Policy of Moral Edu Imam Zarkasy
Policy of Moral Edu Imam Zarkasy
Institut Pendidikan
DOI: 10.14421/jpi.2014.31.163-182
Abstrak
KH. Imam Zarkasyi adalah salah satu pendiri Pondok Pesantren Modern Gontor dan juga tokoh
nasional yang terkenal. Penulis mengusulkan untuk mengkaji pendidikan akhlak khususnya
dalam perspektif KH. Imam Zarkasyi. Penulis memaparkan KH. Pengertian pendidikan akhlak
menurut Imam Zarkasyi, kemudian pengukuran akhlak dan metode pengajaran akhlak. Penelitian
ini menemukan bahwa moral adalah ilmu tindakan, atau pengetahuan tentang hal-hal yang
menunjukkan unsur-unsur baik dan buruk dalam kehidupan masyarakat, dan pendidikan moral
adalah pendidikan tindakan atau penyampaian pengetahuan tentang ukuran moral, yang
menunjukkan hal-hal buruk dan baik dalam masyarakat. hidup bermasyarakat, dan ukuran itu mutlak.
Pendidikan moral dapat dikategorikan menjadi dua; pendidikan jasmani dan rohani.
Di sini penulis berkesimpulan bahwa dalam penanaman akhlak tidak ada perbedaan antara
jasmani dan rohani, melainkan sistem yang terpadu sebagai satu metode pendidikan.
Abstrak
KH. Imam Zarkasyi adalah salah satu pendiri Pondok Pesantren Modern Gontor dan sekaligus
menjadi tokoh nasional. Penelitian mengkaji kebijakan pendidikan moral khususnya dalam
perspektif KH Imam Zarkasyi. Penulis mediskripsikan definisi pendidikan moral dalam perspektif
KH. Imam Zarkasyi, kemudian
pengantar
Memasuki milenium ketiga, kehidupan manusia semakin maju dan kompleks. Oleh
karena itu pendidikan berperan sebagai proses dalam menyiapkan dan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang berakhlak aq karimah . Perkembangan dan kemajuan
di segala bidang menghasilkan beberapa perubahan sosial yang besar dalam kehidupan
manusia. Perkembangan itu membuat kehidupan menjadi sangat modern dan progresif.
Namun, perubahan sosial menyebabkan kemunduran dalam moralitas bangsa, guncangan
hidup, masalah moralitas dan agama masyarakat, terutama pada generasi muda yang
melahirkan komunitas baru, seperti gangster, narkoba dan seks bebas.
Keadaan di atas merupakan gambaran masa depan yang sangat suram. Satu-
satunya harapan optimisme adalah keinginan orang tua untuk menanamkan nilai-nilai
keimanan dan moral kepada anak-anaknya berdasarkan ajaran agama. Untuk mengatasi
pengaruh negatif abad baru dan perkembangannya, orang akan melihat agama sebagai
kartu as dalam lubang dan pendidikan agama merupakan jalan yang harus ditempuh karena
salah satu tujuan agama adalah Akhl aq Karimah sebagaimana Rasulullah diriwayatkan.
bersabda, diriwayatkan oleh Baihaqi: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak. Al-Qur'an juga mengatakan tentang Akhl aq Nabi Muhammad “Sesungguhnya pada
diri Rasulullah itu ada suri tauladan yang baik bagi orang yang berharap kepada Allah dan
hari akhir, dan yang banyak mengingat Allah.” (al-Ah}za>b [22]: 21)
Saat ini, pendidikan moral adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri krisis moral
ini. Ada banyak konsep pendidikan akhlak menurut para cendekiawan muslim. Namun
penulis mencoba membahas konsep pendidikan akhlak KH. Imam Zarkasyi yang telah
dipraktekkan dan terbukti berhasil dalam menanamkan budi pekerti pada santri di Pesantren
Modern Gontor. KH. Imam Zarkasyi adalah salah satunya
salah satu pendiri Pondok Pesantren Modern Gontor dan seorang tokoh nasional
ternama. Bersama KH. Ahmad Sahal dan KH. Zainuddin Fannanie mereka mendidik
para santrinya dan mengajarkan akhlak yang tertuang dalam Lima Rukun Pesantren
Modern dan semboyannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) untuk menemukan KH. Pandangan Imam
Zarkasyi tentang pengertian pendidikan akhlak, (2) menjelaskan macam-macam dan ukuran akhlak menurut
KH. Imam Zarkasyi, dan (3) mengidentifikasi Dawam Raharjo, Karakter al-Ustadz Imam Zarkasyi dan
Kebebasan Pondok Modern Gontor (sebuah Refleksi), Biografi KH. Imam Zarkasyi di mata ummat,
(Gontor: Gontor Press, 1996), hlm. 858.
Ibid., hal. 858.
Imam Zarkasyi, Sambutan pimpinan dalam acara resepsi kesyukuran setengah abad dan peresmian
masjid jami' Pondok Modern Gontor, Kenang-kenangan 1926; Peringatan Delapan Windu, 1990,
(Gontor: 1990) hal. 43-44.
metode penanaman akhlak yang ideal menurut KH. Sudut pandang Imam Zarkasyi.
Ini adalah penelitian biografi yang melihat latar belakang pendidikan, karakter, pengaruh
lingkungan serta ide dan pemikiran seseorang. Pendekatan ini melihat biografi Imam
Zarkasyi, karya-karyanya, kondisi yang mungkin mempengaruhi karakteristiknya.
