Anda di halaman 1dari 2

1.

Berikan pendapat anda terkait dengan pernyataan dari menteri keuangan bahwa zakat
dapat dikelola seperti pajak oleh negara.

Zakat dan pajak merupakan dua perspektif yang berbeda. Zakat menurut ahli fiqih adalah hak
tertentu yang diwajibkan Allah terhadap harta kaum muslimin yang diperuntukkan bagi mereka yang
dalam Al-qur’an disebut kalangan fakir miskin dan mustahik lainnya sebagai tanda syukur atas nikmat
Allah SWT dan untuk mendekatkan diri kepadaNya serta untuk membersihkan diri dan hartanya
(Haskar, 2020). Sedangkan pajak Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat
kepada system (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung
dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung
tugas system untuk menyelenggarakan pemerintahan (Haskar, 2020). Kemudian zakat dan pajak
merupakan dua istilah yang berbeda dari segi sumber atau dasar pemungutannya, namun sama dalam
hal sifatnya sebagai upaya mengambil atau memungut kekayaan dari masyarakat untuk kepentingan
agama dan sosial. Membahas hubungan antara zakat dan pajak disebabkan dari beberapa hal
diantaranya yaitu zakat dan pajak merupakan hal yang signifikan di dalam upaya untuk
mensejahterakan rakyat. Zakat dan pajak memiliki kesamaan, memiliki unsur paksaan, keduanya harus
disetorkan kepada lembaga masyarakat (Negara), keduanya tidak menyediakan imbalan tertentu, dan
keduanya memiliki tujuan kemasyarakatan, ekonomi, politik di samping tujuan keuangan. Zakat dan
pajak memiliki perbedaan dalam beberpaa hal, yakni dalam hal nama dan etika, hakikat dan tujuan,
nishab dan ketentuan, kelestarian dan kelangsungan, pengeluaran, dalam hal hubungan dengan
penguasa, dan dalam hal maksud dan tujuannya.
Di masa kini, pajak merupakan sumber pemasukan terbesar bagi Negara, mengingat semakin
bertambahnya pegawai Negara, dan juga bertambahnya kewajiban serta tanggung jawab Negara
dibidang ekonomi maupun sosial. Di tengah menguatnya peranan pajak sebagai pemasukan Negara,
secara bersamaan muncul pula kesadaran umat untuk membayar zakat serta peran zakat sebagai sarana
untuk menanggulangi permasalahan ekonomi maupun social. Dua hal ini memantik beberapa
permasalahan penting mengingat adanya perbedaan antara keduanya (pajak dan zakat) yaitu timbulnya
dualism pemungutan (pajak dan zakat) atas objek yang sama. Dualisme pemungutan ini pada gilirannya
tentu akan menyulitkan pemilik harta atau pemilik penghasilan. Kontraksi dana dengan dualism system
ini potensial menimbulkan efek yang kontraproduktif dalam konteks mensejahterakan rakyat (Haskar,
2020). Kesimpulannya yaitu Pajak dan zakat merupakan dua istilah yang berbeda yang tidak
dapat disamakan dari segi sumber atau dasar pemungutannya, namun sama dalam hal sifatnya
sebagai upaya mengambil atau memungut kekayaan dari masyarakat untuk kepentingan sosial.
Zakat untuk kepentingan yang diatur agama atau Allah SWT sedangkan pajak digunakan untuk
kepentingan yang diatur Negara melalui proses demokrasi yang sah. Istilah pajak lahir dari
konsep Negara, sedangkan zakat lahir dari konsep Islam (Haskar, 2020).

2. Berikan argumen anda terkait tumpang tindih kewajiban pajak dan zakat dari perspektif
hukum.

Pada 20 Agustus 2010, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun


2010 Tentang Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat
Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. Peraturan Pemerintah inilah sebenarnya yang merupakan
ketentuan pelaksanaan dari Pasal 9 ayat (1) huruf g Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-163/
PJ/2009. Usaha integrasi antara zakat dan pajak tersebut tidak berhenti hanya pada level legal
formal, namun juga berkembang sebagai wacana yang dikembangkan oleh Masdar Farid
Mas’udi dengan jargonnya Pajak itu Zakat. Akan tetapi Masdar melihat integrasi zakat dan
pajak pada level filosofisnya (Tahir & Triantini, 2015). Zakat dan pajak harus ada integrasi
karena zakat merupakan ibadah yang ketentuannya ada dalam nash, tetapi masalah
pengurusannya diserahkan kepada penguasa atau ulûl amri. Artinya, zakat secara eksplisit
dinyatakan ada petugasnya. Tujuan pokok dari zakat adalah upaya mewujudkan keadilan sosial
(social justice), sama tujuannya dengan pembentukan sebuah pemerintahan. Sebab, sejarah
telah menunjukkan, bahwa zakat bersama pajak (jizyah dan kharaj) telah menjadi kewajiban
setiap anggota masyarakat dan sekaligus menjadi sumber keuangan yang amat potensial bagi
negara dan pemerintah (baitul mâl atau state institution) sebagai mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan sosial.
Dengan demikian, political elite, menempati posisi penting dalam rangka merealisasikan
misi dan tujuan ajaran zakat. Zakat bukanlah semata-mata urusan yang bersifat karitatif
(kedermawanan), tetapi juga otoritatif (perlu ada kekuatan me maksa). Hal ini karena zakat
memiliki posisi dan kedudukan yang sangat strategis dalam membangun kesejahteraan,
mengentas kan kemiskinan dan meningkatkan ekonomi masyarakat, jika pengumpulan dan
penyalurannya dikelola secara amanah, transparan dan profesional. Seperti di Indonesia,
pengaturan kelembagaan zakat meliputi bentuk dan administrasi negara, manajemen dan sanksi
bagi lembaga yang lalai. Karena itu, pemerintah berkesimpulan bahwa manajemen yang kuat
dan terlembaga diperlukan untuk memungkinkan zakat berkembang, tidak saja dalam konteks
pemenuhan kewajiban keagamaan seorang muzaki, melainkan juga dalam kerangka strategi
struktural untuk meningkatkan harkat hidup orang-orang yang lemah ekonominya (Tahir &
Triantini, 2015).

Anda mungkin juga menyukai