BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka yang diuraikan dalam Bab ini meliputi 2 (dua) hal
yaitu menjelaskan tentang studi terdahulu yang sejenis dengan bahasan dalam
laporan akhir ini dan penjelasan tentang dasar teori yang menunjang penjelasan
yang diuraikan dalam Bab 4 evaluasi dan pembahasan.
2.1 Studi Terdahulu
Beberapa studi terdahulu yang membahas tentang evaluasi metode
pelaksanaan dan pengendalian mutu pekerjaan jalan diantaranya diperlihatkan pada
Tabel 2.1
Evaluasi Metode
Pelaksanaan dan
Metode pelaksanaan
Hasil Pengujian
sudah sesuai dengan
Azizah Terhadap Penyiapan
spesifikasi. Hasil
Rahmaniah Badan Jalan dan
pengendalian mutu
1 dan Struktur Perkerasan 2016
terhadap penyiapan
Nurfithri Kaku Fase II Seksi I
badan jalan dan struktur
Fajriyah STA. 10+700 - STA.
perkerasan telah
11+500 pada Proyek
memenuhi spesifikasi.
Pembangunan Jalan
Tol Cisumdawu
Metode pelaksanaan
pekerjaan sudah
Evaluasi Kendali memenuhi spesifikasi.
Mutu Struktur Hasil kendali mutu
Agi
Perkerasan pada terhadap timbunan tanah,
Komarudin
Pekerjaan agregat kelas A, dan pelat
2 dan 2016
Penambahan Lajur beton telah memenuhi
Muhammad
Ruas Kopo – Buah persyaratan. Pengujian
Dwi Aulia
Batu Jalan Tol slump pada lean concrete
Padaleunyi dan pengujian kertas
resap tack coat tidak
memenuhi persyaratan.
Untuk referensi pertama yang tercantum pada Tabel 2.1, menjelaskan
tentang evaluasi metode pelaksanaan serta pengendalian mutu terhadap badan jalan
dan struktur perkerasan kaku. Evaluasi metode pelaksanaan dan kendali mutu yang
dilakukan
yaitu membandingkan pelaksanaan pekerjaan di lapangan dan hasil
pengujian pekerjaan terhadap Spesifikasi Bina Marga Tahun 2010 Revisi 1.
Pengujian yang dilakukan yaitu berupa sandcone test, slump test, uji kuat tekan,
dan uji kuat lentur. Hasil yang didapat yaitu metode pelaksanaan pekerjaan dan
kendali mutu yang telah dilakukan pada setiap lapisan telah memenuhi Spesifikasi
Bina Marga Tahun 2010 Revisi 1.
Selanjutnya, pada referensi kedua menjelaskan evaluasi metode
pelaksanaan pekerjaan dan kendali mutu yang dilakukan pada pekerjaan penyiapan
badan jalan dan lapis struktur perkerasan seperti yang dilakukan pada referensi
pertama. Namun, yang membedakannya yaitu struktur perkerasan pada referensi
kedua menggunakan struktur perkerasan komposit. Metode pelaksanaan dan
kendali mutu dievaluasi dengan mengacu pada Spesifikasi Umum Jasa Marga
Tahun 2004. Kendali mutu yang dilakukan yaitu dengan melakukan sandcone test,
slump test, uji kuat tekan, uji kuat lentur, uji lapis perekat, uji penetrasi, uji titik
lembek, coredrill test, uji ketidakrataan, serta uji kekesatan. Hasil yang didapat
yaitu metode pelaksanaan pekerjaan badan jalan dan struktur perkerasan di
lapangan sudah sesuai dengan Spesifikasi Umum Jasa Marga Tahun 2004. Evaluasi
kendali mutu yang dilakukan pada pekerjaan timbunan tanah, agregat kelas A, dan
pelat beton telah memenuhi spesifikasi. Namun, slump test pada pekerjaan lean
concrete dan uji kertas resap pada lapis perekat/tack coat tidak sesuai dengan
spesifikasi yang ditentukan.
