Anda di halaman 1dari 87

A

i i
STRATEGI MENINGKATKAN KEPERCAYAAN
DIRI DAN KOMPETENSI BIDAN DAN CALON
BIDAN

Penulis :
Qorinah Estiningtyas Sakilah Adnani, SST., M.Keb., Ph.D
Giyawati Yulilania Okinarum, SST., M.Keb
Lani Gumilang, SST., MM
Ari Indra Susanti, SST., M.Keb
Neneng Martini, SST., M.Keb
Ade Zayu Cempaka Sari, SST
Ira Nufus Khaerani, S.Tr. Keb, Bdn

Editor :
Dewi Susanti, SST, M.Keb
Dian Purnama, S.Pd

Desain Cover :
Apriliyanto Rhamadhan, S.Pd

Penata Letak :
Lila Andana Fitri, S.T.

ISBN : 978-623-5877-36-5 (PDF)

Diterbitkan oleh :
CV. Penulis Cerdas Indonesia
Anggota IKAPI No. 280/JTI/2021
Jalan Selat Karimata E6/No. 1
Kota Malang
E-mail: Idbookstore.official@gmail.com
Website: Idbookstore.id

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian
atau selurruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, bak secara elektronis maupun mekanis, termasuk
me-fotokopi, merekam, atau dengan system penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan


rahmat serta hidayah-Nya sehinga buku dengan judul “Strategi
Meningkatkan Kepercayaan Diri dan Kompetensi Bidan Dan
Calon Bidan ” ini dapat diselesaikan. Buku ini diharapkan dapat di
gunakan oleh Lembaga Pendidikan bidan dalam membantu mahasiswa
kebidanan dalam meningkatkan kepercayaan diri dan kompetensi
dalam memberikan asuhan kebidanan. Peningkatan kepercayaan diri
dan kompetensi bidan tentunya akan berdampak terhadap kualitas
layanan yang diberikan Bidan pada Masyarakat sehingga diharapkan
dapat mendukung program pemerintah dalam meningkatkan derajat
ksesehatan masyarakat Indonesia.

Buku ini terdiri dari lima BAB yang kesemuanya merupakan


hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan diri dan kompetensi bidan
yaitu; konsep kepercayaan diri, kompetensi bidan, upaya peningkatan
kepercayaan diri dan kompetensi bidan, instrument INOSCO sebagai
alat ukur kepercayaan diri dan kompetensi bidan dan penutup.
Sehingga buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai panduan dan
upaya Lembaga Pendidikan bidan dalam mengukur dan meningkatkan
kepercayaan diri dan kompetensi mahasiwanya. Serta dapat menjadi
pedoman bagi Bidan dan mahasiwa bidan itu sendiri sebagai cerminan
tingkat kepercayaan diri dan kompetensi yang dimilikinya.

Penulis menyadari buku ini masih banyak kekurangan sehingga kritik


dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan buku ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada

iii
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya buku ini terutama
kepada Universitas Padjdjaran yang telah memberikan dukungan
sehingga buku ini dapat diselesaikan.

Bandung, 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... iii


DAFTAR ISI...................................................................................... v
PENDAHULUAN............................................................................... 3
BAB I KONSEP TEORI KEPERCAYAAN DIRI 7
MAHASISWA.....................................................................
1.1 Definisi Percaya Diri............................................................ 7
1.2 Ciri - Ciri Kepercayaan Diri................................................. 9
1.3 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan 11
Diri........................................................................................
BAB II KOMPETENSI BIDAN..................................................... 27
2.1 Teori Standar Kompetensi Bidan.......................................... 27
BAB III STRATEGI MENINGKATKAN KEPERCAYAAN 57
DIRI TERHADAP KOMPETENSI..................................
BAB IV INOSCO (Inovasi Instrumen Self-Assessed 63
Confidence).........................................................................
BAB V PENUTUP............................................................................ 71
5.1 Simpulan............................................................................... 71
5.2 Saran..................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 73

v
vi
DESKRIPSI MODUL

Modul upaya peningkatan kepercayaan diri dan kompetensi


mahasiswa kebidanan merupakan modul yang disusun berdasarkan hasil
literature review dan proses penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Modul ini digunakan sebagai petunjuk bagi mahasiswa maupun institusi
Pendidikan kebidanan untuk mengupayakan peningkatan kepercayaan
diri dan kompetensi mahasiswa kebidanan. Institusi Pendidikan berperan
penting dalam mencetak tenaga kesehatan yakni Bidan yang memiliki
kepercayaan diri dalam menjalankan kompetensinya. Modul ini juga
dilengkapi oleh instrument INOSCO yang dapat dijadikan pedoman
pengukuran tingkat kepercayaan diri dan kompetensi mahasiswa bidan.

Bidan sebagai tenaga kesehatan strategis yang berperan dalam


pelayanan kesehatan ibu dan anak dituntut memiliki kompetensi tinggi
untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Kompetensi yang
tinggi dapat tercapai bila penyelenggara pendidikan profesi bidan
memenuhi standar penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan data
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) tahun 2016, nilai rata-rata
uji kompetensi DIII kebidanan hanya 41,08 dan peserta uji kompetensi
yang belum lulus sebanyak 46,5%. Hasil yang masih jauh dari harapan
juga ditunjukkan dari rerata try out uji kompetensi tenaga kesehatan
tahun 2012 hingga tahun 2015 yang cenderung menurun.

Modul ini berisi beberapa informasi yang bermanfaat bagi


institusi Pendidikan bidan dan mahasiswa bidan. Adapun materi yang
terdapat di dalam modul sebagai berikut:

1
1. Konsep kepercayaan diri
2. Kompetensi Bidan
3. Upaya peningkatan kepercayaan diri dan kompetensi mahasiswa
bidan
4. Alat ukur tingkat kepercayaan diri dan kompetensi mahasiswa bidan

Modul ini telah disesuaikan dengan kebutuhan informasi


kondisi kepercayaan diri mahasiswa bidan dan kompetensi mahasiswa
bidan yang telah diidentifikasi berdasarkan kajian masalah yang telah
dilakukan penulis. Modul ini diperuntukkan untuk institusi Pendidikan
bidan dan mahasiswa bidan di Indonesia.

2
PENDAHULUAN

Bidan sebagai tenaga kesehatan strategis yang berperan dalam


pelayanan kesehatan ibu dan anak dituntut memiliki kompetensi tinggi
untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Kompetensi yang
tinggi dapat tercapai bila penyelenggara pendidikan profesi bidan
memenuhi standar penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan data
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) tahun 2016, nilai rata-rata
uji kompetensi DIII kebidanan hanya 41,08 dan peserta uji kompetensi
yang belum lulus sebanyak 46,5%. Hasil yang masih jauh dari harapan
juga ditunjukkan dari rerata try out uji kompetensi tenaga kesehatan
tahun 2012 hingga tahun 2015 yang cenderung menurun (Werni et al.
2019).

Perkembangan pelayanan kebidanan sejalan dengan kemajuan


pelayanan obstetri dan ginekologi. Bidan sebagai profesi yang
terus berkembang, senantiasa mempertahankan profesionalitasnya
dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Profesionalitas terkait erat dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang profesional (kompetensi profesional). Bidan profesional yang
dimaksud harus memiliki kompetensi klinis (midwifery skills), sosial-
budaya untuk menganalisa, melakukan advokasi dan pemberdayaan
dalam mencari solusi dan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan
perempuan, keluarga dan masyarakat (Kementerian Kesehatan 2020).

Pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya perempuan,


bayi, dan anak yang dilaksanakan oleh bidan secara bertanggung jawab,
akuntabel, bermutu, aman, dan berkesinambungan, masih dihadapkan

3
pada kendala profesionalitas, kompetensi, dan kewenangan (Indonesia
2019).

Uji kompetensi bidan di Indonesia baru mulai dilaksanakan sejak


tahun 2013 dan hasil rata-rata 30% peserta tidak lulus uji kompetensi
bidan dengan nilai batas lulus 40,14 % (Dikti, 2015). Daftar peserta uji
kompetensi bidan dari periode 2017 sampai periode 2018 mengalami
penurunan adalah sebagai berikut 33.792 peserta pada periode IX/2017,
19.957 periode X/2018 dan 13.146 peserta pada periode XI/2018.
Tingkat kelulusan rata-rata periode masih rendah yaitu 55 % tingkat
kelulusan (Ristekdikti, 2018) dan tingkat kelulusan rendah sangat
terlihat pada periode uji kompetensi bidan saat retaker ikut sebagai
peserta ujian yaitu periode VIII/2017 adalah 22,89 % dan periode
X/2018 adalah 27,95 % (Kemenristekdikti, 2018)(Fitria, Serudji, and
Evareny 2019).

Pendidikan kebidanan berbasis kompetensi menggunakan tujuh


Domain kompetensi berbasis bukti dari International Confederation of
Midwives (ICM) terkait diantaranya adalah pengetahuan, keterampilan,
perilaku profesional, menciptakan hubungan langsung antara kurikulum
dan pembelajaran, dan bertujuan untuk menghasilkan bidan yang
terdidik. Praktik kebidanan membutuhkan tempatkan dalam kerangka
profesional otonomi, kemitraan, etika, dan akuntabilitas di mana
kompetensi dan kepercayaan diri adalah elemen inti dari profesionalisme
(Mudokwenyu-Rawdon, Goshomi, and Ndarukwa 2020).

Standar Global ICM untuk Pendidikan Kebidanan mengatur


dengan jelas pedoman bagi pendidik kebidanan tentang bagaimana
mengembangkan rasa percaya diri siswa sebelum mereka menjadi

4
praktisi mandiri. Sehingga bidan yang percaya diri dapat berkontribusi
efektif untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/
Sustainable Development Goals, khususnya Tujuan 3 yang berusaha
untuk memastikan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan bagi
semua orang di setiap tahap kehidupan (Kieny et al. 2017)

1. Materi

a. Konsep kepercayaan diri


b. Kompetensi Bidan
c. Upaya peningkatan kepercayaan diri dan kompetensi mahasiswa
bidan
d. Alat ukur tingkat kepercayaan diri dan kompetensi mahasiswa
bidan
2. Tujuan

Tujuan penulisan modul ini adalah:

a. Memudahkan Lembaga Pendidikan bidan, mahasiswa bidan


maupun bidan dalam memahami konsep kepercayaan diri dalam
memberikan Asuhan Kebidanan.
b. Memberikan informasi Lembaga Pendidikan bidan, mahasiswa
bidan maupun bidan dalam memahami kompetensi bidan.
c. Memberikan informasi Lembaga Pendidikan bidan, mahasiswa
bidan maupun bidan terkait dengan upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kompetensi bidan
dan mahasiswa bidan.
d. Memperkenalkan instrumen Inosco sebagai alat ukur tingkat
kepercayaan diri dan kompetensi Bidan.

5
3. Petunjuk Penggunaan Modul

Penggunaan modul ini adalah sebagai berikut:

a. Bacalah dan pahami setiap ulasan materi pada modul ini hingga
selesai
b. Penerapan Instrumen Inosco pada Bidan maupun mahasiswa
Kebidanan.

