosial Terhadap Perilaku Reaktif Sebagai Pelaku Maupun Sebagai Korban Cyberbullying
Pada Siswa Kristen SMP Nasional Makassar 2016, hal.44
16

4) Dilakukan dengan media elektronik di dunia maya, karena masih banyak


pengguna labil yang gampang terpengaruh dalam tindakan
Cyberbullying.19

Karakteristik kepribadian pelaku cyberbullying memiliki egosentris negatif


yang mempengaruhi dirinya sebagai individu yang kejam dan tidak
mempunyai empati. Persepsinya ini kebalikan dari sebelumnya bahwa korban
bisa menjadi korban pada kasus cyberbullying karena dendam sebelumnya
yang tidak terealisasikan. Peran interaksi positif orang tua yang minim akan
sangat berpengaruh pada karakteristik anak yang merasa kurangnya bentuk
kasih sayang orang tua. Teman sebaya bersifat negatif akan mempengaruhi
perilaku dominan penindasan.20

Karakteristik lainnya dari kasus cyberbullying, yaitu pelaku yang memiliki


kepribadian dominan negatif dalam melakukan kejahatan, memiliki gangguan
temperamental yang impulsif. Kepribadian yang senang akan kekerasan dan
berjiwa liberal sehingga tidak mempunyai rasa empati pada korban.

Korban (victims) yang menjadi target sasaran dalam tindakan


cyberbullying yang biasanya mereka menjadi kaum minoritas yang dianggap
lemah cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah dibanding teman
sebaya. Saksi (bystander) seseorang yang menyaksikan dan menjadi
pengamat dari setiap kejadian pada kasus cyberbullying, menyaksikan
tindakan penyerangan tersebut pada korban.

Adapun beberapa bentuk tindakan yang termasuk dalam tindakan


cyberbullying menurut Willard, sebagai berikut:

19
Dina Satalina, Kecenderungan Perilaku Cyberbullying Ditinjau dari Tipe
Kepribadian Ekstrovert dan Introvert, Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol. 2 No. 2, 2014,
hal. 295-296
20
Fitria Aulia, dkk, Pencegahan Kasus Cyberbullying Bagi Remaja Pengguna
Sosial Media, Jurnal Social work Services, Vol. 2 No. 1, 2021 hal. 81
17

1) Flaming adalah bentuk tindakan Cyberbullying berupa tindakan


mengirim pesan teks dengan kata-kata kasar, dan frontal. Cyberbullying
dalam bentuk flam/ menjelek-jelekkan seseorang ini memberikan
komentar dalam bentuk postingan yang menggiring opini negatif tentang
korban di suatu form public yang berkamuflase menjadi temannya untuk
mendapatkan informasi lalu merusak reputasi korban.
2) Harassment merupakan bentuk cyberbullying berupa perilaku meneror
dengan mengirim pesan-pesan menggunakan kata yang buruk dan tidak
sopan, ancaman untuk menakut-nakuti dan mempermalukan korban
dikirimkan melalui email, sms, maupun pesan teks, di jejaring sosial
secara terus menerus. Harassment ini biasanya kedua belah pihak saling
melempar ujaran kebencian satu sama lain yang biasanya berusia sama.
dan Harassment ini salah satu bentuk dari hasil tindakan flaming.
3) Denigration sebagai tindakan cyberbullying dengan kata lain memfitnah
dan mengumbar keburukan seseorang melalui internet supaya reputasi
korban dan nama baiknya jatoh di kalangan sekitar, terkadang
menyebarkan fitnahan dengan melebih-lebihkan fakta dengan clickbait
yang mencolok agar terlihat menarik untuk dijadikan bahan olokan.
4) Impersonation tindakan ini sering dilakukan pelaku untuk terlihat seperti
korban atau berpura-pura menjadi orang lain dan berperilaku negatif
untuk merusak reputasi korbannya.
5) Outing and Trickery adalah bentuk kejahatan dengan menyebarkan
informasi pribadi korban ke khalayak public untuk mempermalukan
korban. Sedangkan Trickey menipu orang (korban) dengan mencari
informasi pribadi lalu disebar luaskan lalu mengancam.
6) Exclusion berupa tindakan cyberbullying yang familiar di lingkungan
sekitar kita seperti kebencian lingkungan dengan korban terdekat dan
dikeluarkan dari grup obrolan seperti WhatsApp.
7) Cyberstalking seperti tindakan harassment dengan mengirimkan
ancaman yang membahayakan korban atau pesan-pesan yang
18

mengintimidasi melalui media komunikasi elektronik dengan berulang-


ulang.21

c. Faktor Penyebab Terjadinya Cyberbullying

Beberapa faktor yang menjadi penyebab utama terjadinya kasus


Cyberbullying terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal ada pada diri sendiri, orang tua dan orang terdekat
lainnya, dan faktor eksternal ada pada faktor lingkungan, dan faktor
pendukung lainnya.
Faktor internal yang ada pada individu masing-masing pada
pengalaman yang pernah dialami berupa bentuk kekerasan, persepsi gender,
usia, kontrol psikologis, dan penggunaan zat adiktif yang menyebabkan
kontrol di luar kendali. Faktor keluarga yang sangat berpengaruh meliputi
pola asuh orang tua yang kasar, dukungan keluarga yang tidak sebanding
dengan yang dibutuhkan, dan stress orang tua yang diluapkan kepada anak-
anaknya. Dan faktor eksternalnya ada pada faktor lingkungan sekitar yang
melihat korban berbeda dari yang lain sehingga dijadikan bahan gunjingan
dan bahan bully-an. 22
Faktor fisik bisa menjadi faktor yang mempengaruhi terjadi kasus
cyberbullying karena pelaku senang menggunjing fisik yang dikatakan buruk,
gangguan itu mengakibatkan perasaan takut, cemas, sedih, dan mengganggu
aktivitas keseharian mereka(korban). Gangguan yang dialaminya tersebut
merupakan salah satu dari bentuk-bentuk ketidaktegasan baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap perilaku orang lain.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya faktor relevan yang
mempengaruhi terjadinya kasus cyberbullying adanya faktor fisik, seseorang
yang memiliki fisik buruk akan mendapat stigma sosial akan beauty privilege

21
Rani Nirwana Sari, Therapy Self Hater Healing, Surabaya; Scopindo, 2020,
hal.1-10
22
Novita Maulidya Jalal, Miftah Idris, Muliana, Faktor-Faktor Cyberbullying Pada
Remaja, Jurnal IKRA-ITH Humaniora, 2021, hal.149
19

yang selalu mendapat kedudukan istimewa dalam segala hal kehidupan, selain
faktor orang tua yang belum bisa sepenuhnya memberikan perlindungan yang
cukup sehingga terjadinya cyberbullying yang justru memberikan tindakan
bullying kepada anaknya, teman dekat akan mempengaruhi sikap agresif
negatif yang memicu terjadinya kasus ini.

c. Dampak dan Cara Mencegah Kasus Cyberbullying

Sesuai data kasus cyberbullying yang rangkung Kompasiana.com,


pada website resmi Broadband Search menurut penelitiannya ada 73% dari
pelajar yang pernah menjadi korban bullying. Cyberbullying menjadi kasus
kejahatan ketiga tertinggi di Indonesia mencapai 54% yang terjadi terhitung
sampai November 2021, ini menjadi sentimen negatif pada sosial media bagi
orang lain.23
Hal ini secara kolektif akan berdampak buruk terhadap kehidupan
anak remaja dengan kenakalan remaja lainnya, kasus bullying kasus
kenakalan remaja di jejaring sosial. Dari data RMOL.ID bahwa 9 tahun
belakang ini kasus bullying semakin marak di Sekolah dan ini menjadi setting
yang ideal munculnya cyberbullying, di sekolah terdapat hirarki yang sangat
tampak. Dampak yang diperoleh korban cyberbullying akan merambat ke
kehidupan sehari-harinya, mendapat gunjingan dari pelaku sehingga korban
lebih menarik diri dari lingkungan sekitar.24
Pencegahan dalam kasus ini ada pada pribadi masing –masing yang
harus menghindari perbuatan yang akan menimbulkan kasus cyberbullying.
Seperti pada lansiran Industry.co.id bahwa perkembangan teknologi tdak bisa
ditahan untuk kejahatannya dan bentuk pencegahannya ada di diri masing-
masing. Namun jika sudah merasa menjadi korban segera cari bantuan kepada
orang yang dipercaya untuk menyelesaikan masalah ini, kemudian segera

23
Tito Adam, “Melihat Data Cyberbullying 2021 Pada Anak di Sosial Media, Serta
Dampak Bahayanya” https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/ (diakses pada
30 Maret 2022)
24
Sartana & Nelia Afriyeni, Prundungan Maya (Cyberbullying) Pada Remaja
Awal, 2017, hal. 27
20

blokir akun pelaku cyberbullying dan privasi akun media sosial kamu untuk
menutup akses pelaku lainnya, jangan lupa aktifkan fitur mode filter komentar
agar tidak ada kata-kata kasar di kolom komentar akun media sosial kamu.
Jika dirasa sudah melewati batas kenyamanan korban segera melapor ke pihak
berwajib untuk menyelesaikan masalah ini untuk memberi efek jera pelaku
dan calon pelaku cyberbullying.25
2. Kepercayaan Diri
a. Pengertian Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang terhadap segala aspek
kelebihan yang dimiliki dirinya dengan keyakinan untuk merasa mampu bisa
mencapai goals dari berbagai tujuan hidup. Kepercayaan diri menurut bahasa
inggris “self-confidence” yang berarti percaya pada diri sendiri untuk
mencapai ekspektasi pada pencapaian yang dilakukan berdasarkan evaluasi
dan kemampuan atas dirinya sendiri. Kepercayaan diri adalah keyakinan diri
seseorang bahwa ia mampu menanggulangi permasalahan dengan situasi
terbaik dirinya dengan memberikan situasi tenang terhadap orang lain.26
Karena kepercayaan dirinya ia mampu memberikan penanganan yang tepat
apa yang dibutuhkan dirinya sehingga hal itu bisa menjadi situasi terbaik
untuk kehidupan dirinya.
Aspek yang bersifat optimis, objektif, bertanggung jawab, dan yakin
atas kemampuan dirinya, serta memiliki jiwa rasionalis dan realistis dalam
hidupnya. Selanjutnya kepercayaan diri merupakan bentuk sikap mental diri
dalam menilai yang bersifat objektif di sekitarnya dengan menunjukan nilai
diri yang kuat tentang harga diri.
Kepercayaan diri dalam bahasa sehari-sehari yang kerap kali dikenal
dengan sebutan “pede”. Ini merupakan kata hasil dari pencampuran antara
pikiran dan ekspektasi seseorang, dengan rasa yakin yang mendominasi dari

25
Chodijah Febriyani, 5 Cara Mengatasi Cyberbullying,
https://m.industry.co.id/read/ (diakses 30 Maret 2022)
26
Gufron, Nur, dan Risnawita Rini, Teori-Teori Psikologi, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011, Hal. 34
21

pikiran dan ekspektasi akan suatu hal membentuk rasa kesiapan diri menerima
hasilnya. Dan kepercayaan diri akan muncul tinggi ketika pikiran kita sudah
menyatu dengan ekspektasi sehingga tidak adanya rasa cemas dan takut dalam
menghadapi situasi yang belum terjadi (ilusi).
Sama halnya dengan pengertian Hurlock yang menjelaskan
kepercayaan diri seseorang dinilai tinggi ketika ia mampu memberikan
tanggapan positif terhadap dirinya, mau mengejar harapan yang dibuat dan
mampu menghargai pencapaian yang dilakukan terjadi atau tidaknya yang
membuat sukses sehingga tidak membandingkan pencapaian yang
dimilikinya disaat orang lain menilai pencapaiannya melebihi value kita. 27
Sejalan dengan adanya rasa kepercayaan diri dan pengertian dari
Hurlock, seseorang akan mengawali dirinya dengan adanya perkembangan
konsep diri dengan ekspektasi tinggi untuk mencapai tanggapan positif.
Konsep diri yang dimiliki akan mempengaruhi pola pikir seseorang dalam
memilih circle pergaulan yang positif untuk perkembangan diri, dengan
konsep diri yang dimiliki akan lebih mudah mengatur dan beradaptasi dalam
memposisikan dirinya sebagaimana dia dalam lingkup pergaulan. Dan
kepercayaan diri ini adalah suatu bentuk kondisi mental dan psikologis
seseorang untuk melakukan suatu tindakan.
Maka dari itu kepercayaan diri seseorang layaknya iman yang tidak
tetap kadang tinggi kadang rendah. Dan ketika kepercayaan diri sedang
menurun ingat dalil Allah pada Ali Imran ayat 139.
َ‫َو ََل ت َ ِهنُ ْوا َو ََل تَحْ زَ نُ ْوا َوا َ ْنت ُ ُم ْاَلَ ْعلَ ْونَ ا ِْن ُك ْنت ُ ْم ُّمؤْ مِ ِنيْن‬
Allah SWT berfirman: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang
paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang orang yang beriman.”28
Sudah jelas firman-Nya tentang kepercayaan diri yang merupakan
suatu keyakinan dari sikap seseorang terhadap kemampuan dirinya yang

27
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Pustaka Indo Blog, hal. 239
28
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al
Qur'an dan Terjemahannya (Semarang: Diponegoro: 2012)
22

menerima dirinya sendiri dalam berbagai hal positif maupun negatif. Karena
sudah mengetahui bahwa di dalam dirinya merupakan hasil proses belajar di
kehidupan nyata dengan tujuan kebahagiaan dirinya sendiri. Pengertian ini
sejalan dengan konsep diri seseorang yang memandang dirinya berharga.
b. Aspek Kepercayaan Diri
Orang-orang yang memiliki karakteristik kepercayaan diri dapat
dengan mudah mengerti tujuannya, menurut Lauster ada beberapa aspek
kepercayaan diri yang memiliki orang dengan ciri-ciri, seperti berikut:

1) Tidak takut akan kegagalan, orang yang memiliki keyakinan akan


kemampuan diri dengan rasa percaya diri adalah sikap positif yang
akan menjamin dirinya sukses karena kesungguhannya. Hal ini
membuatnya lebih siap untuk melangkah maju, dengan kegagalan
sebagai pelajaran dan bahan untuk perbaikan.
2) Memiliki sikap optimis dalam diri yang menganggap bahwa dirinya ini
mampu mencapai harapan, kemampuan. Maka akan lebih berani untuk
memperjuangkan mimpi, dan lebih siap untuk berkompetisi dengan
yang lain.
3) Bersikap obyektif, orang yang percaya diri akan memandang bahwa
dirinya mampu menyelesaikan permasalahannya dengan obyektif.
4) Kepercayaan diri akan melihat situasi dari berbagai sudut pandang
melihat secara kebenaran. Sehingga memiliki potensial yang unik
untuk tetap mengikuti prinsipmu tanpa harus mengabaikan nasehat-
nasehat positif, karena kepercayaan diri tidak mampu meruntuhkan
semangat untuk menghadapi masalah yang ada.
5) Tidak suka Bergosip dan Omong Kosong Jika Kamu punya
kepercayaan diri yang baik, Kamu tidak akan ada waktu untuk bergosip
dan menyampaikan omong kosong. Karena orang-orang yang tidak
percaya diri menutupi kekurangannya dengan bergosip. Artinya
mereka tidak percaya diri karena diri mereka memiliki banyak
kekurangan. Orang-orang yang percaya diri tidak suka membual, sebab
apa yang ada pada diri mereka sudah cukup.
23

6) Bertanggung jawab dengan apa yang telah dilakukan merupakan aspek


kepercayaan diri dalam melakukan perbuatan baik atau buruknya.
Namun sikap lepas tanggung jawab membiarkan potensial diri penakut.
Ia yakin bisa meraih tempat yang tinggi tanpa harus merendahkan yang
lain. Ia yakin bisa mulia tanpa harus menghinakan yang lain.
7) Bersikap rasional dengan kelemahan yang dimiliki, mampu
menganalisa suatu masalah dengan pemikiran rasional yang bisa
diterima oleh kenyataan, tidak membuat alasan klasik untuk menutup
kesalahan.29
c. Faktor-Faktor Meningkatkan Kepercayaan Diri
Faktor- faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang
dipengaruhi dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal ada pada
penampilan fisik dan konsep diri, seseorang yang memiliki penampilan fisik
yang baik akan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Dan konsep diri
yang menjadi segala bentuk dari perasaan dan segala sesuatu yang kita yakini
dan amini kalau itu ada, konsep diri ini berarti pandangan tentang siapakah
diri kita sebenarnya. Faktor eksternal ada pada orang terdekat dan lingkungan
sekitar. Rasa aman dari hubungan dengan orang tua, individu memiliki rasa
aman dalam rumah, maka individu akan melangkah keluar dengan rasa
percaya diri. Dan orang tua mempunyai pengaruh yang kuat untuk membina
dan menumbuhkan rasa percaya diri terhadap anak akan perkembangannya.
Dan hubungan dengan teman sebaya yang positif akan meningkatkan
kepercayaan diri seseorang karena dianggap istimewa dan bisa menjadi
support system dirinya dalam kegiatan tertentu.30
Dapat saya simpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan
diri seseorang ada pada faktor internal dan eksternal, yaitu ada pada
penampilan fisik dengan konsep diri, dan hubungan antara orang tua dengan

29
Syaipul Amri, Pengaruh Kepercayaan Diri (Self Confidence) Berbasis
Ekstrakurikuler Pramuka Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMAN 6 Kota
Bengkulu, Jurnal Pendidikan Matematika Raflesia, Vol. 1 No. 2, 2018, hal. 161
30
Amandha Uzilla Deni, Ifdil, Konsep Kepercayaan Diri Remaja Putri, Jurnal
Educatio, Jurnal Pendidikan Indonesia, Vol. 2 No. 2, 2016
24

anak dan teman sebaya. Namun lagi-lagi “rakyat good looking adalah ratu”
benar adanya, berdasarkan riset dari penelitian Meilan Anggraini dengan
adanya hubungan antara citra tubuh dengan kepercayaan diri, memberikan
hasil penelitian bahwa semakin tinggi citra tubuh yang dimiliki oleh
seseorang maka akan semakin tinggi juga tingkat kepercayaan dirinya.31 Dan
ini sesuai dengan pendapat Santrock yang menjelaskan bahwa kondisi fisik
penampilan fisik itu sangat erat dengan cita-cita, sikap hati-hati, pengalaman,
lingkungan keluarga, pendidikan formal-nonformal.
d. Langkah-Langkah Meningkatkan Kepercayaan Diri
Banyaknya kasus korban dengan kepercayaan diri, mereka akan
menarik diri dari lingkungan sekitar karena merasa insecure pada dirinya
sendiri. Nah, sekarang bagaimana langkah-langkah untuk meningkatkan
kepercayaan diri pada korban? Langkah utama yang paling penting adalah
belajar menerima dan memahami diri sendiri, sehingga kita bisa mengetahui
apa yang salah pada diri kita sehingga rasa rendah diri ini muncul.
Kerap kali orang lain salah mengartikan rendah diri dan rendah hati,
sehingga jika ada seseorang yang mengalami insecure atau yang biasa kita
artikan sebagai rasa kurang percaya diri mereka. Jika ada yang salah
mengartikan, perlu diingat rendah diri dengan rendah hati sangat jauh
berbeda. Rendah hati adalah kebaikan hati yang dimiliki seseorang untuk
tetap tawakal kepada tuhan-Nya. Sedangkan rendah diri adalah memandang
dirinya rendah yang tidak mempunyai value/ nilai plus yang bisa disanjung,
inilah yang menjadikan halangan korban yang kehilangan rasa percaya diri.
Jika rendah diri di dalam diri korban sudah hilang maka tidak ada
lagi kata insecure. Untuk meningkatkan rasa kepercayaan diri harus bisa
lebih melihat sisi positif dalam dirinya dibandingkan sisi negatif. Ini
menjadi konsep dasar pendekatan Client Centered Counselling bahasa
manusia memiliki sisi positifnya sendiri. Terlebih konsep diri menjadi tugas

31
Meilan Anggraini, Hubungan Antara Citra Tubuh Dan Kepercayaan Diri Pada
Wanita Bertubuh Besar, Universitas Sanata Darma, Yogyakarta, 2019, hal.81-82
25

perkembangan diri pada setiap individu yang harus diikuti setiap tahapan di
usianya hingga dewasa.
Setiap tahapan memberikan kedewasaan dalam mengatur
32
kepercayaan diri sebagai berikut; Pertama, lakukan suatu hal apapun yang
bermanfaat, berdiam diri tanpa melakukan hal apapun disaat semua
memiliki kegiatan rutin itu akan memunculkan pikiran negatif “kenapa dia
yang disorot?” “Kenapa dia bisa sukses?” “kenapa dia...?” pikiran-pikiran
ini seharusnya tidak keluar dari pikiran kita.
Kedua, ambil keputusan dengan bijak merupakan sikap kebijakan
akan sangat mudah dihargai orang lain dan diakui integritas nya di
lingkungannya. Karena jika sudah mampu mengambil keputusan dengan
bijak sudah mengetahui resiko baik buruk setelahnya.

