Anda di halaman 1dari 8

GUGUR DI MEDAN AREA

Di suatu sore kala itu, 27 Agustus 1945 berita


proklamasi baru sampai secara resmi disampaikan oleh
Mr. Teuku Muhammad Hasan selaku Gubernur
Sumatera ke telinga rakyat Medan karena minimnya
sarana komunikasi pada saat itu. Aku, Agam bersama
temanku mendengar berita tersebut melalui radio siaran
yang ada. Tangisan haru, bahagia dan bangga telah
bercampur menjadi satu. Aku berlari ke arah lapangan,
lalu mengajak kawanku sembari menunggu maghrib
untuk bermain sepak bola. Pada tanggal 9 Oktober 1945
aku dan kawanku berlarian ke arah pantai dimana
kebetulan aku adalah anak pesisir di Belawan Kota
Medan yang hobi sekali bermain air bersama teman –
teman. Kami menangkap ikan pada siang hari itu.
“Byurr…” suara air gemuruh. Hati kami senang akan hal
tersebut, mendapati tanganku sudah membawa sebuah
ikan besar, aku berteriak “Heiii!!! aku mendapat ikan
besar!!!” sontak temanku yang menyelam kembali ke
dasar merasakan kesenangan “Wahhh… besar sekali,
oke sekarang mari kita bakar” ujarnya.
Lalu aku menyiapkan ikan besar itu lalu temanku
menyiapkan apinya. Selang beberapa lama kami
mendengar suara yang berasal dari kejauhan “Syurr…”
terdengar kapal besar datang ke hadapan kami. Sontak
kami langsung membawa seluruh ikan-ikan kami untuk
dibawa ke rumah dan melaporkan kepada Laskar Medan
akan kedatangan kapal tersebut. Kemudian seluruh
pasukan Laskar Medan kala itu langsung pergi ke pesisir
untuk menyambut kedatangan tamu yang ada pada saat
itu. Ketua pasukan kami Ahmad Taher saat itu sangat
menyambut kedatangan pasukan sekutu yang datang ke
daerah kami. Dengan tidak sengaja aku menguping ketua
kami berbicara dengan mereka dengan suara yang agak
keras “Heii… welcome to Medan!!! Where are you
come from ?” Ahmad Taher berkata, “I am from
England Netherland and someone from NICA and
AFNE” ujarnya, “Oh… oke fine, I hope you are happy in
this town. Come with me, I will take you to the place
where you will rest.” jawab ketua kami.
Gemuruh banyaknya pasukan sekutu kala itu
membuatku terkejut, seluruhnya berlabuh ke hotel yang
sudah disediakan oleh ketua kami. Ahmad Taher sangat
menghormati tamu yang hadir dengan penuh
penyambutan dengan penuh kesabaran. Pada malam
harinya ketua kami berbincang-bincang kepada mereka
agar pasukan sekutu bisa beristirahat telebih dahulu.
Lalu seluruh pasukan beristirahat disana dengan tenang
dan senang tentunya.
***
Setelah malam datang…
Tok…tok…tok… ketua kami ditemani aku dan
beberapa temanku mengunjungi kembali hotel tersebut
untuk melakukan diskusi dengan pasukan sekutu yang
dipimpin oleh Brigjen T.E.D. Kelly. Duduklah ketua
kami di kursi yang ada di depan kamar hotel tersebut
bersama dengan perwakilan beberapa pasukan sekutu.
Ketua kami berdikusi sekutu menyampaikan maksud dan
tujuan kedatangannya ke Kota Medan.
Lalu ketua kami bercanda ria dengan Brigjen
Kelly dan pasukan-pasukannya, kami pun ikut senang
mendengarnya bahwa Indonesia telah merdeka, kami
pikir semuanya adalah jalan damai yang di pilih oleh
ketua ketua kami kala itu. Karena sudah terlalu larut
malam Ketua kami Ahmad Taher segera mengajak kami
dan kawan-kawan untuk pergi meninggalkan hotel
tersebut, “Alrightt!! Can we go first, we must rest to
continue our activity tomorrow, see yaa!!”, kata ketua
kami, “Alright, we also” kata salah seorang dari prajurit
NICA. Lalu kami pergi meninggalkan hotel dengan
perasaan tenang.