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Definisi dan Fungsi Jalan Tol
Mengacu kepada Undang-undang No.38 tahun 2004 tentang Jalan, jalan tol
adalah
jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan
nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol, tol adalah sejumlah uang
tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol. Jalan tol sebagai bagian dari
sistem jaringan jalan umum merupakan lintas alternatif. Jalan tol harus mempunyai
spesifikasi dan pelayanan yang lebih tinggi daripada jalan umum yang ada.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.15 Tahun 2005 tentang Jalan
Tol menyebutkan bahwa penyelenggaraan jalan tol dimaksudkan untuk
mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta keseimbangan
dalam pengembangan wilayah dengan memperhatikan keadilan, yang dapat dicapai
dengan membina jaringan jalan yang dananya berasal dari pengguna jalan. Selain
itu, penyelenggaraan jalan tol bertujuan meningkatkan efisiensi pelayanan jasa
distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah
yang sudah tinggi tingkat perkembangannya.
2.2.2 Material Perkerasan
Material yang diperlukan untuk konstruksi jalan terdiri dari (Alamsyah,
2006):
A. Tanah
Tanah pada konstruksi jalan diperlukan untuk membentuk badan jalan, yaitu
berupa urugan. Tanah yang terbaik untuk material adalah tanah borrow pit, karena
akan mempunyai karakteristik yang seragam pada daerah sekitarnya.
1. Urugan Biasa
Untuk urugan biasa persyaratan material yang tidak boleh digunakan, yaitu
tanah yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. Tanah yang termasuk kelompok CH dalam klasifikasi USCS atau tanah
yang termasuk sub kelompok A-7-6 dalam klasifikasi AASHTO.
b. Tanah ekspansif yaitu jenis tanah dengan potensi ekspansif tinggi dengan
LL > 60 dan IP > 35. Menurut AASHTO T 258-81, perbandingan IP dan
kadar lempung > 1,25.
B. Agregat
Agregat adalah material perkerasan berbutir yang digunakan untuk lapisan
perkerasan jalan, terdiri dari tiga kelompok berdasarkan mutu, yaitu kelas A kelas
B, dibedakan
dari gradasi dan sifat material. Berdasarkan jenisnya, agregat untuk
konstruksi jalan terdiri dari dua macam, yaitu (Alamsyah, 2006):
1. Asli (natural), dalam bentuk pasir, kerikil atau batu pecah/belah.
2. Buatan pabrik, meliputi letusan bara api dan berbagai produk dari tanah
lempung atau batu sabak.
Untuk meningkatkan mutu agregat, dalam pelaksanaan seringkali dilakukan
pencampuran.
C. Aspal
Selanjutnya menurut Alamsyah (2006) aspal adalah material utama pada
konstruksi lapis perkerasan lentur (flexible pavement) jalan raya, yang berfungsi
sebagai campuran bahan pengikat agregat, karena mempunyai daya lekat yang kuat,
mempunyai sifat adhesi, kedap air dan mudah dikerjakan. Aspal merupakan bahan
yang plastis yang dengan kelenturannya mudah diawasi untuk dicampur dengan
agregat. Lebih jauh lagi, aspal sangat tahan terhadap alkali dan garam-garaman.
Pada suhu atmosfir, aspal akan berupa benda padat atau semi padat, tetapi aspal
akan mudah dicairkan jika dipanaskan, atau dilakukan pencampuran dengan
mengencer petroleum dalam berbagai kekentalan atau dengan membuat emulsi
bahan alam yang terkandung dalam hampir semua minyak bumi yang diperoleh
sebagai hasil penyulingan. Definisi aspal adalah campuran yang terdiri dari bitumen
dan mineral, sedangkan yang dimaksud dengan bitumen adalah bahan yang
berwarna coklat hingga hitam, berbentuk keras hingga cair, mempunyai sifat lekat
yang baik, larut dalam CS2 dan CCl4 dan mempunyai sifat berlemak dan tidak larut
dalam air.
