OLEH
KELOMPOK III
1. BAIT TAFUI
2. KRISTINA MINDA
3. MARIA YASINTHA . L BAU
4. TIMORIEN . I. A. ISU
5. YULITA. MARGARETH. LANI
FAKTOR RISIKO IBU HAMIL TRIMESTER 2 & 3
- Karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita individu.
- Hal – hal atau variabel yang terkait dengan peningkatan suatu risiko dalam hal ini
penyakit tertentu.
- Faktor penentu yaitu seberapa besar kemungkinan seorang yang sehat menjadi
sakit.
Cara Skoring
Kelompok Faktor Risiko I : Ada Potensi Gawat Obstetrik/APGO
1. Terlalu muda hamil (< 16 tahun)
2. a. Terlalu lambat hamil pertama setelah kawin > 4 tahun
b. Terlalu tua hamil pertama (hamil > 35 tahun)
3. Terlalu cepat hamil lagi (< 2 tahun)
4. Terlalu lama hamil lagi (> 10 tahun)
5. Terlalu banyak anak (> 4 anak)
6. Terlalu tua (umur > 35 tahun)
7. Terlalu pendek (< 145 cm)
8. Pernah gagal hamil (riwayat obstetrik jelek)
9. Pernah melahirkan dengan :
a. Tarikan tang/vakum
b. Uri dirogoh
c. Diberi infus atau transfusi
10. Pernah operasi sesar
Cara Kriteria
Ada berbagai kriteria, tetapi dengan tujuan sama, yaitu mencoba mengelompokkan kasus-
kasus kehamilan risiko tinggi. Salah satunya adalah kriteria yang ditetapkan oleh Poedji
Rochayati, dkk.
Menurut Poedji Rochjati, dkk, kehamilan risiko tinggi meliputi :
1. Terlalu muda hamil (< 16 tahun)
Anak perempuan berusia 15 tahun atau kurang lebih rentan terhadap terjadinya pre-eklampsia
(suatu keadaan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, protein dalam air kemih dan
penimbunan cairan selama kehamilan) dan eklamsi (kejang akibat pre-eklamsi). Mereka juga
lebih mungkin melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau bayi kurang gizi.
2. a. Terlalu lambat hamil pertama setelah kawin > 4 tahun
b. Terlalu tua hamil pertama (hamil > 35 tahun)
3. Terlalu cepat hamil lagi (< 2 tahun)
4. Terlalu lama hamil lagi (> 10 tahun)
5. Terlalu banyak anak (> 4 anak)
Seorang wanita yang telah mengalami kehamilan sebanyak 6 kali atau lebih,
lebih mungkin mengalami:
Kontraksi yang lemah pada saat persalinan (karena otot rahimnya lemah).
Perdarahan setelah persalinan (karena otot rahimnya lemah).
Persalinan yang cepat, yang bisa menyebabkan meningkatnya resiko
perdarahan vagina yang berat.
Plasenta previa (plasenta letak rendah).
6. Terlalu tua (umur > 35 tahun)
Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi, diabetes
atau fibroid di dalam rahim serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan. Diatas usia 35
tahun, resiko memiliki bayi dengan kelainan kromosom (misalnya sindrom Down) semakin
meningkat. Pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun bisa dilakukan pemeriksaan
cairan ketuban (amniosentesis) untuk menilai kromosom janin.
7. Terlalu pendek (< 145 cm)
Seorang wanita yang memiliki tinggi badan kurang dari 1,5 meter, lebih mungkin memiliki
panggul yang sempit. Selain itu, wanita tersebut juga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi yang sangat kecil.
8. Pernah gagal hamil atau riwayat obstetrik jelek
Seorang wanita yang 3 kali berturut-turut mengalami keguguran pada trimester pertama,
memiliki resiko sebesar 35% unuk mengalami keguguran lagi. Keguguran juga lebih
mungkin terjadi pada wanita yang pernah melahirkan bayi yang sudah meninggal pada usia
kehamilan 4-8 minggu atau pernah melahirkan bayi prematur.
Sebelum mencoba hamil lagi, sebaiknya seorang wanita yang pernah mengalami keguguran
menjalani pemeriksaan untuk :
Kelainan struktur pada organ reproduksi wanita (misalnya rahim ganda atau leher rahim yang
lemah) bisa meningkatkan resiko terjadinya keguguran. Untuk mengetahui adanya kelainan
struktur, bisa dilakukan pembedahan diagnostik, USG atau rontgen.
Fibroid (tumor jinak) di dalam rahim bisa meningkatkan resiko terjadinya :
Kelahiran prematur
Gangguan selama persalinan
Kelainan letak janin
Kelainan letak plasenta
Keguguran berulang
Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi prematur, memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya.
Persalinan prematur lebih mungkin terjadi pada keadaan berikut :
Ibu memiliki kelainan struktur pada rahim atau leher rahim
Perdarahan
Stress fisik atau mental
Kehamilan ganda
Ibu pernah menjalani pembedahan rahim
Persalinan prematur seringkali terjadi jika :
Bayi berada dalam posisi sungsang
Plasenta terlepas dari rahim sebelum waktunya
Ibu menderita tekanan darah tinggi
Air ketuban terlalu banya
Ibu menderita pneumonia, infeksi ginjal atau apendisitis.
Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan kurang dari 1,5 kg,
memiliki resiko sebesar 50% untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya.
Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi yang menderita penyakit hemolitik, maka bayi
berikutnya memiliki resiko menderita penyakit yang sama.
Penyakit ini terjadi jika darah ibu memiliki Rh-negatif, darah janin memiliki Rh-positif dan
ibu membentuk antibodi untuk menyerang darah janin; antibodi ini menyebabkan kerusakan
pada sel darah merah janin.
Pada kasus seperti ini, dilakukan pemeriksaan darah pada ibu dan ayah. Jika ayah memiliki 2
gen untuk Rh-positif, maka semua anaknya akan memiliki Rh-positif; jika ayah hanya
memiliki 1 gen untuk Rh-positif, maka peluang anak-anaknya untuk memiliki Rh-positif
adalah sebesar 50%.
Biasanya pada kehamilan pertama, perbedaan Rh antara ibu dengan bayinya tidak
menimbulkan masalah, tetapi kontak antara darah ibu dan bayi pada persalinan menyebabkan
tubuh ibu membentuk antibodi. Akibatnya, resiko penyakit hemolitik akan ditemukan pada
kehamilan berikutnya.
Tetapi setelah melahirkan bayi dengan Rh-positif, biasanya pada ibu yang memiliki Rh-
negatif diberikan immunoglobulin Rh-nol-D, yang akan menghancurkan antibodi Rh. Karena
itu, penyakit hemolitik pada bayi jarang terjadi.
Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi dengan kelainan genetik atau cacat bawaan,
biasanya sebelum merencanakan kehamilan berikutnya, dilakukan analisa genetik pada bayi
dan kedua orangtuanya.
9. Pernah melahirkan dengan :
a. Tarikan tang/vakum
b. Uri dirogoh
c. Diberi infus atau transfusi
10. Pernah operasi sesar
Kekurangan Sectio Caesaria potongan korporal untuk persalinan selanjutnya
adalah 4 kali lebih besar bahaya terjadinya ruptur uteri spontan. Beberapa
penelitian juga telah menunjukkan bahwa makin pendek durasi antara
persalinan Caesaria dan persalinan berikutnya, makin tinggi angka ruptur uteri.
Odd rasio yang terukur berkisar dari 2,5–3 tahun untuk peningkatan ruptura
uteri pada wanita dengan selang antar kehamilan lebih pendek. Berdasarkan hal
tersebut, permasalahan yang sangat sering menghalangi dokter untuk
mengizinkan persalinan pervaginam pada wanita dengan riwayat SC adalah
kekhawatiran akan terjadinya ruptur uteri atau kerapuhan uterus
11 .Penyakit pada ibu hamil
Kurang darah
Pengaruh anemia terhadap kehamilan, persalinan dan nifas adalah dapat terjadi :
Keguguran
Partus prematurus
Inersia uteri dan partus lama, ibu lemah
Atonia uteri dan menyebabkan pendarahan
Syok
Afibrinogenemia dan hipofibrinogenemia
Infeksi intrapartum dan dalam nifas
Bila terjadi anemia gravis (Hb di bawah 4 gr %) terjadi payah jantung, yang bukan saja
menyulitkan kehamilan dan persalinan, bahkan bisa fatal.
Pengaruh anemia terhadap hasil konsepsi :
Kematian mudigah (keguguran)
Kematian janin dalam kandungan
Kematian janin waktu lahir (stillbirth)
Kematian perinatal tinggi
Prematuritas
Dapat terjadi cacat bawaan
Cadangan besi kurang
Malaria
Pengaruh malaria terhadap kehamilan, persalinan, dan nifas :
Abortus dan partus prematurus
Kematian janin dalam rahim
Dismaturitas
Kematian neonatal yang tinggi
Anemia dalam kehamilan dan nifas
Dalam persalinan, ibu menjadi lemah, karena itu dapat terjadi atonia uteri/inertia uteri
sehingga persalinan akan berlangsung lama
Bila ibu terlalu lemah, persalinan kala II dapat ditolong dengan ekstraksi vakum atau
forseps
Berhati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan, karena akan
berakibat buruk pada ibu.
TBC paru
Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan, persalinan, dan nifas,
kecuali penyakitnya tidak terkontrol, berat, dan luas yang disertai sesak napas dan hipoksia.
Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan padfa sistem pernapasan, karena uterus
yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam
paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. Penyakit paru-
paru, yang dalam keadaan aktif, akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan orang-orang
sekelilingnya, jadi, sebenarnya adalah masalah sosial. Pengaruh TBC paru-paru terhadap
kehamilan dan sebaliknya sedikit banyak ada.
Penyakit jantung
Kehamilan dapat memperbesar penyakit jantung bahkan dapat menyebabkan payah jantung
(dekompensasi kordis). Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan adalah dapat terjadi
abortus, prematuritas (lahir tidak cukup bulan), dismaturitas (lahir cukup bulan namun
dengan berat badan lahir rendah), lahir dengan Apgar rendah atau lahir mati, serta kematian
janin dalam rahim (KJDR).