Anda di halaman 1dari 60

“SEKILAS PENDIDIKAN ANAK DALAM SURAT LUKMAN”

TUGAS MATA KULIAH STUDI AL QURAN


Program pascasarjana strata 2

Disusun oleh
Muhammad Saifuddin Umar LC
Nim 20192550017
Dosen
Prof Dr H Abd Hadi M ag
Program studi
Pendidikan Islam
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019
Muqoddimah
Al quran adalah kalamulloh , yang tidak diragukan lagi sinya yang itu
patent dari Alloh subhanallohu taala . seluruh konsep kehidupan sudah
ter papar di dalam nya termasuk konsep pendidikan untuk anak
Surat lukman adalah salah stu surah dalam alquran yang mulai ayat 12
memberikan konsep kepada kita tentang endidikan anak

ANATOMI SURAT LUKMAN


Surah Luqman (Arab: ‫لقمان‬, "Luqman al-Hakim") adalah surah ke-31
dalam al-Qur'an. Surah ini terdiri dari atas 34 ayat dan termasuk
golongan surah-surah Makkiyah. Surah ini diturunkan setelah surah As-
Saffat. Nama Luqman diambil dari kisah tentang Luqman yang
diceritakan dalam surah ini tentang bagaimana ia mendidik anaknya

SIAPAKAH LUKMAN AL HAKIM


Luqman (Arab: ‫لقمان الحكيم‬, Luqman al-Hakim, Luqman Ahli
Hikmah) adalah orang yang disebut dalam Al-Qur'an dalam surah
Luqman [31]:12-19 yang terkenal karena nasihat-nasihatnya kepada
anaknya. Ibnu Katsir berpendapat bahwa nama panjang Luqman
ialah Luqman bin Unaqa' bin Sadun.[1] Sedangkan asal usul Luqman,
sejumlah ulama berbeda pendapat. Ibnu Abbas menyatakan bahwa
Luqman adalah seorang tukang kayu dari Habsyi. dari Nubah, dan ada
yang berpendapat ia berasal dari Sudan. Ada pula yang berpendapat
Luqman adalah seorang hakim pada zaman nabi Daud.[2]
Nama Luqman Al-Hakim dalam Alquran disebut sebanyak dua kali.
Keduanya terdapat dalam surah Luqman [31] ayat 12-13. Sesungguhnya
Kami telah berikan hikmah kepada Luqman, yaitu ‘Bersyukurlah kepada
Allah. Barang siapa bersyukur (kepada Allah), sesungguhnya dia
bersyukur untuk dirinya sendiri. Barang siapa yang tidak bersyukur,
sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (QS Luqman [31]:
12).

Siapakah sesungguhnya Luqman Al-Hakim itu? Apakah dia seorang


nabi atau bukan? Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini.
Menurut pendapat mayoritas ulama, Luqman hanyalah seorang ahli
hikmah karena dalam Alquran disebutkan bahwa Allah memberikan
hikmah kepadanya. Selain itu, ia terkenal dengan nasihat kepada
anaknya untuk berbakti kepada kedua orang dan tidak menyekutukan
Allah.

Ibnu Katsir dalam kitabnya Bidayah wa an-Nihayah dan Tafsir Ibnu


Katsir berpendapat, nama panjangnya ialah Luqman bin ‘Anqa' bin
Sadun, sedangkan anaknya bernama Taran, demikian pula menurut As-
Suhaili.

Sementara itu, Syauqi Abu Khalil dalam kitabnya Athlas Al-Qur’an


menyebutkan, Luqman adalah putra saudara perempuan Ayyub atau
putra bibinya. Namun, ada juga yang berpendapat Luqman hidup hingga
Nabi Daud AS diutus menjadi seorang rasul.

Ibnu Katsir menjelaskan, mayoritas ulama berpendapat Luqman adalah


seorang hamba Allah yang saleh tanpa menerima kenabian. Sementara
itu, Jabir bin Abdullah mengidentifikasi, Luqman memiliki tubuh yang
sangat pendek dan hidungnya tidak mancung. Sedangkan, Ibnu Jarir
berpendapat Luqman seorang hamba sahaya yang berprofesi sebagai
tukang kayu dan berasal dari Habsyi.
Said bin Musayyab mengatakan, bahwa Luqman berasal dari kota Sudan
dan memiliki kekuatan dan mendapatkan hikmah dari Allah, namun dia
tidak menerima kenabian.

Ibnu Abbas dalam Mausu’ah al-Qarn al’Isyrin VIII/370 meriwayatkan,


Luqman Al-Hakim bukanlah seorang nabi maupun raja. Ia hanya
seorang penggembala yang dimerdekakan oleh majikannya.

Pendidikan anak
Persoalan anak-anak dan pengasuhnya merupakan salah satu persoalan
yang mendapat prioritas perhatian dari islam. Mengingat anak
merupakan batu pertama untuk membangun keluarga yang merupakan
sel pertama untuk membangun masyarakat dan yang menjadi fondasi
bangunan masa depan. Masa kanak-kanak merupakan salah satu masa
terpenting dalam rentang kehidupan manusia. Sebab ia menjadi pijakan
fase selanjutnya dalam proses pendidikan dan pembinaan pribadi. Pada
fase ini ditanamkan prinsip-prinsip dasar, nilai, dan kecenderungan yang
bakal membentuk perilaku manusia yang matang dalam menatap
kehidupan masa yang akan datang. Masa usia dini atau masa anak-anak
merupakan masa yang sangat baik bagi para pengasuh dalam
memberikan pendidikan. Pada masa ini, anak menyerap banyak hal dari
lingkungan sekitarnya, kebiasaan yang bermanfaat atau yang merugikan,
akhlak yang mulia atau yang tercela, dan jalan yang lurus atau yang
menyimpang. Kesiapan mental dan pikiran anak pada fase ini sudah
terkondisikan sedimikian rupa untuk menerima segala hal yang disukai
dan digemarinya, dan menolak segala hal yang dibenci dan
diengganinya. Para psikolog dan pakar pendidikan menegaskan bahwa
masa kanak-kanak ditandai dengan pertumbuhan fisik, intelektual dan
social. Mempersiapkan dan mendidik anak-anak pada masa ini adalah
persiapan untuk menghadapi berbagai tantangan masa depan. Tentang
urgennya masa ini, sebagian pakar berargumen karena system saraf
anak-anak dalam kondisi fleksibel yang membuatnya sangat reaktif
dengan orang sekitar, meniru banyak hal dari perilaku mereka dan
mengidentifikasikan dirinya dengan karakter mereka. Sebenarnya,
segala sesuatu yang diterima pada masa anak-anak dari orang tua dan
sekitarnya mempunyai pengaruh dalam pembentukan kepribadian anak-
anak. Namun, semua itu membutuhkan pendidikan dan arahan untuk
meluruskan segala yang ia terima. Pendidikan dan arahan yang baik
yang bisa memberikan bekas yang melekat dalam jiwa anak-anak.
Berbicara pendidikan dan arahan tidak lepas dari bahasa, karena fungsi
bahasa merupakan alat untuk menyampaikan maksud atau sesuatu.
Kaitannya dengan pendidikan dan arahan pada masa anak-anak,
Tolak ukur keberhasilan sebuah pendidikan adalah ketika mendapati
seorang anak dari jenjang satu ke jenjang berikutnya mengalami
perubahan kedewasaan.
Ibnul Qayyim al-Jauziyah, seperti dikutip oleh Muhammad Nur Abdul
Hafidzh Suwaid dalam bukunya Manhaj at-Tarbiyah an-Nabawiyah li
ath-Thifl berpesan kepada orang tua dan para pendidik,  barang siapa
yang dengan sengaja tidak mengajarkan apa yang bermanfaat bagi anak-
anaknya dan meninggalkannya begitu saja, berarti dia telah melakukan
suatu kejahatan yang sangat besar.
Disebutkan, kerusakan pada diri anak kebanyakan datang dari sisi orang
tua yang meninggalkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban-
kewajiban dalam agama dan sunnah-sunnahnya..
Maka pendidikan anak adalah .sangat perlu diperhatikan oleh orang
tua.
Lukman al hakm dalam alqur an memberikan contoh yang sangat
esensial dalam mendidik anak
PENDIDIKAN ANAK DALAM SURAT LUQMAN

Surat Lukman mengajarkan kita untuk mendidik anak ang seuai dengan
ridho ilahi,karena masa anak adalah enentu masa depn mereka, sebesar
kita memeperhatikan pendidikan anak sebesar itu pula harapan masa
depan yang di raih.
Panggilan “ yaa bunayya” adlah ciri khas dari hamba Alloh yang sholeh
kepada putranya. panggilan yang di dahului oleh harfu nidaa engandung
unsur alaram bagi yang mendengar nya , dan kalimat bunayya ismu
tashghiir /yang lebih kecil dar banin menunjukkkan sebuah
penghormatan dan rasa kasih sayang terhdap yang di panggil
.‫فأفادت معنى التكريم والتلطف‬
ْ ،‫ي" فيما بعدها من آيات‬
َّ ‫ "يَا ُب َن‬:‫تكررت كلمة‬
َّ ‫ثم‬

https://www.alukah.net/social/0/8806/#ixzz63PtipQH8 :‫رابط الموضوع‬

Pendidian anak dalam surat Lukman dapat di petik sebagai berikut

1 Ber syukur kepada Alloh


Surat lukman 12
‫لَقَ ْد ٰاتَ ْينَا لُ ْقمٰ نَ ْال ِح ْك َمةَ اَ ِن ا ْش ُكرْ هّٰلِل ِ َۗو َم ْن يَّ ْش ُكرْ فَاِنَّ َما يَ ْش ُك ُر لِنَ ْف ِس ٖ ۚه َو َم ْن َكفَ َر فَا ِ َّن هّٰللا َ َغنِ ٌّي َح ِم ْي ٌد‬
wa laqad ātainā luqmānal-ḥikmata anisykur lillāh, wa may yasykur fa
innamā yasykuru linafsih, wa mang kafara fa innallāha ganiyyun ḥamīd
Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu,
”Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barangsiapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah
Mahakaya, Maha Terpuji

Apakah Makna Syukur?


Syukur secara bahasa,

‫ بما أَ ْوال َكهُ من المعروف‬v‫المحسن‬


vِ v‫ على‬v‫الثناء‬
“Syukur adalah pujian bagi orang yang memberikan kebaikan, atas
kebaikannya tersebut” (Lihat Ash Shahhah Fil Lughah karya Al
Jauhari). Atau dalam bahasa Indonesia, bersyukur artinya
berterima kasih.

Sedangkan istilah syukur dalam agama, adalah sebagaimana yang


dijabarkan oleh Ibnul Qayyim:

v‫ وعلى قلبه‬v،‫ ثناء واعترافا‬v:‫ عبده‬v‫ لسان‬v‫ نعمة هللا على‬v‫ ظهور أثر‬v‫الشكر‬
v‫ وطاعة‬v‫ وعلى جوارحه انقيادا‬،‫شهودا ومحبة‬
“Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya.
Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan
kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati,
berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota
badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah” (Madarijus
Salikin, 2/244).

Lawan dari syukur adalah kufur nikmat, yaitu enggan menyadari


atau bahkan mengingkari bahwa nikmat yang ia dapatkan adalah
dari Allah Ta’ala. Semisal Qarun yang berkata,

v‫ ِع ْل ٍم ِع ْن ِدي‬v‫إِن َّ َما أُوتِيتُهُ َعلَى‬

“Sungguh harta dan kenikmatan yang aku miliki itu aku dapatkan
dari ilmu yang aku miliki” (QS. Al-Qashash: 78).
Syukur Adalah Salah Satu Sifat Allah
Ketahuilah bahwa syukur merupakan salah satu sifat dari sifat-
sifat Allah yang husna. Yaitu Allah pasti akan membalas setiap
amalan kebaikan yang dilakukan oleh hamba-Nya, tanpa luput
satu orang pun dan tanpa terlewat satu amalan pun. Allah Ta’ala
berfirman,

‫ن هَّللا َ َغفُو ٌر َش ُكو ٌر‬vَّ ِ‫إ‬


“Sesungguhnya Allah itu Ghafur dan Syakur” (QS. Asy-Syura: 23).

Seorang ahli tafsir, Imam Abu Jarir Ath-Thabari, menafsirkan ayat


ini dengan riwayat dari Qatadah, “Ghafur artinya Allah Maha
Pengampun terhadap dosa, dan Syakur artinya Maha Pembalas
Kebaikan sehingga Allah lipat-gandakan ganjarannya” (Tafsir Ath
Thabari, 21/531).

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

‫م‬vٌ ‫َوهَّللا ُ َش ُكو ٌر َحلِي‬


“Allah itu Syakur lagi Haliim” (QS. At-Taghabun: 17).

Ibnu Katsir menafsirkan Syakur dalam ayat ini, “Maksudnya


adalah memberi membalas kebaikan yang sedikit dengan ganjaran
yang banyak” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 8/141).