Ketiga, Nikmati apa yang sedang dilakukan. Menikmati apa yang


sedang kita tekuni/ lakukan akan melupakan masalah diri yang sedang tidak
percaya diri/insecure. Karena terkadang seseorang yang sedang tidak
percaya diri mereka akan sulit melakukan kegiatan cenderung bahkan
cenderung cemas untuk melakukan suatu hal.

Kempat, seberapa penting untuk mengetahui diri sendiri, karena


orang yang percaya diri akan mengetahui value dirinya sehingga untuk
mengontrol mental nya akan lebih mudah jika ada yang tidak sesuai
kemampuannya

Kelima, fokus pada kelebihan dan berlatih untuk kekurangan,


jadilah balance untuk menempatkan posisi antara kelebihan dan berlatihlah
pada kekurangan dan berusaha untuk mencoba hal baru.

Keenam, membuat goals point adalah hal yang penting ketika kita
ingin mencoba meningkatkan kepercayaan diri, karena dari situ kita bisa

32
Tri. S Mildawani, Membangun Kepercayaan Diri, Jakarta Timur; Lestari
Kiranatama, 2014
26

melihat sudah sejauh mana kita melangkah untuk maju dengan harapan yang
sukses.

Ketujuh, bersikap tenang dan wajar terutama pada situasi yang


kelumit bisa mengatur emosinya dan bersikap wajar jika terjadi kesalahan
yang tidak sesuai pada ekspektasi, dan terus belajar dan menambah
wawasan.

3. Client Centered Counselling


a. Pengertian Client Centered Counselling
Awal perkembangan pendekatan konseling client centered pada
tahun 1940 oleh Carl Rogers dinamakan dengan non-directive counseling.
Pendekatan ini dikembangkan sebagai hasil dari sikap kontra Rogers
terhadap pendekatan psikoanalisis yang memiliki karakteristik direktif dan
tradisional. Pendekatan ini berpusat pada anak dengan asumsi bahwa
manusia mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai bentuk
kekuatan dari cabang humanistik yang memiliki potensi keberhasilan dalam
diri manusia. Dan ini merupakan hasil kesatuan teori gestalt dan person
centered.33
Client centered counselling menurut Komalasari merupakan
pendekatan konseling bertujuan menemukan konsep diri yang lebih positif
dengan membangun komunikasi yang baik, mendudukkan konseli sebagai
orang yang berharga yang memiliki potensi positif untuk menyelesaikan
permasalahannya sendiri.
Client centered yang digunakan untuk layanan konseling
mempercayai bahwa pada dasarnya setiap individu itu memiliki jiwa positif
dan memiliki potensi untuk perkembangan dirinya sendiri dan bukan pada
otoriter terapis ataupun pada metode terapi.

33
Jenny Harianto. dkk, Hubungan Antara Pendekatan Konseling Berpusat Pada
Anak(Pendekatan Client Centered) Dengan Efektivitas Konseling Individual Pada Siswa
SMA (Studi Kasus Di SMA Dhammasavama, SMA Dharma Suci, dan SMA Triratna), Jurnal
Hammavicaya, Vol. 06 No. 1, hal. 10
27

Terapi ini berfungsi sebagai penunjang pertumbuhan pribadi klien


dengan jalan membantu kliennya dalam menemukan cara dalam memecahkan
masalah dengan menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien
mengikuti alur konseling yang disiapkan konselor.

Terapi client centered memiliki landasan pada suatu pemahaman


filsafat tentang manusia dengan penekanan bahwa setiap individu memiliki
dorongan bawaan untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri dengan perasaan
individu yang ingin memiliki kesanggupan dalam memahami faktor-faktor
yang ada di hidupnya karena menjadi penyebab penyebab pada ketidak
bahagiaan dirinya, dan itu dapat juga menjadi penyebab pada penurunan self-
esteem dan membuat seseorang itu depresi.

b. Tujuan dan Konsep Dasar Client Centered Counselling


Ada beberapa teori dan praktik yang menjadi kebutuhan mutlak
dalam terapi yang digunakan. Tujuan dari terapi ini adalah dengan
memberikan terapi client centered kepada klien untuk membina kepribadian
klien secara integral keseluruhan yang meliputi seluruh bagian masalah klien
dengan kesanggupannya sendiri, dan mempunyai kemampuan kedewasaan
untuk memecahkan masalah sendiri. Serta mampu menciptakan suasana yang
nyaman dan kondusif bagi klien untuk pengeksplorasian diri sehingga dapat
mengenal hambatan pertumbuhannya.

Kepribadian yang integral merupakan struktur kepribadian yang tidak


terpecah dengan artian sesuai dengan suatu gambaran antara gambaran
tentang diri yang ideal (ideal-self) dengan kenyataan diri sebenarnya (actual-
self) seperti pandangan Wills pada klien dengan Client Centered Counselling
seseorang diharap mampu memahami dirinya sendiri dengan konsep diri dari
kepribadian yang mampu berdiri sendiri adalah bentuk tanggung jawab
dirinya dalam menentukan pilihan sendiri atas dasar kemampuannya dan tidak
tergantung pada orang lain. 34

34
Emma Lusiana. dkk, “Penggunaan Konseling Client Centered dalam
Meningkatkan Konsep Diri Positif Siswa (Studi Kasus Siswa Kelas X)”, Jurnal Bimbingan
Konseling, Vol. 5 No. 4 (2017), h. 23
28

Sebelum menentukan pilihan tentu individu harus memahami konsep


dirinya pada kelemahan dan kelebihan, yang kemudian keadaan yang ada
pada dirinya tersebut harus diterima dengan ikhlas. Teori Client Centered
memiliki tujuan untuk membantu orang yang akan diberi layanan untuk
memiliki kepercayan diri yang lebih matang untuk mampu mewujudkan
potensi yang ada diri sendiri. Dengan kasus yang lebih khusus, konseling
yang dilakukan secara individual bertujuan pada kebebasan klien dalam
bertingkah laku yang berada dalam kungkungan lingkungan dalam
beraktivitas atau dalam pengaktualisasian diri pada lingkungannya.
Keterbukaan pada pengalaman, kepercayaan pada organisme sendiri,
dapat melakukan evaluasi internal, kesediaan menjadi satu proses menjadi
suatu konsep dasar dari tujuan konseling client centered ini. Dengan proses
konseling yang ditinjau klien mampu menunjukkan keterkaitan beberapa hal
tersebut dalam meningkatnya kepercayaan diri dengan kreativitas,
keterbukaan dan efisiensi diri.
Perkembangan terapi client-centered sebagai bentuk reaksi terhadap
apa yang disebutnya pada keterbatasan-keterbatasan mendasar teknik dari
psikoanalisis yang berfungsi sebagai penunjang untuk pertumbuhan pribadi
klien untuk membantunya dalam menemukan kesiapan dan keterampilannya
untuk memecahkan masalah-masalah nya sendiri. Carl Rogers menanamkan
kepada terapis dengan pendekatan client centered ini untuk menaruh
kepercayaan penuh kepada keterampilan seorang klien untuk mengikuti alur
pada terapi ini sampai mampu menemukan arah permasalahannya sendiri.
b. Ciri-ciri Pendekatan Client Centered Counselling
Client centered merupakan model konseling berpusat pada pribadi
yang dikembangkan oleh Carl Rogers, adapun ciri-ciri pendekatan Client
Centered Counselling, sebagai berikut. Klien yang bertanggung jawab pada
dirinya sendiri memiliki kesanggupan dalam memecahkan masalah dan
memilih perilaku yang dianggap pantas bagi dirinya. Menekankan dunia
fenomenal klien, terapi ini berfokus pada klien dengan menanamkan persepsi
positif terhadap perspektif dunia dengan menggunakan empati dan
pemahaman terhadap klien. Prinsip yang dipegang teguh oleh Carl Rogers
dalam Client Centered Counselling berdasarkan pada hasrat kematangan
29

psikologis bahwa psikoterapi itu bersifat konstruktif dalam membina klien


untuk memecahkan masalah dengan hubungan psikoterapeutik. Efektivitas
terapeutik didasari pada sifat klien yang berjiwa ketulusan, kehangatan,
penerimaan positif dan empati yang akurat.35

c. Teknik-teknik Pendekatan Client Centered Counselling


Penerapan konseling dengan pendekatan Client Centered berpusat
pada klien, maka teknik yang digunakan adalah mengungkapkan data secara
langsung dari klien dan ini perlu adanya pendekatan dan komunikasi yang
baik sehingga dapat diterima oleh klien dengan respek dan simpati sebagai
upaya konselor untuk membantu klien dalam mengembangkan kerangka
acuan internal dengan cara memikirkan, merasakan, dan mengeksplorasi.

Hal ini menjadi suatu pengungkapan yang jujur dari klien dengan
konselor membuka komunikasi yang baik sehingga klien percaya kepada
konselor. Kepercayaan yang dibangun konselor akan mempermudahkan
dalam proses konseling berjalan dengan baik.

Berbagai keterampilan atau teknik yang perlu diterapkan dalam


Client Centered Counselling, sebagai berikut: Menjadi pendengar aktif sangat
dibutuhkan konselor dalam proses konseling agar konseli merasa diterima
atas kasu yang dialami. Mengulang kembali cerita konseli sebagai reaksi atas
sikap menjadi pendengar aktif untuk menghargai keberanian konseli untuk
bercerita. Memperjelas apa yang merasa membingungkan dan tidak jelas
difokuskan pada isu-isu untuk membantu menemukan dan memperjelas
perasaan yang bertolak belakang dengan klien. Menyimpulkan cerita klien
untuk menganalisis seluruh elemen penting pada klien yang muncul dalam
sesi konseling berlangsung. Bertanya untuk menggali informasi klien lebih
dalam, sehingga konselor mengetahui tahapan apa yang selanjutnya akan
diambil. Menginterpretasi untuk menginterpretasikan perasaan, pikiran serta
tingkah laku klien bertujuan untuk memberikan perspektif alternative yang
baru. konfrontasi untuk menantang pernyataan yang disampaikan klien dalam
konseling untuk melihat dirinya secara jujur. Merefleksikan perasaan
keterampilan untuk merespon klien dengan baik terhadap esensi perkataan
yang diucap. Memberikan dukungan sebagai keterampilan untuk memberikan
kekuatan dan dukungan kepada klien. Empati adalah sikap mendasar manusia
dalam kehidupan sosial tentunya berguna pada proses konseling untuk

35
Ulfiah, Psikologi Konseling Teori dan Implementasi, Jakarta : Kencana, 2020,
hal. 9
30

memberikan kepekaan terhadap hal-hal subjektif klien. Memfasilitasi klien


dengan memberdayakan klien mencapai tujuannya. Mengevaluasi adalah
keterampilan konselor untuk mengevaluasi keseluruhan proses konseling
yang sedang berlangsung. Memberikan umpan balik dalam proses konseling
adalah bentuk keterampilan konselor yang bersifat spesifik, deskriptif, dan
jujur atas dasar observasi dan reaksi terhadap tingkah laku klien. Mengakhiri
kegiatan konseling dengan baik adalah keterampilan konselor untuk
memberikan pandangan positif klien pada proses konseling.36

B. Kerangka Berpikir
Teknologi dinilai sangat bermanfaat bagi manusia dari berbagai bidang di
kehidupan manusia sebagai sarana pendukung kehidupan agar lebih meningkat,
yang dijadikan sebagai ilmu pengetahuan untuk dipraktikkan dalam
kemasyarakatan, dan sebagai alat komunikasi tentunya karena bisa membantu
menjangkau komunikasi interaksi jarak jauh.
Luasnya media sosial menjadikan 2 titik balik kepada penggunanya baik
dari sisi positif maupun sisi negatif, setelah mengetahui pentingnya teknologi bagi
kehidupan tidak bisa dipungkiri teknologi juga memiliki dark side yang tidak
disangka bahayanya bisa seserius itu. Seperti halnya kasus yang kerap muncul
penipuan, perampokan, sampai perundungan (cyberbullying) yang biasa
ditemukan di kehidupan nyata kini mengikuti perkembangan teknologi kejahatan
itu bisa berjalan lancar di dunia maya melalui media sosial.
Dampak dari pada kasus cyberbullying banyak memberikan efek negatif
pada perkembangan dan psikologis korban pada anak remaja dengan persentase
40% mengalami kecemasan sosial, 35% menyebabkan depresi, dan 25%
mengakhiri hidupnya. Dari kasus yang sering ditemukan adalah hilangnya rasa
percaya diri terhadap lingkungan sosial di dunia nyata, pada perkembangan anak
di usia remaja dengan indeks kematangan remaja adalah mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan secara baik dan kondusif kehilangan rasa percaya diri ini

36
Ulfa Dani Rosida, Jurnal, Model Pendekatan Konseling Client Centered dan
Penerapan Dalam Praktiknya, (Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan, 2016) hal. 6
31

sangat mengganggu kematangan pola pikir dan konsep diri yang akan
mempengaruhi kehidupan sosialnya..37
Konsep diri yang positif akan membangun kepercayaan diri yang positif,
adanya kepercayaan diri berawal dari pola pikir positif terhadap diri sehingga
bertemu dengan persepsi, pikiran serta perasaan positif dalam berhubungan sosial.
Untuk meningkatkan kepercayaan diri diperlukan proses bantuan layanan
konseling client centered merupakan proses yang diyakini mampu meningkatkan
rasa kepercayaan diri, konsep dasar yang dipercaya dari pendekatan ini seperti
pandangan Carl Rogers yang memandang manusia itu makhluk yang positif ia
memandang setiap manusia mempunyai integritasnya sendiri sehingga mampu
mengatasi masalah personal yang terjadi pada dirinya, karena sejatinya manusia
merupakan makhluk sempurna yang berakal, tentu saja mengetahui
kemampuannya dalam mengatasi permasalahan.
Konsep dasar yang diberikan Carl Rogers bergerak mengikuti kodratnya
manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai konsep diri positif, dengan sikap
diri kooperatif dan konstruksi kemampuannya yang mampu mengatasi
kecenderungan perilaku negatif sehingga mampu mengendalikan konsep diri yang
positif terhadap masalah dan mampu meningkatkan kepercayaan diri dengan
konsep diri yang positif.
Metode psikis yang digunakan untuk tercapai gambaran yang serasi antara
ideal self dengan actual self dilakukan dengan alur yang berlaku dalam terapi client
centered, dan menciptakan suasana yang kondusif guna tercapai tujuan terapi ini.
Tercapai perkembangan diri secara positif diterima oleh orang lain dalam
berinteraksi dan memiliki cinta dari lingkungan. Sejalan dengan penelitian lainnya,
peneliti menyajikan kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran ini berguna untuk
menentukan alur penelitian, hal ini bertujuan dalam memfokuskan lingkup
pembahasan dalam penelitian kedepan. Kerangka pemikiran yang penulis sajikan
sebagai berikut;

37
Tito Adam, “Melihat Data Cyberbullying 2021 Pada Anak di Sosial Media, Serta
Dampak Bahayanya”, https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/ (diakses pada
30 Maret 2022)
32

Bagan 2.1

Kerangka Berpikir

Penerapan Client Centered Counselling


Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri
Korban Cyberbullying

Permasalahan Tindakan Hasil

Korban Korban
Penerapan cyberbullying
cyberbullying
Client mampu
memiliki konsep
Centered mengubah konsep
diri negatif yang
Counselling diri yang juga
mengakibatkan
menurunnya meningkatkan
kepercayaan diri kepercayaan diri

Kerangka berpikir ini menjadi acuan untuk riset penelitian yang akan berjalan
selanjutnya, menjelaskan langkah-langkah alur dalam penelitian, jelasnya Basri
menyimpulkan tentang penelitian kualitatif ini berfokus pada prosesnya dan
pemaknaan dari hasil penelitian, wawancara, identifikasi masalah, menentukan tujuan
adalah tahap penelitian yang tertuju pada elemen manusia, objek, dan institusi serta
hubungan dan interaksi antar elemen dalam setiap peristiwa dan perilaku manusia
yang menumbuhkan hubungan timbal balik antara keduanya. Tahapan penelitian ini
menjadi perwakilan paradigma peneliti dalam sudut pandang realitas.38

38
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung; Rosda Karya, 2012)
33

Selanjutnya pelaksanaan konseling dalam kerangka pikiran ini merupakan


langkah yang akan dilakukan dalam melaksanakan proses konseling, langkah-langkah
dalam proses konseling client centered untuk memusatkan perhatian pada pengalaman
individu klien, memberi pusat perhatian untuk memberikan rasa empati pada
permasalahannya, dengan proses konseling client centered memberikan upaya untuk
meminimalisir rasa diri terancam pada klien, dan memaksimalkan serta menopang
eksplorasi diri klien. Melihat perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi
individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas konsep diri
dan mendapat tilikan perasaan yang mengarah pada pertumbuhan serta perubahan
pola pikir. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk
menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelumnya ke
dalam konsep diri Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri
dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.

