Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL

ANALISIS KEDAULATAN DAN YURISDIKSI INDONESIA DALAM


SENGKETA INDONESIA-AUSTRALIA PADA KASUS PENCEMARAN
LINTAS BATAS MONTARA

Disusun untuk Memenuhi Nilai Tugas Ujian Akhir Semester Gasal

Mata Kuliah: Hukum Internasional

Dosen Pengampu:

Sonny Saptoajie Wicaksono, S.H., M.Hum.

Disusun oleh:

Annisa Cahya Madani

8111421626
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................3

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................4

2.1 Latar Belakang Kasus Montara...................................................................................4


2.2 Kedaulatan dan Yurisdiksi yang Dimiliki Indonesia...................................................5

BAB III PENUTUP.........................................................................................................8

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................8
3.2 Saran............................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................9

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kedaulatan dan yuridiksi menjadi dua hal dengan keterkaitan yang erat. Kedaulatan
melekat pada suatu negara sejak awal didirikan. Negara yang berdaulat akan
menjalankan yuridsiksi/kewenagannya dalam negara tersebut. Dari kedaulatan tersebut
akan melahirkan hak, kekuasaan, atau kewenangan agar dapat mengatur permasalahan
baik internal, maupun eksternal.
Fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan bentuk “kepulauan” dengan
wilayah perairan yang lebih luas jika dibandingkan dengan wilayah daratan,
memberikan dampak bagi Indonesia akan kemungkinan-kemungkinan terjadinya suatu
permasalahan dalam wilayahnya. Di tahun 2009, terdapat sebuah peristiwa ledakan
terjadi di ladang minyak Montara yang berada dalam ZEE Australia yang kemudian
meluas sampai memasuki kawasan ZEE Indonesia sehingga mengakibatkan pencemaran
di lingkungan laut Indonesia.
Jika ditinjau melalui yurisdiksi teritorial, negara memiliki yurisdiksi terhadap segala
sesuatu yang terjadi dalam wilayahnya dan yurisdiksi inilah yang akan mengatur serta
memberi batasan terhadap segala sesuatu yang terjadi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Hal apa yang melatarbelakangi terjadinya sengketa internasional antara
Indonesia-Singapura pada kasus Montara?
2. Bagaimana kedaulatan dan yurisdiksi yang dimiliki Indonesia jika ditinjau dari
kasus tersebut?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Kasus Montara


Ladang minyak Montara bertempat di Laut Timor Pantai Kimberly, Australia, 250
km di sebelah utara Truscott dan 690 km di sebelah Darwin. Pada Agustus 2009, terjadi
sebuah peristiwa gagalnya tindakan pengeboran pada ladang minyak tersebut yang
kemudian mengakibatkan terjadinya penyemburan minyak dan mengotori perairan di
Australia. Pengamatan yang dilakukan pada 1 September 2009 melalui satelit
menunjukkan bahwa tumpahan dari ledakan minyak tersebut tidak hanya mengotori
perairan di Australia saja, melainkan juga masuk ke dalam wilayah Timor Leste serta
Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Indonesia.1 Belum lagi tumpahan minyak terjadi dalam
kurun waktu yang lumayan lama, yaitu selama 74 hari dengan perkiraan volume
tumpahan sekitar 2.000 barel atau 318.000 tiap harinya.2
Ledakan minyak ini memberikan dampak kerugian yang besar bagi Indonesia,
karena perairan Indonesia menjadi tercemar. Hal ini membawa petaka juga bagi
lingkungan global dan perubahan iklim. Masalah ini tidak hanya menjadi masalah yang
sepele dari sisi ekologi, melainkan maslaah yang dapat mengancam kesejahteraan bagi
masyarakat yang memang terdampak. Bagi mereka yang memiliki pekerjaan sebagai
nelayan laut dengan komoditas rumput laut untuk dibudidayakan membuat setidaknya
ada sekitar 18.000 petani rumput laut dan nelayan yang kehilangan pekerjaan karena
mereka sudah tidak bisa lagi melanjutkan budidaya rumput laut dan banyaknya ikan-
ikan yang mati dikarenakan wilayah perairan tersebut telah terkontaminasi oleh minyak
mentah, zat timah hitam, dan hubuk kimia. Dari dampak-dampak yang ditimbulkan atas
kejadian tersebut berakibat terjadinya sengketa internasional antara Indonesia dengan
Australia.
Dalam menanggapi kasus ini, Indonesia masih memegang teguh prinsip hukum
internasional untuk menyelesaikan suatu sengketa dengan langkah damai, ditandai
dengan adanya proses negosiasi oleh kedua belah pihak. Dalam proses ini, Indonesia
mengajukan klaim dan menuntut ganti rugi yang kemudian tidak dipenuhi oleh
1
Ni Putu Suci Meinarni, ‘Hambatan Dalam Penyelesaian Sengketa Kasus Minyak Montara’, Jurnal
Komunikasi Hukum (JKH), 3.2 (2017), 84 <https://doi.org/10.23887/jkh.v3i2.11826>.
2
Rini Siti Juariah, ‘Analisis Putusan Pengadilan Federal Australia Atas Kasus Montara Dan Implikasinya
Terhadap Sengketa Pencemaran Laut Lintas Batas Di Masa Depan’, 3.11 (2022), 930–52.