Sehingga orang yang merenungi bahwa Allah adalah Maha


Pembalas Kebaikan, dari Rabb kepada Hamba-Nya, ia akan
menyadari bahwa tentu lebih layak lagi seorang hamba bersyukur
kepada Rabb-Nya atas begitu banyak nikmat yang ia terima.
Syukur Adalah Sifat Para Nabi
Senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada Allah atas
limpahan nikmat Allah, walau cobaan datang dan rintangan
menghadang, itulah sifat para Nabi dan Rasul Allah yang mulia.
Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Nuh  ‘Alaihissalam,

‫ شكور‬v‫ عبدا‬v‫ كان‬v‫ مع نوح إنه‬v‫ذرية من حملنا‬


“(Yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama
Nuh. Sesungguhnya Nuh adalah hamba yang banyak bersyukur” (QS.
Al-Isra: 3).

Allah Ta’ala menceritakan sifat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam:

‫ شاكرا ألنعمه‬v*‫ من المشركين‬v‫ ولم يك‬v‫ هلل حنيفا‬v‫ أمة قانتا‬v‫ كان‬v‫ إبراهيم‬v‫إن‬
v‫ مستقيم‬v‫ وهداه إلى صراط‬v‫اجتباه‬
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan
teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah
dia termasuk orang-orang yang musyrik, Dan ia senantiasa
mensyukuri nikmat-nikmat Allah, Allah telah memilihnya dan
menunjukinya kepada jalan yang lurus” (QS. An-Nahl: 120-121).

Dan inilah dia sayyidul anbiya, pemimpin para Nabi, Nabi akhir


zaman, Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, tidak luput dari
syukur walaupun telah dijamin baginya surga. Diceritakan oleh
Ibunda ‘Aisyah Radhiallahu’anha,

. ‫ قام حتى تفطَّر رجاله‬، ‫ إذا صلَّى‬، ‫م‬vَ َّ‫ وسل‬v‫كان رسو ُل هللاِ صلَّى هللا ُ عليه‬
v‫ ما تق َّدم من ذنبك‬v‫ وقد ُغفِر لك‬، ‫ يا رسو َل هللاِ ! أتصن ُع هذا‬: vُ‫ عائشة‬v‫قالت‬

v‫ شكو ًرا‬v‫أكون عب ًدا‬ v‫ ! أفال‬vُ‫ عائشة‬v‫ يا‬v” v‫وما تأ َّخ َر ؟ فقال‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika beliau shalat,
beliau berdiri sangat lama hingga kakinya mengeras kulitnya. ‘Aisyah
bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau sampai demikian?
Bukankan dosa-dosamu telah diampuni, baik yang telah lalu maupun
yang akan datang? Rasulullah besabda: ‘Wahai Aisyah, bukankah
semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?’” (HR. Bukhari no.
1130, Muslim no. 2820).

Syukur Adalah Ibadah


Allah Ta’ala dalam banyak ayat di dalam Al-Qur’an
memerintahkan manusia untuk bersyukur kepada-Nya. Maka
syukur adalah ibadah dan bentuk ketaatan atas perintah Allah.
Allah Ta’ala berfirman,

‫ لي وال تكفرون‬v‫فاذكروني أذكركم واشكروا‬


“Ingatlah kepada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah
kepada-Ku dan janganlah ingkar” (QS. Al Baqarah: 152)

Allah Ta’ala juga berfirman,

v‫ كنتم إياه‬v‫ ما رزقناكم واشكروا هلل إن‬v‫ كلوا من طيبات‬v‫ آمنوا‬v‫ الذين‬v‫ أيها‬v‫يا‬
‫تعبدون‬
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah” (QS.
Al Baqarah: 172).

Maka bersyukur adalah menjalankan perintah Allah dan enggan


bersyukur serta mengingkari nikmat Allah adalah bentuk
pembangkangan terhadap perintah Allah.
Dampak dari badah berSyukur
1. Syukur Adalah Sifat Orang Beriman

Rasulullah  Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

‫ن‬vْ ِ‫د إِاَّل لِ ْل ُم ْؤ ِم ِن؛ إ‬vٍ ‫ك أِل َ َح‬ vَ ‫ َولَي‬،ٌ‫ن أَ ْم َرهُ ُكلَّهُ َخ ْير‬vَّ ِ‫ أِل َ ْم ِر ْال ُم ْؤ ِم ِن إ‬v‫َع َجبًا‬
vَ ‫ْس َذا‬
v‫ان َخ ْي ًرا‬vَ ‫صبَ َر فَ َك‬َ ‫ضرَّا ُء‬ َ vُ‫صابَ ْته‬َ َ‫ن أ‬vْ ِ‫ َوإ‬،ُ‫ لَه‬v‫ان َخ ْي ًرا‬
vَ ‫صابَ ْتهُ َسرَّا ُء َش َك َر فَ َك‬ َ َ‫أ‬
vُ‫لَه‬
“Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap
perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada
seorang mu’min sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur,
dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu
baik baginya”  (HR. Muslim no.7692).

2. Merupakan Sebab Datangnya Ridha Allah

Allah Ta’ala berfirman,

‫ يرضه لكم‬v‫ تشكروا‬v‫وإن‬


“Jika kalian ingkar, sesungguhnya Allah Maha Kaya atas kalian. Dan
Allah tidak ridha kepada hamba-Nya yang ingkar dan jika kalian
bersyukur Allah ridha kepada kalian”  (QS. Az-Zumar: 7).

3. Merupakan Sebab Selamatnya Seseorang Dari Azab Allah

Allah Ta’ala berfirman,

v‫ شكرتم وآمنتم‬v‫ما يفعل هللا بعذابكم إن‬


“Tidaklah Allah akan mengadzab kalian jika kalian bersyukur dan
beriman. Dan sungguh Allah itu Syakir lagi Alim” (QS. An-Nisa: 147).
4. Merupakan Sebab Ditambahnya Nikmat

Allah Ta’ala berfirman,

‫ شكرتم ألزيدنكم‬v‫ ربكم لئن‬v‫وإذ تأذن‬


“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mengumumkan,
‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’” (QS. Ibrahim: 7).

5. Ganjaran Di Dunia dan Akhirat

Janganlah Anda menyangka bahwa bersyukur itu hanya sekedar


pujian dan berterima kasih kepada Allah. Ketahuilah bahwa
bersyukur itupun menuai pahala, bahkan juga membuka pintu
rezeki di dunia. Allah Ta’ala berfirman,

v‫ الشاكرين‬v‫وسنجزي‬
“Dan sungguh orang-orang yang bersyukur akan kami beri
ganjaran” (QS. Al Imran: 145).

Imam Ath Thabari menafsirkan ayat ini dengan membawakan


riwayat dari Ibnu Ishaq, “Maksudnya adalah, karena bersyukur,
Allah memberikan kebaikan yang Allah janjikan di akhirat dan
Allah juga melimpahkan rizki baginya di dunia” (Tafsir Ath Thabari,
7/263).
Tanda-Tanda Orang yang Bersyukur
1. Mengakui dan Menyadari Bahwa Allah Telah Memberinya
Nikmat

Orang yang bersyukur senantiasa menisbatkan setiap nikmat


yang didapatnya kepada Allah Ta’ala. Ia senantiasa menyadari
bahwa hanya atas takdir dan rahmat Allah semata lah nikmat
tersebut bisa diperoleh. Sedangkan orang yang kufur nikmat
senantiasa lupa akan hal ini. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu’anhuma,
ia berkata,

ُ ‫بي صلَّى هَّللا‬


vُّ َّ‫م فقا َل الن‬vَ َّ‫ه وسل‬vِ ‫ي صلَّى هَّللا ُ علي‬
vِّ ‫س على عه ِد النَّب‬vvُ ‫ُم ِط َر النَّا‬
‫ل‬vَ ‫ هذ ِه رحمةُ هَّللا ِ وقا‬v‫س شاك ٌر ومنهم كاف ٌر قالوا‬v vِ ‫من النَّا‬َ ‫ح‬vَ ‫م أصب‬vَ َّ‫ه وسل‬vِ ‫علي‬
v‫ق نو ُء كذا وكذا‬ َ ‫ صد‬v‫بعضُهم لقد‬
“Ketika itu hujan turun di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu
Nabi bersabda, ‘Atas hujan ini, ada manusia yang bersyukur dan ada
yang kufur nikmat. Orang yang bersyukur berkata, ‘Inilah rahmat
Allah.’ Orang yang kufur nikmat berkata, ‘Oh pantas saja tadi ada
tanda begini dan begitu’” (HR. Muslim no.73).

2. Menyebut-Nyebut Nikmat yang Diberikan Allah

Mungkin kebanyakan kita lebih suka dan lebih sering menyebut-


nyebut kesulitan yang kita hadapi dan mengeluhkannya kepada
orang-orang. “Saya sedang sakit ini.” “Saya baru dapat musibah
itu..” “Saya kemarin rugi sekian rupiah..”, dll. Namun
sesungguhnya orang yang bersyukur itu lebih sering menyebut-
nyebut kenikmatan yang Allah berikan. Karena Allah Ta’ala
berfirman,

vَ ِّ‫َوأَ َّما بِنِ ْع َم ِة َرب‬


ْ ‫ك فَ َحد‬
‫ِّث‬
“Dan nikmat yang diberikan oleh Rabbmu, perbanyaklah
menyebutnya” (QS. Adh-Dhuha: 11).

Namun tentu saja tidak boleh takabbur (sombong) dan ‘ujub


(merasa kagum atas diri sendiri).

3. Menunjukkan Rasa Syukur dalam Bentuk Ketaatan kepada


Allah

Sungguh aneh jika ada orang yang mengaku bersyukur, ia


menyadari segala yang ia miliki semata-mata atas keluasan rahmat
Allah, namun di sisi lain melalaikan perintah Allah dan melanggar
larangan-Nya, ia enggan shalat, enggan belajar agama, enggan
berzakat, memakan riba, dll. Jauh antara pengakuan dan
kenyataan. Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫ هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكر‬v‫ فَاتَّقُوا‬vٌ‫م أَ ِذلَّة‬vْ ُ‫ص َر ُك ُم هَّللا ُ بِبَ ْد ٍر َوأَ ْنت‬
‫ُون‬ َ َ‫د ن‬vْ َ‫َولَق‬
“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar,
padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu
bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya” (QS. Ali
Imran: 123).

Maka rasa syukur itu ditunjukkan dengan ketakwaan.

Tips Agar Menjadi Orang yang Bersyukur


1. Senantiasa Berterima Kasih kepada Orang Lain

Salah cara untuk mensyukuri nikmat Allah adalah dengan


berterima kasih kepada manusia yang menjadi perantara
sampainya nikmat Allah kepada kita. Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam  bersabda,

‫ يشكر هللا‬v‫ال‬i v‫ يشكر الناس‬v‫من ال‬


“Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak
bersyukur kepada Allah”  (HR. Tirmidzi no.2081, ia berkata: “Hadits
ini hasan shahih”).

Beliau juga bersabda,

ُ‫ لَه‬v‫ َما تُ َكافِئُونَهُ فَا ْد ُعوا‬v‫م تَ ِج ُدوا‬vْ َ‫ن ل‬vْ ِ ‫ فَإ‬،ُ‫ فَ َكافِئُوه‬v‫م َم ْعرُوفًا‬vْ ‫صنَ َع إِلَ ْي ُك‬
َ ‫َم ْن‬
ُ‫َحتَّى تَ َر ْوا أَنَّ ُك ْم قَ ْد َكافَأْتُ ُموه‬
“Barangsiapa yang telah berbuat suatu kebaikan padamu, maka
balaslah dengan yang serupa. Jika engkau tidak bisa membalasnya
dengan yang serupa maka doakanlah ia hingga engkau mengira
doamu tersebut bisa sudah membalas dengan serupa atas
kebaikan ia” (HR. Abu Daud no. 1672, dishahihkan Al-Albani
dalam Shahih Abu Daud).

Oleh karena itu, mengucapkan terima kasih adalah akhlak mulia


yang diajarkan oleh Islam. Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,

‫ء‬vِ ‫ك هَّللا ُ خي ًرا فقد أبل َغ في الثَّنا‬ ٌ


vَ ‫ جزا‬: ‫ه‬vِ ِ‫ل لفاعل‬vَ ‫معروف فقا‬ ‫ه‬vِ ‫صنِ َع إلي‬
ُ ‫َمن‬
“Barangsiapa yang diberikan satu kebaikan kepadanya lalu dia
membalasnya dengan mengatakan, ‘Jazaakallahu khair’ (semoga
Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah
mencukupinya dalam menyatakan rasa syukurnya” (HR. Tirmidzi
no.2167, ia berkata: “Hadits ini hasan jayyid gharib”, dishahihkan
Al-Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

2. Merenungkan Nikmat-Nikmat Allah

Dalam Al-Qur’an sering kali Allah menggugah hati manusia bahwa


banyak sekali nikmat yang Ia limpahkan sejak kita datang ke dunia
ini, agar kita sadar dan bersyukur kepada Allah. Allah Ta’ala
berfirman,
َ ‫َوهَّللا ُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِم ْن بُطُو ِن أُ َّمهَاتِ ُك ْم ال تَ ْعلَ ُم‬
‫ل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع‬vَ ‫ َو َج َع‬v‫ون َش ْيئًا‬
vَ ‫ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكر‬vَ‫ر َواأل ْفئِ َدة‬vَ ‫صا‬
‫ُون‬ َ ‫َواأل ْب‬
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (QS. An-Nahl: 78).

