Anda di halaman 1dari 5

PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN LEMBAGA Dengan diundangkannya Undang-Undang No.

2 Tahun 2004 tentang


PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN “Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka untuk pertama kali negara
INDUSTRIAL PASCA BERLAKUNYA UU NO.2 TAHUN 2004 kita memiliki : “PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL“ di singkat PHI
OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. sebagaimana diatur dalam Bab III Pasal 55 yang mengatakan bahwa : “Pengadilan
HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA Hubungan Industrial merupakan Pengadilan Khusus yang berada pada lingkungan
Peradilan Umum. Dan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) ini, diresmikan
berfungsinya untuk seluruh Indonesia oleh Ketua Mahkamah Agung Republik
PENDAHULUAN
Indonesia pada awal tahun 2006 di Padang Sumatera Barat.
Sebagaimana kita ketahui sehubungan dengan perkembangan
industrialisasi, maka masalah perselisihan hubungan industrial semakin meningkat
BAB II
dan semakin kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat adil dan biaya murah.
Sehubungan dengan itu, maka Undang-Undang No.22 Tahun 1957
Meneliti ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang No.2
tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-Undang No.12 Tahun
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, ternyata
1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta, sudah tidak
bahwa pembuat undang-undang menghendaki bahwa setiap perselisihan
sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dan semakin
hubungan industrial wajib diupayakan terlebih dahulu penyelesaiannya melalui
meningkat.
perundingan BIPARTIT secara musyawarah untuk mencapai mufakat dan
Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka
penyelesaian perselisihan melalui BIPARTIT ini harus diselesaikan paling lama 30
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat memandang perlu untuk menetapkan
(tiga puluh) hari kerja, terhitung sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila
undang-undang yang mengatur tentang penyelesaian perselisihan hubungan
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja ternyata salah satu pihak menolak untuk
industrial sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2004
berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak dicapai kesepakatan,
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang ditetapkan dan
maka perundingan BIPARTIT dianggap gagal (vide Pasal 3 Undang-Undang No.2
disahkan pada tanggal 14 Januari 2004 dan dimuat dalam Lembaran Negara No.6
Tahun 2004).
Tahun 2004 yang terdiri dari 8 (delapan) bab dan 126 (seratus dua puluh enam)
Dalam hal perundingan BIPARTIT gagal maka salah satu pihak atau
pasal.
kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang

1
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti mana Perjanjian Bersama atau Akta Perdamaian tersebut dibuat, adalah sebagai
bahwa upaya melalui perundingan BIPARTIT telah dilakukan. lampiran dalam mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan
Apabila bukti-bukti tentang telah diupayakannya penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang dalam wilayah mana Perjanjian
melalui perundingan BIPARTIT tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung Bersama atau Akta Perdamaian itu dibuat, apabila Perjanjian Bersama atau Akta
jawab dibidang ketenagakerjaan, mengembalikan berkas tersebut untuk dilengkapi Perdamaian tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak.
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian
berkas tersebut. BAB III
Dan apabila berkas telah dilengkapi oleh para pihak maka instansi yang PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN LEMBAGA PENYELESAIAN
bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PASCA BERLAKUNYA UNDANG-
kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau UNDANG NO.2 TAHUN 2004.
arbitrase. Apabila kita meneliti dengan saksama ketentuan-ketentuan yang termuat
Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang : Penyelesaian Perselisihan
konsiliasi atau melalui arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja maka instansi Hubungan Industrial, tidak ditemukan adanya ketentuan atau pasal yang
yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian menetapkan tentang instansi apa yang berwenang untuk melakukan eksekusi atas
perselisihan kepada mediator (vide Pasal 4 Undang-Undang No.2 Tahun 2004). pelaksanaan putusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Apabila penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi Tetapi dalam beberapa pasal dari Undang-Undang No.2 Tahun 2004
atau mediasi tidak mencapai kesepakatan maka salah satu pihak dapat tersebut yaitu Pasal 7 ayat 5, Pasal 13 ayat 3 huruf b Pasal 23 ayat 3 dan Pasal 44
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). ayat 4 huruf b mengatakan bahwa apa bila Perjanjian Bersama atau Akta
Tetapi apabila tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak yang Perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak maka pihak yang dirugikan
berselisih, maka harus dibuat : Perjanjian Bersama, yang berisi kesepakatan dari dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial
para pihak yang berselisih dan harus ditanda tangani oleh kedua belah pihak serta pada Pengadilan Negeri diwilayah mana Perjanjian Bersama atau Akta
didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah Perdamaian tersebut didaftarkan untuk mendapat penetapan eksekusi.
mana para pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat 5, Pasal 13 ayat 3 huruf b, Pasal 23
Adapun keharusan didaftarkannya Perjanjian Bersama hasil perundingan ayat 3 huruf b dan Pasal 44 ayat 4 huruf b dari Undang-Undang No.2 Tahun 2004
Bipartit, Mediasi atau Konsoliasi dan Akta Perdamaian dalam penyelesaian melalui tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tersebut dapat kita
Arbitrase ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah kesimpulan bahwa wewenang untuk melaksanakan putusan yang berhubungan