6
KONSEP TEORI KEPERCAYAAN
BAB I DIRI MAHASISWA

1.1 Definisi Percaya Diri

Percaya diri bisa berarti merasa aman dan tenteram, tetapi


juga merasa senang, percaya diri merupakan salah satu faktor
terpenting untuk dapat menerapkan pengetahuan dan kompetensi
(Bäck and Karlström, 2018).

Kepercayaan diri adalah salah satu komponen utama


kompetensi klinis, dan itu dianggap sebagai indikator penting
dari kemampuan dan kompetensi (Mirzakhani and Shorab 2015).

Goleman (2001) dalam Rahayu (2013) menyatakan


bahwa kuatnya kesadaran akan harga dan kemampuan diri sendiri
adalah sebuah kepercayaan diri. Orang yang bisa, mau belajar,
juga berperilaku baik kepada orang lain merupakan cerminan
pribadi yang percaya diri. Angelis (2003) dalam Rahayu (2013)
berpendapat bahwa kepercayaan diri membantu menyalurkan
segala hal yang diketahui dan dikerjakan oleh seseorang.
Adapun pendapat lain, Lindenfield (1997) juga menyebut bahwa
kepercayaan diri merupakan hal positif dari seorang individu dan
merupakan kepuasan seseorang terhadap dirinya sendiri (Rahayu,
2013).

Lauster (2003) memaparkan bahwa kepercayaan diri ialah


sikap atau keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri, yang
memberi dampak tidak terlalu cemas dalam bertindak, melakukan
keinginan dengan bebas dan bertanggungjawab atas apa yang

7
dilakukan, sopan, berprestasi, serta mampu mengenal kelebihan
dan kekurangan pada dirinya (Kadi, 2016).

Widjaja (2016:51) dalam Oktariani, dkk (2017)


mengemukakan bahwa kepercayaan diri adalah “aspek kepribadian
dari seseorang yang berfungsi untuk mengaktualisasikan potensi
yang dimilikinya.” Sedangkan menurut Fatimah diri sendiri
maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya”.
Dari pendapat Rohayati diatas dapat dianalisis bahwa pengertian
kepercayaan diri adalah kemampuan yang harus ditumbuhkan
kepada peserta didik agar mampu mengontrol dirinya dan lebih
mampu mengarahkan perilaku menuju keberhasilan terutama
dalam proses pembelajaran.

Lauster berpendapat bahwa pengertian kepercayaan diri


yaitu sikap yakin pada kemampuan diri sehingga merasa bebas
dalam melakukan keinginannya yang diikuti sikap bertanggung
jawab dan dorongan untuk meraih prestasi. Sejalan dengan
pendapat Widjaja bahwa pengertian kepercayaan diri adalah
salah satu aspek kepribadian yang berfungsi memperlihatkan
potensi dirinya. Sedangkan Fatimah mengungkapkan pengertian
kepercayaan diri adalah sikap individu dalam mengembangkan
penilaian positif terhadap diri dan lingkungan.

Rohayati (2011:30) dalam Oktariani, dkk. (2017)


Kepercayaan diri adalah salah satu modal dalam kehidupan yang
harus ditumbuhkan pada diri setiap peserta didik agar kelak
mereka dapat menjadi manusia yang mampu mengontrol berbagai
aspek yang ada pada dirinya, dengan kemampuan tersebut peserta

8
didik akan lebih jernih dalam mengatur tujuan dan sasaran pribadi
yang jelas, maka akan lebih mampu dalam mengarahkan perilaku
menuju keberhasilan.

Ketiga pendapat tersebut memiliki kesamaan bahwa


kepercayaan diri adalah sikap atau aspek kepribadian yang
bertujuan untuk memperlihatkan kepercayaan diri. Pendapat
Lauster, Widjaja, dan Fatimah diperkuat oleh Rohayati yang
mengungkapkan bahwa kepercayaan diri harus dikembangkan
agar peserta didik mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya
untuk meraih prestasi. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah sifat positif yang
apabila setiap individu memilikinya secara utuh akan berdampak
baik pada individu tersebut di dalam kehidupan sehari-hari
seperti merasa mampu untuk mencapai berbagai tujuan di dalam
hidupnya dan lebih mampu mengarahkan perilaku menuju
keberhasilan dan dorongan untuk meraih prestasi (Oktariani dkk,
2017).

1.2 Ciri-ciri Kepercayaan Diri

Lauster (2003) sebagaimana yang tertulis dalam Wahyuni


(2014) mengemukakan teori terkait kepercayaan diri, diantaranya:

a. Percaya terhadap kemampuan diri sendiri yaitu sebuah keyakinan


pada diri sendiri atas berbagai fenomena yang berkaitan dengan
kemampuan individu dalam mengevaluasi dan mengatasinya.

b. Mengambil keputusan secara mandiri, yaitu mampu bertindak


mengambil keputusan tanpa keterlibatan orang lain dan percaya

9
terhadap langkah yang sudah diambil.

c. Memiliki rasa positif yaitu terdapat penilaian yang baik dari diri
sendiri meliputi pandangan dan tindakan yang memuat nilai-nilai
positif terhadap diri sendiri dan masa depan.

d. Berani mengutarakan sebuah pendapat. Terdapat sebuah sikap


yang mampu mengutarakan pendapat kepada orang lain tanpa
paksaan dan hambatan (Wahyuni 2013).

Lindernfield dalam Rahayu (2013) menyatakan ada


empat ciri-ciri kepercayaan diri lahir, meliputi sebagai berikut

a. Komunikasi, yaitu percaya diri untuk berkomunikasi dengan


semua orang tanpa batasan usia.

b. Ketegasan, yaitu percaya diri untuk menyatakan langsung


dan berterus terang.

c. Penampilan diri, yaitu kesadaran terhadap pengaruh gaya


hidupnya terhadap pandangan orang lain tentang dirinya.

d. Pengendalian perasaan, yaitu berani melawan tantangan dan


risiko karena mampu mengendalikan rasa seperti rasa takut,
khawatir, dan lain-lain (Rahayu, 2013) (Lindenfield, 1997).

Sedangkan untuk kepercayaan diri batin yang sehat,


Lindenfield mengungkapkan bahwa terdapat empat ciri-ciri,
yakni:

a. Citra diri, yaitu kepercayaan diri untuk mencintai diri sendiri


tanpa dirahasiakan.

10
b. Pemahaman diri, yaitu menyadari potensi diri, mengenal
kelemahan dan keterbatasan diri, dan tumbuh dengan
menyadari identitas diri sendiri.

c. Tujuan yang jelas, yaitu mengetahui tujuan hidup karena


memiliki cara pemikiran yang jelas terhadap segala tindakan
yang dilakukan dan hal apa yang dapat diharapkan.

d. Berpikir positif, yaitu memberikan energi yang cerah dan


menyenangkan ketika menjadi teman bagi orang lain (Rahayu
2013).

1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri

a. Konsep Diri

Kepercayaan diri seseorang dibentuk berawal dari


konsep diri yang berkembang dan diperoleh atas hasil pergaulan
dalam sebuah kelompok. Konsep diri dihasilkan dari interaksi
yang terjadi dalam kelompok tersebut dan menjadi salah satu
aspek penting dalam perilaku seseorang. Konsep diri berarti
penggambaran seseorang terhadap dirinya meliputi keyakinan
fisik, psikologis, sosial, emosional, serta prestasi yang telah
dicapai. Hal tersebut bukan terbentuk begitu saja, namun melalui
proses interaksi dengan individu lain dan lingkungan sosial
(Gufron dan Risnawati, 2011).

b. Harga Diri

Terdapat keselarasan dimana ketika konsep diri seseorang


memberi pancaran positif maka harga diri seseorang tersebut

11
menjadi positif juga karena harga diri adalah penilaian terhadap
diri sendiri. Harga diri merupakan aspek yang penting dalam
menentukan perilaku individu karena tingkat harga diri akan
mempengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang. Jika harga diri
terpenuhi kebutuhannya, maka seseorang akan memiliki sikap
optimis dan kepercayaan diri meskipun memiliki kelemahan dan
kekurangan dari segi fisik maupun psikis. Sebaliknya, apabila
kebutuhan harga diri tidak terpenuhi maka seseorang akan
berperilaku ke arah negatif (Gufron and Risnawati 2011).

Maslow membagikan kebutuhan akan rasa harga diri


menjadi dua, yaitu diantaranya:

1) Penghormatan yang meliputi keinginan untuk meraih


kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan diri, kuasa,
kemandirian, dan kebebasan. Seseorang ingin meyakini
bahwa dirinya mampu mengatasi berbagai permasalahan
dalam hidupnya.

2) Penghargaan dari orang lain, seperti prestasi. Seseorang


memerlukan penghargaan atas apa yang telah dilakukannya.
Seseorang akan berupaya memenuhi rasa harga diri jika
kebutuhan rasa cinta dan rasa memilikinya sudah terpuaskan
(Maslow 2010).

c. Pengalaman

Pengalaman mampu menjadi faktor penting dalam


memunculkan ataupun menurunkan rasa percaya diri seseorang,
sebagai langkah mengembangkan kepribadian diri seseorang

12
yang sehat (Gufron and Risnawati 2011).

d. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang dapat berpengaruh terhadap


tingkat kepercayaan dirinya. Secara harfiah, pendidikan dalam
bahasa inggris berarti education yang berasal dari kata educate
(mendidik). Artinya, adalah perbuatan yang dilakukan dalam
meraih pengetahuan. Secara luas, pendidikan adalah proses
pengembangan kemampuan dan perilaku manusia yang dilakukan
secara bertahap serta proses refleksi dari berbagai pengalaman
hidup (Syah, 2013).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kepercayaan


Diri
Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan rasa percaya diri seseorang, antara lain:

A. Faktor Berdasarkan Lingkungan

Nyatanya ada beberapa faktor yang mempengaruhi


kepercayaan diri seseorang. Mengingat faktor sangat
mempengaruhi kepercayaan diri tersebut, berikut pemaparannya:

1. Orang Tua

Orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal yang


dialami oleh seseorang dan yang paling kuat, maka tak jarang
orang tua dan anak bagaimana dua orang yang sama-sama
memiliki rasa dan telepati tinggi. Informasi yang diberikan orang
tua kepada anaknya lebih dipercaya dari pada informasi yang

13
diberikan oleh orang lain dan berlangsung hingga dewasa.

Anak-anak yang tidak memiliki orang tua, disia-siakan oleh


orang tua akan memperoleh kesukaran dalam mendapatkan
informasi tentang dirinya sehingga hal ini akan menjadi penyebab
utama anak berkonsep diri negatif, tak jarang anak-anak yang
mengalami hal seperti broken home dan lainnya akan sering
dirundung masalah.

Orang tua yang menciptakan kehidupan beragama, suasana yang


hangat, saling menghargai, saling pengertian, saling terbuka,
saling menjaga, diwarnai kasih sayang, dan rasa saling percaya
akan memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara
seimbang dan membentuk konsep diri anak yang positif.