4
Pemerintah Australia, hingga akhirnya dianggap gagal. 3 Di tahun 2017, gugatan kepada
pemerintah Federal Australia dan PTTEP didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta,
akan tetapi dicabut dengan alasan ingin memperkuat gugatan, selanjutnya pemerintah
juga membentuk satgas untuk membantu proses gugatan. Dengan berbekal data yang
sudah dikumpulkan oleh satgas, pemerintah Indonesia kembali mengajukan gugatan
ganti rugi kepada PTTEP Australasia ke salah stau pengadilan federal Australia, di
tahun 2021 gugatan dimenangkan oleh korban dari minyak Montara. 4 Setelah gugatan
dimenangkan oleh Indonesia, PTTEP mengajukan banding dan siding dilakukan pada
Juni 2022. Hasilnya pada November 2022 kemarin, PTTEP bersedia untuk mengganti
rugi sesuai dengan keputusan Pengadilan Federal Australia. 5 Sementara itu, penyusunan
Perpres masih dilakukan dan apabila Perpres tersebut telah selesai maka pemerintah
akan melayangkan gugatan baik di dalam maupun luar negeri.6

2.2 Kedaulatan dan Yurisdiksi Indonesia


Tiap-tiap negara berdaulat yang telah diakui pasti memiliki yurisdiksi. Dengan
kedaulatan yang dimiliki, suatu negara memiliki kewenangan untuk mengatur tindakan-
tindakan dalam wilayahnya sendiri dan tindakan lain yang dapat merugikan kepentingan
yang harus dilindungi juga menjalankan aturan-aturan yang ada. Sebagai negara yang
merdeka, Indonesia memiliki kedaulatan untuk membuat juga melaksanakan peraturan
yang telah dibuat untuk melindungi wilayahnya.
Pencemaran minyak yang terjadi di laut disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya
diakibatkan oleh operasi dan kecelakaan kapal sehari-hari, tumpahan minyak dari darat,
eksplorasi, pengembangan lepas pantai, pembersih tangka, jaringan pipa pengangkut
minyak, dan lain-lain. Kebocoran minyak dari daratan (melalui saluran air) menjadi
penyebab yang paling sering terjadi dalam pencemaran minyak. Beberapa penyebab
pencemaran minyak laut yang berasal dari kegiatan manusia, seperti eksplorasi minyak,
produksi, transportasi minyak dengan pipa, distribusi, dan lain-lain. Tumpahan minyak

3
Ibid.
4
Ibid.
5
‘Kasus Tumpahan Minyak Montara, Luhut: PTTEP Bersedia Ganti Rugi Rp2 Triliun’
<https://www.voaindonesia.com/a/kasus-tumpahan-minyak-montara-luhut-pttep-bersedia-ganti-rugi-
rp2-triliun/6848996.html> [accessed 5 December 2022].
6
‘Pemerintah Indonesia Terus Berupaya Tangani Kasus Tumpahan Minyak Montara’
<https://maritim.go.id/detail/pemerintah-indonesia-terus-berupaya-tangani-kasus-tumpahan-minyak-
montara> [accessed 5 December 2022].

5
di badan air sisebabkan oleh beberapa hal, seperti tumpahan, kecelakaan, sabotase, dan
kesengajaan.7
Mengenai lingkungan perairan, Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa
(United Nation Convention on The Law of The Sea) telah mengatur hal-hal yang
menyangkut perairan sedemikian rupa, termasuk pencemaran yang terjadi di atas
perairan. Dalam United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS), tiap-
tiap negara berdaulat diizinkan untuk mengeksplorasi dan mengksploitasi kekayaan
alamnya serta mewajibkan bagi seluruh negara untuk melindungi dan melestarikan
lingkungan laut.8 Selain UNCLOS, ada pula peraturan hukum internasional lain yang
mengatur pencemaran karena tumpahan minyak, seperti Convention on The High Seas
1958 “setiap negara wajib mengadakan peraturan-peraturan untuk mencegah
pencemaran laut yang disebabkan oleh eksplorasi dan eksploitasi dasar laut dan tanah di
bawahnya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan perjanjian internasional yang
ada mengenai masalah ini”. Indonesia telah meratifikasi UNCLOS dengan UU No,or 17
Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS. Itu artinya, Indonesia memiliki wewenang
untuk memanfaatkan, melindungi, dan memelihara sumber-sumber kekayaan yang
berada di laut.9 Setelah meratifikasi UNCLOS, Indonesia juga memiliki UU terkait
perairan di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Di dalam UU Nomor 32 Tahun 2014, disebutkan bahwa “proses penyelesaian