Alamsyah (2006) juga menjelaskan bahwa secara kimia bitumen terdiri dari
gugusan aromat, naphten dan alkan sebagai bagian-bagian terpenting dan secara
kimia fisika merupakan campuran colloid, dimana butir-butir yang merupakan
bagian-bagian yang padat (asphaltene) berada dalam fase cairan yang disebut
malten. Aspal yang digunakan untuk material jalan terdiri beberapa jenis yaitu:
1. Aspal Alam
Aspal alam di Indonesia ditemukan di P. Buton, Sulawesi Tenggara dan
dikenal dengan sebutan Asbuton (Aspal Buton). Selain itu aspal alam ditemukan
juga di Perancis, Swiss dan Amerika. Berdasarkan depositnya aspal alam ini
paraffin base crude oil. Minyak bumi banyak mengandung gugusan aromat dan
siklis sehingga kadar aspalnya tinggi dan kadar parafinnya rendah. Aspal buatan
terdiri dari berbagai bentuk, yaitu bentuk padat, cair dan emulsi.
3. Ter
Ter adalah istilah umum untuk cairan yang diperoleh dari mineral organis
seperti kayu atau batu bara melalui proses pemijaran atau destilasi pada suhu
tinggi tanpa zat asam. Untuk konstruksi jalan dipergunakan hanya ter yang
berasal dari batu bara, karena ter kayu sedikit jumlahnya. Ter mempunyai bau
khusus karena adanya gugusan aromat dengan gugusan-OH seperti plenol
daneresol. Umumnya dalam ter tidak terdapat susunan parafin.
D. Beton
Beton atau beton semen, baik beton bertulang maupun beton tak bertulang,
banyak digunakan untuk konstruksi jalan raya sebagai bangunan pelengkap jalan,
bangunan drainase jalan dan jembatan serta untuk lapis perkerasan kaku (rigid
pavement). Beton dihasilkan oleh campuran material yang terdiri dari agregat (halus
dan kasar), air dan semen Portland (PC). Beton adalah hasil dari campuran
komposisi yang menghasilka benda padat dan kuat.
1. Sifat-sifat Beton
a. Menghasilkan permukaan yang keras, tahan terhadap gerusan.
b. Mempunyai kuat tekan yang tinggi.
c. Tahan terhadap cuaca dan bebas korosi.
2. Semen
Semen atau Portland Cement (PC) adalah material yang akan bereaksi
secara kimiawi jika dicampur dalam suatu proses yang disebut hydrasi
untuk membentuk benda seperti batu. Hal ini telah dipatenkan oleh Joseph
Aspin (1824). Jika dicampur air, pasir dan kerikil, maka PC akan
menghasilkan beton. Standar kandungan komposisi kimia dalam PC, dapat
dilihat pada AASHTO M85-80, yang mana tiga klasifikasi diantaranya (IA,
IIA, IIIA) adalah yang cocok untuk digunakan pada campuran beton untuk
lapisan perkerasan jalan.
3. Agregat
a. Agregat Halus
Agregat halus yang digunakan untuk campuran beton adalah pasir
dengan mutu yang baik yaitu yang berbutir kasar dan tidak mudah
hancur. Material halus yang lolos ayakan No.200 misalnya lanau, tidak
boleh melebihi 2 – 5% dari total material yang digunakan (pasir), untuk
hal ini dapat dilihat pada standar AASHTO M6-81 yang gradasinya
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Gradasi Agregat Halus
Ayakan % Lolos dalam berat
3/8 (9,5 mm) 100
No.4 (4,75 mm) 95 – 100
No.16 (1,18 mm) 45 – 80
No.50 (0,3 mm) 10 – 30
No.100 (0,15 mm) 2 – 10
b. Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan untuk campuran beton adalah kerikil atau
batu pecah. Gradasi material yang digunakan, menurut standar
AASHTO M43-77 (1982). Sedangkan hal yang perlu dihindari karena
dapat merugikan, menurut standar AASHTO M80-77 (1982) untuk
penggunaan pada campuran beton lapisan perkerasan jalan.