3. Qana’ah

Senantiasa merasa cukup atas nikmat yang ada pada diri kita
membuat kita selalu bersyukur kepada Allah. Sebaliknya, orang
yang senantiasa merasa tidak puas, merasa kekurangan, ia merasa
Allah tidak pernah memberi kenikmatan kepadanya sedikitpun.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

vِ ‫ر النا‬vَ ‫ أ ْش َك‬v‫ و كن قنِعًا تكن‬، ‫الناس‬


‫س‬v vِ ‫د‬vَ ‫ أعب‬v‫ تكن‬v‫كن َو ِر ًعا‬
“Jadilah orang yang wara’, maka engkau akan menjadi hamba yang
paling berbakti. Jadilah orang yang qana’ah, maka engkau akan
menjadi hamba yang paling bersyukur”(HR. Ibnu Majah no. 3417,
dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

4. Sujud Syukur

Salah satu cara untuk mengungkapkan rasa syukur ketika


mendapat kenikmatan yang begitu besar adalah dengan
melakukan sujud syukur.

‫ هللا صلى‬v‫ رسول‬v‫ كان‬v:‫ رضي هللا عنه قال‬v‫ الحارث‬v‫ بن‬v‫ أبي بكرة نفيع‬v‫عن‬
‫ هلل‬v‫ شاكرا‬v‫ جاءه أمر بشر به خر ساجدا؛‬v‫ إذا‬v‫ وسلم‬v‫هللا عليه‬
“Dari Abu Bakrah Nafi’ Ibnu Harits Radhiallahu’anhu ia berkata,
‘Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika menjumpai
sesuatu yang menggemberikan beliau bersimpuh untuk sujud.
Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah” (HR. Abu Daud
no.2776, dihasankan oleh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil).

5. Berdzikir

Berdzikir dan memuji Allah adalah bentuk rasa syukur kita kepada
Allah. Ada beberapa dzikir tertentu yang diajarkan oleh Rasulullah
khusus mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

‫ فمنك‬v‫ ما أصبح بي من نعمة أو بأحد من خلقك‬v‫ اللهم‬v:‫ يصبح‬v‫ حين‬v‫من قال‬


‫ ومن‬،‫ شكر يومه‬v‫ فقد أدى‬.‫ ولك الشكر‬v‫ الحمد‬v‫ فلك‬،‫وحدك ال شريك لك‬
v‫ شكر ليلته‬v‫ حين يمسي فقد أدى‬v‫ ذلك‬v‫قال‬
“Barangsiapa pada pagi hari berdzikir: Allahumma ashbaha bii min
ni’matin au biahadin min khalqika faminka wahdaka laa syariikalaka
falakal hamdu wa lakasy syukru.”
(Ya Allah, atas nikmat yang Engkau berikan kepada ku hari ini atau
yang Engkau berikan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, maka
sungguh nikmat itu hanya dari-Mu dan tidak ada sekutu bagi-Mu.
Segala pujian dan ucap syukur hanya untuk-Mu)
Maka ia telah memenuhi harinya dengan rasa syukur. Dan
barangsiapa yang mengucapkannya pada sore hari, ia telah
memenuhi malamnya dengan rasa syukur”  (HR. Abu Daud no.5075,
dihasankan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Arnauth dalam tahqiqnya
terhadap kitab Raudhatul Muhadditsin).

 l1

.2 Jangan Mempersekutukan Allah

1
https://muslim.or.id/30031-jadilah-hamba-allah-yang-bersyukur.htm
)QS. Luqman:13(

‫ش ِركْ بِاهّٰلل ِ ۗاِنَّ الش ِّْر َك لَظُ ْل ٌم َع ِظ ْي ٌم‬


ْ ُ‫َواِ ْذ قَا َل لُ ْقمٰ نُ اِل ْبنِ ٖه َوه َُو يَ ِعظُ ٗه ٰيبُنَ َّي اَل ت‬

wa iż qāla luqmānu libnihī wa huwa ya'iẓuhụ yā bunayya lā tusyrik


billāh, innasy-syirka laẓulmun 'aẓīm

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia


memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar.

Kemusyrikan adalah dosa yang paling besar, paling berbahaya,


merupakan tindakan kezaliman yang paling zalim, kejahatan yang
paling besar dan dosa yang tidak bakal terampuni.

Menyekutukan Allah adalah perbuatan menghancurkan


rububiyyah dan melecehkan uluhiyyah Allah serta berburuk
sangka dengan pencipta alam semesta.

Kemusyrikan adalah menyamakan makhluk dengan Allah yang hal


ini berarti menyamakan makhluk yang tidak sempurna dan tidak
punya apa-apa dengan zat yang agung serta kaya raya.

Kemusyrikan adalah sebuah dosa yang rasa takut kita dengannya


harus lebih besar dibandingkan rasa takut kita dengan hal
selainnya.

Terdapat banyak dalil dalam al Qur’an dan sunah yang jika


direnungkan dan ditelaah oleh seorang hamba akan menyebabkan
timbulnya rasa takut di dalam hati terhadap kemusyrikan
sehingga dia akan mewaspadainya dan menjaga diri jangan sampai
terjerumus ke dalamnya.
Renungkanlah firman Allah yang terdapat dalam dua ayat dalam
surat an Nisa

َ ِ‫ون َذل‬
‫ن يَ َشا ُء‬vْ ‫ك لِ َم‬ َ ‫ن يُ ْش َر‬vْ َ‫إِ َّن هَّللا َ ال يَ ْغفِ ُر أ‬
vَ ‫ر َما ُد‬vُ ِ‫ك بِ ِه َويَ ْغف‬

Yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa


syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS an Nisa: 48)

Dalam ayat ini terdapat penjelasan yang sangat jelas bahwa orang
yang berjumpa Allah dalam keadaan musyrik maka tidak ada
harapan baginya untuk mendapatkan ampunan Allah karena
tempat kembalinya adalah neraka dan dia akan kekal di dalamnya.
Di dalamnya dia tidak akan mati tidak pula ada keringanan siksa
untuknya. Sebagaimana firman Allah,

‫ك نَجْ ِزي‬ َ ِ‫ن َع َذابِهَا َك َذل‬vْ ‫ف َع ْنهُ ْم ِم‬ ُ َّ ‫ َوال يُ َخف‬v‫ َعلَ ْي ِه ْم فَيَ ُموتُوا‬v‫ضى‬ َ ‫ لَهُ ْم نَا ُر َجهَن َّ َم ال يُ ْق‬v‫ين َكفَرُوا‬ vَ ‫َوال َّ ِذ‬
‫ل أَ َولَ ْم‬vُ ‫ ُكنَّا نَ ْع َم‬v‫صالِ ًحا َغ ْي َر ال َّ ِذي‬َ ْ‫ون فِيهَا َربَّنَا أَ ْخ ِرجْ نَا نَ ْع َمل‬ vَ ‫) َوهُ ْم يَصْ طَ ِر ُخ‬٣٦( ‫ور‬ vٍ ُ‫ُك َّل َكف‬
)٣٧( ‫ير‬ vٍ ‫ص‬ ِ َ‫ين ِم ْن ن‬ vَ ‫ فَ َما لِلظَّالِ ِم‬v‫ر فَ ُذوقُوا‬vُ ‫ه َم ْن تَ َذ َّك َر َو َجا َء ُك ُم الن َّ ِذي‬vِ ‫ر فِي‬vُ ‫نُ َع ِّمرْ ُك ْم َما يَتَ َذ َّك‬

Yang artinya, “Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam.


mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula)
diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah Kami membalas
Setiap orang yang sangat kafir. Dan mereka berteriak di dalam
neraka itu: “Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami niscaya Kami akan
mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah Kami
kerjakan”. dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam
masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan
(apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka
rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim
seorang penolongpun.” (QS Fathir: 36-37)2

2
 https://muslim.or.id/1680-bahaya-syirik.html
3. Berbuatlah Baik Pada Orangtua

)QS. Luqman:14(

‫ش ُك ْر لِ ْي َولِ َوالِ َد ْي ۗ َك‬ َ ِ‫سانَ بِ َوالِ َد ْي ۚ ِه َح َملَ ْتهُ اُ ُّم ٗه َو ْهنًا ع َٰلى َوه ٍْن َّوف‬
ْ ‫صالُ ٗه فِ ْي عَا َم ْي ِن اَ ِن ا‬ َ ‫ص ْينَا ااْل ِ ْن‬َّ ‫َو َو‬
ِ ‫اِلَ َّي ا ْل َم‬
‫ر‬wُ ‫ص ْي‬

wa waṣṣainal-insāna biwālidaīh, ḥamalat-hu ummuhụ wahnan 'alā


wahniw wa fiṣāluhụ fī 'āmaini anisykur lī wa liwālidaīk, ilayyal-
maṣīr

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada


kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua
tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.
Hanya kepada Aku kembalimu.

Birrul waalidain adalah ibadah


Karena berbakti kepada orang tua berarti membahagiakan keduanya.

Allah Ta’ala berfirman,

‫ك أَاَّل تَ ْعبُ ُدوا إِاَّل إِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َدي ِْن إِحْ َسانًا‬ َ َ‫َوق‬
َ ُّ‫ضى َرب‬
“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya.” (QS. Al-Isra’: 23)
Dalam beberapa ayat, Allah selalu menggandengkan amalan berbakti pada
orang tua dengan mentauhidkan-Nya dan larangan berbuat syirik. Di
antaranya disebutkan dalam ayat,

‫ َوبِ ْال َوالِ َدي ِْن إِحْ َسانًا‬v‫قُلْ تَ َعالَ ْوا أَ ْت ُل َما َح َّر َم َربُّ ُك ْم َعلَ ْي ُك ْم أَاَّل تُ ْش ِر ُكوا بِ ِه َش ْيئًا‬
“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Rabbmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa.” (QS. Al-An’am: 151)

Allah mengingatkan bagaimanakah jasa orang tua terutama ibu dalam


membesarkan kita,

ُ‫ض َع ْتهُ ُكرْ هًا َو َح ْملُه‬ َ ‫ان بِ َوالِ َد ْي ِه إِحْ َسانًا َح َملَ ْتهُ أُ ُّمهُ ُكرْ هًا َو َو‬ َ ‫ص ْينَا اإْل ِ ْن َس‬
َّ ‫َو َو‬
ِّ‫ين َسنَةً قَا َل َرب‬ َ ‫ون َش ْهرًا َحتَّى إِ َذا بَلَ َغ أَ ُش َّدهُ َوبَلَ َغ أَرْ بَ ِع‬ َ ُ‫صالُهُ ثَاَل ث‬ َ ِ‫َوف‬
‫ي َوأَ ْن أَ ْع َم َل‬
َّ ‫ي َو َعلَى َوالِ َد‬ َّ َ‫ت َعل‬ َ ‫ك الَّتِي أَ ْن َع ْم‬
َ َ‫أَ ْو ِز ْعنِي أَ ْن أَ ْش ُك َر نِ ْع َمت‬
َ ‫ك َوإِنِّي ِم َن ْال ُم ْسلِ ِم‬
‫ين‬ ُ ‫ضاهُ َوأَصْ لِحْ لِي فِي ُذرِّ يَّتِي إِنِّي تُب‬
َ ‫ْت إِلَ ْي‬ َ ْ‫صالِحًا تَر‬ َ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang
ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa
dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Rabbku, tunjukilah
aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku
dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh
yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.” (QS. Al-
Ahqaf: 15)
Manfaat Berbakti kepada Kedua Orang Tua

1- Jalan mudah menuju surga


Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

ْ َ‫اب أَ ِو احْ ف‬
ُ ‫ظه‬ َ َ‫ك ْالب‬ ِ َ ‫ت فَأ‬
َ ِ‫ض ْع َذل‬ َ ‫ب ْال َجنَّ ِة فَإِ ْن ِش ْئ‬
ِ ‫ْال َوالِ ُد أَ ْو َسطُ أَ ْب َوا‬
“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu
atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi, no. 1900; Ibnu Majah, no.
3663 dan Ahmad 6:445. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits
ini hasan.)

Dari Humaid, ia menyatakan, ketika ibunya Iyas bin Mu’awiyah itu


meninggal dunia, Iyas menangis. Ada yang bertanya padanya, “Kenapa
engkau menangis?” Ia menjawab,

َ ِ‫ان إِلَى ال َجنَّ ِة َوأُ ْغل‬


‫ق أَ َح ُدهُ َما‬ ِ ‫ان َم ْفتُ ْو َح‬ َ ‫َك‬
vِ َ‫ان لِي بَاب‬
“Dahulu aku memiliki dua pintu yang terbuka menuju surga. Namun
sekarang salah satunya telah tertutup.” (Al-Birr li Ibnil Jauzi, hlm. 56.
Dinukil dari Kitab Min Akhbar As-Salaf Ash-Shalih, hlm. 398)

2- Dipanjangkan umur dan diberkahi rezeki


Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ِ َ‫َم ْن أَ َحبَّ أَ ْن يُ َم َّد لَهُ فِي ُع ْم ِر ِه َوأَ ْن يُ َزا َد لَهُ فِي ِر ْزقِ ِه فَ ْليَبَ َّر َوالِ َد ْي ِه َو ْلي‬
ْ‫صل‬
ُ‫َر ِح َمه‬
“Siapa yang suka untuk dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya,
maka berbaktilah kepada kedua orang tuanya dan jalinlah hubungan dengan
kerabatnya (silaturahim).” (HR. Ahmad, 3:229; 3:266. Syaikh Syu’aib Al-
Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih, sanad hadits ini hasan dari
jalur Maimun bin Sayah dan di bawahnya tsiqah.)

