Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PARLEMENTER

DISUSUN DAN DIAJUKAN UNTUK SEBAGAI SALAH SATU


SYARAT UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
SISTEM HOKUM INDONESIA
DOSEN PENGAMPUH
IBU RIZKI YOLANDA, S.H, M.H, SPD

Nama : Muhammad Yusuf


Kelas : A4
NIM : 22320251

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI NEGARA (STIA)


BALA PUTRA DEWA TAHUN AJARAN 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat allah swt yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami bisa
mengumpulkan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari
makalah ini adalah “

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang


sebesar-besarnya kepada dosen matakuliah yang telah memberikan
tugas terhadap kami. Terimakasih yang sebesar-besarnya pula kami
ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.

Makalah ini jauh dari kata sempurna dan ini merupakan


Langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya oleh karena itu,
keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang
membangun senantiasa kami harapkan dan semoga makalah ini bisa
berguna bagi kita semua.

2
DAFTAR ISI
kata pengantar……………………………………………………………………………………………………………….2
Daftar isi ……………………………………………………………………………………………………………………….3
BAB I penadhuluan…………………………………………………………………………………………….............4

1.1 latar belakang………………………………………………………………………………………………………4

1.2 rumusan masalah………………………………………………………………………………………………….5


1.3 maksud dan tujuan……………………………………………………………………………………………….5
Bab II pembahasan…………………………………………………………………………………………………………6

A. Parlemen………………………………………………………………………………………………………..6
B.Teori parlemen………………………………………………………………………………………………..7
C. Konsep parlemen…………………………………………………………………………………………...8
D. Parlemen republik indonesia…………………………………………………………………………11
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………………….15
3.1 kesimpulan ……………………………………………………………………………………………….15

3.2 Saran………………………………………………………………………………………………………….15

DAFTAR PUSAKA……………………………………………………………………………………………………….16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Setiap Negara pasti mempunyai sistem pemerintahan. Sistem


pemerintahan sangat penting untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang tertib dan teratur seusai dengan keperibadian
bangsa dan Negara. Dalam penyelenggaraan sistem pemerinthan
suatu Negara tidak tertutup dangan sistem pemerintahan Negara
lain, hal tersebut lah yang menjadi bahan perbandingan.

Dengan melakukan perbandingan ,Negar-Negara lain dapat


mencari dan menemukan beberapa persamaan dan perbedaan
dengan sistem pemerintahanya dengan Negara lain. Selanjutnya
pemerintah dapat membangun suatu system pemerintahan yang
dianggap lebih baik dari sebelumnya setelah melakukan
perbandingan .Pada umumnya ,sistem pemerinthan suatu Negara
dibedakan menjadi 2 klasifikasi besar yaitu ; sistem pemeritahan
prsidensil dan parlementer.Klarifikasi system pemerintahan antara
presidensil dan parlementer didasarkan pada hubungan Antara
kekuassan eksekutif dan legislatif. Suatu Negara disebut menganut
parlementer bila badan eksekutif sebagai pelaksana pengawas
secara langsung dari badan legislatif.

4
1.2 Rumusan masalah

1. apa yang dimaksud sistem parlemen ?

2. apa saja prinsip dasar atau ciri-ciri system parlementer?

3. Apa saja kelebihan dan kekurangan system pemerintahan


parlementer?

1.3 maksud dan tujuaan

untuk memberikan informasi apa itu sistem parlemen dan


bagaimana sistem parlemen itu berjalan,agar pembaca bisa
mengetahui apa saja prinsip dasar dan ciri-ciri sistem
pemerintahan parlementer, serta makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen pengampuh pada
mata kuliah sistem hukum Indonesia.

5
Bab II
PEMBAHASAN

A.Parlemen

Parlemen adalah sebuah badab legislative, khususnya dinegara-


negara sistem pemerintahannya berdasarkan sistem Westminster dari
britania raya. Nama ini berasal dari Bahasa prancis yaitu parlement
badan legislative yang disebut parlemen dilaksanakan oleh sebuah
pemerintah dengan sistem parlementer dimana eksekutif secara
konstitusional bertanggung jawab kepada parlemen .

Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan dimana


parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini
parlemen memiliki wewenang mengangkat perdana Menteri dan
parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara
mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan

6
B.Teori parlemen

Berikut ini adalah beberapa definisi parlementer menurut ahli:

2. Menurut William E. Hudson


Parlementer adalah sistem pemerintahan di mana kepala pemerintah (perdana
menteri) dipilih oleh parlemen dan harus mempertahankan dukungan parlemen
untuk terus berkuasa.