2
dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial baik melalui Bipartit, bersama atau Akta Perdamaian atau amar putusan Pengadilan Hubungan
Mediasi atau Konsoliasi dengan Perjanjian Bersama atau melalui Arbitrase dengan Industrial, dan apabila Termohon Eksekusi tetap tidak bersedia untuk memenuhi isi
Akta Perdamaian atau putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang telah Perjanjian Bersama atau Akta Perdamaian atau amar putusan Pengadilan
berkekuatan tetap adalah Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Hubungan Industrial, maka proses eksekusi akan dilanjutkan dengan pelelangan
yang didalam wilayah mana putusan tersebut diperbuat. barang-barang Termohon Eksekusi, dan hasilnya penjualan lelang akan
Dalam hal adanya permohonan eksekusi pelaksanaan suatu Perjanjian dipergunakan untuk memenuhi isi Perjanjian Bersama atau Akta Perdamaian atau
Bersama atau Akta Perdamaian atau putusan Pengadilan Hubungan Industrial amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial tersebut dan apabila ada kelebihan
yang telah berkekuatan hukum tetap, maka Ketua Pengadilan Hubungan Industrial akan dikembalikan kepada Termohon Eksekusi.
mempelajari dengan saksama apakah permohonan eksekusi sudah memenuhi Pelaksanaan putusan Pengadilan Hubungan Industrial adalah merupakan
ketentuan hukum acara untuk dieksekusi. tugas dan kewajiban hukum Ketua Pengadilan Hubungan Industrial pada
Apabila Ketua Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri sebagaimana ditentukan oleh Hukum Acara Perdata yang
yang didalam wilayah hukum diperbuat Perjanjian Bersama atau Akta Perdamaian berlaku diNegara kita ini, yaitu : HERZIENNE INSLAND REGLEMENT (HIR) untuk
atau putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang telah berkekuatan hukum pulau Jawa dan Madura dan REGLEMENT VOOR BUITEN GEWESTEN (R.Bg)
tetap, maka Ketua Pengadilan akan memerintahkan kepada Jurusita untuk untuk luar pulau Jawa dan Madura.
memanggil Termohon eksekusi untuk dinasehati atau di AANMANING, agar
Termohon eksekusi bersedia secara sukarela untuk memenuhi bunyi Perjanjian KESIMPULAN
Bersama atau Akta Perdamaian atau putusan Pengadilan Hubungan Industrial 1. Bahwa sehubungan dengan perkembangan industrialisasi maka masalah
dimaksud dengan memberi tenggang waktu paling lama selama 8 (delapan) hari perselisihan hubungan industrial semakin meningkat dan semakin komplek,
untuk memenuhi isi dari perjanjian bersama atau dari Akta Perdamaian atau amar maka Undang-Undang No.22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
dari putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang telah berkekuatan hukum tetap Perburuhan dan Undang-Undang No.12 Tahun 1964 tentang Pemutusan
tersebut. Hubungan Kerja di Perusahaan swasta, sudah tidak sesuai lagi denga
Apabila setelah tenggang waktu 8 (delapan) hari, setelah Termohon kebutuhan masyarakat oleh karenanya Pemerintah dan Dewan Perwakilan
Eksekusi dinasehati atau di Aanmaning ternyata Termohon eksekusi tidak Rakyat telah menetapkan undang-undang yang mengatur penyelesaian
memenuhi isi perjanjian bersama atau isi Akta Perdamaian atau amar putusan perselisihan hubungan industrial, sebagaimana yang termuat dalam Undang-
Pengadilan Hubungan Industrial, maka proses eksekusi akan dilanjutkan dengan Undang No.2 Tahun 2004 tentang “Penyelesaian Perselisihan Hubungan
persitaan barang-barang Termohon Eksekusi guna memenuhi bunyi perjanjian