Pendekatan ini merupakan metode pengumpulan data, membuat interpretasi dan
kesimpulan atas latar belakang sejarah berdasarkan dokumen-dokumen sebagai
sumbernya.
Metode ini digunakan sebagai gambaran secara sistematis tentang fakta dan ciri-
ciri suatu populasi tertentu atau dalam suatu bidang yang aktual dan akurat. Penulis
menggunakan metode ini untuk memaparkan pemikiran para pakar Pendidikan Akhlak,
khususnya pemikiran KH. Imam Zarkasyi. Ini adalah metode pengumpulan data dan
fakta, yang akan dibahas dan diilustrasikan secara sistematis, faktual, dan valid
berdasarkan data. Penulis menggunakan teknik studi kepustakaan untuk mengkaji
karya-karya Imam Zarkasyi, guna menyeleksi data pemikirannya dan memperoleh
gambaran lengkap gagasannya tentang pendidikan akhlak. Setelah menemukan data,
penulis mengkategorikannya secara kualitatif dengan prosedur dan teknik yang sesuai.
Analisis data menggunakan, (1) Induktif. Ini adalah metode untuk menyimpulkan
pernyataan tertentu. Metode ini digunakan untuk menarik kesimpulan umum dari
pemikiran Imam Zarkasyi tentang Pendidikan Akhlak. (2) Analitis-kritis. Dalam metode
ini, semua fakta dan argumentasi yang terkumpul didiskusikan dan dianalisis secara
kritis kemudian dibandingkan satu sama lain.
Moral berarti standar perilaku. Berdasarkan makna universal ini, Imam Zarkasyi
juga mendefinisikan moral sebagai universal; karenanya pelajaran tentang moral sangat
beragam dan saling berhubungan satu sama lain. Secara sederhana, makna moral
mencakup makna kebaikan, budi pekerti, kesehatan, etika, dan kebaikan spiritual.
Dengan demikian, makna moral berkaitan dengan perkembangan pribadi. Pembahasan
Pendidikan Akhlak Imam Zarkasyi terbagi menjadi dua aspek, yaitu kedudukan akhlak
dan klasifikasi akhlak.
1. Kedudukan Moral
Imam Zarkasyi melihat bahwa derajat tertinggi manusia ditentukan oleh nilai-nilai
yang tampak dalam karakternya. Menurut ajaran Islam,
Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2002), hal. 22.
Ibid., hal. 22.
Imam Zarkasyi, Jagalah Ijazah Akhlak, (Majalah Gontor; Edisi 06 tahun II, Sya'ban 1425/Oktober 2004),
hal. 36-37.
moral ditempatkan pada tempat yang khusus dan penting. Dalam hal ini diriwayatkan
bahwa Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabatnya: Ya Rasulullah, apa itu din
(agama), kemudian Rasulullah menjawab: (Agama adalah) akhlak yang baik.
Pengertian agama sebagai akhlak berbanding lurus dengan pengertian haji adalah wuq uf
at 'arafah. Artinya, haji seseorang tidak diterima tanpa hwuq
agama
uf ditidak
'arafah.
lengkap
Demikian
tanpapula,
moral
yang baik.
Imam Zarkasyi mengajarkan murid-muridnya untuk memiliki empat karakter agar bisa naik
derajat akhlaknya. Keempat karakter tersebut adalah akhlak mulia (perilaku yang baik),
tubuh yang sehat, ilmu yang luas dan kebebasan berpikir.10 Keempat karakter tersebut
dikenal sebagai semboyan Pesantren.11 Ia menempatkan akhlak mulia sebagai karakter
pertama; Hal ini membuktikan bahwa moral merupakan tingkatan tertinggi dari karakter
manusia. Semua manusia dari berbagai lapisan masyarakat harus berpijak pada akhlak
yang baik/berakhlak mulia.
Sungguh akhlak yang mulia lebih baik dari ilmu atau kekayaan lainnya, karena tidak ada
kehormatan bagi ilmuan atau orang kaya tanpa memiliki akhlak/akhlak yang baik.12 Imam
Zarkasyi mengatakan: “Ilmu adalah barang yang tidak bisa dibeli, harganya mahal. Tapi
ada barang yang lebih mahal dari pengetahuan. Itu adalah harga diri atau moral seseorang,
dan keduanya tidak bisa dibeli dengan apapun.”
Berdasarkan pernyataan tersebut, benar bahwa karakter manusia yang pertama adalah
akhlak yang mulia, dan merupakan pondasi dari karakter yang lain. Pernyataan ini sesuai
dengan apa yang dikatakan Nabi Muhammad, diriwayatkan oleh Bukhari: “Yang terbaik di
antara kamu adalah mereka yang paling baik akhlaknya.”13
Posisi selanjutnya adalah badan sehat/sehat. Imam Zarkasyi tidak membatasi kesehatan
yang baik hanya pada tubuh, tetapi dalam arti yang lebih luas, yaitu kesehatan pribadi.14
Poin kedua berarti bahwa seseorang harus menjaga kesehatannya untuk menjalankan
tugasnya sebagai khali>fah dan beribadah kepada Allah sebagaimana mestinya. sebaik-
baiknya.15 Setelah memiliki kedua jenis kesehatan, rohani dan jasmani, seseorang harus memilikinya
14
Imam Zarkasyi, Diktat Pekan Perkenalan, (Gontor; Darussalam Press, tt.), hlm. 19.
