Anda di halaman 1dari 11

Keteladanan Luqman Al-Hakim dalam Pendidikan Anak

Keteladanan berasal dari kata “teladan” yang menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
bermakna “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh.” Oleh karena itu, seseorang
yang berhak diteladani adalah seseorang yang memiliki akhlak mulia, jujur, selaras antara
perkataan dan perbuatan. Bahkan tanpa berkata pun, perilaku seorang teladan itu dapat
dijadikan contoh untuk ditiru, misalnya dalam hal keteguhan iman, keikhlasan, kesabaran,
empati, dan kehalusan budinya.

Sebagai orang tua, baik buruknya akhlak akan dicontoh oleh anak-anaknya. Orang tualah yang
pertama dan utama dikenal dan paling dekat keberadaannya. Belajar dan terus mengkaji
banyak hikmah, merupakan suatu keniscayaan sebagai upaya memantaskan diri untuk menjadi
teladan. Pada kesempatan ini, mari kita ambil pelajaran dari keteladanan Luqman al-Hakim
yang meskipun bukan rasul maupun nabi, akan tetapi namanya diabadikan di dalam al-Quran.

Mengenal Luqman al-Hakim

Bicara soal Luqman al-Hakim memang tidak ada habisnya, mulai dari perbedaan pendapat
ulama tentang kenabiannya, sampai asal-usulnya. Dalam riwayat Ibnu Abbas (3-68 H), Luqman
berasal dari Ethiopia. Menurut riwayat Sa’id bin Musayyab (15-94 H) dan Jabir bin Abdullah (16-
78 H), ia berasal dari Nubia, Mesir atau Sudan. Ia berkulit hitam, berhidung pesek, pendek, dan
berbibir tebal, menurut sebagian besar riwayat (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qurân al-‘Adhîm, juz 6, h.
333).
Meskipun dalam beberapa riwayat Luqman digambarkan sebagai seorang yang tidak menarik
penampilannya, namun dia adalah seorang bijak bestari hingga dimuliakan oleh Allah dalam al-
Quran. Hal ini membuktikan bahwa semua orang punya peluang yang sama menjadi kekasih
Allah yang Maha Rahman dan Rahim, tanpa memandang warna kulit, latar belakang, dan
muasal kelahirannya. Ia tidak sekadar memberi inspirasi, tapi inspirasi itu sendiri.

Keteladanan Luqman Al-Hakim dalam Pendidikan Anak

Keteladanan berasal dari kata “teladan” yang menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
bermakna “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh.” Oleh karena itu, seseorang
yang berhak diteladani adalah seseorang yang memiliki akhlak mulia, jujur, selaras antara
perkataan dan perbuatan. Bahkan tanpa berkata pun, perilaku seorang teladan itu dapat
dijadikan contoh untuk ditiru, misalnya dalam hal keteguhan iman, keikhlasan, kesabaran,
empati, dan kehalusan budinya.

Sebagai orang tua, baik buruknya akhlak akan dicontoh oleh anak-anaknya. Orang tualah yang
pertama dan utama dikenal dan paling dekat keberadaannya. Belajar dan terus mengkaji
banyak hikmah, merupakan suatu keniscayaan sebagai upaya memantaskan diri untuk menjadi
teladan. Pada kesempatan ini, mari kita ambil pelajaran dari keteladanan Luqman al-Hakim
yang meskipun bukan rasul maupun nabi, akan tetapi namanya diabadikan di dalam al-Quran.

Mengenal Luqman al-Hakim

Bicara soal Luqman al-Hakim memang tidak ada habisnya, mulai dari perbedaan pendapat
ulama tentang kenabiannya, sampai asal-usulnya. Dalam riwayat Ibnu Abbas (3-68 H), Luqman
berasal dari Ethiopia. Menurut riwayat Sa’id bin Musayyab (15-94 H) dan Jabir bin Abdullah (16-
78 H), ia berasal dari Nubia, Mesir atau Sudan. Ia berkulit hitam, berhidung pesek, pendek, dan
berbibir tebal, menurut sebagian besar riwayat (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qurân al-‘Adhîm, juz 6, h.
333).