1. Menurut David P. Currie


Parlementer adalah sistem pemerintahan di mana parlemen memegang kekuasaan
yang besar dalam mengontrol pemerintah dan membuat kebijakan.

3.Menurut J.H. Burns


Parlementer adalah sistem pemerintahan di mana parlemen memegang kekuasaan
yang besar dalam mengontrol pemerintah dan membuat kebijakan, dan kepala
pemerintah (perdana menteri) dipilih oleh parlemen dan harus mempertahankan
dukungan parlemen untuk terus berkuasa.

4.Menurut David Armitage 


Parlementer adalah sistem pemerintahan di mana parlemen memainkan peran
yang sangat penting dalam mengontrol pemerintah dan membuat kebijakan, dan
kepala pemerintah (perdana menteri) dipilih oleh parlemen dan harus
1
mempertahankan dukungan parlemen untuk terus berkuasa.

https://www.gramedia.com/literasi/parlementer/#Pengertian_Parlementer_Menurut_Para_Ahli

7
C.konsep parlemen

1.konsep parlemen bikameral

Sistem parlemen bikameral adalah sistem parlemen yang terdiri


dari dua kamar atau badan. Kamar pertama (first Chamber) biasa
disebut dengan Majelis Rendah (Lower House) atau DPR atau House
of Commons House of Representative, sedangkan kamar kedua
(Second Chamber) disebut Majelis Tinggi (Upper House) atau Senat
atau House of Lords. Hanya di Belanda yang menamakan Majelis
Tingginya dengan Kamar Pertama (Erste Kamer) dan Majelis
Rendahnya adalah Kamar Kedua (Tweede Kamer). Kamar pertama
pada umumnya mewakili kepentingan partai yang skalanya nasional,
sedangkan Kamar kedua pada umumnya adalah lembaga yang
mewakili kewilayahan atau kelompok-kelompok fungsional.
Selanjutnya akan digunakan istilah DPD untuk menyebut majelis tinggi
atau kamar kedua, dan DPR untuk menyebut majelis rendah atau
kamar pertama sepanjang tidak menunjuk pada suatu negara. Teori
pembagian kekuasaan menurut Trias Politika merupakan konsep
pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara, konsep
dasarnya adalah seperti yang disebutkan oleh John Locke,
Montesquieu menyatakan kekuasaan di suatu negeara tidak boleh
dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus
terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda. Trias politika yang
kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 (tiga)
lembaga berbeda. Yakni, Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif
adalah lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah
lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah
lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan.
dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang
jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun
perseorangan manapun yang melanggar undang-undang. Dengan
terpisahnya tiga kewenangan dalam tiga lembaga negara tersebut,
diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang tindih, serta
terh terhindar dari penyelewengan kewenangan oleh satu lembaga,
dan akan menciptakan mekanisme checks and balance.

8
Kritik yang ditujukan pada sistem bikameral seperti A.F. Pollard yang
menyatakan bahwa House of Lords di Inggris, lahir dari kelicikan sistem
feodal dan untuk menjaga keterwakilan para bangsawan. Hans Kelsen
cenderung melihat adanya kamar kedua sebagai sebuah pengistimewaan
kaum bangsawan. H.J. Laski juga menyatakan bahwa sistem bikameral
merupakan kecelakaan sejarah dari kebiasaan konstitusi di Inggris. Kebisaan
ini harus diubah. Menurut Laski, sistem unikameral merupakan jawaban
terbaik yang dibutuhkan oleh negara modern saat ini. Hal ini berbeda
dengan argumentasi pendukung sistem bikameral yang melihat Senat bukan
institusi untuk sekedar sebagai pengakuan terhadap kaum bangsawan. Di
Amerika, pemilihan anggota Senat tidak didasarkan pada aristokrasi
kekayaan atau kebangsawanan, tetapi berdasarkan kebijaksanaan yang
dimiliki calon. Hal ini berdasarkan pemikiran Thomas Jefferson menyatakan:
“Jefferson rejected the solution, adopted by many of the first state
constitutions, of composing the upper house of men of distinguised
property.” His senate would have been aristocratis by virtue of its wisdom,
not its wealth; as he explained to Edmund Pendleton in the summer of 1776,
he sought top have the “wisest men” chosen and did not think “integrity the
caracteristic of wealth”
Pada awalnya, parlemen bikameral, khususnya kamar kedua memang dapat
dikatakan merupakan bentuk kekuatan dan bertahannya sistem aristokrasi.
Namun sepanjang perkembangan sejarahnya, kamar kedua telah banyak
berubah dan memenuhi sebagai kamar parlemen yang modern seperti yang
dikemukakan oleh Samuel C. Patterson dan Anthony Mughan berdasarkan
berkembangan kamar kedua di Eropa berikut ini; “The development of
European parliaments that incluided “secong chamber” or “upper house”
indicated the preeminance and survival of aristocracy. But senates have long
outlived their original purposes on justification. They have, in one way or
another, been transformed into modern viable parliamentary institutions.”
Roger D. Congleton menyatakan bahwa sistem bikameral mempengaruhi
berfungsinya kebijakan demokratis. Secara teoritis sistem parlemen
bikameral dapat menghindari masalah konflik mayoritas dan membentuk
kebijakan dengan dukungan super-mayoritas (supermajority) mewakili
kelompok dari kedua kamar yang berbeda. Studi yang dilakukan terhadap
Swedia dan Denmark yang berubah menjadi unikameral menunjukan bahwa
parlemen bikameral akan menghasilkan kebijakan publik yang dapat
diperkirakan.2