3- Mendapatkan doa baik orang tua


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫وم َو َد ْع َوةُ ْال ُم َسافِ ِر‬ ْ ‫ك فِي ِه َّن َد ْع َوةُ ْال َم‬
ِ ُ‫ظل‬ َّ ‫ت يُ ْستَ َجابُ لَه َُّن الَ َش‬ ُ َ‫ثَال‬
ٍ ‫ث َد َع َوا‬
‫َو َد ْع َوةُ ْال َوالِ ِد لِ َولَ ِد ِه‬
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang
dizalimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua kepada
anaknya.” (HR. Ibnu Majah, no. 3862. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan
bahwa hadits ini hasan.)

Dosa Durhaka kepada Orang Tua


Abu Bakrah berkata,
،‫ر ؟) ثَالَثًا‬vِ ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَالَ أُنَبِّئُ ُك ْم بِأ َ ْكبَ ِر ْال َكبَائ‬ َ  ِ‫قَا َل َرس ُْو ُل هللا‬
َ َ‫ق ْال َوالِ َدي ِْن ) َو َجل‬
‫س‬ ُ ‫ك بِاهللِ َو ُعقُ ْو‬ ُ ‫اإل ْش َرا‬ ِ ( : ‫ بَل َى يَا َرس ُْو َل هللاِ قَا َل‬: ‫قَالُ ْوا‬
‫ت‬ ُ ‫ى قُ ْل‬
َ ‫ت لَ ْيتَهُ َس َك‬ َّ ‫الز ْو ُر ) َما َزا َل يُ َكرِّ ُرهَا َحت‬ ُّ ‫ان ُمتَّ ِكئًا ( أَالَ َوقَ ْو ُل‬
َ ‫َو َك‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau
kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?” Para sahabat menjawab,
“Mau, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “(Dosa terbesar adalah)
mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Beliau
mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan pada tangannya. (Tiba-tiba
beliau menegakkan duduknya dan berkata), “Dan juga ucapan (sumpah)
palsu.” Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam
hati), “Duhai, seandainya beliau diam.” (HR. Bukhari, no. 2654 dan Muslim,
no. 87)

Abu Bakrah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫احبِ ِه ْال ُعقُ ْوبَةَ َم َع َما يَ َّد ِخ ُر لَهُ ِم َن ْالبَ ِغى‬


ِ ‫ص‬َ ِ‫ب أَجْ َد ُر أَ ْن يُ َعجِّ َل ل‬
ٍ ‫َما ِم ْن َذ ْن‬
ِ ‫َوقَ ِط ْي َع ِة الر‬
‫َّح ِم‬
”Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para
pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [diakhirat]-
daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus
silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Abu Daud, no. 4902;
Tirmidzi, no. 2511; Ibnu Majah, no. 4211. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan
bahwa sanad hadits ini shahih.)

 
Bagaimana Cara Membahagiakan Orang Tua?

Pertama: Menuruti perintah keduanya.


Dari Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

‫ضا ْال َوالِ ِد َو َس َخطُ الرَّبِّ فِي َس َخ ِط ْال َوالِ ِد‬


َ ‫ضا الرَّبِّ ِفي ِر‬
َ ‫ِر‬
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung
pada murka orang tua.” (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, no. 2.
Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai kepada
sahabat [baca: mawquf], namun shahih jika sampai kepada Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam [baca: marfu’]. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no.
516.)

‘Atha’ pernah ditanya oleh seseorang yang ibunya meminta kepadanya


untuk shalat wajib dan puasa Ramadhan saja (tidak ada amalan sunnah,
pen.), apakah perlu dituruti. ‘Atha’ mengatakan, “Iya tetap dituruti
perintahnya tersebut.” (Al-Birr li Ibnil Jauzi, hlm. 67. Dinukil dari Kitab Min
Akhbar As-Salaf Ash-Shalih, hlm. 398)

Usamah bin Zaid, seorang sahabat yang dirinya dan orang tuanya disayangi
oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa ia memiliki seribu
pohon kurma. Ia memang sengaja mempercantik atau merapikannya. Lalu
ada yang berkata pada Usamah, kenapa bisa sampai lakukan seperti itu.
Usamah menjawab bahwa ibunya sangat suka jika melihat keadaan kebun
kurma itu indah, maka ia melakukannya. Apa saja hal dunia yang diminta
oleh ibunya, ia pasti memenuhinya.  (Al-Birr li Ibnil Jauzi, hlm. 225. Dinukil
dari Kitab Min Akhbar As-Salaf Ash-Shalih, hlm. 396)

Catatan: Namun ingat bukan taat dalam bermaksiat.


Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

ِ ‫ إِنَّ َما الطَّا َعةُ فِى ْال َم ْعر‬، ‫ْصيَ ٍة‬


‫ُوف‬ ِ ‫الَ طَا َعةَ فِى َمع‬
“Tidak ada ketaatan dalam melakukan maksiat. Sesungguhnya ketaatan
hanya dalam melakukan kebajikan.” (HR. Bukhari, no. 7257 dan Muslim, no.
1840)

Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau


bersabda,

‫ْصيَ ِة هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل‬ ٍ ‫الَ طَا َعةَ لِ َم ْخلُو‬


ِ ‫ق فِى َمع‬
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat pada Allah ‘azza wa
jalla.” (HR. Ahmad, 1: 131. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa
sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Perintah orang tua tetap diikuti selama bukan perintah bermaksiat


sebagaimana disebutkan dalam hadits,

َ ‫أَ ِط ْع أَبَا‬
ِ ‫ك َما َدا َم َحيًّا َوالَ تَع‬
‫ْص ِه‬
“Taatilah ayahmu selama dia hidup dan selama tidak diperintahkan untuk
bermaksiat.” (HR. Ahmad, 2:164. Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa
sanad hadits ini hasan.)

 
Kedua: Tidak menyakiti hati orang tua.
Imam Nawawi rahimahullah menerangkan bahwa ‘uququl walidain (durhaka
kepada orang tua) adalah segala bentuk menyakiti keduanya. Taat kepada
orang tua itu wajib dalam segala hal selain pada perkara maksiat.
Menyelisihi perintah keduanya juga termasuk durhaka. Lihat Syarh Shahih
Muslim, 2:77.

’Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma berkata,

ِ ‫إِ ْب َكا ُء ال َوالِ َدي ِْن ِم َن ال ُعقُ ْو‬


‫ق‬
”Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua.”
(Birr Al-Walidain, hlm. 8, Ibnul Jauziy)

Dari Thaisalah bin Mayyas , ia berkata,

‫ك‬َ ِ‫ت َذال‬ ُ ْ‫ فَ َذ َكر‬،‫ الَ أَ َراهَا إِالَّ ِم َن ْال َكبَائِ ِر‬v‫ْت َذنُ ْوبًا‬ ُ ‫صب‬ َ َ ‫ فَأ‬، ‫ت‬ ِ ‫ت َم َع النَّ َج َدا‬ُ ‫ُك ْن‬
،‫ت هَ ِذ ِه ِم َن ْال َكبَائِ ِر‬ ْ ‫ لَ ْي َس‬:‫ قَا َل‬.‫ُ َك َذا َو َك َذا‬:‫ت‬ ْ ُ‫ َما ِه َى؟ قل‬:‫ قا َ َل‬.‫ِالب ِْن ُع َم َر‬
‫ف‬ ُ ‫ َوقَ ْذ‬،‫ف‬ ِ ْ‫ َو ْالفِ َرا ُر ِم َن ال َّزح‬،‫ َوقَ ْت ُل نِ ْس َم ٍة‬،ِ‫ك بِاهلل‬ ُ ‫ ْا ِإل ْش َرا‬:ٌ‫هُ َّن تِ ْسع‬
ْ‫ َوالَّ ِذي‬،‫ْج ِد‬ ِ ‫ َوإِ ْل َحا ُد فِي ْال َمس‬،‫ال ْاليَتِي ِْم‬ِ ‫ َوأَ ْك ُل َم‬،‫ َوأَ ْك ُل الرِّ بَا‬،‫صنَ ِة‬ َ ْ‫ْال ُمح‬
، ‫ق النَّا َر‬ ُ ‫ أَتَفَ َّر‬:‫ ِلي اب ُْن ُع َم َر‬:‫ قا َ َل‬،‫ق‬ ِ ‫ َوبُ َكا ُء ْال َوالِ َدي ِْن ِم َن ْال ُعقُ ْو‬، ‫ْخ ُر‬ ِ ‫يَ ْستَس‬
ْ‫ ِع ْن ِدي‬:‫ت‬ ُ ‫ك؟ قُ ْل‬ َ ‫ أَ َح ٌّي َوالِ َدا‬:‫ َوهللاِ! قَا َل‬، ْ‫ إِي‬:‫ت‬ ُ ‫َوتُ ِحبُّ أَ ْن تَ ْد ُخ َل ْال َجنَّةَ؟ قُ ْل‬
‫ لَتَ ْد ُخلَ َّن ْال َجنَّةَ َما‬،‫ط َع ْمتَهَا الطَّ َعا َم‬ ْ َ‫ َوأ‬،‫ت لَهَا ْال َكالَ َم‬ َ ‫ فَ َوهللاِ! لَ ْو أَلَ ْن‬:‫ قَا َل‬.‫أُ ِّم ْى‬
.‫ْت ْال َكبَائِ َر‬َ ‫اجْ تَنَب‬
“Ketika tinggal bersama An-Najdaat, saya melakukan perbuatan dosa yang
saya anggap termasuk dosa besar. Kemudian saya ceritakan hal itu kepada
‘Abdullah bin ‘Umar. Beliau lalu bertanya, ”Perbuatan apa yang telah engkau
lakukan?” ”Saya pun menceritakan perbuatan itu.” Beliau menjawab, “Hal
itu tidaklah termasuk dosa besar. Dosa besar itu ada sembilan, yaitu
mempersekutukan Allah, membunuh orang, lari dari pertempuran,
memfitnah seorang wanita mukminah (dengan tuduhan berzina), memakan
riba’, memakan harta anak yatim, berbuat maksiat di dalam masjid,
menghina, dan menyebabkan tangisnya kedua orang tua karena
durhaka kepada keduanya.” Ibnu Umar lalu bertanya, “Apakah engkau
takut masuk neraka dan ingin masuk surga?” ”Ya, saya ingin”, jawabku.
Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” “Saya masih
memiliki seorang ibu”, jawabku. Beliau berkata, “Demi Allah, sekiranya
engkau berlemah lembut dalam bertutur kepadanya dan
memasakkan makanan baginya, sungguh engkau akan masuk surga
selama engkau menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Bukhari dalam Adabul
Mufrod no. 8, shahih. Lihat Ash-Shahihah, 2898.)

Ketiga: Berakhlak mulia di hadapan keduanya.


Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

« ‫ يَ ْستَأْ ِذنُهُ فِى ْال ِجهَا ِد فَقَا َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َجا َء َر ُج ٌل إِلَى النَّبِ ِّى‬
َ ‫أَ َح ٌّى َوالِ َدا‬
» ‫ قَا َل « فَفِي ِه َما فَ َجا ِه ْد‬.‫ قَا َل نَ َع ْم‬.» ‫ك‬
“Ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia ingin
meminta izin untuk berjihad. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas
bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Ia jawab, ‘Iya masih.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Berjihadlah dengan
berbakti kepada keduanya.’” (HR. Muslim, no. 2549)

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan,

‫ك فَأَحْ ِس ْن صُحْ بَتَهُ َما‬


َ ‫فَارْ ِج ْع إِلَى َوالِ َد ْي‬
“Kembalilah kepada kedua orang tuamu, berbuat baiklah kepada keduanya.”
(HR. Muslim, no. 2549)

Imam Nawawi rahimahullah menerangkan bahwa ini semua adalah dalil


agungnya keutamaan berbakti kepada kedua orang tua. Berbakti kepada
kedua orang tua lebih utama dibandingkan jihad. Ini jadi dalil—sebagaimana
kata Imam Nawawi rahimahullah—bahwa tidak boleh seseorang pergi
berjihad kecuali setelah mendapatkan izin keduanya jika keduanya muslim
atau salah satunya muslim. Sedangkan jika kedua orang tuanya musyrik,
menurut ulama Syafi’i tidak disyaratkan untuk meminta izin. Demikian
penjelasan dalam Syarh Shahih Muslim, 16:95.