Meskipun dalam beberapa riwayat Luqman digambarkan sebagai seorang yang tidak menarik
penampilannya, namun dia adalah seorang bijak bestari hingga dimuliakan oleh Allah dalam al-
Quran. Hal ini membuktikan bahwa semua orang punya peluang yang sama menjadi kekasih
Allah yang Maha Rahman dan Rahim, tanpa memandang warna kulit, latar belakang, dan
muasal kelahirannya. Ia tidak sekadar memberi inspirasi, tapi inspirasi itu sendiri.

Jejaknya terus hidup, mengajarkan semangat pada generasi setelahnya, terutama orang-orang
yang berkeadaan sepertinya. Dalam satu riwayat, ketika seorang berkulit hitam datang, Sa’id
bin Musayyab berkata, “jangan bersedih karena kau berkulit hitam. Karena sesungguhnya ada
tiga manusia terbaik (berkulit hitam) dari Sudan: Bilal, Mahja’ maula (budak) Umar bin Khattab,
dan Luqman al-Hakim, ia orang kulit hitam dari Nubia” (Ibnu Katsir, juz 6, h. 333).
Luqman memiliki hati yang tulus dan akhlaknya sangat mulia. Kata-kata hikmah sebagai nasihat
selalu keluar dari lisannya. Kemuliaan seseorang di hadapan Allah swt. tidak tergantung
kekayaannya, paras wajahnya, kedudukan atau jabatannya, warna kulitnya dan lainnya, akan
tetapi pada ketakwaan dan akhlaknya.

Artinya, “Dari Ibnu Abbas ra. berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Luqman
bukanlah seorang Nabi, tetapi beliau adalah seorang hamba yang banyak berpikir secara bersih
dan penuh keyakinan sehingga ia mencintai Allah dan Allah pun mencintainya, maka
dilimpahkan kepadanya al-Hikmah” (HR. al-Qurthuby).

Dari penuturan Ibnu Abbas ini, dapat kita ketahui bahwa berpikir, belajar, hingga menjadi orang
cerdas saja tidak cukup tanpa membersihkan pikiran yang mengotori keyakinannya kepada
Allah swt. Kecintaan Luqman al-Hakim kepada Allah diwariskan kepada anak-anaknya dalam
bentuk nasihat yang disampaikan dengan cara bijak dan penuh hikmah. Luqman al-Hakim
dipilih Allah sebagai sosok orang tua panutan yang diabadikan namanya menjadi sebuah nama
surat dalam al-Quran, yaitu surat Luqman yang merupakan surat ke-31.

Alasan Luqman Mendapat Julukan Ahli Hikmah?

Makna hikmah adalah mengetahui hakikat segala sesuatu apa adanya dan mengamalkan apa
yang terkandung di dalamnya. Hikmah juga bermakna nasihat. Menurut Ibnu Katsir, hikmah itu
pemahaman, ilmu, kesungguhan memenuhi panggilan kebaikan dan konsisten atasnya.

Orang yang ahli hikmah disebut dengan “al-Hakim”. Sebab itu, Luqman ini dikenal juga dengan
sebutan Luqman al-Hakim (Luqman ahli hikmah). (Hamka, Tafsir Al-Azhar juz XXI, h. 114).
Dengan demikian, Luqman dijuluki ahli hikmah atau “al-Hakim” karena memiliki pemahaman
ilmu yang dalam terhadap hakikat kebaikan sesuatu dan memiliki kesungguhan dalam
mengamalkannya serta menyampaikannya dalam wujud nasihat kepada anaknya.

Panggilan Sayang Luqman Al-Hakim pada Anaknya

Pada surat Luqman ayat 13, diberitakan kepada kita cara Luqman berinteraksi dengan anaknya
sekaligus salah satu nasihat yang ia sampaikan pada sang buah hati.

ِ ‫ي اَل تُ ْش ِر ْك بِاهَّلل ِ ِإ َّن ال ِّشرْ كَ لَظُ ْل ٌم ع‬


‫َظي ٌم‬ َّ َ‫“وَِإ ْذ قَا َل لُ ْق َمانُ اِل ْبنِ ِه َوهُ َو يَ ِعظُهُ يَا بُن‬

Artinya, “Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
Dalam ayat ini, Luqman menggunakan kata “Ya Bunayya”. Dalam bahasa Arab, kata “Ya
Bunayya” berasal dari kata “ibnu” yang berarti anak laki-laki. Sedangkan “Ya Bunayya” dalam
kaidah bahasa Arab merupakan bentuk tashghir.