2. Kawan Sebaya

Kawan sebaya merupakan faktor kedua yang sangat


berpengaruh pada kepercayaan diri seseorang. Seringkali individu
tersebut memiliki rasa percaya diri yang tinggi sayangnya karena
lingkungan dan teman sebayanya menekan rasa percaya diri
individu tersebut dan menyebabkan rasa percaya dirinya hilang.
Sikap yang sering diterima seperti pembulian dan jenis lainnya.

3. Masyarakat

Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada


pada seorang anak, siapa bapaknya, ras, dan lain-lain sehingga hal
ini sangat berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh
seorang individu. Sikap lingkungan yang membuat seseorang
takut untuk mencoba, takut untuk berbuat salah, semua harus

14
seperti yang sudah ditentukan.

Karena ada rasa takut dimarahi, seseorang jadi malas untuk


melakukan hal-hal yang berbeda dari orang kebanyakan, tetapi
jika lingkungan memberikan kesempatan dan mendukung hal
positif remaja sesuai tugas perkembangannya maka remaja akan
mempunyai pandangan yang positif terhadap kemampuannya.

B. Faktor Internal & Eksternal

Perkembangan rasa percaya diri menurut Rini (2002)


dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yaitu:

1. Pemikiran Individu

Setiap individu mengalami berbagai masalah kejadian,


seperti bertemu orang baru dan lain sebagainya. Reaksi individu
terhadap seseorang ataupun sebuah peristiwa amat berpengaruh
cara berpikirnya. Individu yang rasa percaya dirinya lemah
cenderung  memandang segala sesuatu dari sisi negatif, tetapi
individu yang selalu dibekali dengan pandangan yang positif baik
terhadap orang lain maupun dirinya akan mempunyai harga diri
dan kepercayaan diri yang tinggi.

2. Pola Asuh Saat Kecil

Pola asuh dan interaksi di usia dini merupakan faktor yang


amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri. Sikap orang
tua akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat
itu. Orang tua yang menunjukkan perhatian, penerimaan, cinta,
dan kasih sayang serta kedekatan emosional yang tulus dengan

15
anak akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut.
Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata
orang tuanya meskipun melakukan kesalahan.

Berdasarkan sikap orang tua, anak tersebut melihat bahwa


dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak tersebut di kemudian
hari akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif
dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri seperti
orang tuanya meletakkan harapan realistis terhadap dirinya.

C. Faktor Kepercayaan Diri Menurut Hurlocks

Hurlocks (1999) menjelaskan bahwa perkembangan kepercayaan


diri pada masa remaja dipengaruhi oleh :

1. Pola asuh yaitu hal demokratis dimana anak diberikan kebebasan


dan tanggung jawab untuk mengemukakan pendapatnya dan
melakukan apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

2. Kematangan usia adalah  remaja yang matang lebih awal, yang


diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan
konsep diri yang menyenangkan, sehingga dapat menyesuaikan
diri dengan baik.

3. Jenis kelamin terkait dengan peran yang akan dibawakan.


Laki-laki cenderung merasa lebih percaya diri karena sejak
awal masa kanak-kanak sudah disadarkan bahwa peran pria
memberi martabat yang lebih terhormat daripada peran wanita,
sebaliknya  perempuan dianggap lemah dan banyak peraturan
yang harus dipatuhi.

16
4. Penampilan fisik sangat mempengaruhi pada rasa percaya diri,
daya tarik fisik yang dimiliki sangat mempengaruhi dalam
pembuatan penilaian tentang ciri kepribadian seorang remaja.

5. Hubungan keluarga adalah remaja yang mempunyai hubungan


yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasi
diri dengan orang dan ingin mengembangkan pola kepribadian
yang sama. Apabila dalam keluarga diciptakan hubungan yang
erat satu sama lain, harmonis, saling menghargai satu sama lain,
dan memberikan contoh yang baik akan memberikan pandangan
yang positif pada remaja dalam membentuk identitas diri.

6. Teman sebaya merupakan hal mempengaruhi pola kepribadian


remaja dalam dua cara ; Pertama, konsep diri remaja merupakan
cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang
dirinya, dan Kedua, anak berada dalam tekanan untuk
mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.

Anthony (1992) mengemukakan ciri-ciri orang yang


kurang percaya diri agar anda yang memiliki ciri berikut bisa
mengubah setidaknya satu atau dua point agar lebih bisa percaya
diri, yaitu : 1) Cenderung merasa tidak aman, 2) Tidak bebas,
3) Ragu-ragu, 4) Membuang waktu dalam mengambil keputusan,
5) Perasaan rendah diri, 6) Kurang cerdas, 7) Cenderung
menyalahkan lingkungan sebagai penyebab bila menghadapi
suatu masalah.

Tak jarang kurangnya rasa percaya diri menjadi masalah


bagi individu khususnya mereka yang bekerja. Pasalnya tidak
harus tampil dengan baik namun bisa bersosialisasi dan juga

17
bekerja dengan tim saja membutuhkan dasar percaya diri yang
tinggi. Untuk memastikan kegiatan yang anda lakukan dan anda
kerjakan setiap harinya diharuskan adanya rasa percaya diri yang
tinggi. Terlepas dari apa yang harus anda kerjakan, minimal
kepercayaan diri memang harus ada untuk membantu diri anda
bertahan dan memiliki kehidupan yang berkualitas.

D. Indikator Rasa Percaya Diri

Indikator Rasa Percaya Diri bermacam-macam. Indikator


percaya diri adalah merupakan suatu hasil yang nampak pada diri
seseorang. Contohnya apabila seseorang berani melakukan suatu
aktivitas dan kelihatannya ia tidak ragu memilih dan membuat apa
yang harus dibuatnya. Berikut beberapa indikator kepercayaan
diri:

Tampil Percaya Diri

Bekerja sendiri tanpa perlu supervisi, mengambil keputusan tanpa


perlu persetujuan orang lain.

Bertindak Independent

Bertindak di luar otoritas formal agar pekerjaan bisa terselesaikan


dengan baik, namun hal ini dilakukan demi kebaikan, bukan
karena tidak mematuhi prosedur yang berlaku.

Menyatakan Keyakinan atas Kemampuan Sendiri

Menggambarkan dirinya sebagai seorang ahli, seseorang


yang mampu mewujudkan sesuatu menjadi kenyataan,
seorang penggerak, atau seorang narasumber. Secara eksplisit

18
menunjukkan kepercayaan akan penilaiannya sendiri. Melihat
dirinya lebih baik dari orang lain.

Memilih Tantangan atau Konflik

Menyukai tugas-tugas yang menantang dan mencari tanggung


jawab baru. Bicara terus terang jika tidak sependapat dengan
orang lain yang lebih kuat, tetapi mengatakannya dengan sopan.
Menyampaikan pendapat dengan jelas dan percaya diri walaupun
dalam situasi konflik. 

Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri harus ditingkatkan.


Lindenfield  (1997)  menjelaskan  ada  beberapa  hal  yang  harus
diperhatikan dalam meningkatkan atau mengembangkan
kepercayaan diri diantaranya sebagai berikut :

Cinta 
Yang  penting  bukan  besarnya  jumlah  cinta  yang  diberikan, 
tetapi  mutunya. Individu  perlu  terus  dicintai  tanpa  syarat,  untuk 
perkembangan  harga  diri yang  sehat  dan  langgeng,  mereka 
harus  merasa  dihargai  karena  keadaan mereka  sesungguhnya, 
bukan  keadaan  mereka  yang  seharusnya,  bukan keadaan
mereka yang sesungguhnya atau yang diinginkan orang lain.

Rasa aman
Ketakutan  dan  kekhawatiran  merupakan  hal  yang  berpengaruh 
terhadap kepercayaan  diri  individu.  Individu  yang  selalu 
khawatir  bahwa  kebutuhan dasar mereka tidak akan terpenuhi,
atau dunia lahiriah atau batiniah mereka setiap  saat  akan  hancur. 
Akan  sulit  mengembangkan  pandangan  positif tentang  diri 

19
mereka,  orang  lain,  dan  dunia  pada  umumnya.  Bila  individu
merasa aman, mereka secara tidak langsung akan mencoba
mengembangkan kemampuan  mereka  dengan  menjawab 
tantangan  serta  berani  mengambil resiko.

Model peran
Mengajar lewat contoh adalah cara paling efektif agar
anak mengembangkan sikap dan keterampilan sosial yang
diperlukan untuk percaya diri. Dalam hal ini peran orang lain
sangat dibutuhkan untuk dijadikan contoh bagi individu dalam
meningkatkan kepercayaan dirinya. 

Hubungan
Untuk  mengembangkan  rasa  percaya  diri  terhadap  “segala 
macam  hal”, individu  jelas  perlu  mengalami  dan  bereksperimen 
dengan  beraneka hubungan dari yang dekat dan akrab di rumah,
teman sebaya, maupun  yang lebih asing. Melalui hubungan,
individu juga membangun rasa sadar diri dan pengenalan diri
yang merupakan unsur penting dari rasa percaya diri batin.

Kesehatan  
Untuk bisa menggunakan kekuatan dan bakat kita, kita
membutuhkan energi. Jika  individu  dalam  keadaan  sehat,  bisa 
dipastikan  bahwa  ia  akan mendapatkan  lebih  banyak  perhatian, 
dorongan  moral,  dan  bahkan kesempatan dalam masyarakat
atau lingkungan sekitarnya

20
E. Karakteristik Individu Yang Mempunyai Kepercayaan Diri
Rendah

Karakteristik individu yang mempunyai kepercayaan diri


rendah ada beberapa macam. Seorang  anak  yang  mempunyai 
kepercayaan  diri  yang  rendah  atau kurang percaya diri akan
memiliki sifat dan perilaku antara lain (Leman, 2000): (a) Tidak
mau mencoba suatu hal yang baru; (b) Merasa tidak dicintai
dan tidak diinginkan;  (c)  Punya  kecenderungan  melemparkan 
kesalahan  pada  orang  lain; (d)  Memiliki  emosi  yang  kaku 
dan  disembunyikan;  (e)  Mudah  mengalami  rasa frustrasi  dan 
tertekan;  (f)  Meremehkan  bakat  dan  kemampuannya  sendiri; 
(g) Mudah terpengaruh orang lain.

Pendapat  lainnya  dikemukakan oleh Widoyoko  (2009) 


yang menunjukkan beberapa ciri atau karakteristik individu
yang kurang percaya diri diantaranya  adalah:  (a)  Berusaha 
menunjukkan  sikap  konformis,  semata-mata demi mendapatkan
pengakuan dan penerimaan kelompok; (b) Menyimpan rasa takut 
atau  kekhawatiran  terhadap  penolakan;  (c)  Sulit  menerima 
realita  diri (terlebih  menerima  kekurangan  diri)  dan  memandang 
rendah  kemampuan  diri sendiri,  namun  di  lain  pihak  memasang 
harapan  yang  tidak  realistik  terhadap diri sendiri; (d) Pesimis,
mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif; (e) Takut gagal, 
sehingga  menghindari  segala  resiko  dan  tidak  berani  memasang 
target untuk  berhasil;  (f)  Cenderung  menolak  pujian  yang 
ditujukan  secara  tulus (karena  undervalue  diri  sendiri);  (g) 
Selalu  menempatkan  atau  memposisikan diri sebagai yang
terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu; (h) Mempunyai

21
external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat
tergantung pada keadaan dan pengakuan atau penerimaan serta
bantuan orang lain).