15 Imam Zarkasyi, Jagalah Ijasah..., hal. 43.
pengetahuan yang luas. Pengetahuan yang luas dapat diperoleh dengan tubuh dan pikiran
yang sehat. Disebutkan dalam Filsafat Arab: “Pikiran yang sehat terdapat dalam tubuh yang
sehat.”
Selain memiliki pengetahuan yang luas, seseorang juga harus memiliki akhlak yang baik.
Dengan kata lain, ilmu itu harus dilandasi akhlak yang baik, sehingga ia tahu apa yang
dipelajarinya.16 Oleh karena itu, akhlak merupakan akhlak utama untuk mengangkat
seseorang ke derajat manusia yang paling tinggi. Terakhir, Imam Zarkasyi menempatkan
kebebasan berpikir yang berarti seseorang bebas memilih cara hidup yang terbaik.
Kebebasan ini harus didasarkan pada karakter masa lalu yang mencakup sopan santun,
pengetahuan yang luas dan kesehatan pribadi. Oleh karena itu, kebebasan tidak jauh dari
prinsip Islam.
Dari penjelasan di atas, jelas terlihat bahwa akhlak atau budi pekerti yang baik merupakan
kedudukan pertama dalam kehidupan manusia; tidak hanya yang tertinggi, tetapi telah
menjadi landasan bagi karakter lainnya. Seperti disebutkan sebelumnya, Rasullah
menegaskan bahwa agama seseorang tidak lengkap tanpa akhlak yang baik. Akhirnya,
untuk menyimpulkan, akhlak mulia atau akhlak yang baik adalah akhlak manusia yang
paling wajib.
2. Klasifikasi Moral
Setelah menempatkan akhlak pada tingkatan pertama, Imam Zarkasyi membagi akhlak
menjadi dua kategori, akhlak jasmani dan akhlak ruhani. Akhlak jasmani meliputi gerak
tubuh, tingkah laku, pakaian, dll. Sedangkan akhlaq ruhani meliputi beberapa unsur yang
berkaitan dengan akhlak, jiwa, akhlak terpuji dan lain-lain.
Umat Islam harus menekankan pada kedua pendidikan akhlak tersebut. Moralitas spiritual
adalah hubungan vertikal dengan Tuhan (Allah), dan moralitas fisik adalah hubungan
horizontal dengan manusia lainnya. Moralitas spiritual dapat didasarkan pada fakta bahwa
Allah tidak melihat manusia hanya pada fisiknya, tetapi juga qalbnya. Rasulullah diriwayatkan
pernah bersabda, diriwayatkan oleh Muslim: Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik atau
gerak-gerik seseorang tetapi Allah melihat jiwa/ qalb seseorang.17 Sedangkan manusia
hanya bisa mengandalkan matanya untuk melihat; artinya manusia hanya melihat tingkah
laku seseorang. Filsafat Arab mengungkapkan: “Perilaku seseorang menunjukkan
rahasianya. (Kata Kata Bijak Bahasa Arab).”18
Oleh karena itu, moralitas fisik serta moralitas spiritual harus ditekankan. Pemikiran Imam
Zarkasyi menciptakan unsur-unsur yang berkaitan dan pembahasannya
16
Imam Zarkasyi, Anakku Jadilah…,p. 44.
17
18 Zainuddin Fananni dan Imam Zarkasyi, Sendjata Pengandjoer dan pemimpin Islam, (Gontor:
Trimurti, tt) hal. 39.
tentang moral menjadi sulit terutama ketika moral berkaitan dengan agama. Dalam hal ini
Imam Zarkasyi mengklaim bahwa akhlak yang berdasarkan agama memiliki tiga unsur,
yaitu; unsur keyakinan (i'tiq ad), unsur perilaku (suluk), dan unsur sentimen ('- atifah). 19
Ketiga unsur tersebut menjadi landasan moralitas manusia, dimana moral berkaitan dengan
agama. Penjelasan dari ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut:
sebuah.
Iman (i'tiq ad)
Iman adalah mempercayai sesuatu. Dalam tulisan ini, iman adalah keyakinan
seseorang daripada agama itu sendiri. Manusia yang hidup di dunia ini selalu ingin
tahu dan harus tahu, ingin percaya dan harus percaya, serta ritual-ritual yang harus
dilakukan. Oleh karena itu, ia harus percaya pada sesuatu atau agama.
Keyakinan itu harus benar dan kuat; iman dapat mendorong jiwa dan raga untuk
melakukan ibadah-ibadah wajib, serta dapat mencegahnya dari segala perbuatan
yang terlarang dan merugikan.20 Keyakinan yang kuat itu disebut Ima>n/ iman.
Keyakinan ini harus didasarkan pada dalil/dalil yang diterima akal manusia pada
setiap tingkatan. Allah berfirman dalam Surat al-Hajj [17]: 46: “Apakah mereka tidak
melakukan perjalanan melalui tanah, sehingga hati (dan pikiran) mereka dapat
belajar kebijaksanaan dan telinga mereka dapat belajar mendengar? Sesungguhnya
bukanlah mata yang buta, melainkan hati yang ada di dalam dadanya.”