Secara bahasa, “Ya Bunayya” berarti anak yang paling kecil. Sedangkan dalam hal ini, kata “Ya
Bunayya” diartikan sebagai wahai anakku dalam bentuk nada panggilan yang paling halus dan
paling sopan. Dengan demikian, panggilan “Ya Bunayya”, bukanlah untuk mengecilkan atau
merendahkan, namun untuk menunjukan rasa cinta dan kasih sayang seorang ayah kepada
anaknya.

Yaa Bunayya adalah panggilan indah dalam al-Quran. Panggilan yang digunakan oleh para nabi
dan orang orang saleh untuk permata hati mereka. Yaa Bunayya adalah sebuah kesadaran akan
tanggung jawab yang besar. Kesadaran dan tanggung jawab orang tua akan amanah anak yang
diberikan Allah kepada mereka. Kesadaran orang tua untuk mendidik dan menyayangi anak-
anaknya demi menjaga fitrah mereka. Panggilan “Yaa Bunayya” menggambarkan betapa
harmonisnya hubungan orang tua dengan anaknya, ketulusan kasih sayang dan perhatian yang
dalam akan kesucian jiwa buah hatinya.

Kualitas diri orang tua diukur dari eksistensi yang dirasakan anak-anaknya. Seorang ibu
bukanlah orang penting manakala dianggap tidak penting oleh anak dan suaminya. Orang tua
hebat bukanlah yang bisnisnya besar dan berkembang pesat. Orang tua hebat adalah yang
mampu mencukupi kebutuhan jasmani dan ruhani serta mengarahkan anak-anaknya pada
ketaatan pada Rabb-nya.

Jika selama ini kita merasakan banyak sekali kendala dalam berkomunikasi dengan anak,
nasihat sering diabaikan bahkan ditentang, maka saatnya kita introspeksi diri. Bisa jadi terhadap
anak kita minim edukasi, lemah antisipasi, enggan bercermin diri, menegakkan aturan tanpa
keteladanan, meremehkan kesalahan kecil dan mengabaikan kebaikan kecil dari anak kita.
Padahal anak-anak akan merasa dicintai bila didekati dengan kasih sayang dan kelembutan.
Anak merasa dihargai bila sekecil apapun prestasinya diapresiasi dan kesalahan kecil diarahkan
dengan bijak serta penuh dengan keteladanan.

Nasihat Luqman al-Hakim dalam Mendidik Anak

Bicara ihwal Luqman al-Hakim memang tidak ada habisnya. Dari mulai perbedaan pendapat
ulama tentang kenabiannya, sampai asal-usulnya. Hal penting yang perlu kita ambil adalah
bagaimana hikmah yang dimiliki Luqman al-Hakim dalam memberi pelajaran pada anaknya.
Nasihat-nasihat Luqman al-Hakim yang sarat nilai diabadikan dalam al-Quran, surat Luqman
ayat: 12-19.
Secara tekstual, ayat-ayat ini berbicara secara khusus tentang pesan Luqman dalam konteks
mendidik anak sesuai dengan pesan al-Quran. Apalagi pesan Luqman dalam surat ini
sebenarnya adalah pesan Allah yang dibahasakan melalui lisan Luqman al-Hakim sehingga
sifatnya mutlak dan mengikat. Pesan Luqman dalam bentuk perintah berarti perintah Allah,
demikian juga nasihatnya dalam bentuk larangan pada masa yang sama adalah juga larangan
Allah yang harus dihindari.

Al-Quran Surat Luqman ayat 12 sampai 19 memuat pokok-pokok nasihat Luqman pada
anaknya, di antaranya: 1) Larangan menyekutukan Allah swt. 2) Perintah bersyukur kepada
Allah swt; 3) Perintah berbuat baik kepada ibu dan bapak; 4) Larangan mengikuti orang tua
yang musyrik, namun tetap dipergauli dengan baik; 5) Pahala bagi orang yang beramal
kebajikan; 6) Perintah melaksanakan shalat, berbuat baik dan menjauhi kemungkaran serta
sabar; 7) Larangan sombong dan pentingnya bersikap tawadhu’.