F. Karakteristik Individu Yang Mempunyai Kepercayaan Diri


Tinggi

Karakteristik individu yang mempunyai kepercayaan


diri tinggi ada beberapa macam yang dapat dilihat dari perilaku
keseharian. Fatimah  (2006)  mengemukakan  beberapa ciri-
ciri atau karakteristik individu  yang  mempunyai  rasa  percaya 
diri  yang  proporsional  adalah  sebagai berikut: 

1. Percaya akan kemampuan  atau kompetensi diri, hingga tidak


membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan ataupun hormat
dari orang lain. 

2. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi


diterima orang lain atau kelompok.

3. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani


menjadi diri sendiri.

4. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosi


stabil). 

5. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan


atau kagagalan, bergantung pada usaha sendiri dan tidak mudah
menyerah pada nasih atau keadaan serta tidak berganting atau
mengharapkan bantuan orang lain).

6. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang

22
lain dan situasi di luar dirinya.

7. Memiliki  harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga


ketika harap itu terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif
dirinya dan situasi yang terjadi.

Sementara  itu  menurut  Hakim  (2005)  bahwa  ciri-ciri  orang 


yang mempunyai  kepercayaan  diri  antara  lain:

(a) Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala  sesuatu; 


(b) Mempunyai  potensi  dan  kemampuan  yang memadai;
(c) Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam
berbagai situasi;
(d) Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai
situasi;
(e) Memiliki  kondisi  mental  dan  fisik  yang  cukup  menunjang 
penampilannya; 
(f) Memiliki kecerdasan yang cukup;
(g) Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup;
(h) Memiliki keahlian atau keterampilan  lain  yang  menunjang
kehidupannya,  misalnya  keterampilan  berbahasa  asing; 
(i) Memiliki kemampuan  bersosialisasi; 
(j) Memiliki  latar  belakang  pendidikan  keluarga yang  baik; 
(k) Memiliki  pengalaman  hidup  yang  menempa  mentalnya 
menjadi kuat dan tahan di dalam menghadapi berbagai
cobaan hidup;
(l) Selalu bereaksi positif  di  dalam  menghadapi  berbagai 
masalah,  misalnya  dengan  tetap  tegar, sabar, dan tabah
dalam menghadapi persoalan hidup.

23
G. Penyebab Timbulnya Kurang Percaya Diri

Penyebab timbulnya kurang percaya diri bermacam-


macam. Sunarman (2008) menyatakan bahwa  kelemahan yang
ada pada  diri seseorang, seringkali menjadi penyebab timbul atau
hilangnya rasa percaya diri tiba-tiba. Misalnya  penampilan yang
buruk, cacat  fisik, dan latar belakang pendidikan  yang  rendah.
Selain  itu  perasaan  kurang  percaya  diri  terkait  erat dengan
latar belakang kehidupan sejak kecil, terutama dalam proses
pendidikan keluarga.

Istilah lain  dari kurang  percaya  diri  adalah  minder. Purnawan 


(2009) mendeteksi  sejumlah  penyebab  minder  diantaranya:  

1. Pengaruh lingkungan, dimana seorang bisa menjadi


minder apabila selalu dilarang, disalahkan, tidak dipercaya,
diremehkan oleh lingkungannya.
2. Sering  diremehkan  dan dikucilkan  teman  sejawat.
3. Pola  asuh  orang  tua  yang  sering  melarang  dan membatasi
kegiatan  anak.
4. Orang tua yang selalu memarahi kesalahan anak, tapi tidak
pernah memberi penghargaan apabila anak melakukan hal
yang positif.
5. Kurang kasih sayang, pernghargaan, atau pujian dari keluarga.
6. Tertular sifat orang tua atau keluarga yang minder.
7. Trauma kegagalan di masa lalu.
8. Trauma dipermalukan atau dihina di depan umum.
9. Merasa diri tidak berharga lagi karena pernah dilecehkan
secara seksual.

24
10. Merasa  bentuk  fisik tidak sempurna.
11. Merasa berpendidikan rendah.

Sementara  itu  menurut  Ubaydillah  (2009)  menyatakan 


ada  sejumlah pola asuh yang berpotensi mengancam munculnya
kualitas mental yang disebut kurang percaya diri yaitu:

1. Terlalu sering memberikan label negatif atau minor pada


anak.
2. Terlalu sering memotong proses eksplorasi dan eksperiensi
yang dilakukan anak dengan terlalu banyak atau terlalu cepat
mengeluarkan larangan “jangan”,
3. Menciptakan perbandingan negatif.
4. Terlalu mengabaikan prestasi anak.
5. Memberikan ancaman dan rasa takut.

H. Jenis-Jenis Kepercayaan Diri

Jenis-jenis Kepercayaan Diri terdiri dari beberapa jenis.


Lindenfield (dalam Kamil, 1997) menyatakan ada 2 jenis
kepercayaan diri, yaitu sebagai berikut:

Kepercayaan Diri Batin


Yaitu  kepercayaan diri yang  memberikan  kepada  individu 
perasaan  dan anggapan bahwa individu dalam keadaan baik. Ada
empat ciri utama  yang khas  pada  orang  yang  mempunyai 
kepercayaan  diri  batin  yang  sehat. Keempat ciri itu adalah:

1. Cinta diri
Orang yang percaya diri akan mencintai diri mereka sendiri, dan
cinta diri ini bukan merupakan sesuatu yang dirahasiakan. Ia akan

25
lebih peduli pada diri sendiri karena perilaku dan gaya hidupnya
untuk memelihara diri.

2. Pemahaman diri
Orang yang percaya diri batin, ia juga sadar diri. Mereka tidak
terus menerus merenungi diri sendiri, tetapi secara teratur mereka
memikirkan perasaaan, pikiran, dan perilaku. Mereka selalu ingin
tahu bagaimana pendapat orang lain tentang diri mereka.

3. Tujuan yang jelas. 


Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya, karena
mereka mempunyai pikiran yang jelas mengapa mereka
melakukan tindakan tertentu dan mereka tahu hasil apa yang bisa
diharapkan.  

4. Berpikir positif.
Orang yang mempunyai kepercayaan diri biasanya hidupnya
menyenangkan. Salah satunya ialah karena mereka biasa melihat
kehidupannya dari sisi positif dan mereka mengharap serta
mencari pengalaman dan hasil yang bagus.

Kepercayaan Diri Lahir


Kepercayaan diri lahir adalah  memungkinkan  individu 
untuk  tampil  dan  berperilaku  dengan  cara menunjukkan
kepada dunia luar bahwa individu yakin akan dirinya.  Untuk
memberi kesan percaya diri pada dunia luar, individu perlu
mengembangkan empat  bidang  ketrampilan,  yaitu:  komunikasi, 
ketegasan,  penampilan  diri, dan pengendalian perasaan.

26
BAB II KOMPETENSI BIDAN

2.1 Teori Standar Kompetensi Bidan

1. Pengertian Standar
Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (2001),
standar merupakan ukuran tertentu yang dijadikan sebuah
patokan. Standarisasi ialah penyesuaian bentuk (ukuran,
kualitas, dll) dengan standar yang sudah ditetapkan.
Standarisasi adalah spesifikasi baku pada hal tertentu yang
disusun dari konsensus seluruh pihak dengan memperhatikan
berbagai aspek untuk meraih banyak manfaat dan juga diakui
badan standarisasi berwenang terkait (Djatin and Hartinah,
2004).

2. Pengertian Kompetensi
Pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 045/U/2002 Tentang Kurikulum
Inti Pendidikan Tinggi Pasal 1 disebutkan bahwa Kompetensi
merupakan seseorang yang memiliki seperangkat tindakan
cerdas dan penuh tanggung jawab sebagai syarat agar dianggap
pandai oleh masyarakat dalam melakukan atau melaksanakan
berbagai tugas pada bidang tertentu. (Direktorat Pembelajaran
dan Kemahasiswaan Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan RI 2011)

Kompetensi Bidan berarti suatu keahlian berupa


pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seorang
lulusan Pendidikan Kebidanan dalam memberikan asuhan

27
dan pelayanan kepada bayi baru lahir, bayi, balita dan
anak prasekolah, remaja, pra kehamilan, hamil, bersalin,
pasca keguguran, nifas, masa antara, keluarga berencana,
masa klimakterium, kesehatan reproduksi dan seksualitas
(perempuan), juga keterampilan dasar praktis klinis
(kebidanan). (Kementerian Kesehatan RI, 2020)

Kompetensi Bidan adalah kemampuan yang dimiliki


oleh lulusan pendidikan profesi Bidan yang meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam memberikan
pelayanan kebidanan pada bayi baru lahir/neonatus, bayi,
balita dan anak prasekolah, remaja, masa sebelum hamil,
masa kehamilan, masa persalinan, masa pasca keguguran,
masa nifas, masa antara, pelayanan keluarga berencana,
masa klimakterium, kesehatan reproduksi dan seksualitas
perempuan, serta keterampilan dasar praktik klinis kebidanan
(Kementerian Kesehatan 2020).

Kompetensi bidan adalah kemampuan yang dimiliki


oleh bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap untuk memberikan pelayanan kebidanan (Werni et al.
2019) (Indonesia, 2019).

3. Standar Kompetensi Bidan

Bidan harus memiliki kompetensi dan bidang


pengetahuan, keterampilan, dan perilaku dalam melaksanakan
praktik kebidanan secara aman dan bertanggungjawab dalam
berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Kompetensi bidan
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu inti/dasar dan

28
kompetensi tambahan/lanjutan. Kompetensi Inti atau Dasar
adalah Kompetensi minimal yang mutlak dimiliki oleh bidan.
Kompetensi Tambahan atau Lanjutan adalah Pengembangan
dari pengetahuan dan keterampilan dasar untuk mendukung
tugas bidan dalam memenuhi tuntutan / kebutuhan masyarakat
yang sangat dinamis serta perkembangan IPTEK (Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, 2014; Kementerian
Kesehatan, 2020).