Tabel 2.3 Bahan Yang Merugikan dan Sifat Fisik
% ω aks yang
Kerusakan
diijinkan untuk
Tipe yang digunakan akibat cuaca Kelas
gumpalan lempung
pada tempat Agregat
untuk: dan partikel yang
terbuka
mudah hancur
Beton lapisan
perkerasan, lapisan Kuat/keras B 3
pondasi atas jalan
samping, dimana Sedang C 5
benjolan/letupan
dalam
jumlah sedang dapat Dapat
D 5
ditoleransi
diabaikan
4. Air
Air yang digunakan untuk campuran beton hampir tidak ada pembatasan
khusus, semua air dari sumber manapun secara normal dapat digunakan
sebagaimana yang layak untuk air minum. Walaupun demikian ada
ketentuan, air yang digunakan harus terbebas dari unsur-unsur alkali atau
aksid (alkalinity atau acidity), minyak dan bahan organik yang akan
merusak beton sebagaimana yang ditetapkan AASHTO T26 – 79 (82).
E. Material Filter
Material filter yang akan digunakan untuk urugan kembali saluran drainase
setelah pemasangan pipa berlubang atau pada lapisan porus harus merupakan pasir
alam atau kerikil atau batu pecah bergradasi baik dan sangat porus. Agar saluran
drainase dan lapisan porus dapat bertahan lama, maka material filter harus sangat
stabil butirannya dan bebas dari pelapukan atau penghancuran, dan harus
mempunyai kurva distribusi ukuran butir yang optimal seperti yang dijelaskan pada
JICA text book fig. 3.26.
2.2.3 Definisi dan Jenis Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara
lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan
kepada sarana transportasi dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi
kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang
diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan
penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan.
Sukirman (1999) menjelaskan bahwa suatu struktur perkerasan dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya
A. Lapisan tanah dasar (subgrade)
Menurut Sukirman (1999), lapisan tanah dasar (subgrade) adalah lapisan tanah
setebal 50 – 100 cm dimana akan diletakkan lapisan pondasi bawah dinamakan
lapisan
tanah dasar. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan
jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau
tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang baik
diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut
konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai dengan perlengkapan drainase
memenuhi syarat.
yang
Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas:
a. Lapisan tanah dasar, tanah galian.
b. Lapisan tanah dasar, tanah timbunan.
c. Lapisan tanah dasar, tanah asli.
Sebelum diletakkan lapisan-lapisan lainnya, tanah dasar dipadatkan terlebih
dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume.
B. Lapisan pondasi bawah (Subbase Course)
Sukirman (1999) menjelaskan bahwa lapisan perkerasan yang terletak antara
lapis pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah (subbase).
Lebih lanjut Sukirman (1999) menjelaskan bahwa lapis pondasi bawah ini
memiliki beberapa fungsi yaitu:
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah
dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan Plastisitas
Indeks (PI) ≤ 100%.
b. Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatip murah
dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.
c. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
d. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
e. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
f. Hal ini sehubungan denga kondisi lapangan yang memaksa harus segera
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah
dasar menahan roda-roda alat besar.
g. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapis pondasi atas.
C. Lapis Pondasi Atas (Base Course)
Sukirman (1999) menjelaskan bahwa lapisan perkerasan yang terletak diantara
lapis pondasi bawah dan lapis permukaan dinamakan lapis pondasi atas (base
course). Sukirman (1999) juga menjelaskan bahwa fungsi lapisan pondasi atas
adalah sebagai berikut:
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan
Lebih lanjut Sukirman (1999) menjelaskan bahwa material yang digunakan
untuk lapis pondasi atas adalah material yang cukup kuat. Untuk lapis pondasi atas
tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR > 50% dan
Plastisitas Indeks (PI) < 4%. Bahan-bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah,
stabilisasi tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi
atas.
D. Lean Concrete
Lean Concrete atau yang biasa disebut LC merupakan lapisan beton kurus yang
terletak di atas lapis pondasi bawah (subbase course) yang fungsinya untuk
meneruskan beban dari lapisan yang berada di atasnya. Lapisan ini harus memiliki
campuran beton yang baik karena lapisan ini juga berfungsi untuk melindungi tanah
dasar dari rembesan air. Pada pelaksanaan di lapangan biasanya sebelum pekerjaan
pelat beton dimulai, lapisan ini diberi pelindung berupa plastik agar tidak
mengganggu proses hidrasi beton yang akan dicor dan sebagai penyekat antara LC
dengan pelat beton.