Dari Urwah atau selainnya, ia menceritakan bahwa Abu Hurairah pernah


melihat dua orang. Lalu beliau berkata kepada salah satunya,

َ‫ َوال‬،ُ‫ش أَ َما َمه‬


ِ ‫ َوالَ تَ ْم‬،‫ ” الَ تُ َس ِّم ِه بِا ْس ِم ِه‬:‫ فَقا َل‬.‫ أَبِي‬:‫ك ؟ فَقَا َل‬
َ ‫َما هَ َذا ِم ْن‬
ُ‫تَجْ لِسْ قَ ْبلَه‬
“Apa hubungan dia denganmu?” Orang itu menjawab, ”Dia ayahku.” Abu
Hurairah lalu berkata, “Janganlah engkau memanggil ayahmu dengan
namanya saja, janganlah berjalan di hadapannya dan janganlah duduk
sebelum ia duduk.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod, no. 44. Syaikh Al-
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih secara sanad.)

3
https://rumaysho.com/16882-cara-membahagiakan-orang-tua.htm
4 problematika bersama orang tua

Surat lukman 15

ٓ َ ‫وا ْن جاه َٰد‬


َ ‫ك بِ ٖه ِع ْل ٌم فَاَل تُ ِط ْعهُ َما َو‬
‫صا ِح ْبهُ َما فِى ال ُّد ْنيَا َم ْعرُوْ فًا‬ َ َ‫ْس ل‬ َ ‫ك ع َٰلى اَ ْن تُ ْش ِركَ بِ ْي َما لَي‬ َ ِ
َ‫ي َمرْ ِج ُع ُك ْم فَاُنَبِّئُ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُوْ ن‬ َّ ۚ َ‫َاب اِل‬
َّ َ‫ي ثُ َّم اِل‬ َ ‫ۖ َّواتَّبِ ْع َسبِي َْل َم ْن اَن‬
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan
sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah
engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan
baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian
hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan
Ummu Saad (Ibunya Saad) bersumpah tidak akan mengajaknya bicara
selamanya sampai dia kafir (murtad) dari agamanya, dan dia juga tidak
akan makan dan minum. Ibunya mengatakan, Sesungguhnya Allah
mewasiatkan padamu untuk berbakti pada kedua orang tuamu, dan aku
adalah ibumu. Saya perintahkan padamu untuk berbuat itu
(memerintahkan untuk murtad, pen). Saad mengatakan, Lalu Ummu Saad
diam selama tiga hari kemudian jatuh pingsan karena kecapekan.
Kemudian datanglah anaknya yang bernama Amaroh, lantas memberi
minum padanya, namun ibunya lantas mendoakan (kejelekan) pada Saad.
Lalu Allah menurunkan ayat,

. Al Ankabut: 8).

ِ‫ك بِ ه‬
َ َ‫س ل‬ ‫ي‬
ْ ‫ل‬
َ ‫ا‬ ‫م‬
َ ‫اك لِ تُ ْش ِر َك يِب‬ َ ‫د‬
َ ‫اه‬َ ‫ج‬
َ ‫ن‬ْ ِ‫ و إ‬vۖ ‫ان بِ و الِ َد يْ ِه ح س نً ا‬
َ ْ ُ ِ
َ َ ‫ص ْي نَ ا ا إْل نْ َس‬ َّ ‫َو َو‬
َ
َ ُ‫ إِ يَلَّ َم ْر ِج عُ ُك ْم فَ أُ َن بِّ ئُ ُك ْم مِب َ ا ُك ْن تُ ْم َت ْع َم ل‬vۚ ‫ِع ْل ٌم فَ اَل تُ ِط ْع ُه َم ا‬
‫ون‬
. Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-
bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Dan juga ayat, Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan


dengan Aku (QS. Lukman: 15), yang di dalamnya terdapat firman Allah,
Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik (QS. Lukman: 15) (HR.
Muslim no. 1748).

5. Setiap Perbuatan Akan Dibalas

(QS. Luqman : 16)

‫ت بِ َها‬ِ ْ‫ض يَأ‬ِ ‫ت اَ ْو فِى ااْل َ ْر‬ ِ ‫سمٰ ٰو‬ َ ‫ٰيبُنَ َّي اِنَّ َهٓا اِنْ تَ ُك ِم ْثقَا َل َحبَّ ٍة ِّمنْ َخ ْرد ٍَل فَتَ ُكنْ فِ ْي‬
َّ ‫ص ْخ َر ٍة اَ ْو فِى ال‬
‫هّٰللا ُ ۗاِنَّ هّٰللا َ لَ ِط ْيفٌ َخبِ ْي ٌر‬
Dalam ayat tersebut dijelaskan, “(Luqman berkata): Wahai Anakku,
sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus
lagi Maha Mengetahui.”.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah wasiat yang amat berharga


yang Allah ceritakan tentang Lukman Al Hakim supaya setiap orang bisa
mencontohnya … Kezholiman dan dosa apa pun walau seberat biji sawi,
pasti Allah akan mendatangkan balasannya pada hari kiamat ketika setiap
amalan ditimbang. Jika amalan tersebut baik, maka balasan yang diperoleh
pun baik. Jika jelek, maka balasan yang diperoleh pun jelek” (Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, 11: 55).

Asy Syaukani rahimahullah menerangkan, “Meskipun kejelekan dan


kebaikan sebesar biji (artinya: amat kecil), kemudian ditambah lagi dengan
keterangan berikutnya yang menunjukkan sangat samarnya biji tersebut,
baik biji tersebut berada di dalam batu yang jelas sangat tersembunyi dan
sulit dijangkau, atau di salah satu bagian langit atau bumi, maka pasti Allah
akan menghadirkannya (artinya: membalasnya)” (Fathul Qodir, 5: 489).

Ayat di atas serupa dengan ayat,

‫ال َحبَّ ٍة ِم ْن خَرْ د ٍَل أَتَ ْينَا بِهَا َو َكفَى بِنَا‬ ْ ُ‫ازينَ ْالقِ ْسطَ لِيَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة فَاَل ت‬
َ َ‫ظلَ ُم نَ ْفسٌ َش ْيئًا َوإِ ْن َكانَ ِم ْثق‬ ِ ‫ض ُع ْال َم َو‬
َ َ‫َون‬
َ‫اسبِين‬ ِ ‫َح‬

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka
tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu)
hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan
cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan” (QS. Al Anbiya’: 47).

Juga serupa dengan ayat,

َ َ‫ال َذ َّر ٍة َخ ْيرًا يَ َرهُ * َو َم ْن يَ ْع َملْ ِم ْثق‬


ُ‫ال َذ َّر ٍة َش ًّرا يَ َره‬ َ َ‫فَ َم ْن يَ ْع َملْ ِم ْثق‬

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia


akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az
Zalzalah: 7-8).

Walaupun kezholiman tersebut sangat tersembunyi, Allah akan tetap


membalasnya. Karena Allah Ta’ala berfirman,
ٌ ‫إِ َّن هَّللا َ لَ ِط‬
‫يف َخبِي ٌر‬

“Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman: 16).
Maksud “lathif” ayat ini adalah ilmu Allah itu bisa menjangkau sesuatu yang
tersembunyi dan tidaklah samar bagi Allah walaupun amat kecil dan lembut.
Sedangkan maksud “khobir” adalah Alalh mengetahui jejak semuk sekali
pun meskipun di malam yang gelap gulita (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11:
55).4

Mengapa Lukman bisa mengeluarkan nasehat di atas kepada anaknya?


Diceritakan oleh para ulama dengan dua tafsiran:

1. Anak Lukman berkata pada ayahnya, bagaimana jika suatu di bawah


dasar laut, apakah Allah juga mengetahuinya? Maka Lukman menjawab
dengan ayat ini. Demikianlah tafsiran dari As Sudi.

2. Anak Lukman berkata pada ayahnya, bagaimana jika aku melakukan


suatu dosa lantas tidak ada seorang pun yang melihatnya, bagaimana Allah
bisa mengetahuinya? Lalu keluarlah jawaban Lukman seperti ayat di atas.
Demikian pendapat Maqotil. (Lihat Zaadul Masiir, 6: 321).

Yang Dimaksud Shokhroh

Qotadah mengatakan bahwa “shokhroh” (‫)ص ْخ َر ٍة‬


َ dalam ayat di atas berarti
gunung (Zaadul Masiir, 6: 321). Artinya, walaupun dosa tersebut dilakukan
di dalam gunung sekali pun, Allah tetap akan mengetahuinya karena Allah
itu “lathif” lagi “khobir”.

4
https://rumaysho.com/2373-nasehat-lukman-pada-anaknya-5-setiap-perbuatan-
akan-dibalas.html
Menurut As Sudi yang dimaksud dengan “shokhroh” (‫)ص ْخ َر ٍة‬
َ dalam ayat di
atas adalah batu yang berada di bawah lapisan bumi yang ketujuh dan
bukan berada di bawah langit atau berada di muka bumi. Namun Ibnu Katsir
menyanggah hal ini, beliau nyatakan bahwa tafsiran tersebut berasal dari
berita Isroiliyat, di mana berita ini tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa
didustakan.5

6. Dirikan Shalat dan Menyeru Pada Kebaikan

(QS. Luqman : 17)

‫صابَ ۗ َك اِنَّ ٰذلِ َك ِمنْ ع َْز ِم‬


َ َ‫اصبِ ْر ع َٰلى َمٓا ا‬
ْ ‫َن ا ْل ُم ْن َك ِر َو‬ ِ ‫ص ٰلوةَ َو ْأ ُم ْر بِا ْل َم ْع ُر ْو‬
ِ ‫ف َوا ْنهَ ع‬ َّ ‫بُنَ َّي اَقِ ِم ال‬
‫ااْل ُ ُم ْو ِر‬
Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat
yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu
termasuk perkara yang penting.

Urgensi mengajak anak shalat di usia dini

‫كنت غالما في حجر رسول‬: ‫عمر بن أبي سلمة رضي هللا عنه يقول‬
 

‫ فقال لي‬،‫هللا صلى هللا عليه وسلم وكانت يدي تطيش في الصحفة‬
‫ يا غالم سم هللا وكل بيمينك وكل مما‬:‫رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ متفق عليه‬.‫يليك فما زالت تلك طعمتي بعد‬

5
https://rumaysho.com/2373-nasehat-lukman-pada-anaknya-5-setiap-perbuatan-
akan-dibalas.html
Artinya:

“Dari sahabat Umar bin Abi Salamah radhiallahu ‘anhu, ia


mengisahkan: Dahulu ketika aku masih kecil dan menjadi anak
tiri Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dan (bila sedang
makan) tanganku (aku) julurkan ke segala sisi piring, maka
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘Hai nak,
bacalah bismillah, dan makanlah dengan tangan kananmu, dan
makanlah dari sisi yang terdekat darimu.’ Maka semenjak itu,
itulah etikaku ketika aku makan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Hadist di atas menjelaskan bagi kita tentang pentingnya
pendidikan agama (amalan-amalan baik yang bersifat wajib dan
sunnah, serta adab-adab yang diajarkan oleh Rosulullah
Sholallahu Alaihi Wassalam) bagi anak-anak semenjak usia
mereka masih dini.

Kita tahu bahwa anak merupakan amanah yang diberikan oleh


Allah SWT kepada para orang tua, sehingga sudah
sepatutnyalah jika amanah tersebut selalu dijaga dengan sebaik-
baiknya, salah satu caranya adalah dengan mendidik mereka
dengan benar, khususnya masalah pendidikan agama seperti
mengajarkan mereka untuk melakukan sholat.

Kapankah seorang anak seharusnya mulai diajarkan untuk


melaksanakan sholat?
Membiasakan anak-anak dengan adab-adab, amalan, maupun
akidah islami harus dilakukan semenjak dini, karena dengan
begitu akan membuat apa-apa yang kita ajarkan dapat tertanam
kokoh di dalam jiwa mereka, salah satunya adalah mengajarkan
mereka sholat, di mana sholat merupakan rukun islam yang
kedua yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim.

Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda :

‫مروا أوالدكم بالصالة و هم أبناء سبع سنين و اضربوهم عليها و هم أبناء عشر‬

Artinya:

“Perintahlah anak-anakmu agar mendirikan shalat tatkala


mereka telah berumur tujuh tahun, dan pukullah karenanya
tatkala mereka telah berumur sepuluh tahun.” (HR. Abu Dawud
dan Al- Hakim)
Jadi kesimpulanya adalah bahwa Rosulullah Sholallahu Alaihi
Wassalam dengan tegas telah mensyariatkan agar pendidikan
sholat dimulai sejak usia dini, yaitu sebelum mereka mencapai
usia baligh. Bahkan ketika anak-anak berusia tujuh tahun,
mereka telah diperintahkan untuk menjalankan shalat.

Bagaimanakah Cara Yang Tepat Mengajarkan Anak-Anak


Untuk Menjalankan Sholat?
Tidak mudah mengajarkan anak-anak untuk mulai bisa
menjalankan sholat, ini memerlukan berbagai persiapan seperti
bagaimana cara berwudhu, mengajari mereka tentang rukun-
rukun sholat, hal-hal yang diwajibkan, disunahkan, serta hal-hal
yang membatalkannya. Berikut ini adalah beberapa cara
mengajarkan anak-anak untuk sholat, yaitu :

1. Orang tua harus menjadi contoh kedisiplinan dalam


menjalankan Sholat
Cara mengajari anak shalat yang pertama adalah orangtua harus
menjadi contoh agar anak mengikuti apa yang dilakukan
orangtuanya. Usia anak-anak merupakan masa dimana mereka
sangat lekat dalam memperhatikan atau mengamati serta meniru
tingkah laku atau perilaku dari orang tua mereka. Dan anak-anak
adalah peniru yang sangat handal, tidak butuh waktu lama bagi
seorang anak untuk meniru perilaku yang ia lihat.