Standar Kompetensi Bidan terdiri atas 7 (tujuh) area


kompetensi yang diturunkan dari gambaran tugas, peran, dan
fungsi Bidan. Setiap area kompetensi ditetapkan definisinya,
yang disebut kompetensi inti. Setiap area kompetensi
dijabarkan menjadi beberapa komponen kompetensi, yang
dirinci lebih lanjut menjadi kemampuan yang diharapkan
di akhir pendidikan. Secara skematis, susunan Standar
Kompetensi Bidan dapat digambarkan seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skema Susunan Standar Kompetensi Bidan


(Kementerian Kesehatan 2020)

29
Sebagaimana yang telah tertuang dalam Keputusan
Menteri Kesehatan 320 Tahun 2020 Tentang Standar Profesi
Bidan bahwa pada dasarnya, kompetensi bidan terdiri dari
tujuh area kompetensi yakni Etik legal dan keselamatan klien;
Komunikasi efektif; Pengembangan diri dan profesionalisme;
Landasan ilmiah praktik kebidanan; Keterampilan klinis dalam
praktik kebidanan; Promosi kesehatan dan konseling; serta
Manajemen dan kepemimpinan. (Kementerian Kesehatan RI
2020)

a. Etik Legal Dan Keselamatan Klien


1) Komponen Kompetensi
a) Memiliki perilaku profesional.
b) Mematuhi aspek etik-legal dalam praktik
kebidanan.
c) Menghargai hak dan privasi perempuan serta
keluarganya.
d) Menjaga keselamatan klien dalam praktik
kebidanan.

2) Kompetensi Inti
Mampu melaksanakan praktik kebidanan
dengan menerapkan etika, legal, dan keselamatan
klien dalam seluruh praktik dan pelayanan kebidanan
untuk perwujudan profesionalisme bidan.

3) Lulusan Bidan Mampu


a) Berperilaku sesuai kode etik Bidan dan pandai
menempatkan diri pada kondisi dan situasi

30
berbeda.
b) Bekerja sesuai standar pelayanan kebidanan yang
telah ditetapkan.
c) Bersikap adil pada semua pihak yang berinteraksi
dengan bidan, khususnya klien yaitu perempuan,
bayi, balita, dan anak prasekolah.
d) Menghormati mitra kerja yang memiliki
kelebihan dan menghargai setiap pihak yang
memiliki keterbatasan.
e) Menyadari keterbatasan diri, sehingga terbuka
untuk berkolaborasi dengan profesi lain.
f) Senantiasa mengupayakan yang terbaik untuk
klien.
g) Mengutamakan keselamatan klien di atas
kepentingan pribadi dan kelompok.
h) Cermat dan teliti dalam setiap perkataan, dan
perbuatan terkait pelayanan kebidanan.
i) Sadar hukum dan senantiasa mematuhi ketentuan
perundangan yang berlaku.
j) Jujur dan bertanggungjawab terhadap setiap
tahap dan bagian pelayanan kebidanan yang
dipercayakan kepadanya.
k) Melindungi hak asasi perempuan dalam
kesehatan reproduksi dan seksualitas.
l) Menjaga rahasia yang diketahui karena
keterlibatan dalam pelayanan.
m) Memperlakukan perempuan sebagai mitra yang
bertanggungjawab menjaga dan memperhatikan

31
kesehatan reproduksinya.
n) Menempatkan diri dengan tepat di masyarakat,
sehingga dapat diterima dengan baik oleh
masyarakat yang menjadi sasaran binaannya.
o) Mampu menjalin kerja sama dengan seluruh
pihak.

b. Komunikasi Efektif
1) Komponen Kompetensi
a) Berkomunikasi dengan perempuan dan anggota
keluarganya.
b) Berkomunikasi dengan masyarakat.
c) Berkomunikasi dengan rekan sejawat.
d) Berkomunikasi dengan profesi lain/tim kesehatan
lain.
e) Berkomunikasi dengan para pemangku
kepentingan (stakeholders).

2) Kompetensi Inti
Mampu melakukan praktik kebidanan dengan
menggunakan teknik komunikasi efektif untuk
interaksi dengan klien, Bidan, tenaga kesehatan lain,
dan masyarakat dalam bentuk anamnesis, konseling,
advokasi, konsultasi, dan rujukan, dalam rangka
memenuhi kebutuhan klien, dan menjaga mutu
pelayanan kebidanan.

3) Lulusan Bidan Mampu


a) Memahami dan menerapkan teknik-teknik

32
komunikasi untuk menggali informasi dari
klien yang bermanfaat dalam perumusan
diagnosa kebidanan/masalah, serta melakukan
edukasi sebagai salah satu upaya meningkatkan
kepatuhan dan keberhasilan asuhan kebidanan.
b) Memahami dan membangun kerja sama dan
kolaborasi dengan sesama bidan maupun tenaga
kesehatan lain untuk pelayanan terbaik kepada
klien.
c) Memahami dan menyusun serta melaksanakan
edukasi kepada perempuan, orang tua bayi, balita
dan anak prasekolah, serta remaja perempuan
tentang reproduksi sehat sebagai bagian dari
upaya menurunkan angka kematian ibu dan anak,
serta kecacatan ibu hamil dan bayi baru lahir.
d) Memahami dan menyusun serta melaksanakan
edukasi kepada perempuan, orang tua bayi, balita
dan anak prasekolah serta remaja perempuan
tentang gangguan/masalah kesehatan reproduksi
sebagai bagian dari upaya menurunkan angka
kematian ibu dan anak, serta kecacatan ibu hamil
dan bayi baru lahir.
e) Memberikan informasi tentang pilihan pelayanan
(informed choice) dan memperlakukan
klien sebagai mitra sejajar dalam meminta
persetujuannya untuk memutuskan suatu
tindakan (informed consent).
f) Menyampaikan informasi kesehatan kepada

33
masyarakat melalui berbagai media, bahasa yang
mudah dipahami, dengan mempertimbangkan
kearifan lokal masyarakat setempat.
g) Memahami dan melakukan advokasi kepada
pemangku kepentingan terkait situasi kesehatan
perempuan, keluarga, masyarakat dan profesi.

c. Pengembangan Diri Dan Profesionalisme

1) Komponen Kompetensi
a) Bersikap mawas diri.
b) Melakukan pengembangan diri sebagai bidan
profesional.
c) Menggunakan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni yang menunjang
praktik kebidanan dalam rangka pencapaian
kualitas kesehatan perempuan, keluarga, dan
masyarakat.

2) Kompetensi Inti
Mampu melakukan praktik kebidanan dengan
memahami keterbatasan diri, kesadaran meningkatkan
kemampuan profesional, dan mempertahankan
kompetensi yang telah dimiliki, serta senantiasa
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam memberikan pelayanan kebidanan
yang terbaik bagi masyarakat dan semua pemangku
kepentingan.

34
3) Lulusan Bidan Mampu

a) Menyesuaikan keterbatasan kemampuan yang


berkaitan dengan praktik kebidanan.
b) Menunjukkan kecerdasan spiritual dan emosional
dalam kehidupan sehari-hari dan praktik
kebidanan.
c) Menerima kritikan dan menjadikannya sebagai
masukan untuk membangun dirinya, pelayanan,
dan praktik kebidanan.
d) Membina hubungan interpersonal dalam
lingkungan pelayanan, praktik kebidanan, dan
tim kesehatan serta lintas program dan lintas
sektor.
e) Melakukan refleksi terhadap pengalaman praktik
pelayanan kebidanan yang telah dilakukan.
f) Mengidentifikasi potensi diri dan mengatur
kebutuhan belajar dirinya.
g) Menginternalisasi semangat kemandirian,
kejuangan, kejujuran, keadilan, komitmen, dan
kepedulian.
h) Memilih dan menggunakan informasi dari
berbagai sumber untuk pengembangan
profesionalismenya.
i) Menelaah literatur dan relevansinya dengan
praktik kebidanan terkini.
j) Berperan aktif dalam Organisasi Profesi.
k) Mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing

35
Professional Development (CPD).
l) Menunjukkan komitmen atas kebijakan yang
telah diputuskan Organisasi Profesi.
m) Menggunakan dan menerapkan pengetahuan
dan keterampilan dalam praktik kebidanan
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini.
n) Mengidentifikasi kesenjangan penerapan ilmu
kebidanan dalam praktik dan memberikan
usulan solusi atas kesenjangan penerapan ilmu
kebidanan dalam praktik.
o) Mengembangkan diri sebagai pendidik,
pembimbing, dan fasilitator klinis dalam
pengembangan profesi bidan melalui pendidikan
formal, dan informal.

d. Landasan Ilmiah Praktik Kebidanan


1) Komponen Kompetensi
a) Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan
untuk memberikan asuhan yang berkualitas dan
tanggap budaya sesuai ruang lingkup asuhan:

- Bayi Baru Lahir (Neonatus).


- Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
- Remaja.
- Masa Sebelum Hamil.
- Masa Kehamilan.
- Masa Persalinan.
- Masa Pasca Keguguran.

36
- Masa Nifas.
- Masa Antara.
- Masa Klimakterium.
- Pelayanan Keluarga Berencana.
- Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan
Seksualitas Perempuan.

b) Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan


untuk memberikan penanganan situasi
kegawatdaruratan dan sistem rujukan.
c) Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan
untuk dapat melakukan Keterampilan Dasar
Praktik Klinis Kebidanan.

2) Kompetensi Inti
Mampu melakukan praktik kebidanan dengan
mengaplikasi ilmu biomedik, kebidanan, ilmu
kesehatan anak, sosial budaya, kesehatan masyarakat,
biokimia, fisika kesehatan, dan farmakologi, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, komunikasi secara
terintegrasi untuk pemberian asuhan kebidanan
komprehensif secara optimal, terstandar, aman, dan
efektif.

3) Lulusan Bidan Mampu


a) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan
ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,

37
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan
kebidanan yang berkualitas dan tanggap budaya
pada bayi baru lahir/neonatus.

b) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan


ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan
kebidanan yang berkualitas dan tanggap budaya
pada bayi, anak balita dan anak pra sekolah.

c) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan


ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan
kebidanan yang berkualitas dan tanggap budaya
pada remaja.

d) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan


ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan

38
kebidanan yang berkualitas dan tanggap budaya
pada masa sebelum hamil.

e) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan


ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan
kebidanan yang berkualitas dan tanggap budaya
pada masa kehamilan.

f) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan


ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan
kebidanan yang berkualitas dan tanggap budaya
pada masa persalinan.

g) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan


ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan
kebidanan yang berkualitas dan tanggap
budaya pada perempuan yang mengalami pasca

39
keguguran.

h) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan


ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan
kebidanan yang berkualitas dan tanggap budaya
pada masa nifas.

i) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan


ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan
kebidanan yang berkualitas dan tanggap budaya
pada masa antara.

j) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan


ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan
kebidanan yang berkualitas dan tanggap budaya
pada masa klimakterium.

k) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan

40
ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan
kebidanan yang berkualitas dan tanggap budaya
pada pelayanan keluarga berencana.

l) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan


ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia,
fisika kesehatan, farmakologi, komunikasi
secara terintegrasi untuk pemberian pelayanan
kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan
yang berkualitas dan tanggap budaya.

m) Memahami konsep teoritis, dan mengaplikasikan


ilmu biomedik, kebidanan, ilmu kesehatan anak,
sosial budaya, kesehatan masyarakat, perilaku,
humaniora, hukum kesehatan, biokimia, fisika
kesehatan, farmakologi, komunikasi secara
terintegrasi untuk melakukan keterampilan dasar
praktik klinis kebidanan.

e. Keterampilan Klinis Dalam Praktik Kebidanan

1) Komponen Kompetensi
a) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada bayi baru

41
lahir (neonatus), kondisi gawat darurat, dan
rujukan.
b) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada bayi, balita
dan anak pra sekolah, kondisi gawat darurat, dan
rujukan.
c) Kemampuan memberikan pelayanan tanggap
budaya dalam upaya promosi kesehatan
reproduksi pada remaja perempuan.
d) Kemampuan memberikan pelayanan tanggap
budaya dalam upaya promosi kesehatan
reproduksi pada masa sebelum hamil.
e) Memiliki keterampilan untuk memberikan
pelayanan ANC komprehensif untuk
memaksimalkan, kesehatan Ibu hamil dan janin
serta asuhan kegawatdaruratan dan rujukan.
f) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada ibu bersalin,
kondisi gawat darurat dan rujukan.
g) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada pasca
keguguran, kondisi gawat darurat dan rujukan.
h) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada ibu nifas,
kondisi gawat darurat dan rujukan.
i) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada masa antara.
j) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan

42
komprehensif dan berkualitas pada masa
klimakterium.
k) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada pelayanan
Keluarga Berencana.
l) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada pelayanan
kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan.
m) Kemampuan melaksanakan keterampilan dasar
praktik klinis kebidanan.