Konsep teori client centered menurut Rogers berfokus pada perubahan


kepribadian yang menjadi hasil dari interaksi individu dengan organisme, dan medan
fenomenal dengan perubahan-perubahan yang dialami individu. Tujuan terapi client
centered meningkatkan kondisi klien untuk menjadi seorang pribadi yang positif
dengan perkembangan kepercayaan diri dari interaksi sosial yang dibangun dengan
realitas yang positif.

Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian yang penting bagi kehidupan


manusia dan problema yang dialami oleh para remaja sekarang adalah krisisnya
kepercayaan diri. Kepercayaan diri berfungsi sebagai pendorong motivasi pada
individu dalam meraih kesuksesan, hal ini bergantung pada pengalaman seseorang
dalam hubungan interpersonal, upaya terapi ini dalam meningkatkan kepercayaan diri
dengan membangun konsep diri positif yang tengah runtuh dan mengevaluasi
pengalaman yang masih berkaitan dengan penerimaan diri dengan membangun
penghargaan positif pada orang orang lain terhadap dirinya.39

39
Budi Andayani, dan Tina Afiatin, Konsep Diri, Harga Diri, Dan Kepercayaan
Diri Remaja, Jurnal Psikologi, Vol. 23 No. 2, hal. 25
34

Ketidakpercayaan diri adalah respon organisme terhadap pemikiran negatif


dengan penilaian orang lain akan dirinya dan itu akan melemahkan fungsi berpikir,
intelektual, dan kemauan anak sehingga semakin kuat perasaan inferior maka semakin
tidak terkontrol dan itu akan melumpuhkan kehidupan jiwa adaptasi anak dengan
lingkungan. Client centered dengan konsep dasar Rogers menjadi langkah untuk
mengembangkan sikap positif dengan konsep diri yang berkualitas yang menjadi
modal utama dalam meningkatkan kepercayaan diri, melakukan sesuatu yang hebat
dengan kemampuannya dan memberikan apresiasi atas kemampuan yang bisa
dimanfaatkan dengan baik. Kondisi negatif ini bisa menjadikan individu mengalami
stress, karena pada umumnya seseorang mengalami stress akibat rasa insecure dan
overthinking, perubahan emosi yang berlebihan sehingga menyebabkan hilangnya
rasa kepercayaan diri untuk menjalani hubungan dengan individu lain dalam
pergaulan.

Upaya meningkatkan kepercayaan diri seseorang ada pada tekad individu


tersebut, keyakinan diri dan sikap yang ditunjukan mau menerima dirinya secara apa
adanya dan siap untuk mengubah pikiran negatif yang ada pada dirinya terhadap
dirinya dan orang lain, karena pikiran negatif yang selalu menjadi penghalang
seseorang untuk berkembang dan melakukan banyak hal untuk pengalaman. Dari
pikiran yang positif akan menjadikan diri untuk tidak takut melakukan hal-hal baru
yang menantang, dengan pikiran positif pembawaan diri akan terlihat lebih tenang
sehingga mudah dihargai oleh banyak orang. Stop untuk membandingkan diri dengan
orang lain karena sejatinya setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing, fokus pada kelebihan dan mengembangkan potensi dalam diri tanpa
melihat dan menjadikan kekurangan sebagai penghalang.40 Dengan bantuan proses
layanan konseling ini konselor membantu membuka pikiran positif klien dan
membentuk konsep diri yang positif dengan memberi semangat, dukungan serta
motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan konseling.

40
Hadi Pranoto, Upaya Meningkatkan Percaya Diri Siswa Melalui Layanan
Bimbingan Kelompok Di SMA Negeri 1 Sungkat Utara Lampung Utara, Jurnal Lentera
Pendidikan LPPM UM METRO, Vol. 1 No. 1, 2016
35

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan


1. Untuk penelitian yang relevan ini saya menggunakan milik Siti Ulfah Maria
Mahasiswi Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Islam Negeri
Banten Tahun 2018, yang berjudul Penerapan Client Centered Therapy (CCT)
Untuk Mengatasi Stres Pada Penderita Diabetes Mellitus Pasca Amputasi di
Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak.
Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggambarkan
keadaan responden dan tingkat stres yang dialami. Dan tujuan penelitian
tersebut mendeskripsikan tingkat stres para penderita Diabetes Mellitus pasca
amputasi dengan menggunakan Client Centered Therapy memberikan
perubahan pada tingkat stress pasien.41
2. Selanjutnya saya menggunakan jurnal milik Ni Putu Wahyu Damayanthi, Gede
Sedanayasa, Ni nengeh Madri Antari. Mahasiswa Prodi Bimbingan dan
Konseling Universitas Pendidikan Ganesha Fakultas Ilmu Pendidikan
Singaraja 2014, yang berjudul Penerapan Konseling Client Centered Dengan
Teknik Self Understanding Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa
Kelas VIII B2 SMP Negeri 2 Sawan.
Penelitiannya melalui aspek kognitif dengan tujuan meningkatkan
kemandirian belajar siswa menggunakan teknik self understanding. Hasil
penelitian menunjukan penerapan konseling client centered dengan teknik self
understanding sebesar 24,23% mengalami peningkatan kemandirian belajar
siswa. 42
3. Selanjutnya saya menggunakan skripsi milik Nidawati wahyu Pinasti
Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang Tahun 2011, yang berjudul Upaya Meningkatkan

41
Siti Ulfah Maria, “Penerapan Client Centered Therapy (CCT) Untuk Mengatasi Stres
Pada Penderita Diabetes Mellitus Pasca Amputasi di Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak”,
Serang 2018
42
Ni Putu Wahyu Damayanthi, “Penerapan Konseling Client Centered Dengan
Teknik Self Understanding Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VIII B2
SMP Negeri 2 Sawan” , Bali, 2014
36

Kepercayaan diri Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa Kelas X


SMK N 1 Jambu.
Penelitiannya ini peneliti menggunakan layanan bimbingan kelompok
teknik pengambilan sampel purposive sampling untuk mendapatkan siswa
dalam kategori gambaran siswa dengan kepercayaan diri rendah. Dengan hasil
uji Wilcoxon diperoleh hasil sebesar 3,65% adanya peningkatan kepercayaan
diri sebelum dan setelah mendapat layanan bimbingan kelompok. 43
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penulis,
N Pendekatan Hasil Sumber Persamaan/
Tahun/Jud
o , Metode Penelitian Data Perbedaan
ul
Pendekatan Persamaan:
Client 1.
Centered Menggunaka
Siti Ulfah
Therapy. Hasil dari n Pendekatan
Mariah.
penelitian ini Client
(2018)
menggambar Wawancara Centered
kan tingkat dan Therapy
Penerapan
stress pada Observasi
Client
penderita dengan Perbedaan:
Centered
Metode Diabetes para pasien 1. Objek
Therapy
Penelitian Melitus, dan Diabetes penelitian
1 (CCT)
Kualitatif adanya Melitus 2. Tujuan
Untuk
dengan perubahan serta penelitian
Mengatasi
Menggamb setelah keluarga lebih kepada
Stres Pada
arkan diberikan dan meningkatka
Penderita
Keadaan layanan masyarakat n
Diabetes
Responden Client Kec. Sajira kepercayaan
Mellitus
Centered diri
Pasca
Therapy 3. Penelitian
Amputasi
eksperimen
yang
dilakukan

Nidawati wahyu Pinasti, “Upaya Meningkatkan Kepercayaan diri Melalui


43

Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa Kelas X SMK N 1 Jambu”, Semarang 2011
37

Ni Putu Pendekatan
Wahyu Konseling
Damayant Client Persamaan:
hi, dkk. Centered 1.
Hasil
(2014) dengan Menggunaka
penelitian ini
teknik Self n konseling
menunjukan
Penerapan Understand Client
terjadinya
Konseling ing Kuesioner Centered
peningkatan
Client Observasi,
kemandirian
Centered dan Perbedaan:
belajar siswa
Dengan Wawancara 1. Metode
dengan
Teknik pada penelitian
2 menerapkan
Self seluruh yang
konseling
Understan siswa kelas digunakan
client
ding Untuk VIII B2 2. Tujuan
centered
Meningkat SMPN 2 Penelitian
dengan
kan Sawan lebih kepada
teknik Self
Kemandiri kemandirian
Understandi
an Belajar Metode belajar siswa
ng sebesar
Siswa Penelitian 3. Sumber
24,23%
Kelas VIII kuantitatif data yang
B2 SMP menggunak digunakan
Negeri 2 an analisis
Sawan deskriptif
Mengguna Persamaan:
Nidawati kan Hasil 1. Tujuan
wahyu layanan penelitian penelitian
Pinasti, bimbingan melalui hasil untuk
(2011) kelompok uji wilcoxom meningkatka
menunjukan Skala n
Upaya tingkat psikologi kepercayaan
Meningkat kepercayaan dengan alat diri
kan diri siswa skala
Kepercaya Metode memiliki kepercayaa Perbedaan:
an diri yang perbedaan n diri 1. Metode
Melalui digunakan sebelum dan menggunak penelitian
Layanan kuantitatif sesudah an teknik 2.
Bimbingan dengan memperoleh statistik Pendekatan
Kelompok menggunak layanan non yang
Pada Siswa an teknik bimbingan parametrik digunakan
Kelas X purposive kelompok dengan 3. Sumber
SMK N 1 random sebesar rumus data yang
3 Jambu sampling 3,65% wilcoxom dipakai
38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam melakukan tahapan
penyusunan skripsi ini adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif dimana penelitian
kualitatif sebagai metode ilmiah penelitian dengan memperkaya hasil untuk
membangun pengetahuan dengan menggambarkan keadaan yang ada secara
sistematis dan rasional serta memberikan pusat perhatian terhadap masalah-masalah
yang ada pada saat penelitian berlangsung.
Peneliti sebagai kunci dari instrumen penelitian skripsi dalam
mengumpulkan data dan melakukan pengamatan terhadap manusia dalam
berinteraksi dengan lingkungannya, interaksi tersebut sebagai subjek penelitian yang
dapat memberikan gambaran terhadap fakta-fakta yang terjadi dengan cara
menjelaskan keadaan objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan yang diperoleh
untuk memberikan kebenaran sebenar-benarnya. Penelitian ini sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata (baik tertulis maupun
lisan) yang menurut Sugiyono (2016) metode ini merupakan metode penelitian yang
memiliki pandangan secara filsafat digunakan sebagai penelitian untuk mencari
jawaban pada kondisi objek yang alami sebagai hubungan langsung yang responsif
antara peneliti dan responden untuk mendapatkan pola-pola nilai yang dihadapi.
Pemilihan metode kualitatif ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan,
pertama perlu adanya penyesuaian dalam penelitian sehingga metode kualitatif
dianggap lebih tepat apabila berhadapan dengan kenyataan yang memiliki 2 atau
lebih kemungkinan. Alasan kedua, metode ini digunakan peneliti dalam penelitian
karena mampu menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan
responden. Ketiga, metode ini digunakan dalam penelitian skripsi karena lebih peka
39

dan lebih tepat untuk menyesuaikan diri dengan banyaknya penajaman pengaruh
yang ada bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.44

Demikian penelitian kualitatif deskriptif ini digunakan berusaha mencari


jawaban permasalahan yang diajukan secara sistematik berdasarkan fakta-fakta yang
ada pada populasi permasalahan ketidakpercayaan diri pada korban cyberbullying,
dengan memberikan penerapan terapi client centered sebagai solusi yang diberi untuk
memberikan layanan bantuan untuk mendeskripsikan keberhasilan tidaknya terapi
client centered dalam meningkatkan kepercayaan diri pada korban cyberbullying di
SMAN 1 Cikande.

B. Setting Penelitian
Penelitian ini tentang penerapan terapi Client Centered Counselling untuk
meningkatkan kepercayaan diri korban cyberbullying, penelitian yang dilakukan
mulai dari bulan Maret melalui beberapa tahapan mulai dari proses observasi sampai
berlangsungnya proses konseling kurang lebih 5 bulan. Beberapa tahapan ini menjadi
proses yang ditunggu akan keberhasilan dalam proses layanan yang dilakukan
dengan subjek penelitian yang ditujukan kepada 10 orang remaja yang menjadi
korban cyberbullying sebagai siswi sekolah SMAN 1 Cikande. Mengapa tempat yang
dipilih untuk penelitian ini adalah SMAN 1 Cikande? karena SMAN 1 Cikande
dinilai kredibel pada fokus penelitian ini yang menjadi fokus subjek penelitian ada
pada masa remaja dengan rentan usia 12-21 yang mengalami permasalahan pada
kepercayaan diri yang dialami pada korban cyberbullying sehingga mengganggu
tugas perkembangan pada usia nya. Kematangan usia remaja dengan kematangan
konsep diri yang menjadi fokus peneliti untuk mengubah pola pikir korban yang lebih
positif sehingga relevan dengan meningkatnya kepercayaan diri korban.

C. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen yang paling utama dalam
pengumpulan data yaitu manusia itu sendiri dengan cara melakukan pengamatan

44
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), cet. 18, hal. 5
40

secara langsung, namun untuk mendapatkan data yang valid itu perlu adanya bantuan
dalam penelitian yaitu instrumen penelitian sehingga tidak sembarang narasumber
yang diwawancarai dalam mendapatkan data yang valid. Instrumen penelitian adalah
alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap,
dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.45

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa observasi dan


wawancara untuk melihat kondisi korban secara langsung, melakukan wawancara
untuk mengetahui lebih lanjut permasalahan korban untuk diteruskan dalam
penelitian dan diberikan proses layanan konseling. Persiapan-persiapan tersebut ada
beberapa indikator yang dijadikan sebagai acuan untuk mencari bahan data atau
sumber data yang relevan dalam penelitian ini. Adapun indikator instrumen yang
digunakan peneliti sebagai berikut;

1. Observasi
Pengumpulan data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini dengan
melakukan pengamatan secara langsung di lapangan yaitu sekolah SMAN 1
Cikande dengan ditemani oleh guru BK terhadap subjek yang akan dijadikan data
penelitian dan selanjutnya melakukan pencatatan seperlunya terkait informasi
yang ditemukan oleh subjek penelitian. Sebelum melakukan observasi ada
beberapa kategori pengamatan yang sejalur yang menjadi topik penelitian ini,
adapun indikator yang menjadi perhatian dalam penelitian ini sebagai berikut.
Tabel 3.1
Indikator Pengamatan

No Indikator Pengamatan

Kematangan konsep diri sebelum dan sesudah dilakukan


1 konseling dengan terapi client centered
Peningkatan kepercayaan diri sebelum dan sesudah dilakukan
2 konseling terapi client centered

45
Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”, Edisi
Revisi VI, (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2006)
41

Sikap tanggung jawab pada diri sendiri dan lingkungan sekitar


3 sebelum dan sesudah dilakukan konseling terapi client centered
4 Keberanian dalam aktivitas yang ada di sekolah

2. Wawancara
Melalui metode wawancara terstruktur sebagai bentuk upaya dalam
memperoleh data untuk melakukan pengkajian data secara mendalam. adapun
pedoman untuk pelaksanaan wawancara yang disifatkan secara general karena
adanya keterkaitan di antara variabel sehingga beberapa indikator yang ditujukan
ke beberapa responden yang berbeda.

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Wawancara

Komponen/
No Indikator Substansi Pertanyaan
Sub komponen
1. Berapa usia Anda saat ini?
Semua yang 2. Apa aktivitas utama Anda
Gambaran berkaitan di luar sekolah?
1
Umum dengan 3. Apakah Anda nyaman
masalah umum dengan keadaan/ aktivitas di
sekolah?
Semua yang
berkaitan
dengan pikiran
1. Apa yang Anda percaya
yang
diri jika berada di lingkungan
disebabkan
ramai?
oleh
cyberbullying,
seperti:
2. Apakah Anda memiliki
2 Kognitif 1. Kehilangan
kekurangan fisik? Jika ada,
kepercayaan
apakah anda menerima
diri
kekurangan itu?
3. Apakah Anda memiliki
2. Berpikir
motivasi untuk mencapai
irasional
goals sendiri?
4. Jika goals itu tidak tercapai
3. Kehilangan
apa yang akan Anda lakukan
motivasi diri
selanjutnya?
42

dan mudah
pesimis
5. Mampukah Anda berteman
4. Tidak bisa
dengan siapa saja dan
berpikir
menjalin hubungan
objektif
pertemanan yang baik?
6. Apakah anda memiliki
5.
keyakinan dengan
Merendahkan
kemampuan diri yang anda
diri sendiri
miliki?
Semua yang
berkaitan
dengan fisik
yang 1. Apakah Anda memiliki
disebabkan jadwal tidur yang teratur?
oleh
cyberbullying,
seperti;
2. Apakah Anda memiliki
3 Psikomotorik 1. Mengalami
fokus yang baik pada suatu
insomnia
pekerjaan?
3. Apakah Anda merasa
2. Sulit untuk
gelisah berlebihan ketika
fokus pada
bertemu dengan banyak
suatu pekerjaan
orang?
3. Mengalami 4. Apakah Anda mengalami
penurunan penurunan kesehatan
kesehatan belakangan ini?
Semua yang
berkaitan
dengan
perasaan(emosi 1. Apakah Anda merupakan
) yang orang yang bisa mengambil
disebabkan keputusan dengan cepat?
oleh
cyberbullying,
4 Afektif
seperti;
1. Merasa
2 Bagaimana perasaan Anda
bimbang dalam
jika berada di lingkungan
menentukan
yang tidak dikenal?
suatu pilihan
2. Merasa
3. Dapatkah Anda berinteraksi
gelisah saat
dengan banyak orang?
bertemu
43

dengan orang
banyak
3. Mengalami
4. Lantas apakah Anda orang
perubahan
yang mampu mengatur emosi
emosi secara
dengan baik?
drastis
4. Menarik diri 5. Lantas bagaimana Anda
dalam jika menghadapi situasi yang
bersosialisasi tidak menyenangkan?