Jadi, untuk mengajarkan sholat sejak dini pada anak-anak kita,


maka yang harus dilakukan orang tua adalah mereka harus bisa
menjadi contoh atau tauladan yang baik bagi anak-anaknya,
yaitu dengan tetap konsisten menjaga kedisiplinan dalam
menjalankan sholat.

2. Orang tua harus menanamkan tentang arti pentingnya


sholat dalam kehidupannya
Sejak usia anak-anak, seseorang harus ditanamkan tentang arti
pentingnya sholat bagi kehidupannya, di mana shalat merupakan
salah satu kewajiban bagi manusia. Shalat merupakan
penghubung antara manusia dengan penciptanya, yaitu Allah
SWT.

Ketika manusia lalai dalam melakukan kewajiban tersebut, maka


sudah pasti Allah SWT akan menenggelamkan orang tersebut
dalan adzab di akhirat kelak. Akan tetapi jika manusia konsisten
dalam menjalankan kewajiban tersebut, maka Allah SWT akan
membalasnya dengan surga.

3. Mulai mengajak Anak untuk shalat


Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ath- Thabari,
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda, yang
artinya:

 “Apabila  seorang anak dapat membedakan mana kanan dan


kiri, maka perintahkanlah dia untuk mengerjakan shalat.”
Itu artinya, bahwa ketika seorang anak mulai bisa membedakan
mana yang kanan dan mana yang kiri menandakan bahwa otak
anak tersebut sudah cukup berkembang, dan saat itulah waktu
yang tepat untuk mulai mengajarinya shalat, yaitu dengan
mengajaknya shalat bersama-sama. Anak akan dengan mudah
meniru setiap gerakan sholat dari ayah dan ibunya.
4. Memberikan hukuman bagi anak ketika ia lalai
melaksanakan sholat
Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam yang artinya:

“Perintahlah anak-anakmu agar mendirikan shalat tatkala


mereka telah berumur tujuh tahun, dan pukullah karenanya
tatkala mereka telah berumur sepuluh tahun.” (HR. Abu Dawud
dan Al- Hakim)
Hadist di atas menjelaskan bahwa ketika anak-anak telah
mencapai usia tujuh tahun, maka orang tua harus
memerintahkannya untuk melaksanakan sholat, dan apabila pada
usia sepuluh tahun anak-anak tidak mau melaksanakan
kewajiban tersebut, maka orang tua harus memukulnya sebagai
bentuk hukuman atas kelalaian mereka itu.

Mengapa harus pada umur-umur tersebut? Karena pada umur


tujuh tahun, kemampuan akalnya mulai berkembang secara
bertahap, sehingga pada usia itu anak-anak harus mulai
diperintahkan untuk melaksanakan salah satu kewajiban sebagai
seorang muslim, yaitu sholat.

Sedangkan ketika anak-anak telah berusia sepuluh tahun,


perkembangan akalnya telah mencapi tahap kesempurnaan. Di
usia tersebut, mereka sudah mampu membedakan antara hal-hal
yang bermanfaat dan hal-hal yang mengandung bahaya. Hal
inilah yang diperlukan untuk memahamai arti pentingnya dari
sholat, di mana sholat merupakan sarana penghubung di antara
makhluk dan penciptanya, menjalankan sholat akan membawa
seseorang untuk lebih dekat dengan surga, sedangkan
meninggalkannya akan membuat seseorang tertimpa adzab di
akhirat kelak.

Oleh karena itu ketika anak-anak mencapai usia tersebut maka ia


diwajibkan untuk melaksanakan sholat, dan apabila mereka lalai
dengan kewajiban tersebut, maka orang tua harus
memperingatkannya dengan memberikan mereka hukuman.

Hukuman yang diberikan orang tua kepada anaknya tidak boleh


dilakukan dengan semena-mena dan sembarangan yang nantinya
justru dapat membuat anak-anak tersebut cidera atau terluka.
Selain itu, orang tua juga tidak boleh memukul bagian wajah,
baik itu mulut, hidung, serta bagian wajah lainnya. Sebagaimana
sabda Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam berikut ini :

‫فاضربوهن ضربا غير مبرح رواه مسلم‬

Artinya:

“Pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras (tidak


membikin patah tulang, atau luka, atau mengeluarkan darah,
atau meninggalkan bekas).” (HR. Muslim)
Dan hukuman yang diberikan tidak boleh dilakukan setiap saat,
akan tetapi dilakukan ketika anak-anak tidak menghiraukan atau
menganggap tidak berguna nasihat dan peringatan lisan dari
orang tua.

5. Mengajak anak-anak untu sholat berjamaah di Masjid


Langkah selanjutnya dalam cara mengajarkan anak shalat adalah
sholat adalah dengan mengajaknya melaksanakan sholat
berjama’ah di Masjid. Hal ini memiliki beberapa tujuan, seperti
mengajari anak-anak untuk bisa membaur dengan masyarakat,
terutama dengan sesama kaum muslimin. Selain itu anak-anak
juga bisa mengenal ulama maupun ustadz di lingkungannya. 6

7. Janganlah Sombong

(QS. Luqman : 18)

‫ض َم َر ًح ۗا اِنَّ هّٰللا َ اَل يُ ِح ُّب ُك َّل ُم ْختَا ٍل فَ ُخ ْو ۚ ٍر‬


ِ ‫ش فِى ااْل َ ْر‬ ِ ‫ُص ِّع ْر َخدَّكَ ِللنَّا‬
ِ ‫س َواَل تَ ْم‬ َ ‫َواَل ت‬

.” Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena


sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan
diri..

6
https://dalamislam.com/hukum-islam/anak/cara-mengajari-anak-sholat
Sikap sombong adalah memandang dirinya berada di atas
kebenaran dan merasa lebih di atas orang lain. Orang yang
sombong merasa dirinya sempurna dan memandang dirinya
berada di atas orang lain. (Bahjatun Nadzirin, I/664, Syaikh Salim
al Hilali, cet. Daar Ibnu Jauzi)

Islam Melarang dan Mencela Sikap Sombong

Allah Ta’ala berfirman,

ِ ْ‫ش فِي الألَر‬


vُّ ‫ن هللاَ الَ ي ُِح‬vَّ ِ‫ إ‬vً‫ض َم َرحا‬
‫ب ُك َّل‬ vِ َّ‫ك لِلن‬
ِ ‫اس َوالَ تَ ْم‬ َ ُ‫َوالَ ت‬
َ ‫ص ِّعرْ َخ َّد‬
vٍ َ‫ُم ْخت‬
}18{ ‫ال فَج ُْو ٍر‬
“Dan  janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong)  dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)

Allah Ta’ala berfirman,

vَ ‫ اَل ي ُِحبُّ ْال ُم ْستَ ْكبِ ِر‬vُ‫إِنَّه‬


‫ين‬
“Sesungguhnya Dia  tidak menyukai orang-orang yang
menyombongkan diri.” (QS. An Nahl: 23)

Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

vِ َّ‫ل الن‬vِ ‫أَاَل أُ ْخبِ ُر ُك ْم بِأ َ ْه‬


‫ر‬vٍ ِ‫ظ ُم ْستَ ْكب‬vٍ ‫ل َج َّوا‬vٍّ ُ‫ل ُكلُّ ُعت‬vَ ‫ قَا‬v‫ بَلَى‬v‫ار قَالُوا‬
“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka
semua adalah  orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan
takabbur(sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).
Dosa Pertama Iblis

Sebagian salaf menjelaskan bahwa dosa pertama kali yang muncul


kepada Allah adalah kesombongan. Allah Ta’ala berfirman,

vَ ‫ر َو َك‬vَ َ‫س أَبَى َوا ْستَ ْكب‬v


‫ان ِم َن‬ vَ ‫ إِ ْبلِي‬vَّ‫ إِال‬v‫ ألَ َد َم فَ َس َج ُدوا‬v‫ة ا ْس ُج ُدوا‬vِ ‫ لِ ْل َمالَئِ َك‬v‫َوإِ ْذ قُ ْلنَا‬
}34{ ‫ين‬ vَ ‫ال َكافِ ِر‬
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:
“Sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali
Iblis;  ia enggan dan takabur (sombong)  dan ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir“ (QS. Al Baqarah:34)

Qotadah berkata tentang ayat ini, “Iblis hasad kepada


Adam ‘alaihis salaam dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada
Adam. Iblis mengatakan, “Saya diciptakan dari api sementara
Adam diciptakan dari tanah”. Kesombongan inilah dosa yang
pertama kali terjadi . Iblis sombong dengan tidak mau sujud
kepada Adam” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/114, cet al Maktabah at
Tauqifiyah)

Hakekat Kesombongan

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari


Nabi shalallahu ‘alaihi wa  sallam, beliau bersabda,

‫ل‬vَ ‫ل إِ َّن ال َّر ُج‬vٌ ‫ل َذ َّر ٍة ِم ْن ِكب ٍْر قَا َل َر ُج‬vُ ‫ه ِم ْثقَا‬vِ ِ‫ان فِي قَ ْلب‬ َ ‫ن َك‬vْ ‫ َم‬vَ‫اَل يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّة‬
‫ل‬vَ ‫ن هَّللا َ َج ِمي ٌل يُ ِحبُّ ْال َج َما‬vَّ ِ‫ل إ‬vَ ‫ قَا‬vً‫ َونَ ْعلُهُ َح َسنَة‬v‫ون ثَ ْوبُهُ َح َسنًا‬ vَ ‫ن يَ ُك‬vْ َ‫ب أ‬ vُّ ‫ي ُِح‬
vِ ‫ق َو َغ ْمطُ النَّا‬
‫س‬v vِّ ‫ر بَطَ ُر ْال َح‬vُ ‫ْال ِك ْب‬
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat
kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya,
“Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal
yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan
menyukai keindahan.  Sombong adalah menolak kebenaran dan
meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)

An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi larangan dari


sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia,
merendahkan mereka, serta menolak kebenaran” (Syarah Shahih
Muslim Imam Nawawi, II/163, cet. Daar Ibnu Haitsam)

Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al


haq dan sombong terhadap makhluk. Hal ini diterangkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadist di atas dalam sabda
beliau, “sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan
orang lain”. Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan
berpaling darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan
meremehkan manusia yakni merendahkan dan meremehkan
orang lain, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan
melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain. (Syarh Riyadus
Shaalihin, II/301, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, cet
Daar Ibnu Haitsam)

Sombong Terhadap  al Haq  (Kebenaran)

Sombong terhadap al haq adalah sombong terhadap kebenaran,


yakni dengan tidak menerimanya. Setiap orang yang menolak
kebenaran maka dia telah sombong disebabkan penolakannya
tersebut. Oleh karena itu wajib bagi setiap hamba untuk
menerima kebenaran yang ada dalam Kitabullah dan ajaran para
rasul ‘alaihimus salaam.

Orang yang sombong terhadap ajaran rasul secara keseluruhan


maka dia telah kafir dan akan kekal di neraka. Ketika datang
kebenaran yang dibawa oleh rasul dan dikuatkan dengan ayat dan
burhan, dia bersikap sombong dan hatinya menentang sehingga
dia menolak kebenaran tersebut. Hal ini seperti yang Allah
terangkan dalam firman-Nya,

vَّ‫ور ِه ْم إِال‬ ُ ‫ فِي‬v‫ن أَتَاهُ ْم إِن‬vٍ v‫ت هللاِ بِ َغي ِْر س ًْلطَا‬
ِ ‫ص ُد‬ vِ ‫ون فِي َءايَا‬ vَ ‫ن الَّ ِذ‬vَّ ِ‫إ‬
vَ ُ‫ين يُ َجا ِدل‬
ِ َ‫ع ْالب‬vُ ‫ إِنَّهُ هُ َو ال َّس ِمي‬vِ‫ذ بِاهلل‬vْ ‫ه فَا ْستَ ِع‬vِ ‫ِك ْب ٌر َّماهُم بِبَالِ ِغي‬
}56{ ‫ر‬vُ ‫صي‬
“Sesungguhnya  orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-
ayat Allah tanpa lasan yang sampai pada mereka tidak ada dalam
dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kesombongan
yang mereka sekali-klai tiada akan mencapainya, maka mintalah
perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mnedengar lagi
Maha Melihat” (QS. Ghafir:56)

Adapun orang yang sombong dengan menolak sebagian al


haq yang tidak sesuai dengan hawa nafsu dan akalnya –tidak
termasuk kekafiran- maka dia berhak mendapat hukuman (adzab)
karena sifat sombongnya tersebut.