2) Kompetensi Inti
Mampu mengaplikasikan keterampilan klinis
dalam pelayanan kebidanan berlandaskan bukti
(evidence based) pada setiap tahap dan sasaran
pelayanan kebidanan.

3) Lulusan Bidan Mampu


a) Melakukan asuhan kebidanan komprehensif dan
berkualitas pada bayi baru lahir (neonatus), bayi,
balita dan anak prasekolah, remaja, masa sebelum
hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa
pasca keguguran, masa nifas, masa antara, masa
klimakterium, pelayanan Keluarga Berencana,
kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan
yang fisiologis.

b) Melakukan identifikasi kasus yang bermasalah


pada bayi baru lahir (neonatus), bayi, balita

43
dan anak prasekolah, remaja, masa sebelum
hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa
pasca keguguran, masa nifas, masa antara, masa
klimakterium, pelayanan Keluarga Berencana,
kesehatan reproduksi, dan seksualitas perempuan.

c) Melakukan skrining terhadap masalah dan


gangguan pada bayi baru lahir (neonatus), bayi,
balita dan anak prasekolah, remaja, masa sebelum
hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa
pasca keguguran, masa nifas, masa antara, masa
klimakterium, pelayanan Keluarga Berencana,
kesehatan reproduksi, dan seksualitas perempuan.

d) Melakukan edukasi dan konseling berbasis


budaya dan etiko legal terkait hasil skrining
pada bayi baru lahir (neonatus), bayi, balita
dan anak prasekolah, remaja, masa sebelum
hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa
pasca keguguran, masa nifas, masa antara, masa
klimakterium, pelayanan Keluarga Berencana,
kesehatan reproduksi, dan seksualitas perempuan.

e) Melakukan kolaborasi dengan profesi terkait


masalah yang dihadapi pada bayi baru lahir
(neonatus), bayi, balita dan anak prasekolah,
remaja, masa sebelum hamil, masa kehamilan,
masa persalinan, masa pasca keguguran, masa
nifas, masa antara, masa klimakterium, pelayanan

44
Keluarga Berencana, kesehatan reproduksi dan
seksualitas perempuan.

f) Melakukan prosedur tatalaksana awal kasus


kegawatdaruratan pada bayi baru lahir (neonatus),
bayi, anak balita dan anak prasekolah, masa
kehamilan, masa persalinan, pasca keguguran,
masa nifas, dan pelayanan keluarga berencana.

g) Melakukan rujukan pada kasus kegawatdaruratan


bayi baru lahir (neonatus), bayi, anak balita
dan anak prasekolah, masa kehamilan, masa
persalinan, pasca keguguran, masa nifas,
pelayanan keluarga berencana sesuai prosedur.

h) Melakukan dukungan terhadap perempuan dan


keluarganya dalam setiap memberikan pelayanan
kebidanan masa bayi baru lahir (neonatus),
bayi, balita dan anak pra sekolah, remaja,
masa sebelum hamil, masa kehamilan, masa
persalinan, masa pasca keguguran, masa nifas,
masa antara, masa klimakterium, pelayanan
Keluarga Berencana, kesehatan reproduksi, dan
seksualitas perempuan.

i) Melakukan keterampilan dasar praktik klinis


kebidanan dalam memberikan pelayanan pada
bayi baru lahir, bayi dan anak balita, remaja,
masa sebelum hamil, masa hamil, masa bersalin,
masa nifas, masa antara, masa klimakterium,

45
pasca keguguran, pelayanan keluarga berencana,
kesehatan reproduksi perempuan, dan seksualitas.

j) Melakukan penilaian teknologi kesehatan dan


menggunakan alat sesuai kebutuhan pelayanan
kebidanan dan ketentuan yang berlaku.

f. Promosi Kesehatan Dan Konseling

1) Komponen Kompetensi
a) Memiliki kemampuan merancang kegiatan
promosi kesehatan reproduksi pada perempuan,
keluarga, dan masyarakat.
b) Memiliki kemampuan mengorganisir dan
melaksanakan kegiatan promosi kesehatan
reproduksi, dan seksualitas perempuan.
c) Memiliki kemampuan mengembangkan program
KIE dan konseling kesehatan reproduksi dan
seksualitas perempuan.

2) Kompetensi Inti
Mampu menerapkan pengetahuan dan
keterampilan untuk berperan aktif dalam upaya
peningkatan kualitas kesehatan perempuan, dan
anak dalam bentuk-bentuk edukasi dan konseling
masalah-masalah kesehatan khususnya dalam bidang
reproduksi perempuan.

3) Lulusan Bidan Mampu


a) Menganalisis masalah kesehatan masyarakat

46
bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan
profesi terkait.
b) Mengidentifikasi peran perempuan, keluarga,
dan masyarakat dalam upaya promosi kesehatan.
c) Menentukan prioritas intervensi promosi
kesehatan yang sesuai dalam rangka peningkatan
status kesehatan ibu & bayi, keluarga dan
masyarakat.
d) Menentukan prioritas intervensi promosi
kesehatan yang sesuai dalam rangka peningkatan
status kesehatan perempuan dan seksualitas.
e) Merancang media promosi kesehatan dan
konseling untuk perencanaan kehamilan yang
sehat, persiapan persalinan dan kelahiran,
antisipasi kegawatdaruratan dan persiapan
menjadi orang tua.
f) Melakukan kerja sama dalam tim di lingkungan
kerjanya dalam promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesehatan perempuan dan
masyarakat.
g) Menggunakan metode promosi kesehatan
dan konseling yang tepat untuk perencanaan
kehamilan yang sehat, persiapan persalinan
dan kelahiran, antisipasi kegawatdaruratan dan
persiapan menjadi orang tua.
h) Mengadvokasi pemberdayaan komunitas untuk
melakukan inisiatif promosi kesehatan.
i) Melakukan kolaborasi secara efektif dengan

47
komunitas, organisasi, dan sektor-sektor lain.
j) Memotivasi keluarga dan masyarakat dalam
meningkatkan derajat kesehatannya.
k) Mengembangkan program promosi kesehatan
ibu & bayi, keluarga, dan masyarakat.
l) Mengevaluasi kegiatan promosi kesehatan.
m) Melakukan analisis situasi dan analisis sosial
terkait penerimaan masyarakat terhadap konsep
fisiologis dalam siklus kehidupan perempuan.
n) Mengembangkan strategi pemberdayaan
perempuan untuk mampu mengontrol dirinya.
o) Mengembangkan strategi dukungan yang tepat
pada proses pencapaian peran ibu.
p) Memberdayakan keluarga dan masyarakat untuk
mendukung keberhasilan pencapaian peran ibu.
q) Mengembangkan potensi perempuan dalam
pengambilan keputusan terkait kesehatan
reproduksinya.
r) Mengembangkan metode pendekatan untuk
dapat memahami kondisi, kebutuhan dan masalah
perempuan terkait kesehatan reproduksinya.
s) Merancang KIE dan konseling kesehatan
reproduksi perempuan.
t) Melakukan KIE dan konseling kesehatan
reproduksi perempuan.
u) Mengevaluasi keberhasilan KIE dan konseling
kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan.
v) Memahami dan melakukan teknik penyuluhan

48
dan konseling dalam lingkup pelayanan
kebidanan.

g. Manajemen Dan Kepemimpinan

1) Komponen Kompetensi
a) Memiliki pengetahuan tentang konsep
kepemimpinan dan pengelolaan sumber daya
kebidanan.
b) Memiliki kemampuan melakukan analisis faktor
yang mempengaruhi kebijakan dan strategi
pelayanan kebidanan pada perempuan, bayi, dan
anak.
c) Mampu menjadi role model dan agen perubahan
di masyarakat khususnya dalam kesehatan
reproduksi perempuan dan anak.
d) Memiliki kemampuan menjalin jejaring lintas
program dan lintas sektor.
e) Mampu menerapkan Manajemen Mutu Pelayanan
Kesehatan.

2) Kompetensi Inti
Mampu menerapkan prinsip manajemen dan
kepemimpinan dalam perencanaan, pelaksanaan,
monitoring, dan evaluasi dalam pelayanan
kebidanan sehingga mampu menetapkan prioritas
dan menyelesaikan masalah dengan menggunakan
sumber daya secara efisien.

49
3) Lulusan Bidan Mampu
a) Mengembangkan konsep kepemimpinan dalam
pelayanan dan praktik kebidanan sebagai model
peran dan mentor.
b) Merancang alternatif pemecahan masalah dalam
pelayanan dan praktik kebidanan.
c) Merencanakan keputusan strategis dalam
pelayanan dan praktik kebidanan.
d) Mengelola pelayanan kebidanan secara mandiri,
kolaborasi, dan rujukan.
e) Merancang pembentukan tim (team building)
dalam praktik kebidanan.
f) Membangun kemitraan/jejaring bersama
pemangku kepentingan interprofesional dalam
meningkatkan kualitas asuhan kebidanan.
g) Merancang advokasi untuk memperjuangkan
hak-hak kesehatan reproduksi perempuan dan
anak.
h) Merancang advokasi mendukung kebijakan
dalam penerapan prinsip keadilan gender.
i) Mengidentifikasi potensi dalam upaya
penggerakan peran serta masyarakat untuk
peningkatan kualitas pelayanan kebidanan.
j) Merancang strategi pemberdayaan perempuan
dalam bernegosiasi dan mengatasi risiko.
k) Melakukan advokasi dan berpartisipasi aktif
dalam menentukan kebijakan pelayanan dan
praktik kebidanan terhadap perempuan dan anak.