D. Sumber Data
Sumber data penelitian adalah sumber data yang menjadi elemen penting
penelitian untuk dijadikan dasar pertimbangan berupa subjek penelitian dari mana
data itu diperoleh. Secara sederhananya data yang diperoleh dari sumber data adalah
sekumpulan fakta-fakta yang dijadikan gambaran luas, ada beberapa jenis sumber
data penelitian yang didapatkan yaitu sumber data primer berupa sumber data
deskriptif tertulis maupun tidak tertulis yang bisa diperoleh langsung dari peneliti,
sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari pihak kedua
ataupun pihak ketiga yang menjadi sumber data utama atau informan.46

Bagan 3.1

Sumber Data

Sumber Data

Subjek Penelitian Informan Penelitian

Responden Teman/sahabat terdekat

Guru

Keluarga/kerabat terdekat

46
Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”.......... hal.
29
44

D. Teknik Pengumpulan Data


Instrumen penelitian yang digunakan dalam metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini dengan cara berikut;

1. Observasi
Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatannya melalui hasil kerja panca indera, dalam penelitian ini observasi
berperan serta (participant observation) dalam pelaksanaannya, peneliti akan
melihat, mendampingi serta berperan dalam membantu menangani kasus siswa
yang menjadi korban cyberbullying melalui layanan konseling. Kemampuan
peneliti dalam mendapatkan data dengan cara mengamati secara langsung
keadaan korban tentang persoalan apa saja terkait permasalahan terjadinya
cyberbullying yang mengganggu kepercayaan diri korban.
Observasi merupakan dasar ilmu pengetahuan yang dapat bekerja
berdasarkan data yang valid, fakta yang ada pada kehidupan nyata bisa diperoleh
melalui observasi dengan menggunakan indera penglihatan yang tanpa
mengajukan pertanyaan-pertanyaan.47 Untuk mengetahui permasalahan masing-
masing klien dalam penelitian ini, peneliti mengadakan observasi dengan
pengamatan secara langsung dengan tujuan untuk mengetahui kondisi
psikologisnya sampai mengganggu kepercayaan diri masing-masing.
Observasi yang dilakukan akan mendapatkan data hasil berupa benda,
gerak atau proses tertentu, dilakukan observasi awal terdapat 10 orang yang
menjadi korban cyberbullying bersedia untuk dijadikan subjek penelitian.
Setelah dilakukan wawancara sederhana 5 diantaranya mengalami trauma dan
kehilangan kepercayaan diri dan merupakan dampak dan kasus terparah dari 10
responden sebelumnya. Untuk memberikan layanan konseling diperlukan
informasi lengkap lainnya terkait korban, dan informasi tambahan penelitian
peneliti mendapat informasi dari teman-teman serta kerabat terdekat dan orang
tua terkait permasalahan pada ke 5 responden.

47
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2015), h. 69
45

2. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk
mendapatkan informasi dengan sistem tanya jawab yang dapat dikonstruksikan
maknanya dalam suatu topik tertentu. Proses wawancara ini merupakan metode
penelitian dalam pengumpulan data yang akan menjadi informasi tambahan
dalam penelitian, untuk mengetahui permasalahan korban cyberbullying perlu
adanya data yang digali permasalahan lanjutan yang mengenai psikologi korban
cyberbullying. Data tentang peserta didik sebagai korban dan guru BK secara
langsung sebagai informan (face to face relation) yang dilakukan dengan tanya
jawab tentang pokok persoalan yang dikehendaki. Subjek wawancara adalah
koordinator guru BK menangani peserta didik di SMAN 1 Cikande. Wawancara
dilaksanakan di SMAN 1 Cikande, pewawancara atau peneliti mengajukan
beberapa pertanyaan yang diajukan kepada guru BK mengenai penanganan kasus
cyberbullying melalui layanan.

3. Dokumentasi
Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan
catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,
sehingga akan diperoleh data yang lengkap yang sah punya sendiri dan bukan
berdasarkan perkiraan (Hoax). Dokumentasi dalam bentuk tulisan dapat berupa
catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan, kebijakan sebagai
hasil pengamatan pendukung yang berbentuk gambar seperti foto atupun lukisan.
Sedang dokumentasi yang diperoleh dalam bentuk karya film dokumenter selama
penelitian berlangsung. Karena hasil penelitian dari observasi dan wawancara
akan lebih dapat dipercaya (kredibel) jika didukung oleh hasil dokumentasi yang
telah ada. Adapun bentuk dokumentasi pada penelitian ini yaitu berupa hasil foto
dan rekaman kegiatan selama proses penelitian sampai proses konseling
berlangsung.

E. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif deskriptif, sifat dari analisis kualitatif berfokus pada bagaimana suatu ide
46

atau cerita yang dibuat kemudian dikomunikasikan kepada seluruh bagian terkait
dalam penelitian ini sehingga informasi yang didapat dapat dilukiskan secara
sistematis secara fakta dan berkarakteristik di bidang-bidang tertentu secara faktual
dan cermat dengan penggambaran keadaan dan struktur fenomena yang ada.48

Analisis ini dilakukan terus menerus untuk mendapatkan informasi terbaru


dari awal hingga akhir penelitian yang menggambarkan keadaan dan struktur
fenomena dengan induktif mencapai pola, model tema, serta teori yang sesuai
membuat interpretasi tentang penilaian hasil responden, proses operasional, perasaan
siswa terhadap cyberbullying, dengan menuju kepada korban maupun pelaku.

Teknik ini juga dapat membantu peneliti untuk memahami bagaimana


perasaan korban dari kejadian cyberbullying dan mengetahui kultur anak remaja
dalam berbudaya dalam suatu lingkungan budaya suatu organisasi. Untuk
menganalisis data dalam suatu penelitian perlunya suatu langkah yang sangat kritis,
apakah dalam penelitiannya menggunakan data statistik maupun non-statistik melalui
proses yang mengatur urutan data yang sudah terkumpul sehingga ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis seperti yang disarankan oleh data yang terkumpul.49

Model yang digunakan dalam menganalisis data di penelitian ini adalah


model analisis data Miles and Huberman dimana analisis data dapat dilakukan
bersamaan dengan penelitian berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data
dalam periode yang tertentu. Ketika wawancara berlangsung analisis data dapat
dilakukan langsung setelah adanya jawaban yang diberikan narasumber pada saat
wawancara, dengan model interactive dimana aktivitas dalam analisis data
berlangsung secara terus menerus dan interaktif sampai tuntas dengan kebutuhan
data. Aktivitas dalam analisis data meliputi tiga prosedur, yaitu;

48
Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”........hal.
243
49
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian.........h. 103
47

1. Reduksi Data (Data Reduction)


Reduksi data adalah proses penyempurnaan data, baik pengurangan
terhadap data yang dianggap kurang perlu dan tidak relevan maupun
penambahan data yang dirasa masih kurang. Data yang diperoleh di lapangan
mungkin jumlahnya sangat banyak.Reduksi data berarti merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan demikian data yang akan direduksi memberikan gambaran yang
lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.50.
2. Penyajian Data (Display)
Dengan mendisplay atau menyajikan data akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi selama penelitian berlangsung. Setelah itu perlu
adanya perencanaan kerja berdasarkan apa yang telah dipahami. Dalam
penyajian data selain menggunakan teks secara naratif, juga dapat berupa bahasa
nonverbal seperti bagan, grafik, denah, matriks, dan tabel. Penyajian data
merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasarkan kategori
atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan. Miles and Huberman
dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Ia
mengatakan “yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif”.

3. Verifikasi Data (Conclusions drawing/verifying)


Langkah terakhir dalam teknik analisis data adalah verifikasi data.
Verifikasi data dilakukan apabila kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan ada perubahan-perubahan bila tidak dibarengi
dengan bukti-bukti pendukung yang kuat untuk mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Bila kesimpulan yang dikemukan pada tahap
awal, didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian

50
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D “ (Bandung,
Alfabeta: 2007) hal. 247
48

kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan


merupakan kesimpulan yang kredibel atau dapat dipercaya.51.

Dalam penelitian kualitatif, kesimpulan yang didapat kemungkinan


dapat menjawab fokus penelitian yang sudah dirancang sejak awal penelitian.
Ada kalanya kesimpulan yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk menjawab
permasalahan. Hal ini sesuai dengan jenis penelitian kualitatif itu sendiri bahwa
masalah yang timbul dalam penelitian kualitatif sifatnya masih sementara dan
dapat berkembang setelah peneliti terjun ke lapangan.Harapan dalam penelitian
kualitatif adalah menemukan teori baru. Temuan itu dapat berupa gambaran
suatu objek yang dianggap belum jelas, setelah ada penelitian gambaran yang
belum jelas itu bisa dijelaskan dengan teori-teori yang telah ditemukan.
Selanjutnya teori yang didapatkan diharapkan bisa menjadi pijakan pada
penelitian-penelitian selanjutnya.

F. Teknik Keabsahan Data


Teknik keabsahan data dalam penelitian merupakan uji kredibilitas
pengamatan yang telah disajikan dapat dipertanggungjawabkan kepercayaan data
yang diteliti. Kelayakan dalam penelitian ini memberikan proses proses kepercayaan
apakah penelitian ini dapat dipercaya dari data yang telah dihasilkan selama proses
berlangsung. Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya, selain digunakan
untuk menyanggah balik yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang
mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari
tubuh pengetahuan penelitian kualitatif.52

Adapun uji keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi yang menjadi metode dalam uji keabsahan data yang digunakan, dengan
mengukur dan meningkatkan validitas penelitian dengan cara menganalisis
pertanyaan penelitian dari berbagai sudut pandang. Triangulasi dalam pengujian

51
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D “ .... hal. 252
52
Moleong Lexy J, “Metode Penelitian Kualitatif” (Bandung, Rosdakarya:2007) hal. 320
49

kredibilitas penelitian diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber


dengan berbagai waktu.53

Triangulasi pengecekan dari sumber, dengan menguji kredibilitas data


dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Data yang diperoleh dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan
selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan tiga sumber data.
Triangulasi pengecekan dilihat dari teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Misalnya untuk mengecek data bisa melalui wawancara, observasi, dokumentasi.
Bila dengan teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang
berbeda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Triangulasi yang
menjadi pengujian kredibilitas dengan waktu, yaitu analisis data yang dikumpulkan
dengan teknik wawancara, yang selanjutnya dapat dilakukan dengan pengecekan
dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-
ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.

53
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung;PT Alfabeta)
2017, hal.273-275
50

Bagan 3.2

Alur Penelitian

Kebutuhan Informasi
ketidakpercayaan diri Siswi korban
cyberbullying di SMAN 1 Cikande

Melakukan penelitian kualitatif dalam


jenis studi

Pengumpulan Data

Wawancara Observasi Studi dokumentasi

Kualitatif dengan metode deskriptif

Reduksi Data Penyajian data Verifikasi data

Hasil Penelitian

Uji Kredibilitas
51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Subyek Penelitian

SMAN 1 Cikande berlokasi di Cikande Jl. Otonom Situterate, Situterate,


Cikande, Serang, Banten 42186, Indonesia. Kondisi SMAN 1 Cikande sebagai
sekolah no 1 di Cikande cukuplah baik dengan tatanan struktur sekolah yang
lengkap dan memadai dengan menyediakan berbagai fasilitas penunjang
pendidikan yang layak bagi anak didiknya. Dengan tenaga pendidik yang
berkualitas memenuhi standar pendidik yang kompeten di bidangnya, dan
kegiatan penunjang lainnya seperti ekstrakurikuler, organisasi siswa, komunitas
belajar, tim olahraga, serta perpustakaan yang berjalan secara maksimal sehingga
mendukung tumbuh kembang proses pembelajaran peserta didik. Dengan
kurikulum yang digunakan mengikuti perkembangan modern dengan
perkembangan teknologi.

Penelitian ini dilakukan kepada peserta didik kelas xii yang menjadi
korban cyberbullying, dijadikan tempat penelitian karena sekolah yang menjadi
tempat anak remaja yang bisa mengeksplor kemampuan dirinya untuk
mempersiapkan kematangan pola pikir dalam mencari jati diri menuju dewasa
kesiapannya itu dibuat untuk menyambut kehidupan yang lebih luas lagi setelah
masa SMA nya. Dan cyberbullying menjadi kasus terbanyak yang
menghancurkan pola pikir seseorang dan mengganggu tumbuh kembang pada
masa remaja. Setelah dilakukan penelitian secara langsung dengan melakukan
observasi dan wawancara didapatkan hasil sebagai berikut:

a. Profil Responden AA

AA adalah seorang anak laki-laki yang saat ini berumur 17 tahun. SS


merupakan peserta didik SMA 1 Cikande yang memiliki jiwa seni tinggi
dengan tari-tarian, AA merupakan seorang penari sejak masuk SMP. Hobi
52

nya dalam menari menjadi bahan gunjingan untuk teman sebayanya karena
sebagai seorang laki-laki dalam stereotip gender dinilai melenceng sebagai
kodrat laki-laki dengan maskulinitas. AA yang sudah nyaman serta mahir di
dunia tari kerap kali mengupload video kegiatan saat AA sedang latihan dan
berada di panggung event itu ternyata memberikan peluang untuk pelaku
melakukan cyberbullying. AA mendapat serangan komentar negatif pada
setiap video tentang tari dan di setiap kegiatan hinaan serta fitnahan-fitnahan
terus didapat sampai di kehidupan sehari-hari terus mendapat pandangan
negatif hingga merusak reputasi yang membuatnya dikeluarkan dari sanggar
tari karena dinilai merusak nama baik sanggar.54

Flaming terus didapatkan di sosial media sampai di kehidupan nyata


hingga akhirnya AA menyerah dengan hobinya pada tari karena tidak adanya
dukungan positif dari lingkungan dan terus mendapat komentar negatif.
Menyerah untuk tidak melakukan aktivitas luar rumah dan lebih memilih
mengurung diri, sampai adanya drama mogok makan yang dilakukan AA.
Kehidupannya kacau tidak ada kemajuan, sampai adanya ketakutan untuk
bertemu orang lain.

b. Profil Responden SS

SS adalah seorang anak laki-laki yang saat ini berumur 17 tahun. SS


merupakan peserta didik SMA 1 Cikande yang pernah terjun di dunia media
sosial (tiktok) sebagai content creator sejak SMP, kegemarannya dalam
membuat konten daily activity dan membuat video transisi ini menjadikan
dirinya dijadikan sebagai sasaran empuk bagi pelaku cyberbullying yang tidak
senang dengan SS. Di usianya menginjak remaja dengan kehidupan di era
milenial tidak diragukan lagi kecanggihannya dalam bermedia sosial,
pemanfaatan media sosial dalam bersosialisasi sangatlah mendukung

54
AA, Responden, di Sekolah, Wawancara dengan Zirli, tanggal 13 Juli 2022,
Pukul 08.30 WIB
53

perkembangan anak di usia remaja untuk mampu menerima dan membina


hubungan baik dengan orang lain dalam kelompok besar lainnya.

Namun kendati demikian respon yang didapatkan oleh SS tidak


semua positif, pemanfaatan yang dilakukan SS justru mendapat tanggapan
negatif dan penerimaan yang tidak baik dalam setiap kontennya. Bermula
pada 1 video yang dianggap menjadi pemicu terjadinya cyberbullying yang
dialami SS yaitu konten yang dibuat dalam bentuk cerita yang dikonsep SS
sebagai orang yang angkuh dan suka menindas yang berkolaborasi dengan
teman content creator lainnya. Namun makna yang tersirat tidak tersampai
sehingga memberikan penilaian bahwa SS adalah si buruk rupa yang
sombong dengan menilai dirinya hanya melalui 1 video hingga terjadilah
tindakan cyberbullying kepada SS di berbagai media sosial.

Bentuk tindakan cyberbullying yang dialami SS berupa flaming yang


bersumber dari video kolaborasi tersebut yang menimbulkan fitnah yang
dibuat oleh oknum dengan menggiring opini negatif yang membuat keadaan
semakin carut marut yang membuat SS merasa insecure dan memutuskan
vakum dari dunia tiktok. Dengan kondisi dirinya sebagai acne fighter yang
berusaha sembuh dan menerima keadaan, situasi yang dialami sangat
merusak kepercayaan dirinya untuk tampil di depan orang banyak. Flaming
yang didapat SS pun berlanjut sampai di sekolah direndahkan dan
dipermalukan hingga 1 kalimat yang merasa dirinya semakin down dan
merusak “laki-laki kok jerawatan ga malu sama muka main sosmed
melulu.”55

c. Profil Responden NE

NE adalah seorang anak perempuan yang saat ini berumur 17 tahun.