Maka wajib bagi para penuntut ilmu untuk memiliki tekad yang
kuat mendahulukan perkataan Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam di
atas perkataan siapa pun. Karena pokok kebenaran adalah
kembali kepadanya dan pondasi kebenaran dibangun di atasnya,
yakni dengan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Kita
berusaha untuk mengetahui maksudnya, dan mengikutinya secara
lahir dan batin. (Lihat Bahjatu Qulubil Abrar, hal 194-195, Syaikh
Nashir as Sa’di, cet Daarul Kutub ‘Ilmiyah)

Sikap seorang muslim terhadap setiap kebenaran adalah


menerimanya secara penuh sebagaimana firman Allah ‘Azza wa
Jalla,

َ ‫ يَ ُك‬v‫ضى هللا ُ َو َرسُولَهُ أَ ْمرًا أَن‬


‫ون لَهُ ُم‬ َ َ‫ ق‬v‫ان لِ ُم ْؤ ِم ٍن َوالَ ُم ْؤ ِمنَ ٍة إِ َذا‬
َ ‫َو َما َك‬
}36{ v‫ ُّمبِينًا‬vً‫ضالَال‬َ ‫ض َّل‬ ِ ‫ يَع‬v‫ ِم ْن أَ ْم ِر ِه ْم َو َمن‬vَ‫ْال ِخيَ َرة‬
َ ‫ْص هللاَ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد‬
“Dan tidaklah patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin perempuan,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.”
(QS. Al-Ahzab: 36)

vْ ‫ يَ ِج ُد‬vَ‫ك فِي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم ال‬


‫وا فِي‬ َ ‫ون َحتَّى يُ َح ِّك ُمو‬ َ ُ‫ك الَي ُْؤ ِمن‬ َ ِّ‫فَالَ َو َرب‬
}65{ v‫ تَ ْسلِي ًما‬v‫ْت َويُ َسلِّ ُموا‬ َ ‫ضي‬َ َ‫ ِّم َّما ق‬v‫م َح َر ًجا‬vْ ‫أَنفُ ِس ِه‬
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati
mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An Nisaa’: 65)

Sombong Terhadap Makhluk

Bentuk kesombongan yang kedua adalah sombong terhadap


makhluk, yakni dengan meremehkan dan merendahkannya. Hal
ini muncul karena seseorang bangga dengan dirinya sendiri dan
menganggap dirinya lebih mulia dari orang lain. Kebanggaaan
terhadap diri sendiri membawanya sombong terhadap orang lain,
meremehkan dan menghina mereka, serta merendahkan mereka
baik dengan perbuatan maupun perkataan. Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa  sallam  bersabda,

‫م‬vَ ِ‫سل‬vْ ‫ ْال ُم‬vُ‫ن يَحْ قِ َر أَ َخاه‬vْ َ‫ر أ‬vِّ ‫ئ ِم َن ال َّش‬ vِ ‫بِ َح ْس‬
ٍ ‫ب ا ْم ِر‬
“Cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina
saudaranya sesama muslim” (H.R. Muslim 2564). (Bahjatu Qulubill
Abrar, hal 195)

Di antara bentuk kesombongan terhadap manusia di antaranya


adalah sombong dengan pangkat dan kedudukannya, sombong
dengan harta, sombong dengan kekuatan dan kesehatan,
sombong dengan ilmu dan kecerdasan, sombong dengan bentuk
tubuh, dan kelebihan-kelebihan lainnya. Dia merasa lebih
dibandingkan orang lain dengan kelebihan-kelebihan tersebut.
Padahal kalau kita renungkan, siapa yang memberikan harta,
kecerdasan, pangkat, kesehatan, bentuk tubuh yang indah?
Semua murni hanyalah nikmat dari Allah Ta’ala. Jika Allah
berkehendak, sangat mudah bagi Allah untuk mencabut
kelebihan-kelebihan tersebut. Pada hakekatnya manusia tidak
memiliki apa-apa, lantas mengapa dia harus sombong terhadap
orang lain? Wallahul musta’an.

Hukuman Pelaku Sombong di Dunia

Dalam sebuah hadist yang shahih dikisahkan sebagai berikut ,

ْ‫ل « ُكل‬vَ ‫ه فَقَا‬vِ ِ‫ بِ ِش َمال‬-‫ وسلم‬v‫صلى هللا عليه‬- ِ ‫ل هَّللا‬vِ ‫د َرسُو‬vَ ‫ل ِع ْن‬vَ ‫ أَ َك‬vً‫ن َر ُجال‬vَّ َ‫أ‬
‫ل‬vَ ‫ قَا‬.ُ‫ ْال ِك ْبر‬vَّ‫ َمنَ َعهُ إِال‬v‫ َما‬.» ‫ْت‬
vَ ‫ ا ْستَطَع‬vَ‫ع قَا َل « ال‬vُ ‫ أَ ْستَ ِطي‬vَ‫ل ال‬vَ ‫ قَا‬.» ‫ك‬
vَ ِ‫بِيَ ِمين‬
.‫فَ َما َرفَ َعهَا إِلَى فِي ِه‬
“Ada seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dengan tangan kirinya.  Lalu Rasulullah  shallallahu ‘alaihi
wa sallam  bersabda,  “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang
tersebut malah  menjawab, “Aku tidak bisa.”  Beliau
bersabda,  “Apakah kamu tidak bisa?” -dia menolaknya karena
sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya”
(H.R. Muslim no. 3766).

Orang tersebut mendapat hukum di dunia disebabkan


perbuatannya menolak perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dia dihukum karena kesombongannya. Akhirnya dia tidak
bisa mengangkat tangan kanannya disebabkan sikap sombongnya
terhadap perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah di
antara bentuk hukuman di dunia bagi orang yang sombong.
Mengganti Sikap Sombong dengan Tawadhu’

Kebalikan dari sikap sombong adalah sikap tawadhu’ (rendah


hati). Sikap inilah yang merupakan sikap terpuji, yang merupakan
salah satu sifat ‘ibaadur Rahman yang Allah terangkan dalam
firman-Nya,

vَ ُ‫م ْال َجا ِهل‬vُ ُ‫ َخاطَبَه‬v‫ َوإِ َذا‬v‫ض هَ ْونًا‬


‫ون‬ ِ ْ‫ اأْل َر‬v‫ون َعلَى‬ vَ ‫ن الَّ ِذ‬vِ ‫َو ِعبَا ُد الرَّحْ َم‬
vَ ‫ين يَ ْم ُش‬
v‫ َساَل ًما‬v‫قَالُوا‬
“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang
yang berjalan di atas muka bumi  dengan rendah hati (tawadhu’)  dan
apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-
kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)

Diriwayatkan dari Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa


Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa  sallam pernah bersabda,

‫د‬vٌ ‫د َواَل يَب ِْغ أَ َح‬vٍ ‫ضعُوا َحتَّى اَل يَ ْف َخ َر أَ َح ٌد َعلَى أَ َح‬
َ ‫ن تَ َوا‬vْ َ‫ي أ‬
َّ َ‫َوإِ َّن هَّللا َ أَ ْو َحى إِل‬
‫َعلَى أَ َح ٍد‬
‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku  agar kalian bersikap
rendah hati  hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain
dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain”  (HR Muslim
no. 2865).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ تَ َوا‬v‫ بِ َع ْف ٍو إِال َّ ِع ًّزا َو َما‬v‫ َزا َد هَّللا ُ َع ْب ًدا‬v‫ال َو َما‬


‫ض َع‬ ٍ ‫ن َم‬vْ ‫ص َدقَةٌ ِم‬ ْ ‫ص‬
َ ‫ت‬ َ َ‫َما نَق‬
.ُ ‫ َرفَ َعهُ هَّللا‬vَّ‫أَ َح ٌد هَّلِل ِ إِال‬
“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang
memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah
kemuliaan  untuknya.  Dan tidak ada orang yang  tawadhu’
(merendahkan diri)  karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat
derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)

Sikap tawadhu’ inilah yang akan mengangkat derajat seorang


hamba, sebagaimana Allah berfirman,

‫ين هَّللا ُ يَرْ فَ ِع‬ vَ ‫م أُوتُوا َوالَّ ِذ‬vَ ‫ت ْال ِع ْل‬


vَ ‫ الَّ ِذ‬v‫ين ِمن ُك ْم آ َمنُوا‬ vٍ ‫َد َر َجا‬
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat  “ (QS.
Al Mujadilah: 11).

Termasuk buah dari lmu yang paling agung adalah sikap tawadhu’.
Tawadhu’ adalah ketundukan secara total terhadap kebenaran,
dan tunduk terhadap perintah Allah dan rasul-Nya dengan
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan disertai sikap
tawdahu’ terhadap manusia dengan bersikap merenadahkan hati,
memperhatikan mereka baik yang tua maupun muda, dan
memuliakan mereka. Kebalikannya adalah sikap sombong yaitu
menolak kebenaran dan rendahkan manusia. (Bahjatu Qulubil
Abrar, hal 110)

Tidak Termasuk Kesombongan

Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa  sallam menceritakan bahwa


orang yang memiliki sikap sombong tidak akan masuk surga, ada
sahabat yang bertanya tentang orang yang suka memakai pakaian
dan sandal yang bagus. Dia khawatir hal itu termasuk
kesombongan yang diancam dalam hadits. Maka
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa  sallam menerangkan bahwasanya
hal itu tidak termasuk kesombongan selama orang tersebut
tunduk kepada kebenaran dan bersikap tawadhu’ kepada
manusia. Bahkan hal itu termasuk bentuk keindahan yang dicintai
oleh Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Indah dalam dzat-
Nya, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta perbuatan-Nya. Allah
mencintai keindahan lahir dan batin.( Bahjatu Qulubil Abrar , hal
195)

Kesombongan yang Paling Buruk

Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata, “Kesombongan yang


paling buruk adalah orang yang menyombongkan diri di hadapan
manusia dengan ilmunya, merasa dirinya besar dengan kemuliaan
yang dia miliki. Bagi orang tersebut tidak bermanfaat ilmunya
untuk dirinya. Barangsiapa yang menuntut ilmu demi akhirat maka
ilmunya itu akan menimbulkan hati yang khusyuk serta jiwa yang
tenang. Dia akan terus mengawasi dirinya dan tidak bosan untuk
terus memperhatikannya, bahkan setiap saat dia selalu
introspeksi dan meluruskannya. Apabila dia lalai dari hal itu, dia
akan menyimpang dari jalan yang lurus dan akan binasa.
Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk membanggakan diri dan
meraih kedudukan, memandang remeh kaum muslimin yang
lainnya serta membodoh-bodohi dan merendahkan mereka, maka
hal ini merupakan kesombongan yang paling besar. Tidak akan
masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan
walaupun hanya sebesar dzarrah  (biji sawi). Laa haula wa laa
quwwata illaa billah.” (Al Kabaa’ir ma’a Syarh li Ibni al ‘Utsaimin hal.
75-76, cet. Daarul Kutub ‘Ilmiyah.) 7

7
https://muslim.or.id/3536-jauhi-sikap-sombong.html
8 Adab berjalan dan berkomunikasi

Surat lukman 19

‫ت ْال َح ِمي ِْر‬ َ َ‫ت ل‬


ُ ‫ص ْو‬ َ ۗ ِ‫ص ْوت‬
ِ ‫ك اِ َّن اَ ْن َك َر ااْل َصْ َوا‬ ِ ‫َوا ْق‬
َ ِ‫ص ْد فِ ْي َم ْشي‬
َ ‫ك َوا ْغضُضْ ِم ْن‬
“Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”

Berjalan adalah sebuah aktifitas seorang dengan menggerakkan


kaki di bumi Alloh

Adalah Rosululloh sauri tauladan ummat islam selalu


mengajarkan hal hal yang kecil ,sepeleh yaitu berjalan dengan
sehat mempunyai kreteria sebagai berikut:

1. Tidak sombong

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika berjalan tidak


menunjukkan kesombongan. Allah Ta’ala berfirman:
‫ل طُواًل‬vَ ‫غ ْال ِجبَا‬vَ ُ‫ض َولَ ْن تَ ْبل‬
َ ْ‫ق اأْل َر‬
َ ‫ك لَ ْن تَ ْخ ِر‬ ِ ْ‫ اأْل َر‬v‫ش فِي‬
َ َّ‫ إِن‬v‫ض َم َر ًحا‬ ِ ‫واَل تَ ْم‬
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong,
karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi
dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung” (QS. Al-Isra:
37).

As-Sa’di menjelaskan makna marohan dalam ayat ini:

v‫ ومتعاظما على الخلق‬v‫ الحق‬v‫ متكبرا على‬v‫ كبرا وتيها وبطرا‬:‫أي‬


“Yaitu sombong, angkuh dan enggan menerima kebenaran serta
merasa tinggi di hadapan makhluk” (Tafsir As-Sa’di, hal. 475).
Ini adalah akhlak dalam berjalan yang diajarkan oleh Al-Quran.
Semua akhlak yang diajarkan dalam Al-Quran itulah akhlak Nabi
kita shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana dalam hadits
Aisyah radhiyallahu ‘anha, ketika beliau ditanya:

: ‫ قَالَت‬ ‫ه َو َسلَّ َم ؟‬vِ ‫ هَّللا ُ َعلَي‬v‫صلَّى‬


َ ِ ‫ُول هَّللا‬ vِ ‫ق َرس‬ َ ِ‫يَا أ ُ َّم ال ُمؤ ِمن‬
vِ ُ‫ين ! أَنبئِينِي َعن ُخل‬
‫ه‬vِ ‫ هَّللا ُ َعلَي‬v‫صلَّى‬
َ ِ ‫ق نَبِ ِّي هَّللا‬
َ ُ‫ن ُخل‬vَّ ِ ‫ فَإ‬: ‫قَالَت‬. ‫ بَلَى‬: ‫لت‬ vَ ُ‫ست تَق َرأ ُ الق‬
ُ ُ‫رآن ؟ ق‬ َ َ‫أَل‬
vَ ُ‫ان الق‬
‫رآن‬ َ ‫َو َسلَّ َم َك‬
“Wahai Ummul Mukminin, ceritakanlah kepada kami bagaimana
akhlak Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam! Aisyah menjawab:
Bukankah kalian membaca Al-Quran? Para sahabat menjawab: Ya.
Aisyah berkata: Akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Al-
Quran” (HR. Muslim no.746).