sengketa dan penerapan sanksi pencemaran laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan prinsip pencemar membayae dan prinsip kehati-
hatian”.10 Disebutkan pula jika “Pelindungan dan pelestarian lingkungan Laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pencegahan, pengurangan, dan
pengendalian lingkungan Laut dari setiap Pencemaran Laut serta penanganan kerusakan
lingkungan Laut”11

7
Anggita Larasati, ‘MENYELESAIKAN SENGKETA PENCEMARAN LAUT INTERNASIONAL TERKAIT
TUMPAHNYA MINYAK MONTARA ANTARA INDONESIA DAN AUSTRALIA DI TIMOR LESTE’.
8
Suci Meinarni. Op. Cit. hlm. 85
9
Faturrahman Ahmad Fauzi, ‘TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KASUS KILANG MINYAK
MONTARA DI LAUT TIMOR. (Studi Kasus Kilang Minyak Montara Di Laut Timor)’, Repository UIN Jakarta,
2018 <http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/44023>.
10
Pasal 52 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan
11
Pasal 56 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan

6
Atas terjadinya kasus pencemaran lintas batas Montara ini, Indonesia memiliki
kewenangan untuk menjaga wilayah lautnya dan juga menyelesaikan sengketa tersebut
sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan hukum nasional
dan internasional yang ada. Sayangnya, belum ada aturan khusus yang mengatur tentang
pencemaran minyak yang bersumber dari pengeboran minyak lepas pantai.12

12
Suci Meinarni. Op. Cit. hlm. 86

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setiap negara yang berdaulat memiliki kewenangan untuk membuat dan
menjalankan yurisdiksinya. Indonesia memiliki wewenang untuk menjaga dan
melestarikan wilayahnya, oleh karena itu kebocoran ladang minyak Montara yang
menyebabkan ZEE Indonesia mengalami tercemar minyak dan ribuan orang kehilangan
pekerjaan, dapat ditindaklanjuti untuk diselesaikan demi tetap menjaga wilayah perairan
Indonesia. Tentunya penyelesaian sengketa tetap harus sesuai dengan instrument hukum
yang sudah berlaku dengan tetap memerhatikan hak dan kewajiban masing-masing
pihak.

3.2 Saran
Belum adanya aturan khusus mengenai pencemaran minyak yang berasal dari
pengeboran lepas pantai menjadi salah satu penyebab penyelesaian kasus Montara
antara Indonesia-Australia kemarin mengalami hambatan. Setelah mengalami kasus ini,
kiranya Indonesia bisa mengusulkan agar instrument hukum terkait pencemaran minyak
yang berasal dari pengeboran lepas pantai segera disusun.

8
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, F. A. (2018). TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KASUS


KILANG MINYAK MONTARA DI LAUT TIMOR. (Studi Kasus Kilang Minyak
Montara Di Laut Timor). In Repository UIN Jakarta (Vol. 53, Issue 9).
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/44023

Juariah, R. S. (2022). Analisis Putusan Pengadilan Federal Australia atas Kasus


Montara dan Implikasinya terhadap Sengketa Pencemaran Laut Lintas Batas di
Masa Depan. 3(11), 930–952.

Larasati, A. (n.d.). MENYELESAIKAN SENGKETA PENCEMARAN LAUT


INTERNASIONAL TERKAIT TUMPAHNYA MINYAK MONTARA ANTARA
INDONESIA DAN AUSTRALIA DI TIMOR LESTE.

Suci Meinarni, N. P. (2017). Hambatan Dalam Penyelesaian Sengketa Kasus Minyak


Montara. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 3(2), 84.
https://doi.org/10.23887/jkh.v3i2.11826

Kasus Tumpahan Minyak Montara, Luhut: PTTEP Bersedia Ganti Rugi Rp2 Triliun.
(n.d.). Retrieved December 5, 2022, from https://www.voaindonesia.com/a/kasus-
tumpahan-minyak-montara-luhut-pttep-bersedia-ganti-rugi-rp2-triliun/
6848996.html

Pemerintah Indonesia Terus Berupaya Tangani Kasus Tumpahan Minyak Montara.


(n.d.). Retrieved December 5, 2022, from https://maritim.go.id/detail/pemerintah-
indonesia-terus-berupaya-tangani-kasus-tumpahan-minyak-montara

Convention on The High Seas 1958

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan

United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS)

Anda mungkin juga menyukai