50
l) Merumuskan alternatif pemecahan masalah
yang muncul dalam proses perubahan praktik
kebidanan.
m) Menganalisis peluang dalam meningkatkan
profesionalisme bidan.
n) Mengembangkan penelitian kebidanan sebagai
sumber informasi profesi.
o) Melakukan toleransi ambiguitas, untuk dapat
berfungsi dengan nyaman, sabar dan efektif
dalam lingkungan yang tidak pasti.
p) Mengelola praktik kebidanan secara mandiri
yang berkesinambungan.
q) Menganalisis peluang dan mempelopori
pembaharuan dalam pelayanan dan praktik
kebidanan.
r) Menerapkan Manajemen Risiko dalam Pelayanan
kesehatan dan/atau Kebidanan.
s) Mengembangkan manajemen mutu Pelayanan
Kesehatan dan/atau kebidanan.
t) Mengembangkan kerja sama lintas program dan
lintas sektor tingkat nasional, regional, maupun
lokal.
u) Menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam rangka membangun dan mengembangkan
jejaring lintas program dan lintas sektor.

51
A. Komponen Kompetensi

1. Area Etik Legal dan Keselamatan Klien

a. Memiliki perilaku profesional.


b. Mematuhi aspek etik-legal dalam praktik kebidanan.
c. Menghargai hak dan privasi perempuan serta keluarganya.
d. Menjaga keselamatan klien dalam praktik kebidanan.

2. Area Komunikasi Efektif

a. Berkomunikasi dengan perempuan dan anggota keluarganya.


b. Berkomunikasi dengan masyarakat.
c. Berkomunikasi dengan rekan sejawat.
d. Berkomunikasi dengan profesi lain/tim kesehatan lain.
e. Berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders).

3. Area Pengembangan Diri dan Profesionalisme

a. Bersikap mawas diri.


b. Melakukan pengembangan diri sebagai bidan profesional.
c. Menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni yang menunjang praktik kebidanan
dalam rangka pencapaian kualitas kesehatan perempuan,
keluarga, dan masyarakat.

4. Area Landasan Ilmiah Praktik Kebidanan

a. Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk


memberikan asuhan yang berkualitas dan tanggap budaya
sesuai ruang lingkup asuhan:

52
1) Bayi Baru Lahir (Neonatus).

2) Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.

3) Remaja.

4) Masa Sebelum Hamil.

5) Masa Kehamilan.

6) Masa Persalinan.

7) Masa Pasca Keguguran.

8) Masa Nifas.

9) Masa Antara.

10) Masa Klimakterium.

11) Pelayanan Keluarga Berencana.

12) Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas


Perempuan.

b. Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk


memberikan penanganan situasi kegawatdaruratan dan
sistem rujukan.

c. Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk dapat


melakukan Keterampilan Dasar Praktik Klinis Kebidanan.

5. Area Keterampilan Klinis Dalam Praktik Kebidanan

a. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan


komprehensif dan berkualitas pada bayi baru lahir

53
(neonatus), kondisi gawat darurat, dan rujukan.
b. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada bayi, balita dan anak
pra sekolah, kondisi gawat darurat, dan rujukan.
c. Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya
dalam upaya promosi kesehatan reproduksi pada remaja
perempuan.
d. Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya
dalam upaya promosi kesehatan reproduksi pada masa
sebelum hamil.
e. Memiliki keterampilan untuk memberikan pelayanan
ANC komprehensif untuk memaksimalkan, kesehatan
Ibu hamil dan janin serta asuhan kegawatdaruratan dan
rujukan.
f. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada ibu bersalin, kondisi
gawat darurat dan rujukan.
g. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada pasca keguguran,
kondisi gawat darurat dan rujukan.
h. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada ibu nifas, kondisi
gawat darurat, dan rujukan.
i. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada masa antara.
j. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada masa klimakterium.
k. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan

54
komprehensif dan berkualitas pada pelayanan Keluarga
Berencana.
l. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan
komprehensif dan berkualitas pada pelayanan kesehatan
reproduksi dan seksualitas perempuan.
m. Kemampuan melaksanakan keterampilan dasar praktik
klinis kebidanan.

6. Area Promosi Kesehatan dan Konseling

a. Memiliki kemampuan merancang kegiatan promosi


kesehatan reproduksi pada perempuan, keluarga, dan
masyarakat.
b. Memiliki kemampuan mengorganisir dan melaksanakan
kegiatan promosi kesehatan reproduksi dan seksualitas
perempuan.
c. Memiliki kemampuan mengembangkan program KIE
dan konseling kesehatan reproduksi dan seksualitas
perempuan.

7. Area Manajemen dan Kepemimpinan

a. Memiliki pengetahuan tentang konsep kepemimpinan


dan pengelolaan sumber daya kebidanan.
b. Memiliki kemampuan melakukan analisis faktor
yang mempengaruhi kebijakan dan strategi pelayanan
kebidanan pada perempuan, bayi, dan anak.
c. Mampu menjadi role model dan agen perubahan di
masyarakat khususnya dalam kesehatan reproduksi
perempuan dan anak.

55
d. Memiliki kemampuan menjalin jejaring lintas program
dan lintas sektor.
e. Mampu menerapkan Manajemen Mutu Pelayanan
Kesehatan.

56
STRATEGI MENINGKATKAN
BAB III KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP
KOMPETENSI

Konsep kepercayaan diri dan kompetensi tidaklah sama, namun


dapat dihubungkan saat menilai praktik siswa atau bidan. Kepercayaan
diri berhubungan dengan kekuatan efikasi, sedangkan kompetensi dapat
didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu secara
berhasil atau efisien (Mudokwenyu-Rawdon et al. 2020).

Upaya perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang


berkualitas dapat dilakukan dengan cara mencari tahu hal-hal yang dapat
membuat mahasiswa termotivasi dalam mengikuti rangkaian kegiatan
kampus khususnya pada saat proses pembelajaran berlangsung, dan
mencari tahu cara atau bagaimana mahasiswa mempunyai kepercayaan
diri pada saat proses pembelajaran berlangsung serta mencari tahu
bagaimana cara mahasiswa merespon materi kuliah yang diberikan
oleh dosen (Rochimah and Suryadi, 2018).

Penelitian (Mudokwenyu-Rawdon et al. 2020) menemukan


bahwa mahasiswa bidan dihadapkan pada banyak faktor lingkungan
belajar klinis yang tidak mendukung, yang berdampak negatif pada
kepercayaan diri mereka. Siswa menyebutkan kekurangan staf, bahan,
obat-obatan, dan peralatan sebagai penghambat dalam praktik klinis,
selain beberapa sikap instruktur klinis atau supervisor yang tidak
profesional terhadap siswa. Pengembangan rasa percaya diri adalah
proses yang tidak dapat terjadi pada lingkungan dengan sumber daya
yang kurang memadai. Menciptakan lingkungan belajar yang baik,
metodologi pembelajaran yang kooperatif dan inovatif, dan bersikap
positif dalam berkomunikasi dengan mereka adalah beberapa pendekatan

57
yang harus dilakukan oleh pendidik kebidanan, instruktur klinis dan
supervisor untuk meningkatkan kepercayaan diri dan pengembangan
kompetensi pada siswa selama pelatihan. Diperlakukan dengan hormat
dan bermartabat dalam lingkungan belajar klinis meningkatkan motivasi,
harga diri dan kepercayaan diri. Sangatlah penting bahwa pelaksanaan
program pendidikan kebidanan berbasis kompetensi didukung penuh
oleh lingkungan, yang akan memungkinkan lulusan untuk dipersiapkan
secara memadai untuk profesional mereka berperan sebagai praktisi
kebidanan (Mudokwenyu-Rawdon et al. 2020).

Lingkungan praktik dengan mengedepankan kolaborasi juga


merupakan konsep yang disarankan Meleis sebagai hal yang penting
untuk memfasilitasi transisi dari siswa ke profesional dan untuk
menyadari kerentanan siswa. Transisi yang baru dan berbeda dari
perawat ke bidan ini mungkin sulit dipahami oleh bidan baru dan
dapat menimbulkan perasaan tidak aman. Salah satu metode untuk
mengurangi rasa tidak aman adalah dengan menggunakan bimbingan.
Pendampingan sebagai hubungan pribadi di mana tujuannya adalah
untuk memperkuat bidan baru, sehingga dia tumbuh menjadi peran
baru dan merasa percaya diri dalam profesinya. Berapa lama bimbingan
harus berlangsung harus diputuskan secara individual setelah tujuan
tercapai. Satu kesimpulan adalah bahwa pendampingan mendukung
kepercayaan diri, keamanan, dan memfasilitasi transisi dari mahasiswa
ke bidan professional (Bäck and Karlström 2018).

Hasil penelitian Mirzakhan and Shorab (2015) menunjukkan


bahwa kepercayaan diri lulusan terhadap keterampilan klinis dengan
kondisi berisiko tinggi lebih rendah daripada kepercayaan diri mereka
dalam mengelola kondisi berisiko rendah (P <0,05). Karena kepercayaan

58
diri dianggap sebagai salah satu yang utama komponen kompetensi klinis
dan merupakan indikator penting dari kemampuan dan kompetensi,
desain kurikulum pendidikan harus mendapat perhatian serius. Desain
baru harus dipertimbangkan agar dapat meningkatkan kepercayaan
diri siswa, dan kurikulum harus dapat mempersiapkan bidan untuk
melakukan tugasnya secara memadai dalam kegiatan profesional
mereka untuk membuat perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan.
Selain itu, program pelatihan harus ditambahkan dalam program, yang
bertujuan untuk mempersiapkan lulusan yang memiliki keterampilan
klinis yang diperlukan dan yang siap dalam peralihan perilaku dan
emosional sehingga mereka dapat membangun kepercayaan diri
mengenai kemampuan mereka dalam memberikan pelayanan klinis
(Mirzakhani and Shorab 2015)

Penelitian (Patmawati, Saleh, and Syahrul 2018) tentang


“Efektifitas Metode Pembelajaran Klinik Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis dan Kepercayaan Diri Mahasiswa Keperawatan :
A Literature Review” yang berfokus pada metode pembelajaran klinik
yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis dan kepercayaan diri
mahasiswa keperawatan terhadap 12 artikel yang diterbitkan enam
tahun terakhir. Hasil Penelitian tersebut mengungkapkan didapatkan
metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis dan kepercayaan diri mahasiswa keperawatan sebagai berikut :

1. Simulasi

Metode simulasi pada program keperawatan tahun pertama


meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa dalam melakukan
proses keperawatan. Meskipun pengalaman klinis memiliki

59
efek yang lebih kuat, simulasi juga menjadi metode tambahan
yang efektif dalam meningkatkan kepercayaan diri, yang dapat
dimiliki baik sebelum atau setelah memperoleh pengalaman
klinis (Patmawati et al. 2018).

2. Metode Ronde

Metode ronde keperawatan adalah cara yang sederhana,


mudah, dan menyenangkan untuk melibatkan setiap mahasiswa
dan mengembangkan keterampilan penalaran kritis dalam
mempraktikkan pelayanan keperawatan terbaik. Ini juga
memberikan kesempatan melakukan pembimbingan yang bagus
untuk pihak institusi yang memungkinkan pengembangan
keterampilan mengajar mereka.