NE merupakan peserta didik SMA 1 Cikande yang memiliki trauma bertemu

55
SS, Responden, di Sekolah, Wawancara dengan Zirli, tanggal 13 Juli 2022, Pukul
09.00 WIB
54

dengan orang banyak dan merasa tidak percaya diri, semua itu diakibatkan
oleh kasus cyberbullying yang dialami 1 tahun belakang ini, NE yang
memiliki badan plus size dari teman sebayanya itu menjadi alasan sebagai
bahan bullying Sejak SMP di sekolahnya. Namun keadaan 1 tahun belakang
ini bullying ini semakin menjadi karena menyerang ke semua media sosial
yang dipunya, NE mendapat verbal abusement dan body shaming dari
lingkungan sekitar tetangga bahkan saudara melakukan itu semua yang
membuat NE semakin tidak percaya diri. Disaat NE berusaha menerima
keadaan diri dan mencari kenyamanan di media sosial berharap mendapat
dukungan positif dari kasus yang didapat di kehidupan nyata namun
sebaliknya yang didapat

Media sosial membuat keadaan diri NE semakin berantakan,


mentalnya dibuat hancur kepercayaan dirinya hilang seluruhnya. NE
mengurung diri di rumah, mogok makan dan berusaha diet ekstrim untuk
mendapat badan ideal agar kembali kepercayaan diri, hanya orang tuanya saja
yang masih memberikan energi positif untuk terus berusaha menjadi versi
terbaik. NE adalah anak yang pintar di bidang akademik, NE yang selalu
menjadi juara 1 di kelas dan sering menjadi perwakilan lomba sekolah
dijadikan bahan motivasi orang tua karena tidak ingin melihat anaknya down
hanya karena keadaan fisiknya. “gapapa kamu gak body goals sebagai standar
kecantikan yang dikatakan orang lain, tapi kamu punya kelebihan di
akademik nak.”56

d. Profil Responden V

V adalah seorang anak perempuan yang saat ini berumur 16 tahun. V


merupakan peserta didik SMA 1 Cikande pindahan dari Kupang yang
memiliki aktivitas di luar sekolah sebagai seorang model sejak SD, V yang
kerap kali mengikuti ajang fashion show dan kerap kali pula mendapatkan

56
NE, Responden, di Sekolah, Wawancara dengan Zirli, tanggal 13 Juli 2022,
Pukul 09. 30 WIB
55

penghargaan juara dengan kecirikhasannya yang memiliki kulit sawo matang


gelap yang membuatnya terlihat berbeda dari yang lain. Kejuaraan yang
didapat dari kegemaran adalah hobi yang terbayar hingga V mengabadikan
moment kejuaraannya dengan mengunggah hasil jepretan saat catwalk
sebagai bentuk apresiasi terhadap diri atas jerih payah yang telah diraih.
Seiring kegiatan yang V jalani sejak SD pun selalu mendapat impact positif
dari para netizen, memang tidak dipungkiri suatu pekerjaan akan selalu ada
impact positif dan negatif dari sudut pandang orang yang menyaksikan.
Hingga pada akhirnya event yang terakhir V ikuti pada tahun 2020 mendapat
impact negatif yang luar biasa fitnahan dan cacian nya.

Unggahan foto V di akun Instagram tersebut menimbulkan


malapetaka bagi V karena mendapatkan tindakan cyberbullying berupa
harassment. Semua yang berkomentar di postingan tersebut berisi pelecehan
yang merendahkan dirinya dengan kalimat “itu mah jual diri bukan habis
acara fashion show.”, “berapa lu semalam?” sexual harassment yang didapat
V terus berdatangan setiap harinya melalui komentar dan direct messenger
instagram. V sangat kecewa dengan respon yang didapat, sadar kalau V tidak
mampu menahan itu semua V hanya menutup akun dan mengasingkan diri
dari kegiatan yang bertemu khalayak ramai, V tidak sanggup bertemu dengan
teman-teman di kehidupan sehari-harinya dan terus menangis di kamarnya, V
mengatakan “kenapa saya mendapat cacian dan fitnahan mengarah pelecehan
unggahan nya pun berupa foto hasil dari fashion show saat itu yang sudah
didukung oleh pemerintah setempat”.57

e. Profil Responden F

F adalah seorang anak perempuan yang saat ini berumur 17 tahun. F


merupakan peserta didik SMA 1 Cikande, F murid pendiam di sekolah tidak
memiliki kesibukan di luar sekolah dan lebih memiliki berdiam diri di rumah

57
V, Responden, di Sekolah, Wawancara dengan Zirli, tanggal 13 Juli 2022, Pukul
10.00 WIB
56

sepanjang waktu ketika hari libur pun F habiskan waktu di rumah tanpa
liburan dengan teman-teman. F memiliki kejadian yang membuat dirinya
mengurung diri tanpa bertemu dengan orang lain sekalipun teman dekat, F
mengalami cyberbullying karena memiliki wajah yang tidak cantik dari
temannya yang lain, dengan kenyataan yang pahit ternyata cyberbullying
yang dialami F berawal dari pertemanan dengan teman di rumah yang
berlanjut di sekolah yang sama.

Pertemanan ini dinilai fake setelah F mengetahui bahwa teman-


temannya lah yang menjadi pelaku cyberbullying pada F dengan melakukan
adu domba kepada teman-temannya, dan memfitnah serta menyebarkan berita
hoax tentang dirinya tindakan ini dikenal sebagai bentuk denigration untuk
mencapai reputasi yang diinginkan oleh teman dekatnya. Sejak saat itu dia
menjauhi diri dari teman-teman di sekolah maupun di rumah karena berita
hoax itu sudah tersebar.58

Hasil wawancara yang dilakukan kepada lima responden ini memiliki


permasalahan yang berbeda dengan dampak kasus yang sama yaitu kehilangan
kepercayaan diri dan rusaknya konsep diri positif pada diri responden. Secara
psikologis responden merasa sedih, sakit hati dan kecewa pada diri sendiri karena
tidak mampu menahan emosionalnya

Berikut ini profil singkat dari kelima responden yang menjadi korban
cyberbullying dan kehilangan kepercayaan diri di SMAN 1 Cikande, Kab.
Serang.

58
F, Responden, di Sekolah, Wawancara dengan Zirli, tanggal 13 Juli 2022, Pukul
10.30 WIB
57

Tabel 4.1

Profil Singkat Responden

N Bentuk
Responden Usia Permasalahan
o Cyberbullying
1 AA 18 Dihina dan digiring Flaming
Tahun opini negatif karena
sebagai seorang dancer
laki-laki yang
dianggap melenceng
dari stereotip gender
masyarakat
2 SS 17 Dijelekkan nama Flaming
Tahun baiknya dengan opini
negatif yang dibuat
oleh sesama teman
content creator
3 NE 17 Memiliki badan plus Body Shaming
Tahun size yang dijadikan
bahan ejekan oleh
lingkungan sekitar
secara langsung
maupun di media social
4 V 16 Seorang model yang Harassment
Tahun mengalami sexual
harassment secara
langsung maupun
media social
5 F 17 Dikucilkan dengan Denigration
Tahun temannya sendiri dan
di fitnah dengan berita
hoax di media sosial

2. Hasil-Hasil Temuan
a. Tingkat Ketidakpercayaan Diri Remaja Korban Cyberbullying

Setelah melakukan observasi serta wawancara dan lainnya peneliti


mendapatkan informasi tentang ketidakpercayaan diri pada remaja korban
cyberbullying dengan kasus dan dampak yang sama yaitu cyberbullying dan
kehilangan kepercayaan diri dalam bentuk tindakan cyberbullying yang
58

berbeda, tetapi secara gejala psikologis maupun fisiologisnya adanya


perbedaan dan tingkat kepercayaan diri tersebut akan dijelaskan berdasarkan
tiap responden sebagai berikut:

1) Responden AA

AA yang mengaku bahwa tidak percaya diri untuk melakukan


aktivitas di luar rumah yang bertemu banyak orang dan dari hasil observasi
lapangan dan wawancara secara langsung, AA mengalami gangguan
psikologis dengan gejala sebagai berikut:

Kondisi fisik AA memang tidak terganggu namun kondisi psikologis


AA merasa lelah dengan keadaan yang tidak hentinya memberikan
pandangan negatif pada dirinya sebagai penari laki-laki. AA merasa nyaman
dengan hobinya namun tidak dengan perkataan jahat tentang dirinya yang
dikatakan melenceng sebagai kodrat laki-laki yang maskulin “AA tuh bukan
narkoba, bukan peminum, bukan pemabuk, bukan juga pemerkosa kenapa
semua menghina seakan AA ga pantes hidup dengan kegemarannya sebagai
penari” ujarnya dengan kekecewaan pada saat wawancara pada tanggal 13
Juli 2022.

Bukan hanya itu AA lebih menutup diri dalam berinteraksi karena


sakit hati dan tidak percaya diri, untuk terjun kedunia tari kembali AA sangat
ingin namun psikisnya lelah karena dirinya dianggap melenceng agama yang
mengubah kodratnya sebagai laki-laki “padahal AA ga mengubah satupun
bentuk tubuh yang menyerupai perempuan, dan AA masih normal yang tidak
membenarkan LGBT” ujarnya. Gejala yang dialami secara psikologis
bingung dan cemas, sedih dan mudah emosi yang membuat dirinya stress
bagaimana memberikan kepercayaan orang-orang bahwa “I’m a normal
man”
59

2) Responden SS

SS mengaku bahwa tidak percaya diri ketika bertemu orang dalam


melakukan aktivitas besar di luar rumah dari hasil observasi lapangan dan
wawancara secara langsung, SS mengalami gangguan psikologis dengan
gejala sebagai berikut:

Kondisi SS seorang yang dulu aktif, periang dan humble ketika


bertemu orang-orang mengalami down secara fisik dan psikis. SS merasa
dunia tidak adil karena kebaikan yang diberikan SS kepada orang lain,
ternyata disalahgunakan dan berbalik pada kejahatan yang dilakukan kepada
dirinya. Lelah dengan keadaan yang tidak hentinya memberikan menggiring
opini negatif dan menjelekkan dirinya sebagai acne fighter yang gak pantes
bermain media sosial.

Keadaan SS dengan kondisi sebagai acne fighter merasa malu dan


sedih “jerawat aku bukan aib kalau bisa memilih pun aku gamau dengan
kondisiku ini” ujar SS ketika di wawancara pada tanggal 13 Juli 2022.
Sehingga keputusan yang diambil dengan menutup diri dalam berinteraksi
dan menonaktifkan media sosial karena sakit hati dan tidak percaya diri
dengan perkataan jahat tersebut. Gejala yang dialami secara psikologis
bingung dan cemas, sedih dan mudah emosi dan SS sempat tidak nafsu makan
karena terlalu larut dalam kesedihan.

3) Responden V

V mengaku bahwa ia takut dan tidak percaya diri ketika bertemu


orang lain terlebih lawan jenis dalam aktivitas besar di luar rumah, dari hasil
observasi lapangan dan wawancara secara langsung, V mengalami gangguan
psikologis dan fisik dengan gejala sebagai berikut:

Kondisi fisik V memang tidak terlihat terganggu secara penglihatan


orang lain hanya V bisa merasakan, V stress yang membuatnya sempat
mengalami insom, kondisi secara psikis V merasa kehilangan minat di dunia
60

modeling karena trauma dengan kejadian lalu sampai takut bertemu dengan
lawan jenis. “aku gak pernah ada niat jual diri yang aku pakai pun masih
standar pakaian orang sini (Kupang)” ujarnya pada saat wawancara pada
tanggal 13 Juli 2022.

Sebagai perempuan berkulit sawo matang gelap serta memiliki badan


dengan bentuk tubuh yang berbeda dari anak-anak seumuran inilah yang
menjadi ciri khasnya seorang V, namun kendati demikian memiliki badan
yang diidamkan semua kaum perempuan ini menjadi malapetaka bagi V
sexual harassment yang didapat dari komentar pada setiap foto yang
diunggah sampai mengirim direct messages dengan konotasi pelecehan.
Tindakan yang diberi orang tuanya adalah memindahkan sekolah V ke
SMAN 1 Cikande ini dengan tujuan memberikan ruang baru bagi V dan
menghilangkan trauma.

4) Responden NE

NE mengaku bahwa tidak percaya diri ketika bertemu orang lain


dalam melakukan aktivitas besar di luar rumah, bahkan saudara dan tetangga
sekalipun NE tidak berani bertemu. dari hasil observasi lapangan dan
wawancara secara langsung, NE mengalami gangguan psikis dan fisik
dengan gejala sebagai berikut:

Kondisi fisik F mengalami kondisi sakit yang terbilang parah,


dengan diet ketat dan tidak sehat F kerap kali bolak balik rumah sakit karena
hal tersebut dan kondisi psikis yang mengganggu F menambah pada pikiran
yang mengganggu pada kesehatannya juga. Stress berat, minder, malu,
minder dan tidak percaya diri F rasakan tiap kali ia keluar rumah bahkan di
sekolah pun F merasa lelah karena adanya body shaming yang terlontar dari
teman-teman mengenai standar kecantikan perempuan di Indonesia. Sampai
saat wawancara berlangsung pada tanggal 13 Juli 2022 ini pun F masih takut
bertemu untuk di wawancara, karena ia takut akan dibandingkan dengan
yang lain.
61

Keadaan NE yang berkali-kali drop karena diet tidak sehatnya itu


membuat orang tuanya sedih “jikalau parasmu menjadi kelemahanmu, kamu
punya tingkat akademik yang menjadi poin plusnya” ujar NE yang
mengatakan itu pesan yang memotivasi dirinya dari sang Ibu pada saat
wawancara pada tanggal 13 Juli 2022, Ibu yang senantiasa menjadi tameng
dan penguat bagi NE. Keputusannya menonaktifkan media sosial untuk tidak
membandingkan dirinya dengan yang lain dan memperbaiki konsep diri
positif dan menghindari acara-acara yang ada, dan menutup diri karena rasa
sakit hati nya membuat NE mengalami gejala secara psikologis cemas, sedih
dan mudah emosi tidak menerima keadaan dan gejala fisik yang membuat NE
jatuh sakit berkali-kali karena diet ketatnya.

5) Responden F

F mengaku bahwa tidak percaya diri ketika bertemu orang dalam


aktivitas besar di luar rumah terlebih bertemu dengan teman-teman, dari hasil
observasi lapangan dan wawancara secara langsung, SS mengalami
gangguan psikologis dan fisik yang serius dengan gejala sebagai berikut:

Kondisi fisik F lebih kepada gangguan makan dan tidur karena


kepikiran dengan fitnah yang dibuat oleh teman dekatnya sendiri, kondisi
psikis F stress berat karena kejadian itu menimbulkan trust issue terhadap
pertemanan. Setelah kejadian itu F memutuskan tidak berteman dengan
siapapun dan mengurung diri karena fitnahan itu membuatnya tidak percaya
diri dan mengganggu konsep diri positif F. “padahal mereka temanku dari
kecil ka, kenapa tega banget nyebarin berita hoax yang negatif tentang aku”
ujarnya pada saat wawancara tanggal 13 Juli 2022.

Sebagai makhluk sosial F tidak mampu menjalani perannya sebagai


makhluk sosial karena F takut niat baiknya dibalas dengan kejahatan kembali.
F lebih memilih sendiri dan tidak memiliki hubungan interaksi dengan
siapapun yang membuatnya tidak bisa tidak percaya diri untuk mengikuti
aktivitas di sekolah dan di rumah.
62

b. Penerapan Client Centered Counselling Pada Remaja Korban


Cyberbullying

Terdapat beberapa tahapan dalam dalam melaksanakan Client


Centered Counselling ini, langkah-langkah dalam melaksanakan proses
konseling dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri pada remaja korban
cyberbullying di SMAN 1 Cikande.

Setelah diketahui mula permasalahan yang dialami oleh setiap


responden di SMAN 1 Cikande, selanjutnya dilakukan perencanaan untuk
melakukan penanganan dalam upaya membantu menyelesaikan permasalah
yang menyebabkan ketidakpercayaan diri pada responden. Client Centered
Counselling diharap mampu mengubah pola pikir negatif pada diri responden
dan meningkatkan kepercayaan diri hasil dari pikiran positif dan menerima
kenyataan dari permasalahan yang dialami.

Client Centered Counselling dengan konseling individu membantu


responden agar menilai diri dengan penilaian positif, secara realistis manusia
memiliki jiwa yang positif sehingga mampu untuk berfokus pada potensi diri
dalam memecahkan permasalahan kehidupan. Proses konseling meliputi
attending, identifikasi masalah, eksplorasi perasaan, eksplorasi ide, penguatan,
dan evaluasi.

c. Proses Konseling Pada Remaja Korban Cyberbullying

Telah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai tahapan dalam proses


konseling client centered konsep yang dikemukakan oleh Carl Rogers sebagai
cara umum dalam memandang suatu permasalahan atau objek kajian pada
konseli. Dalam prosesnya terdapat beberapa tahapan sebagai berikut. Tahap
pertama, konselor menjelaskan proses konseling yang akan berlangsung
menggunakan penerapan client centered dan memberikan keberanian pada
konseli untuk menceritakan masalah dan mengungkapkan perasaannya. Tahap
kedua, Konselor berusaha untuk memahami dan menerima apapun keadaan
63

konseli, sehingga dalam tahap ini proses konseling berpusat pada konseli dan
konselor bertugas memberi semangat, dukungan, serta motivasi. Tahap ketiga,
konselor membimbing konseli supaya mampu membuat tindakan dalam
perencanaan dan merealisasikan pilihannya sendiri.

1. Responden AA

Proses konseling yang dilakukan pada AA sebanyak 3 kali. Pertama


(attending dan identifikasi masalah) dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal
20 Juli 2022. Peneliti menemui responden di sekolah sebagaimana perilaku
menghampiri konseli untuk mencakup kontak mata, bahasa badan, dan
bahasa lisan. Menanyakan kabar (attending) dengan senyum dan wajar seri
sebagai bentuk sapaan permulaan untuk membangun hubungan konseling
yang baik.

Pertemuan Pertama ini merupakan tahap awal dalam proses


konseling individu, konselor mendeskripsikan kepada konseli mengenai
kegiatan konseling yang akan berlangsung kedepan melalui penerapan
Client Centered, kegiatan ini bertujuan agar responden memiliki gambaran
proses konseling yang akan dilakukan.

Awal berlangsung proses konseling AA tidak begitu antusias dan


tidak terbuka, ada rasa malu dan khawatir atas masalahnya, kekhawatiran
akan masalah yang akan tersebar luas konseli akan merasa lebih malu. Akan
tetapi untuk meyakinkan hal tersebut konselor memberi penjelasan terlebih
dahulu kepada konseli bahwa dalam proses konseling ini terdapat asas
kerahasiaan dan juga menjelaskan maksud dan tujuan konselor dengan
begitu konseli pun mulai menyetujuinya dan siap untuk melaksanakan
proses konseling ke tahap selanjutnya.

Setelah peneliti mendapatkan hubungan yang baik dengan


responden selanjutnya peneliti mulai mengidentifikasi permasalahan yang
sedang dihadapi responden. Tahap ini peneliti menanyakan bagaimana
64

kondisi psikologis AA, peneliti bertanya “apa yang membuat AA tidak


percaya diri di sekolah?” yang kemudian dijawab responden “saya malu dan
mudah marah jika ketemu teman-teman di sekolah, pasalnya saya sudah
mendapatkan bullying di media sosial (cyberbullying) akan hobi nari saya
yang dianggap menyerupai perempuan (bencong) bahkan dibilang guy dan
permasalahan ini semakin meluas karena sebagian dari mereka (teman
sekolah) menjadi pelaku utama kasus yang saya alami. Dan terjadilah
bullying di sekolah juga.” Berikut pernyataan dari konseli, konselor fokus
mendengarkan apa yang diungkapkan, dengan teknik mendengarkan aktif
ini membuat konseli merasa dihargai. Setelah selesai konseli
mengungkapkan perasaannya, konselor mengakhiri proses konseling ini
yang selanjutnya untuk dibuat pertemuan selanjutnya.