***
Keesokan harinya
Agam Bersama temannya bermain di depan hotel
tersebut, terlihat dari kejauhan ada pasukan sekutu
berdiri di depan hotel tersebut, sontak kami berlari ke
arah mereka. Setibanya disana bukannya disambut
dengan baik, kami malah direndahkan dengan cacian-
cacian yang sangat tidak pantas untuk kami, kemudian
dengan kasar mereka menarik lencana merah putih yang
ada di dadaku dan menginjak-injak lencana itu. Kami
kaget akan hal tersebut dimana semalam pasukan sekutu
sangat menghargai kami sebagai orang pribumi, mereka
sangat menghormati kami, tetapi sikap mereka hari ini
membuat semuanya berubah 180 derajat, berbeda sekali
seperti hari kemarin. Mereka terlihat congkak dan besar
kepala. Aku sebagai orang pribumi tidak terima dengan
sikap mereka. “Heii!!! Apa maksudmu? Kenapa kamu
melakukan ini kepadaku? Kau menantang kami?!!”
ujarku sambil menantang mereka, “Heii… heii… relax
broo… don’t be mad it’s just tiny badge,
HAHAHAHA!!!!” ujar mereka sambil mentertawakan
kami. Kemudian aku dan teman-temanku segera
meninggalkan mereka dan berlari menuju markas Laskar
Medan. Kami menyampaikan secara detail mengenai
sikap sekutu kepada kami. Tidak menunggu lama berita
itu menyebar ke seluruh penjuru Medan. Ahmad Taher
sebagai ketua kami langsung mengambil tindakan. Ia
segera mengadakan rapat untuk menyusun strategi
menyerang ke arah pasukan sekutu. Hasil dari rapat
tersebut bahwa kami akan menyerang sekutu pada 15
Februari 1946 pukul 06.00 pagi. Pasukan kami
menyiapkan sekitar 5 batalyon untuk menyerang sekutu.
Ketua kami sangat geram melihat semua ini.
Ahmad Taher mempersiapkan segalanya untuk
memulai peperangan dari strategi pasukan bala tentara
dan sebagainya. Alhasil berkumpulah semua pasukan di
markas Laskar Medan pada 27 oktober 1946 pada jam
20.00. Ketua kami mengintruksikan untuk menyerang
Medan Timur dan Selatan. Tepat pada hari "H", batalyon
A Resimen Laskar Rakyat di bawah Bahar, bergerak
menduduki Pasar Tiga bagian Kampung Sukarame,
sedangkan batalyon B menuju ke Kota Matsum dan
menduduki Jalan Mahkamah dan Jalan Utama. Di
Medan Barat batalyon 2 Resimen Laskar Rakyat dan
pasukan Ilyas Malik bergerak menduduki Jalan
Pringgan, Kuburan China dan Jalan Binjei. Gerakan-
gerakan batalyon-batalyon resimen Laskar Rakyat
Medan Area rupanya tercium oleh pihak Inggris dan
Belanda. Daerah Medan Selatan dihujani dengan
tembakan mortir. Pasukan kita membalas tembakan dan
berhasil menghentikannya.
Sementara itu sekutu menyerang seluruh Medan
Selatan. Pertempuran jarak dekat berkobar di dalam
kota. Pada keesokan harinya Kota Matsum bagian Timur
diserang kembali. Pasukan Inggris yang berada di Jalan
Ismailiah berhasil dipukul mundur. Pada 3 November
1946, gencatan senjata diadakan dalam rangka penarikan
pasukan Inggris dan pada gencatan senjata itu dilakukan
perundingan untuk menentukan garis kekuasaan.
Pendudukan Inggris secara resmi diserahkan kepada
Belanda pada tanggal 15 November 1946. Tiga hari
setelah Inggris meninggalkan Kota Medan, Belanda
mulai melanggar gencatan senjata.
Di Pulau Brayan pada tanggal 21 November,
Belanda merampas harta benda penduduk dan pada hari
berikutnya Belanda membuat persoalan lagi dengan
menembaki pos-pos pasukan laskar di Stasiun Mabar,
juga Padang Bulan ditembaki. Pihak laskar membalas.
Kolonel Schalten ditembak ketika lewat di depan pos
Laskar. Belanda membalas dengan serangan besar-
besaran di pelosok kota. Angkatan Udara Belanda