Rasulullah menjadikan baik buruk akhlak seseorang sebagai tolak ukur kualitas
keimanan, hal ini ditunjukkan dalam hadis berikut yang diriwayatkan oleh Tirmidzi:
“Iman yang paling sempurna di antara umat Islam adalah akhlak yang paling
baik.”21 Jadi, orang yang bermoral berdasarkan agama atau tidak harus memiliki
keyakinan pada perbuatan baik dan buruk. Kemudian iman membimbing mereka
kepada perbuatan yang akan dilakukan, baik atau buruk, sesuai dengan kualitas
iman mereka.
b. Perilaku (suluk)
Unsur kedua adalah perilaku. Imam Zarakasyi menyebutkan bahwa moral juga
mencakup perilaku. Unsur ini lebih mudah dipahami daripada unsur keimanan
19
lihat Imam Zarkasyi, Akhlak (Etika) tentang Pelatihan Guru Agama Islam. Tp.
20
Imam Zarkasyi, Ush uluddin, ('Aq a'id) 'ala madzhab Ahli Sunnah wa-l-jam a'ah, (Gontor: Trimurti, tt) hal. 13.
21
c. Sentimen ('-Atifah)
22
Barmawie Umary, Materia Akhlak, (Solo: CV. Ramadhani, 1991), hlm. 29-30.
23 Carter V. Good, Dictionary of Education, (New York: Mc. Graw Hill Book Company. Inc, 1959),
hal.496.
24
Bamawie Umary, Materi Akhlak..., hal. 6.
Oleh karena itu, ia membagi moralitas menjadi dua kategori, moralitas spiritual dan fisik. Dalam
mendidik akhlak baik jasmani maupun rohani, Imam Zarkasyi memberikan tuntunan bagaimana
menanamkan dan mengembangkannya.
Untuk menjalin hubungan baik dengan Allah, manusia harus percaya bahwa Dia ada,
berkuasa, tidak seperti yang lain/makhluk, kekal, berdiri sendiri, adalah Esa, Mahatahu
dan karakter absolut lainnya.25 Setelah percaya kepada Tuhan dan ketuhanan, hal
kedua dalam mengembangkan hubungan dengan Tuhan adalah hid ayah (tuntunan
Tuhan). Manusia akan selalu membutuhkan hid ayah. Imam Zarkasyi menjelaskan dua
alasan mengapa manusia membutuhkan hid ayah. Alasan pertama adalah sifat manusia.
Tanpa diajari atau diminta orang lain, manusia bisa merasa haus atau lapar; ini berasal
dari ilham Allah. Sifat ini mengantarkan manusia untuk mencapai kesempurnaan dan
mengambil agama. Alasan kedua adalah kondisi manusia. Manusia diberkahi oleh
Tuhan dengan empat macam petunjuk. Bimbingan itu untuk menjaga dan
menyempurnakan kehidupan manusia dalam mencapai kesempurnaan. Keempat
petunjuk itu adalah naluri, al-gaw sebagai al-khamsu (panca indera), akal dan agama.26
Selain itu, selain beriman kepada Allah, manusia juga harus taat kepada-Nya untuk
mencari keridhoan-Nya dan agar manusia mendapatkan hidayah-Nya.
Setelah beriman kepada Allah dan beribadah kepada-Nya, manusia juga wajib bersyukur kepada-Nya atas
setiap nikmat dan nikmat yang diberikan. "Dan ingatlah! Tuhanmu menyebabkan diumumkan (di depan
umum): “Jika kamu bersyukur, Aku akan menambahkan lebih banyak (nikmat) kepadamu; tetapi jika kamu
menunjukkan rasa tidak tahu berterima kasih, sungguh hukuman-Ku sungguh mengerikan. (Ibr ah im: [13]:7)
Selain hubungan dengan Makhluknya (Allah), akhlak ini juga mencakup akhlak pribadi dan akhlak
kepada Rasulullah.27 Akhlak pribadi berarti seseorang harus menghargai dirinya sendiri, karena
dirinya berharga. Imam Zarkasyi menegaskan melalui nasehatnya: “Sesungguhnya kamu itu
berharga, maka hargailah dirimu sendiri tapi jangan minta untuk dihargai.”28 25 Imam Zarkasyi,
Ushuluddin, ('Aq a'id),...p. 23.
26
Ibid., hal. 53-58.
27 Klasifikasi ini diambil dari buku “Kuliah Akhlaq” karya Yunahar Ilyas.
28
Imam Zarkasyi dan Ahmad Sahal, Wasiat, Pesan, Nasehat & Harapan, (Gontor; Darussalam Press,
tt.), hal. 6.
Menghargai diri sendiri berarti menempatkan diri pada tempat yang terhormat, menjaga posisi
tersebut dan menghindari penodaan diri agar tidak menempatkannya pada tempat dan posisi
yang kotor dan hina. Dalam hal ini, seseorang harus cermat dan cerdas dalam menilai sesuatu.
Subjek moral fisik adalah gerak tubuh manusia. Dengan demikian, muatan pendidikan moral
jasmani mencakup sopan santun lahiriah yang meliputi gerak tubuh, perilaku, pakaian, dll.
Secara alami, moral jasmani lebih mudah daripada moral spiritual karena jasmani bersifat
berwujud. Menurut Imam Zarkasyi, dalam mendidik akhlak semacam ini tidak ada perbedaan
yang mencolok antara metode pengajaran Barat atau Timur. Ajaran umum akhlak jasmani
sebagaimana yang dilakukan Imam Zarkasyi adalah melalui pakaian, suara dan pergaulan.
Penjelasan detailnya adalah sebagai berikut:
sebuah. Pakaian
Ada banyak pakaian dan ada tempat dan waktunya. Manusia harus berpakaian
dengan pakaian terbaik sebagaimana firman Allah dalam al-Qur'an: “Wahai anak
Adam! Pakailah pakaian indahmu di setiap waktu dan tempat sholat.” (al-A'ra>f: [8]:
31)
Pakaian terbaik bukan berarti pakaian mahal, tapi pakaian yang cocok.