Pertemuan kedua ini untuk melanjutkan proses konseling tahap


kedua konselor berusaha agar konseli dapat mengeksplorasi perasaan,
eksplorasi ide, dan penguatan dengan menerima dirinya yang dilakukan
pada hari Kamis, 28 Juli 2022 pada pukul 08.45 WIB. Artinya tahap ini
sepenuhnya berpusat pada konseli, konselor bertugas memberikan
dukungan, semangat, dan motivasi. Tanpa basa-basi langsung membuka
pembicaraan dengan ucapan salam dan tanya kabar, AA sangat antusias
menyambut konselor. Terlihat sekali bahwa AA seorang yang ramah,
namun hanya karena kasus cyberbullying itu membuatnya takut bertemu
teman-teman dan terlihat murung di sekolah.

Hasil dari pertemuan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa konseli


merasa lebih murung dan menutup diri karena perasaan takut, tidak percaya
diri dan khawatir, pada pertemuan ini konseli terlihat antusias bercerita atas
kekesalan terhadap teman-temannya, konselor fokus mendengarkan dan
terus memberikan semangat untuk AA, “setiap manusia mempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-masing, jika kamu nyaman sebagai
penari teruskan dan buktikan berita guy tentangmu itu hoax.” AA merespon
dengan baik dan konselor mengakhiri pertemuan ini berharap dari
65

pertemuan ini konseli mengerti dan berpikir untuk melakukan hal yang
membuatnya membawa kepada perubahan yang baik dengan berusaha
menumbuhkan kepercayaan diri AA

Tahap ketiga melakukan evaluasi dilakukan hari Kamis, 4 Agustus


2022 pukul 08:30 WIB. Evaluasi yang dilakukan melihat progres
pencapaian yang telah didapat dari proses konseling dari tahap sebelumnya,
“bagaimana keadaan AA saat ini masihkah merasa takut dan tidak percaya
diri?, konseli menjawab “saya bodo amat ka udah capek mengikuti kemauan
orang lain dan netizen untuk berhenti nari sedangkan itu hobi dan hiburan
saya, malah saya jadi sakit dan stress saya ka”.

Mendengar jawaban AA konselor sudah yakin konseli memiliki


pikiran positif kedepannya, dengan itu konselor memberikan kesempatan
untuk menyampaikan rencana apa selanjutnya, “aku akan tetap terusin hobi
aku dari dulu ini ka, dan berusaha menanggapi positif omongan orang lain.”
sekali lagi konselor merasa senang atas pernyataan AA karena mampu
mengubah pikiran negatif dahulu itu dan tidak pula konselor memberikan
dukungan agar terus bersemangat pada hal-hal yang diinginkan.

2. Responden SS

Proses konseling yang dilakukan pada SS sebanyak 3 kali. Pertama


(attending dan identifikasi masalah) dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal
20 Juli 2022 di hari yang sama dengan AA karena berkesempatan dengan
sedikit waktu dilanjutkan dengan SS. Seperti biasa tahapan ini konselor
mencoba pendekatan dengan menanyakan kabar (attending) dengan senyum
dan wajar seri untuk membangun hubungan konseling yang baik, sehingga
proses konseling berlangsung nyaman dan tidak kaku.

Pertemuan Pertama ini merupakan tahap awal dalam proses


konseling individu, identifikasi masalah sebelum itu konselor memberikan
suasana kondusif sehingga konseli merasa bebas saat mengungkapkan
66

perasaannya. Saat awal berlangsung konseling SS masih menutup diri,


enggan berbicara dengan gerak gerik berulang ketakutan, pertanyaan awal
sebagai bentuk kepedulian konselor terhadap SS, “apa yang kamu pikirkan
sampai kamu terlihat ketakutan begini SS?”, “saya selalu ketakutan kalau
berada di sekolah ka, keadaan ini berlangsung setelah kejadian konten itu
yang distich sama kakak kelas dibuat bahan gunjingan (flaming) dan
disebarkan di media sosial lain ka. Karena kakak kelas itu terbilang murid
hits jadilah itu tersebar ke seluruh murid sampai jadi takut bertemu orang-
orang di sekolah.”

Konselor tetap fokus mendengarkan keluhan konseli walau SS


terlihat takut dan sedikit gemetar saat bercerita konselor meyakinkan bahwa
masalah ini aman dengan asas kerahasiaan konseling, setelah mendapatkan
informasi mengenai permasalahan SS konselor mencukupkan pertemuan ini
karena waktu yang diberikan sekolah sudah habis dan waktunya pulang.
Untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya konselor meminta waktu lagi
kepada konseli untuk melanjutkan proses konseling ini, walau SS awalnya
tidak menyetujui akhirnya dengan ketulusan konselor meminta untuk
membantu menyelesaikan masalah SS akhirnya mengizinkan.

Pertemuan kedua ini untuk melanjutkan proses konseling tahap


kedua konselor berusaha agar konseli dapat mengeksplorasi perasaan,
eksplorasi ide, dan penguatan dengan menerima dirinya yang dilakukan
pada hari Kamis, 28 Juli 2022 pada pukul 10.45 WIB. Artinya tahap ini
sepenuhnya berpusat pada konseli, konselor bertugas memberikan
dukungan, semangat, dan motivasi. Sebelum memulai proses konseling
terdapat drama penolakan SS untuk melanjutkan proses konseling tahap
kedua, SS tidak mau bertemu dengan konselor dan konselor meminta
bantuan kepada gurunya untuk diberi pengertian SS bahwa proses ini sama
seperti kemarin dengan suasana santai.
67

Setelah gurunya yang memberi pengertian kepada SS akhirnya mau


melanjutkan konseling tahap kedua, tanpa basa-basi langsung membuka
pembicaraan dengan ucapan salam dan tanya kabar, SS masih terlihat
ketakutan seperti pertemuan kemarin. Melihat keadaan SS saat ini dan hasil
wawancara beberapa waktu lalu, dan menyimpulkan bahwa SS masih tidak
percaya diri akibat kasus flaming pada saat itu. Tidak lupa konselor
memberikan motivasi, bukankah kamu sudah kelas XII, yang punya sudah
melewati banyak kegiatan/acara dan memiliki adik kelas serta banyak teman
angkatan berarti kamu sudah mampu berinteraksi dengan orang lain yang
membuatmu lebih percaya diri dengan banyaknya pengalaman. Pernyataan
ini sebagai bentuk motivasi untuk konseli.

“saya mengikuti semua kegiatan sekolah hanya formalitas belaka


saja ka kalaupun acara tersebut tidak begitu penting saya pun tidak
mengikutinya bahkan datang ke acara pun tidak sampai selesai dan tidak
ikut ngobrol dengan teman-teman yang lain karena aku tau walaupun ikut
hanya dijadikan bahan bullyan saja dan saya tidak mau itu terjadi. Tidak
tahu kenapa juga ka, saya tuh kalau berinteraksi energi saya cepat terkuras,
kaya lebih merasa lelah saat bertemu dengan orang-orang.” Melihat respon
SS dengan wajah lelahnya konselor memutuskan mengakhiri pertemuan kali
ini sebelum menyudahi pertemuan konselor memberikan semangat dan
motivasi serta memberikan pikiran positif bahwa kita sebagai makhluk
sosial yang selayaknya berhubungan dengan manusia lain, untuk itu rasa
percaya diri itu akan meningkat seiring dengan pikiran positif SS.

Tahap ketiga melakukan evaluasi pada hari Kamis, 4 Agustus 2022


pukul 10.30 WIB. Evaluasi dilakukan guna melihat progres pencapaian
yang telah didapat dari konseling selama ini, “bagaimana keadaan SS saat
ini masihkah merasa takut dan tidak percaya diri?, konseli menjawab “hehe
gatau kenapa ya ka aku masih gak percaya diri kalo di sekolah, padahal aku
udah jadi senior. Aku tau aku harus apa buat ningkatin percaya diri aku, tapi
68

selama ini aku belum bisa melakukan itu dan berujung menghindari orang-
orang.”

Mendengar jawaban SS konselor merasa gagal karena tidak bisa


memberikan energi positif dan mengubah mindset negatif SS untuk
meningkatkan kepercayaan dirinya. Namun konselor memberikan
keyakinan dan penguatan kembali menunjukkan kepedulian konselor,
sebelum konselor tutup pertemuan ini SS bersalaman lama dan
mengucapkan terimakasih “terimakasih banyak kak udah mau dengerin
permasalahan aku, tapi maaf ka aku belum berani untuk berbaur dengan
teman yang lain karena masih ada yang membuat saya tidak percaya diri.”

3. Responden V

Proses konseling yang dilakukan pada V sebanyak 3 tahapan dengan


2 kali pertemuan. Tahap pertama (attending dan identifikasi masalah)
dilaksanakan pada pertemuan pertama hari Jumat, 22 Juli 2022. Peneliti
menemui responden di sekolah sebagaimana perilaku menghampiri konseli
untuk mencakup kontak mata, bahasa badan, dan bahasa lisan. Menanyakan
kabar (attending) dengan senyum dan wajar seri sebagai bentuk sapaan
permulaan untuk membangun hubungan konseling yang baik sehingga
proses konseling berlangsung lancar.

Pada pertemuan pertama ini proses konseling dilakukannya tahap


awal attending dalam konseling individu, konselor mendeskripsikan kepada
konseli mengenai kegiatan konseling yang akan berlangsung kedepan
melalui penerapan Client Centered, dimulai dengan menanyakan kabar
konseli saat ini dengan menunjukan sikap attending penuh perhatian untuk
mencapai kedekatan emosional dan memperhatikan setiap ucapan agar
konseli merasa dihargai, dalam menjalani kedekatan dengan konseli
selanjutnya menjelaskan tujuan dan langkah dalam proses konseling supaya
konseli memiliki gambaran pada saat berlangsungnya proses konseling.
69

Awal berlangsung konseling V tidak begitu antusias dan tidak


terbuka, ada rasa takut dan khawatir atas masalahnya, pasalnya konselor
adalah orang asing dan konseli tidak mau masalahnya tersebar luas. Akan
tetapi untuk meyakinkan hal tersebut konselor memberi penjelasan terlebih
dahulu kepada responden bahwa dalam proses konseling ini terdapat asas
kerahasiaan dan juga menjelaskan proses konseling selanjutnya dengan
begitu konseli pun mulai menyetujuinya dan siap untuk melaksanakan
proses konseling dan siap untuk mengikuti setiap prosesnya.

Selanjutnya peneliti mulai mengidentifikasi permasalahan yang


sedang dihadapi V. Tahap ini peneliti menanyakan bagaimana kondisi
psikologis V, peneliti bertanya “apa yang membuat AA tidak percaya diri
berada di sekolah?” yang kemudian dijawab V “saya takut dan gak percaya
diri ka karena saya ini murid pindahan untuk mencari lingkungan sekolah
yang sehat setelah permasalahan bullying saya di Kupang sana.” Berikut
pernyataan dari konseli kemudian konselor memberitahukan selanjutnya
mengenai proses konseling client centered ini akan berhasil mengubah pola
pikirnya jika ada kemauan yang kuat dalam diri konseli yang ingin merubah
ke arah yang lebih baik. Dan pertemuan pertama diakhiri dengan membuat
kesepakatan jadwal pertemuan berikutnya.

Namun sebelum saya hendak pergi V menahan dan tidak


mengizinkan untuk menyelesaikan pertemuan ini “ka jangan udahan dulu
ya, saya senang bisa menceritakan masalah saya dan saya merasa punya
temen lagi, tidak apa-apa ka kita lanjutin aja proses selanjutnya.” Setelah
mendengar pernyataan V akhirnya konselor memutuskan melanjutkan ke
tahap selanjutnya, dengan menindaklanjuti permasalahan pada tahap
sebelumnya, tahap ini merujuk pada eksplorasi perasaan, eksplorasi ide, dan
penguatan. Dengan itu tahap kedua konselor lakukan di hari yang sama.

Tahapan ini adalah tahap identifikasi masalah serta menyimpulkan


masalah apa yang sedang terjadi pada konseli, “mengapa ini semua bisa
70

terjadi V?” dengan menanyakan alasan mengapa bisa terjadi cyberbullying,


“semua terjadi bermula pada unggahan foto instagram aku ka setelah acara
fashion show di Kupang 2 tahun lalu, aku non muslim yang berkulit gelap
sekolah di sekolah cina sudah mendapat pandangan hina yang rasis
terhadap manusia berkulit gelap. Mengikuti fashion show ini hinaan
semakin bertambah, karena pakaian yang kukenakan saat event terakhir itu
sedikit terbuka, namun hal itu hal yang wajar kalau di Kupang sana. Namun
pandangan laki-laki hypersexual hanya melihat foto dengan sleeveless
dress sudah bisa melontarkan sexual harassment, dan itu terjadi padaku
saat itu, semua postingan instagram aku berisi sexual harassment sampai
DM Instagram pun berisi dengan pertanyaan hinaan “dijual berapa tubuh
aku”, “jual diri aja sana V” dan kata semacamnya ka. Aku menangis sejadi-
jadinya karena tidak ada satu teman ku di saat terjadinya masalah ini,
akhirnya aku cerita ke mamah aku dan mereka memutuskan memindahkan
disini. ”

“Dan saat ini ketakutanku adalah teman-temanku ini mengetahui


kasus aku pada saat itu, jadi aku lebih banyak diam dan tidak berkumpul
dengan teman yang lain karena aku pun anak baru jadi tidak percaya diri
untuk aktif di sekolah”

Mendengarkan V mengungkapkan permasalahannya, dengan


konseling client centered konseli diberi keyakinan bahwa V mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri jika ia mau berusaha yakin bahwa
dirinya mampu. Setelah selesai menyampaikan permasalah V , akhirnya
waktu nya pun sudah habis dan kita menyelesaikan sesi konseling tahap dua
ini dan meminta izin untuk bertemu kembali untuk melanjutkan pada tahap
terakhir.

Untuk proses konseling tahap ketiga konseli memutuskan untuk


diteruskan di kemudian hari, dan ini lah proses konseling tahap ketiga
evaluasi dilakukan 28 Juli 2022. Setelah proses konseling tahap kesatu dan
71

kedua berlangsung dalam satu kali pertemuan tahap ketiga inilah yang
menjadi jalan alternatif untuk menemukan solusi dari permasalahan yang
dialami dengan caranya sendiri, dengan membuat perencanaan untuk
melakukan tindakan dan merealisasikan pilihannya. Sebelumnya sudah
diketahui permasalahan V beberapa waktu lalu dengan perasaan tidak
percaya dirinya memulai pertemanan di lingkungan baru dengan masalah
cyberbullying di lingkungan lama.

Pada tahap ketiga ini terlihat betul perubahan dari pikiran-pikiran V


menampakan gambaran positif, karena orang tua V pun memberikan
perlindungan yang tepat untuk menghapus semua memories tentang kupang
dan cyberbullying dengan pindah ke Cikande dan memberikan ruang
pertemanannya V untuk meningkatkan kepercayaan diri di sekolah dengan
mengundang makan teman-teman V di rumah. Konselor mencoba menggali
lebih jauh mengenai hal tersebut “menurut V apa yang harus dilakukan
untuk menghilangkan rasa takut dan rasa tidak percaya diri?”, “dengan
berpikir positif dan membuka diri serta adaptasi dengan lingkungan baru
akan mampu menutup ingatan tentang kejadian dahulu, karena pikiran
positif membuat saya percaya diri sehingga nyaman menjalani hidup baru.”

4. Responden NE

Proses konseling yang dilakukan pada NE sebanyak 3 tahapan.


Pertama (attending dan identifikasi masalah) dilaksanakan pada hari Kamis,
tanggal 21 Juli 2022. Peneliti menemui responden di sekolah kemudian
menanyakan kabar dengan senyum dan wajar seri untuk membangun
hubungan konseling yang baik, sehingga proses konseling berlangsung tidak
kaku dan menanyakan kondisi saat ini setelah mengidentifikasi masalah pada
wawancara beberapa waktu lalu.

Awal berlangsung konseling NE tidak begitu antusias dan tidak


terbuka, ada rasa malu dan khawatir masalahnya akan semakin tersebar luas
ketika peneliti menanyakan problem yang dihadapi responden dalam
72

kehidupan sehari-hari. Akan tetapi untuk meyakinkan hal tersebut peneliti


memberi penjelasan terlebih dahulu kepada responden bahwa dalam proses
konseling ini terdapat asas kerahasiaan. Dengan begitu responden pun mulai
menyetujuinya dan siap untuk melaksanakan proses konseling untuk
selanjutnya.

Setelah peneliti mendapatkan hubungan yang baik dengan


responden kemudian peneliti mulai mengidentifikasi permasalahan yang
sedang dihadapi responden. Tahap ini peneliti menanyakan bagaimana
kondisi psikologis NE langsung menjawab ia merasakan stres, tingkat
emosinya sangat tidak karuan, karena memang ia merasa tertekan dengan
semua ini. Konselor bertanya NE apa yang membuatnya tidak percaya diri?.
Lalu NE mengungkapkan bahwa ia tidak percaya diri dengan tubuhnya,
karena adanya body shaming yang terus terlontar untuknya dari media sosial
maupun secara langsung. Ketidakpercayaan diri NE akan tubuh
membuatnya berpikir pendek untuk melakukan diet ketat yang
mengakibatkan mengganggu kesehatan dirinya, “aku obses banget sama
kurus ka, jadi aku lakuin semua itu cuma buat nurunin berat badan. Eh malah
begini akhirnya masuk rumah sakit berkali-kali.” Itulah pernyataan konseli,
konselor memberitahukan bahwa proses konseling client centered dapat
meningkatkan kepercayaan diri jika ada kemauan yang kuat dari diri konseli
untuk berubah ke arah yang lebih baik.

Tahap kedua dilaksanakan untuk melanjutkan tahap pertama yaitu


tahap identifikasi masalah dengan memberikan rasa penguatan untuk
menumbuhkan eksplorasi perasaan, eksplorasi ide konseli untuk
meningkatkan kepercayaan diri dilakukan pada hari Jumat, 29 Juli 2022.
Tahap ini sepenuhnya berpusat pada konseli, konselor hanya bertugas
memberikan dukungan, semangat, dan motivasi. Dari hasil wawancara dan
proses konseling sebelumnya konselor telah menyimpulkan bahwa NE tidak
percaya diri dengan keadaan fisik dan takut akan lontaran body shaming di
dunia nyata dan media sosial. Kemudian NE bercerita body shaming yang
73

didapat menjadi lebih pedih ketika saudara sendiri menjadi pelaku


cyberbullying pada dirinya. Sehingga jika ada perkumpulan keluarga besar
dirinya lah yang menjadi bahan gosip untuk diperbincangkan, “sudah
dibully di media sosial di perkumpulan keluarga pun NE dapatkan.”