2
. http://repository.untag-sby.ac.id/337/3/Bab%20II.pdf/ hai 3l

9
2.Unikameralisme ( sistem satu kamar)

Sistem satu kamar (unikameral) adalah sistem pemerintahan


yang hanya memiliki satu kamar pada parlemen atau lembaga legislatif.
Banyak negara yang menggunakan sistem satu kamar sering kali adalah
negara kesatuan yang kecil dan homogeny  dan menganggap
sebuah majelis tinggi atau kamar kedua tidak perlu.
Dukungan terhadap sistem satu kamar ini didasarkan pada pemikiran
bahwa apabila majelis tingginya demokratis, hal itu semata-mata
mencerminkan majelis rendah yang juga demokratis, dan karenanya
hanya merupakan duplikasi saja (Ganda). Teori yang mendukung
pandangan ini berpendapat bahwa fungsi kamar kedua, misalnya
meninjau atau merevisi undang-undang, dapat dilakukan oleh komisi-
komisi parlementer, sementara upaya menjaga konstitusi selanjutnya
dapat dilakukan melalui Konstitusi yang tertulis.
Banyak negara yang kini mempunyai parlemen dengan sistem satu kamar
dulunya menganut sistem dua kamar, dan belakangan menghapuskan
majelis tingginya. Salah satu alasannya ialah karena majelis tinggi yang
dipilih hanya bertumpang tindih dengan majelis rendah 3dan menghalangi
disetujuinya rancangan undang-undang. Contohnya adalah
kasus Landsting di Denmark (dihapuskan pada 1953). Alasan lainnya
adalah karena majelis yang diangkat terbukti tidak efektif. Contohnya
adalah kasus Dewan Legislatif di Selandia Baru (dihapuskan pada 1951).
Para pendukung sistem satu kamar mencatat perlunya pengendalian atas
pengeluaran pemerintah dan dihapuskannya pekerjaan yang berganda
yang dilakukan oleh kedua kamar.
Beberapa pemerintahan sub-nasional yang menggunakan sistem legislatif
satu kamar antara lain adalah negara bagian Nebraska di Amerika
Serikat, Queenslaan di Australia, semua provinsi dan wilayah  di Kanada,
dan Bundesländer Jerman (Bavari menghapuskan Senatnya pada 1999).
Di Britania Raya, Parlemen Skotlandia Dewan Nasional Wales dan Dewan
Irlan di Utara yang telah meramping, juga menganut sistem satu kamar.
Semua dewan legislatif kota praktis juga satu kamar dalam pengertian
bahwa dewan perwakilan rakyat daerah tidak dibagi menjadi dua kamar.
Hingga awal abad ke-20 dewan-dewan kota yang dua kamar lazim
ditemukan di Amerika Serikat.