Manusia harus menjauhi cara berpakaian yang arogan sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Rasulullah, diriwayatkan oleh Bukhari: “Allah tidak akan memandang
orang yang menjulurkan pakaiannya karena sombong.”29
Hal utama tentang berpakaian atau penampilan fisik adalah menunjukkan akhlak
yang mulia dan mengetahui situasi dan tempat yang tepat dan dengan siapa
seseorang berinteraksi tanpa menafikan ajaran agama. Lebih lanjut Imam Zarkasyi
menjelaskan bahwa dalam berpakaian perpaduannya harus selalu diperhatikan
suasana, tempat dan kebersihannya.30 Setiap pakaian memiliki tempat dan situasi
yang sesuai: pakaian sekolah, pakaian sholat, pakaian olah raga, dan sebagainya.
b. Kedengarannya
Termasuk dalam moral fisik ini adalah “suara” (percakapan). Ketika seseorang
melakukan percakapan, dia bebas untuk berbicara tetapi dia dibatasi
29
30 Imam Zarkasyi, Cara mengisi bola dan Etiket adat sopan santun, (Gontor; Darussalam
Tekan, tt.) hal. 15.
dengan seluruh rasa hormatnya, dengan demikian bebas tetapi dengan hormat. Artinya
juga berbicara dengan mengetahui tempat, situasi dan kondisi.
c. Metode interaksi
Dalam hubungan manusia, harus ada 'tenggang rasa' (toleransi) satu sama lain. Oleh
karena itu, manusia harus berinteraksi satu sama lain dengan interaksi yang sebaik-
baiknya. Selain toleransi, harus ada semangat saling membantu, saling mengenal dan
selalu menghargai satu sama lain. Berkaitan dengan banyak orang, Imam Zarkasyi
berpesan, “Jangan gegabah atau sembarangan”. Mengenai tata cara pergaulan, beliau
berpesan kepada murid-muridnya: “Jagalah dirimu, dan ingatlah adab dan tata krama
yang baik (made in) Boarding School. Dan hidup dengan semua strata dan lapisan
masyarakat, MENGHORMATI ORANG TUA DAN MENGASIHI ANAK MUDA”31
Dengan demikian, metode pergaulan menurut Imam Zarkasyi berarti menghormati yang
lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Padahal, semua moral jasmani berasal dari
moral rohani karena kehidupan jasmani hanya dapat dilengkapi dengan kehidupan rohani.
Perkembangan jasmani manusia tanpa perkembangan rohani akan membuat hidup
seseorang berat sebelah dan kehilangan keseimbangannya.32 Dengan demikian, kedua
jenis pendidikan akhlak ini harus seimbang dalam mencari ketaatan kepada-Nya. Terakhir,
akhlak seperti ini dapat dikategorikan menjadi akhlak untuk Keluarga, Masyarakat dan
Negara.33
Moral ke negara juga dikenal sebagai nasionalisme. Namun, beberapa ahli pendidikan mengatakan
bahwa bangsa tidak berarti negara. Mereka mengatakan bahwa bangsa berarti bahasa dan agama
sedangkan manusia yang menganut satu agama juga mengatakan mereka berada dalam satu
bangsa. Namun pada tahun 1882, Ernest Renan, seorang Perancis, menyimpulkan bahwa bangsa
tidak berarti negara, bahasa maupun agama, tetapi hidup berdampingan atau hidup bersama
dengan yang lain. Termasuk dalam pengertian bangsa ini adalah sekelompok orang dalam
masyarakat yang ingin hidup bersama dalam kecukupan kekayaan dan kehidupan yang utuh, lahir
dan batin. Menurut Imam Zarkasyi, akhlak terhadap negara adalah perasaan hidup damai dan
sejahtera, dengan syarat-syaratnya.
Persyaratannya bisa berupa bahasa, atau tempat, atau adat istiadat, dll. Namun, masalah esensial
di sini adalah kemauan untuk hidup berdampingan.
Pengukuran Moral
Dalam aspek pendidikan akhlak yang penting ini, Imam Zarkasyi tidak memberikan ukuran itu sendiri
tetapi beliau memberikan beberapa kunci untuk memahami ukuran tersebut. Kunci-kunci tersebut diuraikan
sebagai berikut:
1. Ideal
Dalam etika atau moral, ideal berarti pengukuran nilai pada sesuatu.
Kata “etika” digunakan oleh ilmu normatif yang berarti standar kesempurnaan. Memang moral
berdasarkan agama itu sangat sederhana dan merupakan nilai (nilai) yang efektif dalam masyarakat.
Imam Zarkasyi membagi tiga dasar ukuran moral yang ideal yaitu kesadaran diri, kesederhanaan dan
keikhlasan.34
sebuah.