Kasus yang menimpanya ini sudah diketahui oleh orang tua NE,
namun orang tua NE tidak mau adanya pertengkaran keluarga jadi hanya
memberikan semangat dan mengingatkan kepada anaknya bahwa NE
merupakan anak yang mahir di bidang akademik, jadi tidak perlu khawatir
akan hal itu. “tidak cantik pun tidak apa-apa karena kamu pun punya
kelebihan di bidang akademik NE.” ujar orang tua NE padanya.

Konselor mendengarkan konseli dan memberikan semangat untuk


konseli meskipun kondisi yang sekarang belum bisa sesuai harapannya,
tetapi NE mempunya nilai akademik yang sangat bagus. Proses konseling
dicukupkan, konselor berharap dari pertemuan ini konseli dapat berpikir
jernih dan positif untuk tidak melakukan diet ekstrim lagi.

Tahap ketiga dilakukan pada hari Kamis, 4 Agustus 2022 dengan


tujuan evaluasi akhir dimana konseli mampu membuat tindakan dalam
penyusunan perencanaan dan merealisasikan rencananya itu sebagai bentuk
progres pencapaian yang telah didapat dari konseling selama ini,
“bagaimana keadaan NE saat ini, masihkah merasa takut dan tidak percaya
diri?, konseli menjawab “sebenarnya masih suka takut kalo interaksi sama
orang tuh, apalagi kalo ngikutin perkumpulan pasti masih banyak omongan
“cewe gajah” dan lain sebagainya terus suka minder juga sama temen-temen
perempuannya pada cantik semua hehe. Tapi aku selalu ingat omongan
mamah setiap orang punya kelebihan, mungkin memang aku terlahir dengan
badan plus size tapi aku dianugerahi kecerdasan loh.”

Mendengar jawaban NE konselor merasa senang karena NE bisa


mengambil hal positif dari permasalahannya, walaupun ada energi negatif
yang merusak mood nya namun masih bisa mengontrol emosi itu terus tetap
74

menjadi energi positif dan mengubah mindset negatif NE untuk


meningkatkan kepercayaan dirinya. Setelah itu konselor mengucapkan
terimakasih pada konseli semoga tetap sehat selalu dan tidak berpikir untuk
diet tidak sehatnya dulu dan mengakhiri proses konseling ini dengan
memeluknya.

5. Responden F

Proses konseling yang dilakukan pada F sebanyak 3 tahapan sama


seperti sebelum-sebelumnya. Pertama (attending dan identifikasi masalah)
dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 21 Juli 2022. Sebagai bentuk
attending peneliti menemui responden secara langsung di sekolah kemudian
menanyakan kabar dengan senyum dan wajar seri untuk membangun
hubungan konseling yang baik, sehingga proses konseling berlangsung tidak
kaku dan menanyakan kondisi saat ini setelah mengidentifikasi masalah pada
wawancara beberapa waktu lalu.

Pada awal berlangsung konseling F tidak begitu antusias dan tidak


terbuka, F yang terlihat sedikit membatasi obrolan pada awal perbincangan
menanyakan kabar, seperti ada yang ditutupi kekhawatiran itu tentang
masalahnya akan semakin tersebar luas ketika peneliti menanyakan problem
yang dihadapi responden dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi untuk
meyakinkan hal tersebut peneliti memberi penjelasan terlebih dahulu
kepada responden bahwa dalam proses konseling ini terdapat asas
kerahasiaan. Dengan begitu responden pun mulai menyetujuinya dan siap
untuk melaksanakan proses konseling untuk selanjutnya.

Tahap ini peneliti menanyakan bagaimana kondisi psikologis F saat


ini, tidak dijawab dan menundukkan kepala terlihat murung konselor
simpulkan F masih takut untuk menyambut orang lain yang tidak dikenal
untuk menjadi lawan bicara. Namun dari hasil wawancara pada waktu
sebelumnya bahwa F memiliki trauma dengan teman dekatnya yang menjadi
pelaku denigration yang dialaminya, sehingga kepercayaannya pada orang
75

lain menghilang dan rasa cemas berlebih yang terus muncul. Konselor
melihat keadaan ini memutuskan memberikan waktu kembali untuk
melanjutkan ke tahap selanjutnya sebelum menutup pertemuan, F
mengatakan maaf untuk pertemuan kali ini terlihat kurang berkenan “maaf
ka, aku masih trauma dan takut berbicara dengan orang lain bahkan orang
asing karena kejadian lalu itu buatku gak percaya pada siapapun”. Konselor
memeluknya sebagai bentuk empati.

Pertemuan kedua, untuk melanjutkan pertemuan kemarin dengan


mengidentifikasi masalah dan memberikan eksplorasi perasaan, eksplorasi
ide, dan penguatan dilakukan pada tanggal 29 Juli 2022. F mengungkapkan
bahwa kepercayaan dirinya hilang karena stress yang dialami F diakibatkan
oleh pertengkaran yang terjadi karena dikucilkan dengan teman dekatnya
dan difitnah dengan menyebarkan berita hoax di media sosial. Sering terjadi
perkelahian antara responden dan temannya, F merasa percuma tulus
berteman nyatanya dialah yang menjadi korban cyberbullying ulah teman
dekatnya itu, membuat F merasakan tekanan batin.

Berikut pernyataan responden “awalnya semua berjalan baik-baik


saja pertemanan kita mulai muncul konflik akibat 2 teman saya itu menyukai
laki-laki yang sama, namun mereka menjelekkan satu sama lain dari mereka
kepada saya jika salah satunya tidak ikut kumpul. Saya hanya diam dan
suatu kenyataan pahit mereka yang membalikkan fakta dan menyakiti saya
dengan menyebarkan berita hoax di media sosial sampai berita itu terdengar
oleh teman-teman yang lain di sekolah.” peneliti terus membiarkan F
menceritakan yang dirasakan. Peneliti mulai proses konseling dengan
mendengarkan responden sepuasnya berbicara. F merasa senang karena ia
sudah mengeluarkan seluruh unek-uneknya yang dirasakan.

Proses ini bentuk dari memfasilitasi permasalahan yang dialami


responden, peneliti memberikan motivasi dan saran terhadap responden.
Setelah itu konselor juga memberikan kesempatan mengeksplorasi perasaan
76

yang selama ini responden pendam perasaannya sendiri agar responden


dapat mengungkapkan apa yang dirasakan responden pada saat ini. Peneliti
meminta responden untuk mendeskripsikan hal-hal apa saja yang sudah
dilakukan selama responden ini dalam menghadapi kondisi tersebut.
Dengan melakukan teknik ini akan membantu responden memutuskan
tingkat komitmen yang ingin diterapkan untuk memenuhi keinginan pada
dirinya.

Selanjutnya pada tahap ini juga peneliti memberikan kesadaran dan


motivasi juga memberikan arahan-arahan kepada responden untuk
menenangkan diri sehingga ia tidak merasa terpuruk dengan keadaan,
peneliti juga menyarankan kepada responden F untuk mencoba melatih diri
agar mengubah mindset negatif itu untuk meningkatkan kepercayaan diri
bertemu dengan orang lain.

Pada pertemuan ketiga yaitu tahap ketiga dengan melakukan


evaluasi selama proses konseling berlangsung, dilaksanakan pada tanggal 4
Agustus 2022 pukul 13:00 WIB. Dalam proses konseling yang telah
dilakukan, yang membuat dirinya percaya diri adalah pikiran negatif
terhadap orang lain dan selalu khawatir menjalin interaksi sosial. Responden
sekarang merasa lega setelah menceritakan masalah yang dihadapinya
walaupun responden belum menerima kenyataan, tetapi F bersikap biasa
saja ketika bertemu dengan yang dahulu menjadi teman dekatnya. Adapun
responden dapat menjalankan kehidupannya sekarang dengan optimis dan
ikhlas meski dengan kepura-puraan agar tercipta kehidupan seperti
sebelumnya tidak terjadi apa-apa.

B. Pembahasan
1. Faktor Penyebab Terjadinya Cyberbullying
Tingkat Ketidakpercayaan Diri Remaja Korban Cyberbullying
Dapat disimpulkan dari kelima konseli tersebut mengenai gejala-gejala
psikologis dan fisiologi menunjukan pengaruh pada tingkat kepercayaan diri
77

pada remaja korban cyberbullying. Masa remaja dengan tugas perkembangannya


yang singkat rentan dengan pasang surutnya dalam pembentukkan tingkat
kepercayaan diri, dengan kepercayaan diri sebagai aset penting yang harus
dimiliki dibandingkan dengan keterampilan, pengetahuan bahkan pengalaman.
Permasalahan dari kelima konseli alami mengenai kepercayaan diri yang
terganggu sehingga mempengaruhi psikologis dalam pembentukan sikap
terhadap lingkungan perasaan sedih, mudah emosi, cemburu takut dan cemas
menandakan belum matang dengan tingkat kepercayaan diri.
Kepercayaan diri sebuah kekuatan dalam keyakinan mental seseorang
atas kemampuannya dengan kondisi dan perkembangan kepribadian secara
menyeluruh. Memendam perasaan yang membuat kepikiran dan sakit kepala
serta denyut jantung berdetak tidak beraturan dan tekanan darah meningkat saat
berada di lingkungan ramai, hal ini termasuk kepercayaan diri atas
kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin menantang dan
kepercayaan diri menjadi tombak agar tidak terus bertahan dalam kehidupan
yang maju. Hal ini sesuai atau selaras dengan orang yang tidak percaya diri akan
terus menerus terjatuh dan takut mencoba dan merasa salah

Kelima konseli ini jika terus menerus hanya mengambil energi negatif
yang ada pada permasalahannya dan larut dalam masalah itu tidak akan ada
perkembangan energi positif dalam diri yang akan terus jatuh dalam
keterpurukan.

2. Efektivitas Penerapan Client Centered Counselling Untuk


Meningkatkan Kepercayaan Diri Korban Cyberbullying
Setelah peneliti melakukan konseling client centered menggunakan
konseling individual kepada responden, perilaku responden yang awalnya
merasa dirinya kalut dalam pikiran negatif nya sendiri yang membuatnya tidak
percaya diri dan membuat banyak pikiran dan tekanan batin, maka terdapat
perubahan yang lebih baik dari sebelumnya dan mulai terlihat bahwa responden
mampu mengubah pikiran negatif itu dengan hal yang positif untuk memberikan
ketenangan dalam hidup.
78

a. Responden AA
Berdasarkan hasil penerapan konseling client centered yang dilakukan
dengan AA diperoleh hasil bahwa peningkatan kepercayaan dirinya bisa
meningkat dengan memberikan ruang positif bagi dirinya atas permasalahan,
dan AA sudah terlihat bodo amat dengan omongan negatif orang-orang karena
AA sadar bahwa kesenangannya tidak ada kontribusi dari orang lain. Terlebih
AA merasa omongan mereka tidak benar hanya berdasarkan stereotip
masyarakat belak. Sikap yang diambil dengan tegas oleh AA untuk
memberikan pikiran positif dalam upaya meningkatkan kepercayaan diri
dengan memulai berpikir secara positif untuk dirinya tidak ada pihak yang
dirugikan sehingga hobinya ini bisa terus dilakukan tanpa mengganggu
kenyamanan orang lain yang tidak merugikan orang lain dan dia pasti akan
sukses di bidang ini.
b. Responden SS

Hasil penerapan konseling client centered yang dilakukan selama ini


dengan SS diperoleh hasil bahwa peningkatan kepercayaan dirinya bisa
meningkat dengan memberikan ruang positif bagi dirinya atas permasalahan
dan pemikiran positif memberikan kepercayaan diri pada dirinya dengan
keadaan acne fighter SS terus merawat dirinya untuk terlihat lebih baik dan
menjadi lebih percaya diri. Jiwa SS yang mau terus mencoba dan
memperbaiki diri itu menjadi sisi positif SS karena masih mau mencoba aktif
kembali di dunia content creator untuk menumbuhkan rasa percaya diri
dengan menerima keadaan sekarang dengan pandangan positif.

c. Responden V

V memiliki keluarga yang mendukung setiap perjalan hidup dan


karirnya,, perpindahan sekolah ini salah satu faktornya pun karena orang
tuanya tidak mau membuat V semakin terpuruk dengan keadaan,
keputusannya dalam menghapus semua postingan di Instagram, dan menutup
akun lama guna menutup kasus itu muncul kembali itu menjadi pandangan
79

positif untuk dirinya kedepan. Hasil penerapan konseling client centered yang
dilakukan dengan V diperoleh hasil bahwa peningkatan kepercayaan diri V
karena faktor keluarga juga yang memberikan ruang positif bagi diri V
dengan keputusan pindah sekolah ke Cikande.

d. Responden NE

Kelebihan NE yang membuatnya percaya diri yang memberikan


pikiran positif dan dukungan orang tua yang membuatnya memberhentikan
aksi diet ekstrimnya itu karena NE berpikir bahwa jika orang tuanya sedih ia
akan lebih sedih. Berdasarkan hasil penerapan konseling client centered yang
dilakukan dengan NE diperoleh hasil bahwa peningkatan kepercayaan dirinya
bisa meningkat dengan mengunggulkan kecerdasan akademiknya dan orang-
orang tidak akan ada lagi yang merendahkan sebelah mata. Sisi positif itu pun
belum memberikannya kepercayaan diri yang cukup untuk terlihat aktif di
sekolah, hanya saja NE sudah mulai mengikuti perkumpulan yang ada dengan
intensitas dalam interaksi yang dibatasi

e. Responden F

Berdasarkan hasil penerapan konseling client centered yang


dilakukan dengan F diperoleh hasil bahwa peningkatan kepercayaan dirinya
bisa meningkat dengan memberikan ruang positif bagi diri atas permasalahan,
F memberikan keputusan untuk dirinya menutup akses obrolan dengan
mereka pelaku cyberbullying karena sudah hilang kepercayaannya pada
mereka untuk dijadikan teman. Rasa saling menghargai F ditunjukkan dengan
dirinya yang sudah mau mulai memulai obrolan dengan teman- teman yang
lain walau itu ditujukan untuk menciptakan keadaan yang stabil pada teman-
temannya karena tak jarang pula F menolak interaksi dengan beberapa orang.
80

Tabel 4.2

Analisis Terhadap Efektivitas Penerapan Client Centered Counselling


Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Korban Cyberbullying

Sebelum
Setelah Dilakukan Indikator
Responden Dilakukan
Konseling Keberhasilan
Konseling
AA mulai berfikir
Merasa tidak Berpikir
secara positif bahwa
percaya diri positif dari
hobinya ini tidak
dengan setiap
merugikan orang lain
hobinya permasalahan
dan dia pasti akan
sebagai penari nya
sukses di bidang ini
Merasa takut AA memilih untuk
dan tidak menjauhi perkumpulan
Percaya diri
percaya diri dengan teman-teman
AA meningkat
kumpul dengan yang tidak memberinya
teman-teman keuntungan
Merasa malu
terhadap AA bersikap bodo amat Mampu
pandangan atas pandangan mengambil
stereotip masyarakat, karena keputusan
masyarakat yang mereka katakan terbaik untuk
terhadap tidak ada benarnya diri sendiri
maskulinitas
Merasa tidak Kepercayaan
percaya diri SS masih merasa tidak diri SS masih
untuk tidak percaya diri untuk belum besar
bergabung gabung dengan teman namun
dengan teman yang lain memiliki
yang lain progres
Merasa cemas
dan tidak SS masih mau mencoba
Eksplorasi
percaya diri aktif kembali dan
pencapaian
SS untuk aktif lagi mencoba terlihat
baru
sebagai content percaya diri
creator tiktok
SS masih menjadi acne
Merasa fighter dan terus
menjadi pusat berusaha menerima Menerima
perhatian keadaannya untuk keadaan
karena kondisi memberikan pandangan dengan positif
acne fighter positif bagi acne fighter
lainnya
81

Merasa takut
kalau teman-
V menghapus semua
teman sekarang Berani
postingan di Instagram,
mengetahui memberikan
dan menutup akun lama
kasus sexual tindakan
guna menutup kasus itu
harassment di positif
muncul kembali
media sosial ku
saat itu
V percaya diri dengan
Merasa tidak
keadaan dirinya dan
percaya diri
merasa beruntung
dengan Kepercayaan
V pindah ke cikande
pandangan diri
karena tidak ada lagi
rasis meningkat
pandangan rasis
perempuan
terhadap kulit gelapnya
berkulit gelap
ini
Merasa tidak V mulai bergabung
percaya diri dengan teman-teman
bergabung ditambah dukungan Mengubah
dengan teman- orangtua yang senang mindset lebih
teman karena mengundang teman- positif
masih anak teman V datang ke
baru rumah
NE mengakui tidak bisa
Merasa tidak
menang dari egonya
percaya diri Menerima
menuruti standar
dengan standar keadaan
kecantikan, tapi NE
kecantikan dengan positif
sadar kalau dia unggul
yang ada
di akademik
Merasa minder NE mulai mengikuti
Memberikan
ketika perkumpulan yang ada
tindakan
berkumpul hanya saja menjaga
positif pada
dengan teman intensitas dalam
dirinya
perempuan interaksinya
NE Merasa tidak NE memang belum
percaya diri percaya diri untuk Kepercayaan
memposting memposting foto dirinya belum
foto di media pribadinya di media meningkat
sosial sosial
Merasa
NE berpikir positif dari
menjadi beban
aksi dietnya membuat Memandang
orang tua
orang tuanya sedih jadi positif dari
karena aksinya
tidak ada lagi pikiran setiap
dalam diet
untuk melakukan hal keadaan
ketat tidak
tersebut
sehat
82

Kepercayaan
Merasa takut diri
F masih membatasi
dan khawatir meningkat
interaksi dengan teman-
F untuk memulai hanya
teman untuk memulai
pertemanan memberi
pertemanan
kembali batasan dalam
interaksi
F sudah mulai memulai
obrolan dengan teman-
Merasa tidak Memberikan
teman yang lain tidak
percaya diri tindakan
dengan teman dekatnya
untuk memulai positif pada
dahulu yang menjadi
obrolan dirinya
pelaku dari kasus
cyberbullying saat itu
Merasa malu
dan sakit hati
F menutup akses
dengan teman
obrolan dengan mereka Memberikan
dekatnya
karena sudah hilang tindakan
dahulu sebagai
kepercayaannya pada positif pada
pelaku dari
mereka untuk dijadikan dirinya
kasus
teman
cyberbullying
saat itu