Selain tujuh ayat dalam surat Luqman, ternyata masih banyak lagi nasihat Luqman al-Hakim
pada anaknya yang tidak diterangkan dalam al-Quran. Dalam kitab al-Zuhd, Imam Ahmad bin
Hanbal mengumpulkan beberapa nasihat Sayyidina Luqman al-Hakim untuk anaknya. Berikut
dua dari sekian banyak nasihatnya:

ِ ‫ اتَّ ِخ ْذ طَا َعةَ هَّللا‬،‫ي‬


َّ َ‫ يَا بُن‬:‫ال لُ ْق َمانُ اِل ْبنِ ِه‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬
َ َ‫َار ق‬ ٍ ِ‫ ع َْن َمال‬،ٌ‫ َح َّدثَنَا َج ْعفَر‬،ٌ‫ َح َّدثَنَا َسيَّار‬،‫ َح َّدثَنَا أبِي‬،ِ ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا‬
ٍ ‫ك يَ ْعنِي ا ْبنَ ِدين‬
‫ضا َع ٍة‬ َ ِ‫ك اَأْلرْ بَا ُح ِم ْن َغي ِْر ب‬ َ ِ‫ارةً تَْأت‬
َ ‫تِ َج‬

Artinya, “Diceritakan oleh Abdullah, dari ayahku, dari Sayyar, dari Ja’far, dari Malik, yaitu Ibnu
Dinar, ia bekata: ‘Luqman berkata pada anaknya: “Wahai anakku, jadikan ketaatan kepada Allah
sebagai perniagaan, maka keuntungan akan mendatangimu tanpa modal barang dagangan”.

:‫ َكانَ لُ ْق َمانُ َعلَ ْي ِه ال َّساَل ُم يَقُو ُل اِل ْبنِ ِه‬:‫ال‬َ َ‫اس ٍع ق‬ ِ ‫ ع َْن ُم َح َّم ِد ب ِْن َو‬،‫ب‬ ِ َ‫ َأ ْنبََأنَا َأبُو اَأْل ْشه‬، َ‫ َح َّدثَنَا يَ ِزي ُد بْنُ هَارُون‬،‫ َح َّدثَنَا أبِي‬،ِ ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا‬
ِ َ‫ك ف‬
‫اج ٌر‬ َ ُ‫ َوقَ ْلب‬، َ‫ك بِ َذلِك‬
َ ‫اس َأنَّكَ ت َْخ َشى هَّللا َ َع َّز َو َجلَّ؛ لِيُ ْك ِر ُمو‬ َ َّ‫ َواَل تُ ِر الن‬،َ ‫ق هَّللا‬
ِ َّ‫ ات‬،‫ي‬ َّ َ‫يَا بُن‬

Artinya, “Diceritakan oleh Abdullah, dari ayahku, dari Yazid bin Harun, menceritakan Abu al-
Asyhab, dari Muhammad bin Wasi’, ia berkata: Luqman al-Hakim as. berkata pada anaknya:
“Wahai anakku, bertakwalah kepada Allah, dan jangan tunjukkan pada manusia bahwa kau
takut kepada Allah ‘azza wa jalla karena (mengharap) mereka memuliakanmu dengan itu,
sedangkan hatimu (mudah) terhanyut”.

Dua nasihatnya di atas adalah bukti kecerdasan Luqman. Ia mampu menyederhanakan


pengetahuan berlevel tinggi agar dimengerti anaknya. Kita asumsikan “bunayya—anakku” di
sini adalah anak kecil atau remaja yang pemahamannya terhadap sesuatu belum sempurna.
Dengan menggunakan diksi “tijârah—perniagaan”, ia sedang menanamkan benih ketulusan di
hati anaknya, bahwa untuk permulaan, anggaplah ketaatan kepada Allah sebagai perniagaan,
dan kau akan mendapatkan keuntungan tanpa mengeluarkan modal. Seiring berjalannya waktu
dan pengalaman hidup (berniaga sesama manusia), perlahan-lahan ia akan menyadari tidak ada
mitra niaga yang sebaik Allah subhanahu wa ta’ala.

Adapun kalimat: “maka keuntungan akan mendatangimu tanpa modal barang dagangan”
dimaksudkan sebagai penguat benih ketulusan yang telah ditanamkan. Kalimat, “tanpa modal
barang dagangan”, merupakan proses pengajaran agar tidak terlalu terikat dengan sifat
kebendaan.