Kesadaran diri disebut dalam bahasa Arab dengan dlam ir. Dlam ir akan selalu memberitahu
kita perbuatan mana yang baik atau buruk.35 Pada dasarnya, dlam ir tidak akan pernah
membawa manusia ke jalan yang salah; hanya sebagian dari mereka yang tidak jujur atas
kemauannya sendiri dan tidak sadar akan perbuatannya sendiri.36
c. Kejujuran. Artinya sifat ikhlas yang berarti bahwa setiap individu harus
berusaha ikhlas dalam segala amal ibadah karena Allah swt/'ib adah dan
bukan untuk mengambil keuntungan darinya. Dalam kaitan ini, Imam
Zarkasyi berusaha menghubungkan ukuran moral dan ketaatan dalam
beribadah. Berakhlak mulia dengan niat murni juga dianggap sebagai
bentuk ibadah/'iba>dah. Rasulullah bersabda, diriwayatkan oleh Bukhari:
(Nilai) suatu perbuatan tergantung pada niat di baliknya. Seorang pria akan
dihargai hanya untuk apa yang dia niatkan. Hijrahnya orang yang berhijrah
karena Allah dan Rasul-Nya (semoga damai menyertainya) adalah demi Allah
dan Rasul-Nya (semoga damai menyertainya); dan hijrahnya orang yang berhijrah
untuk mendapatkan keuntungan dunia atau untuk menikahi seorang wanita
adalah untuk apa yang telah dia hijrah.41
2. Cara Berpikir
Kesimpulannya, ada dua kunci ukuran moral: ukuran religius dan non-religius.
Pengukuran agama adalah Al-Qur'an dan al-Hadis, yang dapat ditingkatkan
dengan ijtih ad, al-masla. hah al-mursalah, isti. hs an, qiy as, dll. sedangkan
pengukuran non-religius dikategorikan menjadi insting dan pengalaman.
41
dalam pendidikan akhlak yang ditunjukkan dalam metodenya dalam mendidik para santri di Pondok
Pesantren Modern Gontor. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa akhlak dapat ditanamkan/diubahkan
kepada anak didik melalui keteladanan yang baik, pembentukan lingkungan moral, penyediaan
tempat tinggal, pemberian nasihat, penciptaan minat, dan pemberian hukuman.
Dalam pendidikan, pemberian contoh yang baik merupakan cara yang efektif dalam
mempersiapkan dan membentuk nilai-nilai moral, spiritual dan sosial anak. Oleh karena itu,
para pendidik adalah teladan terbaik bagi anak-anak. Karakteristik dan metodologi pengajaran
guru mempengaruhi perkembangan perilaku dan sikap siswa. Pada tahap perkembangan ini,
siswa akan mengikuti dan meniru perbuatan, gerak, bahkan ucapan gurunya. Murid akan
lebih banyak dipengaruhi oleh gurunya dibandingkan dengan yang lain, apalagi jika mereka
lebih banyak menghabiskan waktu bersama gurunya di sekolah . al-A. hz ab [21]: 21:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi orang yang
mengharap Allah dan hari akhir, dan yang banyak mengingat Allah.”
Imam Zarkasyi percaya bahwa mengajarkan suatu pelajaran kepada murid-murid tidak cukup
hanya dengan kata-kata atau nasihat tetapi juga dengan memberi mereka contoh yang baik.
Imam Zarkasyi mengatakan: “ Pendidikan pondok pesantren/ pesantren tidak hanya mengajar
santri dengan lisan (ucapan atau nasehat) tetapi dengan perbuatan (teladan yang baik).43
Misalnya, jika pendidik jujur, amanah, berakhlak mulia, berani dan jauh dari sikap kontroversial
terhadap agama, maka anak akan tumbuh dengan sikap yang sama; jujur, membentuk
akhlak yang baik, berani dan menjauhi perbuatan kontroversial terhadap agama.
Cara ini ditunjukkan dalam kondisi pendidikan di Gontor. Kiai sebagai tokoh sentral spiritual
berusaha menanamkan kepada santri seluruh prinsip kehidupan sekolah. Dia secara pribadi
bertindak di depan setiap individu bagaimana menjadi wali yang sempurna dan tulus. Ia
sendiri menunjukkan di depan siswa bagaimana disiplin dan akhirnya memberi contoh
bagaimana menjadi murah hati dan menyumbangkan semua harta pribadinya untuk kemajuan
sekolah.
Semua orang bisa meniru dengan jelas. Semangat keikhlasan harus diamalkan oleh semua
42 Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Jilid II, (Semarang: As-Syifa',
1993) hal. 2.
43 Imam Zarkasyi, Serba-serbi…, hal. 25.
perorangan di sekolah yang meliputi pengurus, pengelola, siswa serta orang tua siswa.44
Selain menggunakan keteladanan yang baik, Imam Zarkasyi menggunakan cara lain
dalam mengajarkan akhlak yaitu dengan membangun lingkungan yang kondusif. Imam
Zarkasyi menyatakan: “Menyelenggarakan pendidikan akhlak dan mental tidak cukup/
hanya dengan kata-kata saja, tetapi harus dengan memberi contoh yang baik, dan
menciptakan lingkungan akhlak dan apa saja yang dilihat dan didengar siswa dari gerakan
atau suara di sekolah ini menjadi faktor pendidikan moral dan mental.”45
Secara umum, lingkungan pendidikan (milieu) dapat diklasifikasikan menjadi tiga domain
utama: keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan pertama
pendidikan akhlak yang diketahui oleh semua orang. Siswa mulai mendapatkan banyak
pengetahuan dan mendapatkan lebih banyak pengalaman melalui sikap orang tua mereka
dalam praktik dan disiplin sehari-hari. Sekolah sebagai lingkungan pendidikan harus
menyelenggarakan kegiatan yang sistematis dan efisien. Terakhir, dalam masyarakat,
manusia berinteraksi satu sama lain dan menciptakan banyak kegiatan yang melibatkan
citra, contoh, dan adat istiadat yang pada akhirnya memengaruhi kepribadian dan karakter individu.