3
https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_satu_kamar

10
D.Parlemen republic idnonesia

parlemen di Indonesia secara historis dapat ditarik sejak masa


terbentuknya Volksraad (Dewan Rakyat) pada masa kolonial. Volksraad
merupakan badan yang dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda yang
memegang fungsi legislatif. Badan ini secara historis merupakan parlemen
yang pertama kali ada di Indonesia. Pasca 1930, sebagian anggota
Volksraad merupakan kaum pribumi Indonesia. Struktur yang demikian
dimanfaatkan oleh kaum nasionalis moderat seperti M.H. Thamrin untuk
meraih cita-cita Indonesia merdeka. Salah satunya melalui Petisi Soetardjo
pada tahun 1935. Walaupun pada akhirnya, usulan dan petisi ini ditolak
oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Pada masa berlakunya Konstitusi RIS, selain terdapat perubahan
signifikan pada bentuk negara dan sistem pemerintahan, juga terdapat
adanya pergeseran sistem parlemen yang digunakan. Konstitusi RIS 1949
secara eksplisit menyebutkan adanya nomenklatur Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Senat. Selain itu, Pasal 127 Konstitusi RIS juga
menyatakan bahwa kekuasaan perundang-undangan federal dilakukan oleh
(a) Pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat dalam hal-hal yang
terkait dengan daerah bagian atau yang berkaitan dengan perhubungan
antara Republik Indonesia Serikat dengan daerah-daerah sebagaimana
diatur dalam Pasal 2; dan (b) pemerintah bersama-sama dengan DPR
dalam seluruh lapangan pengaturan selebihnya. Struktur yang demikian
menunjukkan adanya pergeseran sistem parlemen menjadi bikameral,
mengingat Pasal 127 Konstitusi RIS 1949 di atas menyebutkan secara
eksplisit bahwa Senat juga memiliki kekuasaan perundang-undangan
federal. . Berdasarkan Pasal 127 tersebut, terlihat bahwa DPR dan Senat
memiliki fungsi legislasinya masing-masing, Senat dalam hal-hal yang
terkait dengan masalah-masalah federal, sedangkan DPR untuk masalah-
masalah lain di luar itu. Selain itu, Senat juga memiliki beberapa hak,
seperti misalnya hak untuk meminta keterangan kepada Pemerintah.4

4
Jurnal perkembangan teori praktik mengenai parlemen di Indonesia , universitas gadjah mada
halaman 173,174,175,176,177

11
Konsep bikameral yang digunakan pada masa Konstitusi RIS 1949
tersebut diamini pula dalam Buku III Naskah Komprehensif Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
menyatakan bahwa sistem perwakilan menurut Konstitusi RIS menganut
sistem dua kamar, yang meliputi perwakilan politik dan perwakilan
kewilayahan yang diwujudkan dalam lembaga Senat RIS dan DPR.
Eksistensi lembaga perwakilan dua kamar yang terdiri dari Senat RIS
dan DPR RIS sebagaimana diatur dalam Konstitusi RIS 1949 tidak
bertahan lama, mengingat Konstitusi RIS hanya bertahan tidak lebih dari 6
(enam) bulan. Konstitusi RIS dinyatakan tidak berlaku lagi sejak 15
Agustus 1950 dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950
tentang UndangUndang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS
1950), sehingga otomatis struktur ketatanegaraan yang terbangun melalui
Konstitusi RIS 1949 berubah pasca berlakunya UUDS 1945. Adanya
perubahan dari struktur ketatanegaraan Indonesia dari berdasarkan
Konstitusi RIS 1949 menjadi berdasarkan UUDS 1950 memberikan
implikasi pula pada berubahnya struktur parlemen Indonesia. Konsep
parlemen bikameral yang tercermin dalam Konstitusi RIS 1949 secara
yuridis berubah dan cenderung mengarah ke konsep unikameral
dikarenakan tidak adanya pembagian kamar di dalamnya meskipun
terdapat adanya akomodasi dari golongan-golongan masyarakat
sebagaimana disebutkan di atas. Pada masa UUDS 1950, sebelum
terbentuknya DPR berdasarkan pemilihan umum, maka fungsi DPR
dijalankan oleh DPRS, yang anggotanya merupakan sebagian anggota-
anggota dari KNIP.
Melalui pemilihan umum yang dilaksanakan tahun 1955, dipilihlah
anggota DPR dan anggota Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang
Dasar), serta diangkat pula 14 wakil golongan minoritas oleh
Pemerintah.38 Konstituante yang diamanatkan untuk melakukan
perubahan terhadap UUDS 1950, tidak kunjung mengesahkan perubahan
terhadap perubahan UUDS, hingga akhirnya Presiden Soekarno
menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang pada intinya adalah
memberlakukan kembali UUD 1945 dan membubarkan Konstituante.5

5
Jurnal perkembangan teori praktik mengenai parlemen di Indonesia , universitas gadjah mada
halaman 177,178

12
Sistem yang demikian berlanjut pada masa orde baru hingga sebelum

dilakukannya perubahan UUD 1945. Melalui amandemen UUD 1945 yang

berlangsung pada tahun 1999 hingga 2002, terjadi perubahan struktur

ketatanegaraan Indonesia, yang kemudian menyebabkan perubahan

kedudukan MPR yang semula merupakan lembaga tertinggi negara,

menjadi lembaga negara saja, setara dengan lembaga-lembaga negara

lainnya, termasuk pula Presiden dan DPR. Hal ini ditegaskan kemudian

pada Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001, melalui amandemen

Pasal 1 ayat (2), yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan

rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, bukan lagi

dilaksanakan oleh MPR. Selain itu, melalui Perubahan Ketiga UUD 1945

juga, dibentuklah adanya lembaga perwakilan lain di samping DPR, yakni

Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dengan dimasukkannya Bab VIIA