3
Industrial” yang ditetapkan dan disahkan pada tanggal 14 Januari 2004 yang Akta Perdamaian yang harus ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan
terdiri dari 8 (delapan) BAB dan 126 (seratus dua puluh enam) Pasal. didaftarkan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
2. Bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang yang dalam daerah hukumnya dibuat Perjanjian Bersama atau Akta
“Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial”, maka untuk pertama kali Perdamaian tersebut. Adapun perlu didaftarkannya ke Pengadilan Hubungan
Negara kita memiliki Pengadilan Hubungan Industrial di singkat PHI Industrial adalah untuk sebagai bukti yang dilampirkan dalam permohonan
sebagaimana diatur dalam BAB III Pasal 55 yang mengatakan bahwa eksekusi ke Pengadilan apabila salah satu pihak tidak melaksanakan isi
“Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada perjanjian bersama atau Akta Perdamaian.
pada lingkungan Pengadilan Umum, dan Pengadilan Hubungan Industrial 6. Bahwa pelaksanaan atau eksekusi Perjanjian Bersama atau Akta Perdamaian
(PHI) diresmikan berfungsinya untuk seluruh industri pada awal tahun 2006 di atau putusan Pengadilan Hubungan Industrial adalah merupakan tugas dan
Padang Sumatera Barat. kewajiban hukum Ketua Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
3. Bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial terlebih dahulu harus Negeri berdasarkan hukum acara perdata yaitu HERZIENNE INSLAND
diselesaikan melalui perundingan Bipartit dan dalam tenggang waktu 30 (tiga REGLEMENT (HIR) untuk pulau Jawa, Madura atau REGLEMENT VOOR
puluh) hari kerja dan apabila dalam waktu tersebut tidak tercapai kesepakatan BUITEN GEWESTEN (R.Bg) untuk luar pulau Jawa Madura.
maka perundingan Bipartit dianggap gagal dan para pihak selanjutnya dapat
mencatat perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti-bukti tentang telah
diupayakan perundingan bipartite tetapi gagal.
4. Apabila persyarartan pendaftaran sudah terpenuhi, maka instansi yang
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan tersebut wajib menawarkan
kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsoliasi
atau arbitrase dan apabila dalam tempo 7 (tujuh) hari kerja ternyata para pihak
tidak menentukan pilihannya maka instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan tersebut kepada
mediator (vide Pasal 4 UU No.2 Tahun 2004).
5. Apabila tercapai kesepakatan dalam perundingan Bipartit atau mediasi atau
konsiliasi maka harus dibuat : Perjanjian Bersama atau dalam arbitrase dibuat

4
BIO DATA H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH.

1. Nama : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH.


2. Tempat /Tanggal Lahir : PADANG, 3 NOVEMBER 1945.
3. Pendidikan :

1. SEKOLAH RAKYAT ADABIAH I PADANG TH. 1957.


2. SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI I PADANG TH. 1960.
3. SEKOLAH HAKIM DJAKSA NEGARA JURS HAKIM TH. 1964.
4. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG TH.1974.
5. FASCA SARJANA UNIVERSITAS JAYABAYA JAKARTA TH.2010.

4. Riwayat Pekerjaan :
1. PENGATUR HUKUM CALON HAKIM MUDA PN. MEDAN TH. 1964.
2. PENGATUR HUKUM CALON HAKIM MUDA PN. PADANG TH.1965.
3. HAKIM PADA PN. PADANG 9 JANUARI TH.1969.
4. HAKIM PADA PN. TUBAN JAWA TIMUR TH.1977.
5. WAKIL KETUA PN. BULUKUMBA SULAWESI SELATAN TH.1986.
6. KETUA PN. SAWAHLUNTO SUMATERA BARAT TH.1991.
7. WAKIL KETUA PN. SUMBER, KAB. CIREBON TH. 1995.
8. KETUA PENGADILAN NEGERI SUMBER KAB. CIREBON TH. 1996.
9. HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT TH. 1997.
10. KETUA PN.PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT TH. 2000.
11. HAKIM TINGGI PADA PENGADILAN TINGGI JAMBI TH.2003.
12. HAKIM TINGGI PADA PT. DKI JAKARTA TH.2005.
13. WAKIL KETUA PT. SUMATERA BARAT TH.2007.
14. KETUA PT. MATARAM NUSA TENGGARA BARAT TH.2008.
15. HAKIM AGUNG MAHKAMAH AGUNG RI. 30 DESEMBER 2008.

5. Pekerjaan Lain :
1. DOSEN AKADEMI AKOUNTING INDONESIA (A.A.I) PADANG TH.1975-1977.
2. DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUNAN BONANG TUBAN JAWA
TIMUR TAHUN 1981-1986.

Anda mungkin juga menyukai