Pemahaman secara sederhana, ketika seseorang berniaga dengan modal, ia mengharapkan


keuntungan yang lebih dari modal yang dikeluarkannya. Jika gagal, ia akan diselimuti
kekecewaan. Berbeda dengan perniagaan yang iming-iming keuntungannya tanpa
mengeluarkan modal, orang yang melakukannya tidak akan berhitung untung-rugi.

Nasihat untuk berprasangka baik kepada Allah (husnudhan) digambarkan sebagai bisnis dengan
Allah yang tidak mungkin gagal. Pasalnya, Allah telah memberikan banyak modal kepada kita,
dari mulai kehidupan yang tidak pernah diminta, hingga pengetahuan bahwa setiap yang
bernyawa pasti mati. Ini menunjukkan pentingnya arti kehidupan dan pentingnya berbuat
sesuatu dalam hidup dan memaknainya. Jadi, gagal dan tidaknya, tergantung prasangka kita
kepada Allah sebagaimana firman-Nya (hadits qudsi): “Anâ ‘inda dhanni ‘abdî bî—Aku sesuai
persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.”

Luqman menginginkan anaknya untuk menjadi orang yang bertakwa. Menariknya, nasihat
tersebut disertai dengan peringatan bahwa kebaikan sangat dekat dengan riya dan ujub. Oleh
karena itu, Luqman meminta anaknya untuk menyembunyikan ketakwaannya kepada Allah
agar tidak sampai dimuliakan dan dipuji oleh manusia. Sebab, hati manusia itu sangat rapuh,
mudah tertarik dan benci atas sesuatu, dan mudah terhanyut dan terbuai akan sesuatu.

Sebagai permulaan, cara teraman menghindari pujian adalah menyembunyikan amal baik dari
orang lain. Masya Allah, luar biasa dalamnya makna yang terkandung pada nasihat-nasihat
Luqman al-Hakim pada anaknya. Inilah yang dimaksud hikmah, selain cerdas akal juga cerdas
hati dan spiritualnya.

Dalam buku Mizajut Tasnim fi Hikami Luqman al-Hakim karya Imam Ali bin Hasan bin Abdullah
al-Aththas juga memuat beberapa nasihat Luqman al-Hakim. Di antaranya, Luqman berkata
kepada anaknya, “Hai anakku, sesungguhnya dunia bagaikan lautan dalam, banyak makhluk
yang tenggelam di sana. Jadikanlah iman sebagai perahumu, dan takwa sebagai isinya”.
Dari pesan di atas dapat disimpulkan bahwa kehidupan seseorang di dunia dapat selamat dan
membawa kebahagian di akhirat apabila dia membawa dua hal pokok yang tidak dapat
dipisahkan yaitu beriman dan bertakwa kepada Allah swt.

Pada nasihatnya yang lain, Luqman berkata pada anaknya, “Hai anakku, janganlah kamu
terhanyut dalam urusan keduniawian yang nantinya akan membahayakan akhiratmu, dan
janganlah kamu sama sekali tidak memikirkan urusan duniamu karena hal itu akan menjadikan
beban pada orang lain”.

Nasihat di atas berisi sebuah akhlak terhadap Allah s.wt untuk menumbuhkan rasa zuhud pada
diri kita yang tentunya berdasarkan perintah-perintah dari firman-Nya untuk dilaksanakan
dalam hidup di dunia. Hal tersebut karena sesungguhnya esensi dari kehidupan manusia adalah
untuk mencari bekal menuju kehidupan yang kekal di akhirat.

Semua nasihat Luqman mengandung makna yang sangat dalam untuk menuju ketakwaan
kepada Allah dan berakhlak mulia di hadapan manusia. Pantaslah bila Luqman disebut seorang
ahli hikmah. Sebab, kata-katanya merupakan pelajaran dan nasihat, diamnya adalah berpikir,
dan isyarat-isyaratnya merupakan peringatan. Dia bukan seorang Nabi melainkan seorang yang
bijaksana, yang Allah telah memberikan kebijaksanaan di dalam lisan dan hatinya, di mana ia
berbicara dan mengajarkan kebijaksanaan itu kepada manusia.