melakukan pengeboman, sementara itu di front Medan
Selatan di Jalan Mahkamah mendapat tekanan berat, tapi
di Sukarame gerakan pasukan Belanda dapat dihentikan.
Pada tanggal 1 Desember 1946, pasukan Laskar
Rakyat medan mulai menembakkan mortir ke sasaran
pangkalan Udara Polonia dan Sungai Mati. Keesokan
harinya Belanda menyerang kembali daerah belakang
kota, Kampung Besar, Mabar, Deli Tua, Pancur Bata
serta Padang Bulan ditembaki dan dibom. Tentu
tujuannya adalah memotong bantuan logistik bagi
pasukan yang berada di kota. Tapi walaupun demikian,
moral pasukan kita makin tinggi berkat kemenangan
yang dicapai.
Karena merasa terdesak, Belanda meminta
kepada pimpinan RI agar tembak-menembak dihentikan
dengan dalih untuk memastikan garis demarkasi yang
membatasi wilayah kekuasaan masing-masing. Dengan
adanya demarkasi baru, pasukan-pasukan yang berhasil
merebut tempat-tempat di dalam kota terpaksa ditarik
mundur. Sewaktu kita akan mengadakan konsolidasi di
Two Rivers, Tanjung Morawa, Binjai dan Tembung,
mereka diserang oleh Belanda. Pertempuran berjalan
sepanjang malam. Serangan Belanda pada tanggal 30
Desember 1946 ini benar-benar melumpuhkan kekuatan
Laskar Medan Area. Daerah kedudukan laskar satu demi
satu jatuh ke tangan Belanda. Dalam serangan Belanda
berhasil menguasai Sungai Sikambing, sehingga dapat
menerobos ke segala arah.
Perkembangan perjuangan di Medan menarik
perhatian Panglima Komandemen Sumatera. Dia menilai
bahwa perjuangan yang dilakukan oleh Resimen Laskar
Rakyat Medan Area ialah karena kebijakan sendiri.
Komandemen memutuskan membentuk komando baru,
yang dipimpin oleh Letkol Sucipto. Serah terima
komando dilakukan pada tanggal 24 Januari 1947 di
Tanjung Morawa. Sejak itu pasukan-pasukan TRI
memasuki Front Medan Area, termasuk bantuan dari
Aceh yang bergabung dalam Resimen Istimewa Medan
Area. Dalam waktu 3 minggu Komando Medan Area
(KMA) mengadakan konsolidasi, disusun rencana
serangan baru terhadap Kota Medan. Kekuatannya
sekitar 5 batalyon dengan pembagian sasaran yang tepat.
Hari "H" ditentukan 15 Februari 1947 pukul 06.00 WIB.
Sayang karena kesalahan komunikasi serangan ini tidak
dilakukan secara serentak, tapi walaupun demikian
serangan umum ini berhasil membuat Belanda kalang
kabut sepanjang malam. Karena tidak memiliki senjata
berat, jalannya pertempuran tidak berubah. Menjelang
Subuh, pasukan kita mundur ke Mariendal.
Serangan umum 15 Februari 1947 ini adalah
serangan besar terakhir yang dilancarkan oleh pejuang-
pejuang di Medan Area. Sampai menjelang Agresi
Militer ke I Belanda, yang mana pasukan RI di Medan
Area berjumlah 7 batalyon dan tetap pada kedudukan
semula yang membagi Front Medan Area atas beberapa
sektor, adalah Medan Timur, Medan Selatan, Medan
Barat dan Medan Utara. Begitu juga membagi Medan
atas 4 sektor yang sama, dan dengan demikian mereka
langsung berhadapan dengan pasukan kita.
Pada saat terjadi Agresi Militer Belanda ke I,
Belanda melancarkan serangannya terhadap pasukan RI
ke semua sektor. Perlawanan terhadap Belanda hampir 1
minggu dan setelah itu pasukan-pasukan RI
mengundurkan diri dari Medan Area. Alhasil perang ini
dicantumkan dan diabadikan di prasasti terkenal di
medan. Setelah perang ini usai pihak Indonesia
mengalami 7 korban jiwa sementara sekutu terdapat 7
korban jiwa juga dengan 96 korban luka-luka.

***
Kelompok 7 :
1. Fadhel Moch. Akbar (12)
2. Kalistus Jalu Viranggono (17)
3. Syifa Naila Rahma (33)

Anda mungkin juga menyukai