Setelah melakukan teknik konseling pada kelima responden dan


memiliki hasil yang berbeda-beda dengan itu dapat disimpulkan pada tabel
4.2 diatas peneliti menemukan bahwa penerapan Client Centered Counselling
pada remaja korban cyberbullying dilihat dari sebelum dan sesudah konseling
terdapat progres yang berbeda. Ketidakpercayaan diri memberikan efek pada
gejala psikologis dan fisiologis yang dialami oleh responden AA, SS, V, NE,
F dapat dilihat dengan kondisi ketakutan, sedih, mudah emosi, dan cemas itu
menjadi faktor lain dari konsep diri negatif yang membuat keadaan dirinya
menjadi bertentangan dengan lingkungan sekitar. Sehingga mereka setelah
dilakukan konseling lebih tenang pikiran dan perasaannya dan mampu untuk
mengontrol emosi, lebih menerima dan memperbaiki situasi pada saat itu
untuk menjalani kehidupan saat ini dan kedepannya.
83

3. Analisis Terhadap Proses Konseling Pada Remaja Korban Cyberbullying


Berdasarkan hasil penerapan Client Centered Counselling yang
dilakukan kepada lima responden AA, SS, V, NE, F dapat dianalisis pada setiap
tahap konseling, sebagai berikut:
Tabel 4.3
Analisis Terhadap Proses Konseling Pada Remaja Korban
Cyberbullying

Konseling Responden
No Hal Yang Ingin Dicapai
Tahap
AA SS V NE F

1 Responden dapat memahami


apa itu proses konseling √ √ √ √ √
Pertama Responden dapat
2
mengungkapkan perasaan √ X √ √ √
Responden bertanggung
3
jawab pada diri sendiri √ √ √ √ √
Responden dapat memahami
4 dan menghargai keadaan
dirinya √ √ √ X √
Responden tidak menutup diri
5 Kedua dari dukungan dan motivasi
orang lain √ √ √ √ √
Responden mampu menyusun
6 perencanaan untuk
permasalahan dirinya √ √ √ √ √
Responden mau menerima
7
keadaan dirinya saat ini √ √ √ √ √
Responden percaya diri
8
Ketiga dengan kemampuannya √ √ √ √ √
Responden membuat tindakan
9 yang terbaik dari perencanaan
yang dibuat √ X √ √ √
84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis penelitian mengenai penerapan Client Centered


Counseling Untuk meningkatkan kepercayaan diri terhadap siswa korban
cyberbullying peneliti telah melakukan rangkaian penelitian melalui kegiatan
observasi, wawancara dengan pengamatan langsung dan memberikan layanan
konseling. Maka peneliti dapat mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai
berikut :

1. Tingkat ketidakpercayaan diri yang dialami korban cyberbullying


Korban cyberbullying yang merupakan siswa SMAN 1 Cikande,
dengan kasus remaja yang mengalami cyberbullying berdampak pada pola
pikir yang akan mengganggu kepercayaan diri dan menimbulkan gejala-
gejala psikologis lainnya seperti perasaan sedih, bingung, khawatir dan
cemas, mudah emosi, tidak percaya diri, memendam perasaan, menyalahkan
diri sendiri, menyalahkan, keadaan, cemburu atau iri. Dari ke 5 klien tersebut
dikatakan mengalami ketidakpercayaan diri yang dapat dilihat secara
langsung melalui gerak geriknya serta dari beberapa gejala lainnya secara
psikologis.
2. Melalui penerapan Client Centered Counseling Untuk meningkatkan
kepercayaan diri remaja korban cyberbullying
Tentunya peneliti menerapkan layanan konseling individual sangat
efektif dalam menangani kepercayaan diri dengan membentuk pola pikir yang
positif untuk meningkatkan kepercayaan diri dengan menggunakan proses
konseling menggunakan langkah sebagai pendengar aktif, memberikan
dukungan, empati dan memfasilitasi proses konseling. Pada tahap
pelaksanaannya secara aturan dengan memberikan ruang pada tahap pertama
untuk mengungkapkan permasalahan dan perasaan yang dialami.
85

Pada tahap selanjutnya konselor memberikan pemahaman dan


memberikan attending sebagai bentuk kepedulian konselor dan menerima
keadaan diri klien, pada tahap ini proses konseling berpusat pada konseli dan
memberikan ruang untuk memecahkan masalah dengan memberikan
dukungan dan semangat. Pada tahap ketiga ini adalah konseli mampu
membuat perencanaan dan merealisasikan pilihannya.
3. Efektivitas penerapan Client Centered Counselling dalam meningkatkan
kepercayaan diri
Korban cyberbullying dalam penelitian ini terdapat perubahan yang
baik maupun yang stagnan tanpa hasil yang diharapkan, berbagai respon klien
dengan perasaan sebelumnya yang kalut akan pengalaman pahit dari
cyberbullying sehingga menutup pola pikir positif yang menimbulkan gejala
stres psikologis dan fisik dengan perasaan sedih, bingung, cemas, khawatir,
mudah emosi, memendam perasaan sendiri, putus asa, cemburu atau iri.

Namun setelah dilakukannya konseling client centered, responden


sudah mulai menata pikiran positif akan permasalahan cyberbullying dan
merasa lebih tenang dan bahagia karena telah mampu mengontrol pikiran
serta perasaan negatif sehingga jauh lebih lega dan mampu mengontrol emosi
dengan baik, lebih optimis dalam menjalankan kehidupannya saat ini.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, adapun saran yang penulis sampaikan


yang diharap berguna bagi pembaca dan pihak tertentu yaitu sebagai berikut:

1. Untuk para korban cyberbullying diharap mampu menceritakan kasusnya


kepada orang tua ataupun orang terdekat, untuk memberikan ketenangan
dan dukungan positif sehingga kasus ini bisa diselesaikan dan tidak
mempengaruhi pada psikologis korban yang mendalam
2. UIN SMH Banten dan Jurusan Bimbingan Konseling agar lebih aware
dengan kasus kemanusiaan dengan meningkatkan penelitian tentang
86

kemanusiaan seperti cyberbullying karena kerap kali lalai akan kasus


cyberbullying yang dinilai sepele dengan rupa akibat yang besar.
3. Pembaca diharap mampu memberikan respon positif dengan kasus
cyberbullying sebab dan akibatnya sehingga mampu memberikan respon
baik untuk korban dan mencegah korban-korban cyberbullying selanjutnya.
4. Orang tua harus lebih memperhatikan setiap kegiatan anaknya yang
berhubungan dengan teknologi, dan lebih menjaga kewarasan anaknya agar
terhindar dari setiap gejala yang mengganggu psikologis.
87

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Alyusi, Shiefti Dyah. Media Sosial, interaksi, identitas, dan modal sosial . Jakarta,
Juni 2019.
Arikunto, Suharsimi. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”, Edisi Revisi
VI, (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2006)

Aryanti, Aminudin. Cyberbullying & Body Shaming. K-Media. 2019


B. Hurlock, Elizabeth. Psikologi Perkembangan. Pustaka Indo Blog. Jakarta:1991

Baiti, Nur, Anastasia Siwi Fatma Utami. Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku
Cyberbullying Pada Kalangan Remaja. 2018
Gufron, Nur, dkk. Teori-Teori Psikologi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011
J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000), cet. 18
Lestari, Endang. Penggunaan Konseling Client Centered Untuk Menurunkan
Permasalahan Konseli, Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung, 2021
Majid, Abdul . Perencanaan Pembelajaran, (Bandung; Rosda Karya, 2012)
Prayitno dan Erman Amti Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,Jakarta: Rineka
Cipta, 2004
Priyatna, Andri. Let’s End Bullying, Gramedia. Jakarta;2010
Sari, Rani Nirwana. Therapy Self Hater Healing. Surabaya; Sucofindo. 2020.
Sobur, Alex Psikologi Umum. Pustaka Setia, Bandung; 2016
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung;PT
Alfabeta). 2017

Ulfiah, Psikologi Konseling Teori dan Implementasi, Jakarta : Kencana, 2020.


Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al Qur'an
dan Terjemahannya (Semarang: Diponegoro: 2012

JURNAL

Ahmad, Ammar, Perkembangan teknologi Komunikasi dan Informasi : Akar Revolusi


dan berbagai standarnya, Jurnal Dakwah tabligh, Vol.13, No. 1, Juni 2012

Alfiasar, Zahro Malihah. Perilaku Cyberbullying Pada remaja Dan Kaitannya


Dengan Kontrol Diri Dan Komunikasi Orang Tua. 2018 Vol. 11. No.2

Amin, Abdul Hubungan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja,
Jurnal Psikologi, Vol. 5 No. 2
88

Amri, Saiful. Pengaruh Kepercayaan Diri (Self Confidence) Berbasis Ekstrakurikuler


Pramuka Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMAN 6 Kota
Bengkulu, Jurnal Pendidikan Matematika Raflesia, Vol. 1 No. 2, 2018.
Andayani, Budi, dkk. Konsep Diri, Harga Diri, Dan Kepercayaan Diri Remaja,
Jurnal Psikologi, Vol. 23 No. 2

Andiwijaya, Dessy, dkk. Pusat Pengembangan Kepercayaan Diri, Jurnal Studi, Vol.
1 No. 2, 2019
Anggraini, Meilan. Hubungan Antara Citra Tubuh Dan Kepercayaan Diri Pada
Wanita Bertubuh Besar, Universitas Sanata Darma, Yogyakarta, 2019, hal.81-
82

Baiti, Nur, dkk. Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Cyberbullying Pada
Kalangan Remaja, 2018. Vol. 18 No. 2
Deni, Amandha Uzilla, dkk. Konsep Kepercayaan Diri Remaja Putri, Jurnal
Educatio, Jurnal Pendidikan Indonesia, Vol. 2 No. 2, 2016
Emma, Lusiana. dkk, “Penggunaan Konseling Client Centered dalam Meningkatkan
Konsep Diri Positif Siswa (Studi Kasus Siswa Kelas X)”, Jurnal Bimbingan
Konseling, Vol. 5 No. 4 (2017).

Febian, Dwiduonova Wirantha, dkk. Hubungan Antara Citra Tubuh Dengan


Kepercayaan Diri Pada Remaja Pelajar Putri di Kota Denpasar, Jurnal
Psikologi Udayana Vol. 2, No. 1
Fitria Aulia, dkk, Pencegahan Kasus Cyberbullying Bagi Remaja Pengguna Sosial
Media, Jurnal Social work Services, Vol. 2 No. 1, 2021 hal. 81
Fitriarti, Etik Anjar. Komunikasi Terapeutik Dalam Konseling. Jurnal Komunikasi.
Vol. 10 No. 1, Yogyakarta; 2017

Harianto, Jenny. dkk, Hubungan Antara Pendekatan Konseling Berpusat Pada


Anak(Pendekatan Client Centered) Dengan Efektivitas Konseling Individual
Pada Siswa SMA (Studi Kasus Di SMA Dhammasavana, SMA Dharma Suci,
dan SMA Tri Ratna), Jurnal Hammavicaya, Vol. 06 No. 1, hal. 10
Jalal, Novita Maulidya, Dkk, Faktor-faktor Cyberbullying Pada Remaja, Jurnal Ikra
ITH, Vol. 05 No. 02, 2021
Karman, Media Sosial: Antara Kebebasan dan Eksploitasi, Jurnal Studi Komunikasi
dan Media, Vol. 18 No. 1, 2014
Malihah, Zahro, dkk. Perilaku Cyberbullying Pada remaja Dan Kaitannya Dengan
Kontrol Diri Dan Komunikasi Orang Tua, 2018 Vol. 11, No.2

Muliana, Novita Maulidya Jalal, dkk. Faktor-Faktor Cyberbullying Pada Remaja,


Jurnal IKRA-ITH Humaniora, Juli 2021
89

Pandie, Mira Marleni, dkk. Pengaruh Cyberbullying Di Media Sosial Terhadap


Perilaku Reaktif Sebagai Pelaku Maupun Sebagai Korban Cyberbullying
Pada Siswa Kristen SMP Nasional Makassar. 2016.

Paramota, Yulia. “Pengaruh Pendekatan Client Centered Terhadap Kepercayaan


Diri Siswa Kelas VII-1 SMP Negeri 7 Kisaran”, (Skripsi Yulia Paramitha,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan, 2019)
Pranoto, Hadi. Upaya Meningkatkan Percaya Diri Siswa Melalui Layanan Bimbingan
Kelompok Di SMA Negeri 1 Sungkat Utara Lampung Utara, Jurnal Lentera
Pendidikan LPPM UM METRO, Vol. 1 No. 1, 2016
Ramdhani, Tika Nurul. dkk. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Citra Diri
Pada Remaja Akhir, Jurnal Spirits, Vol. 04 No. 02, Yogyakarta; 2014
Ratih, Kusuma dkk, Peran Konseling Client Centered dalam Meningkatkan
Kepercayaan Diri Siswa, Jurnal Advice, Vol. 2 No. 1, Juni; 2020
Rosada, Ulfa Danni. Model Pendekatan Konseling Client Centered dan
Penerapannya Dalam Praktik, e-Journal Universitas PGRI. Jurnal
Bimbingan dan Konseling
Rosida, Ulfa Dani. Jurnal, Model Pendekatan Konseling Client Centered dan
Penerapan Dalam Praktiknya, (Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan,
2016)
Rusydi, Binahayati. Memahami Cyberbullying di Kalangan Remaja, Jurnal
Kolaborasi Resolusi Konflik, Vol. 2 No. 2 hal.100
Satalina, Dina. Kecenderungan Perilaku Cyberbullying Ditinjau dari Tipe
Kepribadian Ekstrovert dan Introvert, Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol.
2 No. 2, 2014

Tri, S Mildawani, Membangun Kepercayaan Diri, Jakarta Timur; Lestari Kiranatama,


2014
Zamroni, Mohammad, Perkembangan Teknologi komunikasi dan dampaknya
terhadap Kehidupan, Jurnal Dakwah, Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2009

Adam, Tito. “Melihat Data Cyberbullying 2021 Pada Anak di Sosial Media, Serta
Dampak Bahayanya”
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/ (diakses pada 30
Maret 2022)
Fadli, Rizal “Cyberbullying Bisa Sebabkan Depresi Hingga Bunuh
Diri”,https://www.halodoc.com/artikel/cyberbullying-bisa-sebabkan-
depresi-hingga-bunuh-diri (diakses 10 Desember 2021

Febriyani, Chodijah. “5 Cara Mengatasi Cyberbullying”


https://m.industry.co.id/read/ (diakses 30 Maret 2022)
90

Ricardo, 6 Siswa Meninggal dan Satu Orang Lumpuh Akibat Kekeran Sepanjang
2021, https://m.jpnn.com/news/ (diakses 30 Januari 2022)
Zafira, Anindhya Nur, “Korban “Cyberbullying” Kian Meningkat di Kalangan Anak-
anak dan Remaja, "https://www.antaranews.com/berita/2431825/korban-
cyberbullying-kian-meningkat-di-kalangan-anak-anak-dan-remaja ( diakses
3 Oktober 2021 9:39)
91

LAMPIRAN-LAMPIRAN

PEDOMAN OBSERVASI
Untuk melakukan observasi ada beberapa yang perlu diisi untuk memperoleh
data sebelum pelaksanaan konseling. Berikut Lembar Observasi Sikap Percaya Diri
dengan beberapa kategori pengamatan dengan tingkatan indikator (skor) yang diisi
oleh guru maupun teman kerabat sebagai responden.

No Indikator Pengamatan

Kematangan konsep diri sebelum dan sesudah dilakukan konseling


1 client centered
Peningkatan kepercayaan diri sebelum dan sesudah dilakukan
2 konseling client centered
Sikap tanggung jawab pada diri sendiri dan lingkungan sekitar
3 sebelum dan sesudah dilakukan konseling terapi client centered
92

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN RESPONDEN


Nama Responden :
Usia :
Kelas :
Hal yang ingin dicapai:
1. Mengetahui profil responden
2. Mengetahui tingkat kepercayaan diri responden sebagai korban cyberbullying

Pertanyaan:

1. Berapa usia Anda saat ini?


2. Apa aktivitas utama Anda di luar sekolah?
3. Apakah Anda nyaman dengan keadaan/ aktivitas di sekolah?
4. Apa yang Anda percaya diri jika berada di lingkungan ramai?
5. Apakah Anda memiliki kekurangan fisik? Jika ada, apakah anda menerima
kekurangan itu?
6. Apakah Anda memiliki motivasi untuk mencapai goals sendiri?
7. Jika goals itu tidak tercapai apa yang akan Anda lakukan selanjutnya?
8. Mampukah Anda berteman dengan siapa saja dan menjalin hubungan
pertemanan yang baik?
9. Apakah anda memiliki keyakinan dengan kemampuan diri yang anda miliki?
10. Apakah Anda memiliki jadwal tidur yang teratur?
11. Apakah Anda memiliki fokus yang baik pada suatu pekerjaan?
12. Apakah Anda merasa gelisah berlebihan ketika bertemu dengan banyak orang?
13. Apakah Anda mengalami penurunan kesehatan belakangan ini?
14. Apakah Anda mampu mengambil keputusan dengan cepat?
15. Bagaimana perasaan Anda jika berada di lingkungan yang tidak dikenal?
16. Dapatkah Anda berinteraksi dengan banyak orang?
17. Lantas apakah Anda orang yang mampu mengatur emosi dengan baik?
18. Lantas bagaimana Anda jika menghadapi situasi yang tidak menyenangkan?
93

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN


KONSELING INDIVIDU
SEMESTER GANJIL TAHUN 2022/2023
1. Nama Konseli : (inisial/disamarkan)
2. Kelas : (ganjil)
3. Hari, Tanggal : (disesuaikan)
4. Pertemuan ke- : (pertama, kedua, ketiga)
5. Waktu : 180 menit (3x60 menit)
6. Tempat : Sekolah
7. Penerapan konseling yang digunakan : Client Centered Counselling
8. Hal yang dicapai :
Dapat mengubah pola pikir negatif dan membentuk konsep diri positif
sehingga konseli mampu meningkatkan kepercayaan diri.
Mengetahui

Konselor

Zirli Hayatunisa

Keterangan : Dokumen laporan bersifat rahasia


94

DOKUMENTASI

Konseli AA Konseli V

Konseli NE Konseli F

Konseli SS
95

Anda mungkin juga menyukai