tentang Dewan Perwakilan Daerah (Pasal 22C – Pasal 22D). Kehadiran

DPD ini secara konstruksi keanggotaan, serupa dengan Senat pada masa

RIS, yang menyatakan bahwa setiap daerah memiliki perwakilan dengan

jumlah yang sama di DPD.6

6
Jurnal perkembangan teori praktik mengenai parlemen di Indonesia , universitas gadjah mada
halaman 180

13
Melihat perkembangan dan dinamika struktur parlemen di
Indonesia sejak masa kolonial hingga pasca reformasi, dapat terlihat
Indonesia sejatinya telah menerapkan beberapa jenis parlemen seperti
nuansa sistem unikameral pada masa awal kemerdekaan Indonesia dan
pasca berlakunya UUDS 1950 hingga sebelum reformasi, serta nuansa
sistem bikameral yang secara eksplisit terlihat di masa berlakunya
Konstitusi RIS 1949. Pasca amandemen UUD 1945 pun, terdapat
perbedaan pandangan di kalangan ahli mengenai struktur parlemen di
Indonesia. Pandangan pertama menyatakan bahwa sistem parlemen
Indonesia menganut model unikameral, dikarenakan model yang ada saat
ini menunjukkan adanya kewenangan DPR yang sangat besar dan DPD
yang terkesan tidak memiliki original power sebagai lembaga legislatif,
serta MPR yang memiliki fungsi tersendiri di luar DPR dan DPD.
Pandangan kedua melihat bahwa parlemen Indonesia menganut model soft
bicameralism karena terdapat adanya dua lembaga perwakilan yakni DPR
dan DPD dengan kewenangan yang tidak setara. Pandangan ketiga,
mengatakan bahwa Indonesia menganut trikameral karena MPR, DPR, dan
DPD memiliki kewenangannya masing-masing.

14
BAB III
PENEUTUP
3.1 Kesimpulan

Parlemen adalah sebuah badan legislatif,khususnya dinegara


Negara sistem pemerintahanya berdasarkan sistem westminer dari
brataniya raya.
Parlemen, secara etimologis ,berasal dari kata “parler” dari bahasa
, yang berarti “to speak” atau berbicara. Dalam Oxford Learner’s
Dictionary, kata “parliament” diartikan sebagai sekelompok orang yang
dipilih untuk membuat dan mengubah hukum.
Sistem parlemen terbagi menjadi 2 yaitu sistem unicameral
( badan legislative hanya satu majelis yang langsung mewakili rakyat) dan
sistem bicameral ( sistem 2 kamar).
Setelah reformasi dan setetelah UUD 1945 diamandemen
(periode 2004 – sekarang ) bentuk Negara Indonesia tetap
kesatuan ,tetapi sistem parlemen yang dianaut adalah bicameral.
Indonesia menganut sistem bikameral karena memang hanya ada dua
kamar yang aktif dalal melaksanakan tugas tugas legislatif seperti
menyusun UU, yaitu DPR dan DPD.

3.2 Saran

Setiap sistem pemerintahan mempunyai kelebihan dan kekuranganya


masing masing . semuanya tergantung pada pemerintahan dan rakyatnya
menjalamkan sistem pemerintahan tersebut, sehingga apapun sistem
pemerintahanya apabila dijalankan sebaik mungkin dan semaksimal
mungkin maka kekuranganya akan tertutpi oleh kelebihan yang muncul
secara lebih dominan bisa dibuktikan dangan kemajuan Negara tersebut
kearah yang lebih baik.

15
DAFTAR PUSAKA

Jurnal perkembangan teori dan praktik mengenai parlemen di Indonesia,universitas gadjah mada
halaman 165-166
https://www.gramedia.com/literasi/parlementer/#Pengertian_Parlementer_Menurut_Para_Ahli
1 Muchammad Ali Safa’at, Parlemen Bikameral, Malang, UB Press, 2010, hlm. 32
http://repository.untag-sby.ac.id/337/3/Bab%20II.pdf/ hai 3l
https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_satu_kamar
Jurnal perkembangan teori praktik mengenai parlemen di Indonesia , universitas gadjah mada
halaman 173,174,175,176,177
Jurnal perkembangan teori praktik mengenai parlemen di Indonesia , universitas gadjah mada
halaman 177,178

16

Anda mungkin juga menyukai