Imam Zarkasyi berusaha menyatukan ketiganya dalam satu sistem pendidikan terpadu
yaitu sistem asrama /pesantren. Ia menyatukan pendidikan keluarga, pendidikan sekolah
dan pendidikan masyarakat dalam satu tempat dan waktu yang sama. Dia mendirikan
sistem asrama untuk menggantikan pendidikan keluarga; beliau mengganti pendidikan
sekolah dengan Kulliyah al-Mu'allim di al-Isl amiyah yang lebih terintegrasi dan maju dari
pendidikan sekolah. Terakhir beliau menjalin silaturahmi antar warga masyarakat di
lingkungan pondok pesantren sebagai pendidikan masyarakat, sebagaimana tujuan
46
pendidikan dan pengajaran di Gontor; kewarganegaraan.
44
Imam Zarkasyi, Diktat Pekan…, hal. 2.
45
46
Imam Zarkasyi memandang kewarganegaraan sebagai mileu utama pendidikan. Sebagaimana ia dan saudara-saudaranya
(Trimurti) menempatkan pendidikan kemasyarakatan atau kewarganegaraan pada pendidikan dan pengajaran pertama di
Pondok Pesantren.
47 Imam Zarkasyi, Diktat Pekan…, hal. 25.
Pengajaran melalui adat (pembiasaan) merupakan pilar yang kuat untuk mendidik dan
merupakan metode yang efektif dalam membentuk keimanan anak dan memperbaiki
akhlaknya, karena masalah ini didasarkan pada
- perhatian dan partisipasi, pengenalan
cinta dan benci (al-targ ib wa al-tar .h ib) dan Untuk
berasal
membentuk
dari bimbingan
akhlak
dan
mulia,
konseling.
Imam
Zarkasyi juga menempatkan latihan di samping membiasakan. Imam Zarkasyi
mengatakan: “Semua kegiatan di pondok pesantren ini menyangkut pendidikan,
pelatihan dan disiplin untuk hidup bermasyarakat di masa depan.”48 Tidak diragukan
lagi, mendidik dengan membiasakan anak/santri harus dilengkapi dengan pelatihan
yang sebenarnya menjadi dasar dari kebiasaan/kebiasaan.
Cara lain mendidik dalam mengembangkan unsur keimanan, moral, spritual dan sosial anak
didik adalah dengan memberikan nasehat. Nasihat itu akan mengarahkan pandangan
mereka pada keberadaan sesuatu, mendukung mereka pada kondisi yang sebenarnya,
membentuk akhlak yang mulia dan memberikan prinsip-prinsip Islam. Metode ini terdapat
dalam al-Qur'an, yang berbicara kepada jiwa dan mengulanginya terus menerus dalam
banyak ayat.49 Metode ini sesuai dengan al-Qur'an, Allah berfirman dalam al Thalaq [28]:
2: “Demikianlah peringatan yang diberikan kepada orang yang beriman kepada Allah dan
hari akhir. Dan bagi orang-orang yang takut kepada Allah, Dia (pernah) menyediakan jalan keluar.”
Selain menyampaikan ilmu akhlak dan ilmu keimanan, Imam Zarkasyi juga
mencontohkan bahwa nasehat dan bimbingan berperan penting dalam membentuk
akhlak dan akhlak para santri. Ia mengatakan: “Guru perlu menanamkan dalam diri
siswa keimanan, kecintaan pada agama dan keikhlasan dalam bekerja, dan juga perlu
bagi guru untuk menanamkan budi pekerti dalam kepribadian siswa pada waktu yang
memungkinkan….”50
bahwa cara ini dianggap sebagai landasan terkuat dalam membangun manusia yang seimbang
yang menjalankan tugas dan menjunjung tinggi kebenaran dalam hidup. Mendidik dengan minat
juga ditawarkan oleh Islam sebagaimana firman Allah dalam al-Ta. hr im [28]: 6, “Hai orang-orang
yang beriman! Selamatkan dirimu dan keluargamu dari Neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu, di mana (diangkat) malaikat-malaikat yang keras (dan) keras, yang tidak
gentar (dari melaksanakan) perintah yang mereka terima dari Allah, tetapi melakukan (tepatnya)
apa yang mereka diperintahkan.”
Perhatian merupakan aspek yang sangat penting dalam pendidikan, khususnya dalam pendidikan
akhlak. Oleh karena itu, para siswa merasa diawasi oleh guru mereka sehingga mereka akan
melakukan segala sesuatu dengan hati-hati. Dalam mengajarkan akhlak, Imam Zarkasyi
mengingatkan bahwa seorang pendidik harus memberikan perhatian penuh kepada anak didiknya
saat mengajar karena hal itu dapat menarik perhatian mereka.
Hukuman merupakan metode yang penting dan efektif dalam pendidikan untuk menyadarkan
anak akan perbuatan buruk dan merugikan. Hukuman dilakukan berbeda oleh pendidik di rumah
dan di sekolah sesuai dengan jumlah siswa dan struktur yang berbeda dengan hukuman yang
diberikan kepada orang perintah.
Hukuman adalah perlakuan yang tidak menyenangkan, yang diberikan atau sengaja diatur oleh
pendidik atas suatu pelanggaran, kenakalan atau kesalahan yang dilakukan oleh anak didik.