3. Konferensi Klinis

Konferensi klinis telah digunakan dalam lingkungan klinis


sebagai strategi pengajaran untuk melibatkan para mahasiswa;
meningkatkan dan memperkuat pembelajaran; mengembangkan
pemikiran kritis dan pemecahan masalah, meningkatkan penalaran
dan penilaian klinis; dan memfasilitasi pengintegrasian teori ke
dalam praktik. Dalam merencanakan dan mengimplementasikan
konferensi klinis, instruktur harus memastikan mereka
memberikan lingkungan yang dapat dipercaya dan aman yang
mendorong mahasiswa untuk menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi pengalaman klinis mereka melalui strategi
pengajaran yang berfokus pada semua domain pembelajaran.

60
4. Demonstrasi Model

Demonstrasi model dengan skenario simulasi dapat


digunakan untuk mengembangkan penilaian klinis dan
kepercayaan diri selama proses debriefing. Penelitian ini menguji
hubungan antara komponen Kerangka Simulasi Pendidikan
Keperawatan: komponen karakteristik desain ‘’ debriefing ‘’
dan komponen outcome pembelajaran seperti kepercayaan diri,
kepuasan pelajar, dan berpikir kritis, yang dibutuhkan untuk
penilaian klinis.

5. Peta Konsep

Peta konsep klinis adalah strategi yang berharga untuk


peningkatan pemikiran kritis mahasiswa keperawatan. Pada
penelitian (El-hay and Elmezayen 2018) dalam Patmawati
(Patmawati et al. 2018) didapatkan persepsi mahasiswa tentang
penerapan peta konsep dalam lingkungan klinis, hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa setuju bahwa:
peta konsep membantu dalam memahami konsep keperawatan,
membantu meningkatkan pemikiran kritis, menggunakan peta
konsep berguna untuk meningkatkan kinerja dalam lingkungan
klinis, peta konsep membantu menggunakan pengetahuan dalam
perawatan pasien, peta konsep membantu dalam representasi
kasus, peta konsep membantu memecahkan masalah, peta konsep
mengurangi beban kerja, peta konsep memberi kesempatan
untuk mengekspresikan pendapat, nilai ditingkatkan ketika
bekerja dengan peta konsep, menjadi ramah dengan anggota
kelompok setelah menggunakannya. Selain itu, menggunakan

61
konsep pemetaan berguna untuk mengurangi kecemasan dalam
lingkungan klinis, peta konsep adalah metode pengajaran yang
efektif yang membuat mahasiswa menikmati ketika menggunakan
peta konsep dalam lingkungan klinis.

62
INOSCO (INOVASI INSTRUMEN
BAB IV SELF-ASSESSED CONFIDENCE)

Instrumen INOSCO (Inovasi Instrumen Self-Assessed


Confidence) merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk
menganalisis kepercayaan diri dan kompetensi mahasiswa kebidanan
dalam keterampilan klinisnya. Instrumen Inosco ini terdiri dari 5
bagian yaitu Asuhan Kehamilan, Asuhan Persalinan, Asuhan Masa
Nifas, Asuhan Bayi Baru Lahir dan Neonatus serta Asuhan Kebidanan
Komplementer. Kolom isian tingkat kepercayaan diri pada kuesioner
tersebut terdiri dari 4 skala yakni skala 1, skala 2, skala 3, dan skala 4.
Adapun arti dari skala tersebut yaitu “sangat tidak percaya diri” untuk
skala 1, “kurang percaya diri” untuk skala 2, “percaya diri” untuk skala
3 dan “sangat percaya diri” untuk skala 4. Semua bagian instrumen
menggunakan 4 skala ini. Adapun 5 bagian instrumen tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Instrumen Analisis Kepercayaan Diri dalam Kompetensi


Asuhan Kehamilan

63
Tabel Instrumen Analisis Kepercayaan Diri dalam Kompetensi
Asuhan Kehamilan diatas terdiri dari 16 pernyataan.

64
Tabel 4.2 Instrumen Analisis Kepercayaan Diri dalam Kompetensi
Asuhan Persalinan

65
66
Tabel instrumen Analisis Kepercayaan Diri dalam Kompetensi
Asuhan Persalinan diatas terdiri dari 38 pernyataan.

Tabel 4.3 Instrumen Analisis Kepercayaan Diri dalam Kompetensi


Asuhan Masa Nifas

67
Tabel instrument Analisis Kepercayaan Diri dalam Kompetensi
Asuhan Nifas diatas terdiri dari 13 pernyataan.

Tabel 4.4 Instrument Analisis Kepercayaan Diri dalam Kompetensi


Asuhan Bayi Baru Lahir dan Neonatus

68
Tabel instrument Analisis Kepercayaan Diri dalam Kompetensi
Asuhan Bayi Baru Lahir dan Neonatus diatas terdiri dari 16 pernyataan.

69
Tabel 4.5 Instrument Analisis Kepercayaan Diri dalam Kompetensi
Asuhan Kebidanan Komplementer

Tabel instrument Analisis Kepercayaan Diri dalam Kompetensi


Asuhan Kebidanan Komplementer diatas terdiri dari 9 pernyataan.

70
BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Bidan sebagai tenaga kesehatan strategis yang berperan


dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak dituntut memiliki
kompetensi tinggi untuk dapat menjalankan fungsinya dengan
baik. Praktik kebidanan membutuhkan tempatkan dalam
kerangka profesional otonomi, kemitraan, etika, dan akuntabilitas
di mana kompetensi dan kepercayaan diri adalah elemen inti dari
profesionalisme.

Modul ini berisi panduan dalam meningkatkan kepercayaan


diri dan kompetensi bidan dan calon bidan. Modul ini dilengkapi
dengan instrumen yang dapat mengukur tingkat kepercayaan
diri dan kompetensi bidan sehingga bidan, calon bidan maupun
institusi Pendidikan bidan dapat melakukan pengukuran terhadap
dirinya sendiri, sejawat maupun mahasiswanya agar dapat menjadi
tolak ukur sehingga dapat lebih meningkatkan kompetensi dan
kepercayaan diri dalam memberikan asuhan kebidanan pada
masyarakat.

5.2 Saran

Terbentuknya modul ini diharapkan dapat mempermudah


tenaga kesehatan khususnya pada peningkatan kepercayaan diri
dan kompetensi bidan dan calon bidan.

71
72
DAFTAR PUSTAKA

Angelis, Barbara. 2003. Percaya Diri. jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Bäck, Lena, and Annika Karlström. 2018. Confidence in Midwifery-


Midwifery Students and Midwives’ Perspectives. Ostersund: Mid
Sweden University, Sundsvall.

Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, BAN-PT. 2014. Akreditasi


Program Studi Diploma III Kebidanan: Buku I. Jakarta.

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Dirjen Dikti Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2011. “Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (Indonesian Qualification Framework).”

Djatin, J., and Sri Hartinah. 2004. Penelusuran Informasi Ilmiah.


Jakarta: Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.

El-hay, Seham A. Abd, and Samira Elmezayen. 2018. “Effect of Concept


Mapping on Problem Solving Skills , Competence in Clinical
Setting and Knowledge among Undergraduate Nursing Students.”
Journal of Nursing Education and Practice 8(8):34–46. doi:
10.5430/jnep.v8n8p34.

Fitria, Rahmah, Joserizal Serudji, and Lisma Evareny. 2019. “Persiapan


Uji Kompetensi Bidan Sebagai Exit Exam.” Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jamb 19(1):195–203. doi: 10.33087/jiubj.
v19i1.590.

73
Goleman, D. 2001. Working with Emotional Intelligence : Kecerdasan
Emosi Untuk Mencapai Prestasi. 4th ed. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Gufron, Nur, and Rini Risnawati. 2011. Teori-Teori Psikologi.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Indonesia, Pemerintah Republik. 2019. Undang-Undang Tentang


Kebidanan No 4 Tahun 2019. Indonesia.

Kadi, Arie Prima Usman. 2016. “Hubungan Kepercayaan Diri Dan


Self Regulated Learning Terhadap Prokrastinasi Akademik
Pada Mahasiswa Psikologi Tahun 2013 (Mahasiswa Psikologi
Universitas Mulawarman).” Psikoborneo 4(1):66–76.

Kementerian Kesehatan, RI. 2020. Kepmenkes RI No 320 Tahun 2020


Tentang Standar Profesi Bidan. Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. 2020. KEPMENKES 320 TAHUN 2020


TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN. Jakarta: https://www.ibi.
or.idl.

Kieny, Marie Paule, Henk Bekedam, Delanyo Dovlo, James Fitzgerald,


Jarno Habicht, Graham Harrison, Hans Kluge, Vivian Lin, Natela
Menabde, Zafar Mirza, Sameen Siddiqi, and Phyllida Travis. 2017.
“Strengthening Health Systems for Universal Health Coverage
and Sustainable Development.” Bulletin of the World Health
Organization 95(7):537–39. doi: 10.2471/BLT.16.187476.

Lauster, P. 2003. Tes Kepribadian (Alih Bahasa: D.H.Gulo). Jakarta:


PT. Bumi Aksara.

74
Lindenfield, G. 1997. Mendidik Anak Agar Percaya Diri. Jakarta:
Arcan.

Maslow, Abraham H. 2010. Motivation and Personality. Jakarta:


Rajawali.

Mirzakhani, Kobra, and Nahid Jahani Shorab. 2015. “Study of the Self-
Confidence of Midwifery Graduates from Mashhad College of
Nursing and Midwifery in Fulfilling Clinical Skills.” Electronic
Physician 7(5):1284–89. doi: 10.14661/1284.

Mudokwenyu-Rawdon, Christina, Unice Goshomi, and Pisirai


Ndarukwa. 2020. “Student Midwives’ Self-Assessment of Factors
That Improve or Reduce Confidence in Clinical Practice during a
1-Year Training Period in Zimbabwe.” African Journal of Midwifery
and Women’s Health 14(2):1–9. doi: 10.12968/ajmw.2019.0023.

Patmawati, Try Ayu, Ariyanti Saleh, and Syahrul Syahrul. 2018.


“Efektifitas Metode Pembelajaran Klinik Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Kepercayaan Diri Mahasiswa Keperawatan :
A Literature Review.” Jurnal Keperawatan Muhammadiyah
3(2):88–94. doi: 10.30651/jkm.v3i2.1823.

Rahayu, A. Y. 2013. Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan


Bercerita. Jakarta: PT Indeks.

Rochimah, Nur, and Suryadi. 2018. “PENGARUH MOTIVASI


BERPRESTASI DAN KEPERCAYAAN DIRI.” El-Banar: Jurnal
Pendidikan Dan Pengajaran 01(01):7–12.

Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Pendidikan,Dengan Pendekatan

75
Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Wahyuni, Sri. 2013. “Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan


Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa
Psikologi.” EJournal Psikologi 1(4):50–64.

Werni, Sefrina, Rosita Rosita, Nita Prihartini, and Mieska Despitasari.


2019. “Identifikasi Kompetensi Bidan: Data Riset Pendidikan
Tenaga Kesehatan Tahun 2017.” Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Pelayanan Kesehatan 3(3):142–51. doi: 10.22435/
jpppk.v3i3.2458.

76
77
78
79
80

Anda mungkin juga menyukai