E. Pelat Beton
Perkerasan kaku atau perkerasan beton semen portland, umumnya terdiri hanya
dua lapis, yaitu pelat beton dan pondasi bawah (subbase), tapi lapisan permukaan
aspal kadang-kadang ditambahkan pada saat pembangunan maupun sesudahnya
(Hardiyatmo, 2007).
F. Lapisan permukaan
Dalam bukunya Sukirman (1999) menjelaskan bahwa lapisan permukaan
adalah lapisan yang terletak paling atas, dan berfungsi sebagai:
a. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas yang
dan elevasi sesuai yang tercantum pada gambar rencana. Dalam pelaksanaan
pekerjaan ini menggunakan alat excavator. Pada pekerjaan galian mencakup
pembuangan material yang tidak digunakan agar tidak terjadi penumpukan galian
di area
kerja yang akan menghambat pelaksanaan pekerjaan lainnya. Selanjutnya
pekerjaan timbunan, pekerjaan ini meliputi pengadaan, pengangkutan,
penghamparan, dan pemadatan material yang disetujui untuk melaksanakan
timbunan. Material untuk timbunan harus dihampar tiap lapisan dengan tebal dan
lebar yang sama sesuai dengan ketentuan dan sesuai dengan garis, kelandaian, dan
elevasi yang ditentukan pada gambar. Sebelum dilakukan pemadatan, dilakukan
trial compaction terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan pengujian kepadatan atau
sand cone test. Bandingkan keadaan mana yang lebih ekonomis sebagai pedoman
untuk pelaksanaan pemadatan. Setelah itu lakukan pekerjaan pemadatan tanah agar
didapatkan kepadatan tanah 95% sebelum dilakukan proses penghamparan material
berikutnya. Pemadatan tanah ini menggunakan alat vibratory roller dengan jumlah
lintasan sesuai dengan trial compaction.
Setelah pekerjaan tanah dasar, dilakukan pekerjaan lapis pondasi bawah.
Pekerjaan lapis pondasi bawah meliputi pengadaan, pengangkutan dan
penghamparan material dan pemadatan. Penghamparan material adalah proses
meratakan material yang didatangkan dari quarry ke area kerja menggunakan motor
grader. Penghamparan material ini harus memperhatikan cuaca karena akan
mempengaruhi kadar air material. Setelah material sudah rata dan sesuai ketebalan,
lalu dilakukan pemadatan dengan vibratory roller dengan jumlah lintasan sesuai
dengan trial compaction.
Selanjutnya pekerjaan lean concrete, pekerjaan ini meliputi penentuan
elevasi, pemasangan bekisting, slump test, pengecoran, dan penyebaran/perataan.
Setelah melaksanakan pembersihan pekerjaan lapis pondasi agregat, dilakukan
penentuan elevasi sesuai dengan ketentuan yang ada pada gambar lalu tandai pada
patok-patok yang telah dipasang dan hubungkan antar patok tersebut dengan
benang. Lalu pasang bekisting sesuai dengan ketinggian benang yang telah
dipasang. Pekerjaan pengecoran beton lean concrete dilakukan setelah pemasangan
bekisting dan pengujian slump test. Sebelum material beton dihamparkan, material
lapis pondasi agregat terlebih dahulu disiram air agar lapis pondasi agregat tidak
menyerap air dari beton lean concrete. Lakukan penuangan beton dari truck mixer
lalu diratakan ke area kerja dengan menggunakan cangkul.
Setelah pekerjaan lean concrete, dilakukan pekerjaan pelat beton. Pada
dihamparkan dengan cara menuangkan material lapis AC-WC dari dump truck ke
asphalt finisher dengan ketebalan sesuai dengan yang ketentuan atau yang
tercantum pada Gambar. Setelah penghamparan material telah rata, dilakukan
pemadatan
awal lapis AC-WC pada saat sekitar 0 – 10 menit sejak penghamparan
material menggunakan bantuan alat tandem roller dengan jumlah lintasan sesuai
dengan trial compaction. Lalu dilanjutkan dengan pemadatan kedua menggunakan
bantuan alat pneumatic tire roller dengan jumlah lintasan sesuai dengan trial
compaction. Setelah itu dilakukan pemadatan akhir lapis AC-WC menggunakan
bantuan alat tandem roller dengan jumlah lintasan sesuai dengan trial compaction.