Pemidanaan pada umumnya bertujuan untuk mengoreksi pelaku, menjaga ketertiban dan sebagai
peringatan.51 Cara ini didasarkan pada gagasan pemberian hukuman untuk menanamkan
kebiasaan pada anak, dan menghentikan mereka dari perbuatan buruk, sehingga anak akan
memiliki perasaan sensitif mencegah nafsu makan alaminya, atau melakukan sesuatu yang
dilarang.52
Menurut Hukum Islam, hukuman diajukan untuk menjaga hak asasi manusia; maka Imam
Zarkasyi juga meletakkan disiplin dalam rangka menyelenggarakan pendidikan dalam lingkungan
yang terkondisikan untuk tujuan tersebut dan dalam hal ini Imam Zarkasyi membolehkan hukuman
dilakukan terhadap murid yang tidak menaati peraturan. Imam Zarkasyi berkata: “Siapa yang
tidak mentaati disiplin, tentu dia harus menerima akibatnya (hukuman).53
51
Kesimpulan
Pertama, menurut pandangan Imam Zarkasyi, akhlak adalah ilmu tindakan, atau
pengetahuan tentang baik dan buruk untuk hidup dalam masyarakat. Ia menempatkan moral atau
akhlak yang baik pada tingkat pertama dari karakter manusia yang paling wajib.
Lebih lanjut, ia mengkategorikan moral ke dalam dua kategori tanpa membedakan satu sama lain;
moral spiritual dan moral fisik dan mendasarkan keduanya pada tiga elemen, mereka adalah
keyakinan (i'tiq ad), perilaku (akhl aq) dan sentimen ('- atifah). Kemudian ia menyimpulkan bahwa
pendidikan moral adalah tindakan mendidik atau menyampaikan pengetahuan tentang ukuran
moral, dan menunjukkan cara hidup yang baik dan buruk dalam masyarakat, dan pengukuran
mutlak.
Kedua, Imam Zarkasyi mengkategorikan akhlak menjadi dua yang mana pendidikan akhlak
itu berdiri dari: pendidikan akhlak ruhani dan pendidikan akhlak jasmani.
Selain itu, ia tidak percaya pada dualisme sehingga ia tidak membedakan kedua jenis pendidikan
akhlak ini karena kehidupan jasmani harus dilengkapi dengan kehidupan rohani. Perkembangan
fisik manusia harus dibarengi dengan perkembangan spiritual; hilang satu akan membuat hidup
mereka sepihak dan kehilangan keseimbangan. Ia menegaskan bahwa kedua jenis pendidikan
moral tersebut harus saling mengimbangi agar manusia dapat hidup di dunia ini. Imam Zarkasyi
memberikan kunci untuk memahami pengukuran itu, cara ideal dan cara berpikir. Kemudian ia
menyimpulkan ukuran moral dalam ukuran agama dan non agama. Pengukuran agama (menurut
Islam) adalah al-Qur'an dan al-Hadis, yang dapat ditingkatkan dengan ijtih ad, al-masla. hah al-
mursalah, isti. hs an, qiy as etc. sedangkan pengukuran non-religius adalah insting dan pengalaman.
Ketiga, dalam mendidik akhlak, Imam Zarkasyi menggunakan enam metode yang efisien:
memberi contoh yang baik, membangun lingkungan moral yang kondusif, mendidik dengan
kebiasaan, mendidik dengan nasehat, mendidik dengan minat dan mendidik dengan hukuman.
Referensi
Ali, Mukti, AH, Ta'lim al-Muta'allim versi Imam Zarkasyi, cet I, Gontor: Trimurti,
1991.
Castles, Lance, Note on Islamic School at Gontor, diterjemahkan oleh Hamid Fahmy
Zarkasyi, Gontor, sebuah catatan lama tentang sekolah Islam, Gontor: Trimurti
Press, 1996.
Hornby, AS, Oxford Advanced Leaner's Dictionary of Current English, New York: Oxford
University press, 2000.
Lemu, Aisha, Tahdhib Islam dan Akhlaq, teori dan praktek, Malaysia: Yayasan Pendidikan
Internasional IQRA, 1997.
Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta: UI-Press, 1985.
Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2000.
Saputra, Thoyib, Kurikulum Aqidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas Satu, Semarang: PT.
Toha Karya Putra, 2004.
Ulwan, Abdullah Nasih, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam jilid 1 & 2, Semarang: As-
Syifa', 1993.
V. Baik, Carter, Kamus Pendidikan, New York: Mc. Perusahaan Buku Graw Hill,
1959.
Zarkasyi, Imam dan Sahal, Ahmad, Wasiat, Pesan, Nasehat & Harapan Pendiri Pondok
Modern Gontor, Gontor: Darussalam Press, (nd).
Zarkasyi, Imam, Akhlak (Etika) tentang Pelatihan Guru Agama Islam. Tp, 1946.
Zarkasyi, Imam, Anakku, Jadilah Pemuda Pejuang. Pidato tertulis Imam Zarkasyi tentang
pembentukan IKPM cabang Kalimantan Timur, 1 September 1984.
Buletin IKPM No 27. Gontor: Darussalam Press, 1996.
Zarkasyi, Imam, Budi Pekerti. Buletin IKPM No 21. Gontor : Darussalam Press,
(td).
Zarkasyi, Imam, Cara mengisi emas dan Etiket, adab sopan santun. Gontor:
Darussalam Press, (nd).
Zarkasyi, Imam, Jagalah Ijazah Akhlak, Majalah Gontor; Edisi 06 tahun II, Sya'ban 1425/
Oktober 2004, Gontor: Darussalam Press, 2004.