Saatnya kita bertanya pada diri, kenapa kita yang dilahirkan merdeka, dengan segala
kemudahannya, kadang tidak menjadi apa-apa. Hanya diingat oleh sebagian kecil keluarga dan
teman, yang kemudian perlahan-lahan dilupakan orang-orang. Sedangkan Luqman, dari masih
berstatus budak, meluangkan waktu untuk belajar, meluaskan kelapangan pikiran dan hatinya
sehingga menjadi orang tua yang bijaksana.

Selanjutnya, inilah beberapa nasehat luar biasa Luqman kepada Anaknya yang Allah rangkum
dalam Surat Luqman ayat 12-19:

1. Jangan Mempersekutukan Allah (QS. Luqman:13)

Disebutkan bahwa dalam ayat tersebut, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
Anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai, Anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) merupakan suatu
kedzaliman yang besar.”.
Dan kita semua umat Islam tahu, bahwa salah satu dosa yang tak terampuni oleh Allah adalah
syirik, atau mempersekutukan Allah dengan selainNya, entah sekecil atau sebesar apapun itu
tindakannya. Maka kita haruslah berhati-hati pada perkataan atau perbuatan kita yang bisa saja
mengarah pada syirik.

2. Berbuatlah Baik Pada Orangtua (QS. Luqman:14)

Disebutkan dalam ayat tersebut, “Dan Kami perintahkan kepada umat manusia (berbuat baik)
kepada kedua ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya
kepadaKu lah kembalimu.”.
Luqman menasehati Anaknya sesuai perintah Allah untuk berbuat baik dan berbakti kepada
orangtua, karena benar bahwa keridhoan Allah ada pada ridho orangtua. Orangtua adalah
mereka yang jasanya tak pernah mampu kita balas sampai kapanpun, bahkan sampai kita mati
sekalipun.

3. Allah Maha Melihat (QS. Luqman : 16)

Dalam ayat tersebut dijelaskan, “(Luqman berkata): Wahai Anakku, sesungguhnya jika ada
(suatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi
Maha Mengetahui.”.

Nasehat Luqman tersebut sungguh menampar, karena masih banyak di antara kita yang
seenaknya dalam menjalani hidup, padahal kita tahu bahwa Allah Maha Tahu. Allah selalu
mengawasi kita, kemanapun kita pergi bahkan bersembunyi sekalipun, dan Allah tahu apa yang
kita kerjakan secara terang-terangan atau bahkan sekedar baru kita niatkan saja.

4. Dirikan Shalat dan Menyeru Pada Kebaikan (QS. Luqman : 17)

Dalam ayat tersebut dijelaskan, “Hai Anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).”.
Seperti nasehat Luqman, bahwa Allah menciptakan manusia dengan kewajiban beribadah
kepadaNya, serta menyeru manusia kepada kebaikan. Sehingga benar jika dikatakan bahwa
shalat adalah tiang agama. Maka jika tiangnya roboh dengan kata lain shalatnya tidak
ditegakkan, maka bisa dipastikan agama atau imannya telah roboh, dan dia tak akan mampu
menyeru pada kebaikan. Sehingga itu adalah sebuah dosa besar yang tak terampuni.

5. Janganlah Sombong (QS. Luqman : 19)

Dalam ayat tersebut dijelaskan, “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkan lah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.”.
Dari nasehat Luqman tersebut, kita bisa mengambil hikmah, bahwa Allah sangat membenci
orang yang sombong. Di mana orang-orang yang sombong biasanya diciri-khaskan dengan cara
berjalan mereka yang terlihat angkuh lagi pongah, dengan kepala mengangkat serta dengan
cara berbicara yang tinggi, baik perkataan maupun nada suara. Sehingga bisa disejajarkan
bahwa orang yang sombong itu sangat buruk karena diumpamakan dengan seekor hewan
(keledai).

Itulah kisah tentang Luqman dan Anaknya yang terangkum sangat indah dalam QS. Luqman. Di
mana dalam Surat tersebut juga terdapat 5 nasehat besar yang harus diteladani oleh semua
anak manusia, tentunya umat Islam. Karena nasehat-nasehat tersebut bukan sembarangan
dalam periwayatannya, namun langsung diriwayatkan oleh Allah SWT lewat kalamNya, Al-
Qur’an. (sof)

Anda mungkin juga menyukai