2.2.6 Pengendalian Mutu
Nikmah (2013) menjelaskan bahwa pengendalian mutu dimaksudkan agar
pekerjaan yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam
RKS. Kegiatan pengendalian mutu tersebut dimulai dari pengawasan pengukuran
lahan, pengujian tanah serta uji tekan beton. Mutu bahan-bahan pekerjaan yang
digunakan dalam pembangunan sudah dikendalikan oleh pabrik pembuatnya.
Selain itu juga diperlukan pengawasan pada saat konstruksi tersebut sudah mulai
digunakan, apakah telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Menurut
Ervianto (2007) pengendalian terhadap mutu fisik konstruksi dilakukan secara
tersendiri oleh pengawas teknik melalui gambar-gambar rencana dan spesifikasi
teknis.
2.2.7 Jenis-jenis Pengendalian Mutu
A. Pengendalian Mutu pada Timbunan Tanah Berbutir, Tanah Dasar dan Lapis
Pondasi Agregat
1. Pengujian Kepadatan
Menurut Atkins (2003) dalam bukunya menjelaskan bahwa pengendalian
mutu kepadatan pada suatu proyek konstruksi meliputi kepadatan lapangan
setelah pemadatan dan membandingkan hasilnya dengan nilai kepadatan
maksimum tanah di laboratorium, untuk memastikan apakah spesifikasi telah
terpenuhi. Pengujian kepadatan lapangan biasanya dilakukan dengan
menggunakan densitometer nuklir.
Hasil nilai pengujian kepadatan harus memenuhi faktor keseragaman
yang dijelaskan pada PdT-05-2005-B [6], yang dihitung berdasarkan
presentase standar deviasi terhadap rata-rata dari keseluruhan data. Dengan
rumus:
𝑆𝑑
FK = x 100%
𝑥̅
Dimana:
FK = faktor keseragaman
Sd = standar deviasi
𝑥̅ = rata-rata
Nilai Faktor Keseragaman yang diijinkan adalah sebagai berikut:
FK = 0% - 10% (Keseragaman sangat baik)
FK = 11% - 20% (Keseragaman baik)
FK = 21% - 30% (Keseragaman cukup baik)
B. Pengendalian Mutu pada Lean Concrete
1. Pengujian Kuat Tekan Beton
Seperti yang tercantum dalam SNI 03-1974-1990 tentang Metode
Pengujian Kuat Tekan Beton, kuat tekan beton didefinisikan sebagai besarnya
beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila
dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan.
Pengujian dilakukan terhadap beton segar (fresh concrete) yang mewakili
campuran beton; bentuk benda uji bisa berwujud silinder ataupun kubus; hasil
pengujian ini dapat digunakan dalam pekerjaan perencanaan campuran beton
dan pengendalian mutu beton pada pelaksanaan pembetonan.
2. Pengujian Slump Test
Menurut Saodang (2005) dalam bukunya menjelaskan bahwa parameter
slump beton merupakan indikator dari keenceran beton. Secara tinjauan
pelaksanaan angka slump menunjukkan kemudahan pengerjaan (workability).
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai slump adalah (Saodang, 2005):
Kesulitan pencapaian akibat rumitnya tulangan;
Jarak waktu angkut dari plant ke lokasi kerja;
Apakah diperlukannya concrete pump;
Apakah digunakannya bahan aditif;
Jenis peralatan.
Dalam suatu adukan/campuran beton, kadar air sangat diperhatikan
karena menentukan tingkat workability-nya atau tidak. Campuran beton yang
terlalu cair karena tingginya kadar air pada beton akan menyebabkan mutu
beton rendah, dan waktu pengeringan yang lama. Sedangkan campuran beton
yang terlalu kental menyebabkan adukan tidak merata dan beton akan mudah
mengalami getas serta sulit untuk dibentuk.