2. Penuh ketenangan, wibawa dan kerendahan hati

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan dengan penuh


kerendahan hati. Allah Ta’ala berfirman:

ِ ْ‫ون َعلَى اأْل َر‬


v‫ض هَ ْونًا‬ َ ‫د الرَّحْ َم ِن الَّ ِذ‬vُ ‫َو ِعبَا‬
َ ‫ين يَ ْم ُش‬
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-
orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati” (QS. Al-
Furqan: 63).

:Makna haunan dalam ayat ini dijelaskan oleh Ibnu Katsir

ٍ َ‫ا ْستِ ْكب‬


ْ ‫ار‬ ٍ َ‫ بِ َس ِكينَ ٍة َو َوق‬:‫أَي‬
‫ار ِم ْن َغي ِْر َجبَرية َواَل‬
“Maksudnya, dengam tenang, wibawa, tanpa kesombongan dan
merasa tinggi” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/121).
Ini pun merupakan akhlak dalam berjalan yang diajarkan oleh Al-
Quran. Telah kita ketahui bahwa akhlak Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam adalah semua yang diajarkan dalam Al-Quran.

3. Cepat namun tidak tergesa-gesa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam cepat dalam berjalan, tidak


lamban dan loyo. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau
mengatakan:

‫س‬ vَ ‫ه َو َسلَّ َم َكأ َ َّن ال َّش ْم‬vِ ‫ هللا ُ َعلَ ْي‬v‫صلَّى‬


َ ِ ‫ُول هَّللا‬ vِ ‫ن ِم ْن َرس‬vَ ‫ْت َش ْيئًا أَحْ َس‬ ُ ‫َواَل َرأَي‬
ُ ‫ هللا‬v‫صلَّى‬ vِ ‫ أَ ْس َر َع فِي ِم ْشيَتِ ِه ِم ْن َرس‬v‫ْت أَ َح ًدا‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ُ ‫ َو َما َرأَي‬،‫تَجْ ِري فِي َوجْ ِه ِه‬
‫ث‬ ْ ُ‫م َكأَنَّ َما اأْل َرْ ضُ ت‬vَ َّ‫َعلَ ْي ِه َو َسل‬
ٍ ‫ لَنُجْ ِه ُد أَ ْنفُ َسنَا َوإِنَّهُ لَ َغ ْي ُر ُم ْكتَ ِر‬v‫ط َوى لَهُ إِنَّا‬
“Tidak pernah aku melihat orang yang lebih tampan selain Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Matahari bersinar di wajahnya. Dan aku
tidak pernah melihat orang yang lebih cepat dalam berjalan selain
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seakan-akan bumi dilipat
bagi beliau, bahkan kami harus bersungguh-sungguh (jika berjalan
bersama beliau) dan beliau bukan orang yang cuek” (HR. At-Tirmidzi
dalam Asy-Syamail Al-Muhammadiyyah, no.118)1.

Menunjukkan enerjiknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wasallam dalam berjalan, tidak loyo atau malas, sebagaimana
ditegaskan dalam riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma pada
poin berikutnya.

4, Tidak loyo dan malas-malasan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan dengan enejik,


mengerahkan tenaganya, bukan jalannya orang yang malas atau
loyo. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata:
vَ ‫ف أَنَّهُ لَي‬
‫ْس بِ َم ْش ِي عَا ِج ٍز َوال‬ vُ ‫ َم ْشيًا ُمجْ تَ ِمعًا يُ ْع َر‬v‫ َم َشى‬،‫ه َو َسل َّ َم إِ َذا َم َشى‬vِ ‫ هللا ُ َعلَ ْي‬v‫صلَّى‬
َ ‫َكانَ النَّبِ ُّي‬
َ‫َك ْسالن‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika berjalan beliau berjalan dengan


enerjik, sehingga sangat terlihat bahwa beliau bukan orang yang
lemah dan juga bukan orang yang malas” (HR. Al-Baghawi
dalam Syarhus Sunnah, dihasankan oleh Al-Albani dalam Silsilah
Ash-Shahihah no. 2140).

Maka berjalan dengan tenang dan berwibawa tidak harus lambat


dan loyo. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan
dengan tenang dan berwibawa namun juga cepat dan bertenaga.

5. Menghentakkan kakinya

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

‫ب‬ ُّ ‫ كأنَّما ين َح‬v‫ م َشى تكفَّأ تكفُّ ًؤا‬v‫إذا‬


ٍ َ‫ط من صب‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika berjalan menghentakkan
kakinya seakan-akan ia turun dari tempat yang tinggi” (HR. At-
Tirmidzi dalam Asy-Syamail Al-Muhammadiyyah, no.120,
dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashar Asy-Syamail).

Ali Al-Qari menjelaskan makna hadits tersebut dengan


mengatakan:

‫و‬vَ ُ‫ َوه‬v،‫ب ْال ُح ُدو ُر‬ vُ َ‫صب‬ ِ ْ‫ َوفِي َشر‬.‫َو ْال َم ْعنَى يَ ْم ِشي َم ْشيًا قَ ِويًّا َس ِريعًا‬
َّ ‫ ال‬:‫ح ال ُّسنَّ ِة‬
‫ان يَ ْم ِشي َم ْشيًا قَ ِويًّا يَرْ فَ ُع ِرجْ لَ ْي ِه ِم َن‬ َ ‫ َك‬vُ‫د لَهُ أَنَّه‬vُ ‫ض ي ُِري‬
ِ ْ‫َما يَ ْن َح ِد ُر ِم َن اأْل َر‬
‫ تَنَ ُّع ًما‬vُ‫اربُ ُخطَاه‬ ْ ‫ض َر ْفعًا بَائِنًا اَل َك َم ْن يَ ْم ِشي‬
ِ َ‫اختِيَااًل َويُق‬ ِ ْ‫اأْل َر‬
“Maknanya, beliau berjalan dengan jalan yang kuat dan cepat.
Dalam Syarhus Sunnah, ash-shabab artinya al-hudur, yaitu jalan
yang digunakan untuk turun dari suatu tempat. Maksudnya,
beliau berjalan dengan jalan yang kuat, dengan benar-benar
mengangkat kakinya dari tanah, bukan seperti jalannya orang
yang sombong atau seperti orang yang santai-santai” (Mirqatul
Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, 9/3704).8

8
htts://muslim.or.id/34522-cara-berjalan-ala-rasulullah.html p
i

Adapun etika ber bicara aa isla mempunyai konsep yang integral dan
humanis yang tidk di miliki oleh agama lain.
Di antara adab berbicara dalam islam adalah:

1 - Hendaknya semua pembicaran selalu dalam kebaikan.


Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
ِ َّ‫ح بَي َْن الن‬
‫اس َو َمن‬ ٍ َ‫ُوف أَ ْو إِصْ ال‬ٍ ‫ص َدقَ ٍة أَ ْو َم ْعر‬
َ ِ‫ير ِّمن نَّجْ َواهُ ْم إِالَّ َم ْن أَ َم َر ب‬
ٍ ِ‫الَ َخي َْر فِي َكث‬
ً ‫ف نُ ْؤتِي ِه أَجْ راً َع ِظيما‬َ ‫ت هّللا ِ فَ َس ْو‬ َ ْ‫ك ا ْبتَ َغاء َمر‬
ِ ‫ضا‬ َ ِ‫يَ ْف َعلْ َذل‬
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka,
kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi
sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian
diantara manusia”. (QS. An-Nisa [4]: 114).
‫ُون‬ ِ ‫ين هُ ْم َع ِن اللَّ ْغ ِو ُمع‬
َ ‫ْرض‬ َ ‫َوالَّ ِذ‬
”dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna” (QS. Al Mu’minun [23]: 3)
ْ ‫ان ي ُْؤ ِم ُن ِباهَّلل ِ َو ْاليَ ْو ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ َخ ْيرًا أَ ْو لِيَصْ ُم‬
‫ت‬ َ ‫َم ْن َك‬
“Barangsiapa yang beriman pada ALLAH dan hari akhir maka
hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari 6018
Muslim 47)
2 - Hendaknya pembicaran dengan suara yang dapat didengar.
Tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu pelan. Ungkapannya
jelas dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau
dipaksa-paksakan.
ْ َ‫ َكالَ ًما ف‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ُول هَّللا‬
ُ‫ ه‬v‫الً يَ ْفهَ ُم‬v ‫ص‬ ِ ‫ان َكالَ ُم َرس‬ ْ َ‫َع ْن َعائِ َشةَ َر ِح َمهَا هَّللا ُ قَال‬
َ ‫ت َك‬
.ُ‫ُكلُّ َم ْن َس ِم َعه‬
Dari Aisyah rahimahallaahu, beliau berkata: “Bahwasanya
perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu perkataan
yang jelas sehingga bisa difahami oleh semua yang
mendengar.” (HR Abu Daud 4839. Dinilai hasan oleh Al Albani
dalam Shahih al Jaami’ no 4826) .
Jangan membicarakan segala yang tidak berguna bagimu. 
:Hadits Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyatakan
‫ْن إِ ْساَل ِم ْال َمرْ ِء تَرْ ُكهُ َما اَل يَ ْعنِي ِه‬
ِ ‫ِم ْن ُحس‬
“Termasuk kebaikan islamnya seseorang adalah meninggalkan
sesuatu yang tidak berguna”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar. 
Abu Hurairah Radhiallaahu ‘anhu di dalam hadisnya menuturkan
:: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda
َ ‫َكفَى بِ ْال َمرْ ِء إِ ْث ًما أَ ْن ي َُحد‬
‫ِّث بِ ُكلِّ َما َس ِم َع‬
“Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia
membicarakan semua apa yang telah ia dengar”. (HR. Muslim)
3 Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun
kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta
sekalipun bercanda. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‫ة لمن‬v‫ط الجن‬v‫ وبيت في وس‬v،‫ا‬v‫ان محق‬v‫أنا زعيم بيت في ربض الجنة لمن ترك المراء وإن ك‬
‫ترك الكذب وإن كان مازحا‬
“Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja
yang menghindari pertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan
(penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang
meninggalkan dusta sekalipun bercanda”. (HR. Abu Daud dan
dinilai hasan oleh Al-Albani).
4 Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah
Radhiallaahu ‘anha. telah menuturkan:
َ ْ‫ِّث َح ِديثًا لَ ْو َع َّدهُ ْال َعا ُّد أَل َح‬
ُ‫صاه‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َك‬
ُ ‫ان ي َُحد‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
“Sesungguhnya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila
membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang
menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya”. (Muttafaq’alaih).

5 Menghindari perkataan jorok (keji). Rasulullah Shallallaahu


‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ش َواَل ْالبَ ِذي ِء‬ ِ َ‫َّان َواَل ْالف‬
ِ ‫اح‬ ِ ‫ْس ْال ُم ْؤ ِم ُن ِبالطَّع‬
ِ ‫َّان َواَل اللَّع‬ َ ‫لَي‬
” seorang mu’min itu bukanlah pencela atau pengutuk atau yang
keji pembicaraannya”.. (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab al
Mufrad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
6 Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di
dalam berbicara. Di dalam hadits Jabir Radhiallaahu ‘anhu
disebutkan:
‫ا‬vv‫ ي‬:‫الوا‬vv‫ والمشتشدقون والمتفيهقونز ق‬،‫وإن أبغضكم إلي وأبعدكم مني يوم القيامة الثرثارون‬
‫ المتكبرون‬:‫ ما المتفيهقون؟ قال‬،‫رسول هللا‬
“Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang
paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak
bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang
mutafaihiqun”. Para shahabat bertanya: Wahai Rasulllah, apa arti
mutafaihiqun? Nabi menjawab: “Orang-orang yang
sombong”. (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).

7 Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan


mengadu domba. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman yang
artinya:
ً ‫ض ُكم بَعْضا‬
ُ ‫َوالَ يَ ْغتَب بَّ ْع‬
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang
lain”. (QS. Al-Hujurat [49]: 12).

8 Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan


tidak memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamu
mengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah
pendapatnya atau mendustakannya.

9 Jangan memonopoli pembicaraan. Berikanlah kesempatan


kepada orang lain untuk berbicara.
10 Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang
menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan dan
kekeliruan pembicaraan orang lain, karena hal tersebut dapat
mennyebabkan kebencian, permusuhan dan pertentangan.

11 Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan


memandang rendah orang yang berbicara.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman


‫ْخرْ قَو ٌم ِم ْن قَ ْو ٍم َع َسى أَ ْن يَ ُكونُوا َخ ْيرًا ِم ْنهُ ْم َوال نِ َسا ٌء ِم ْن نِ َسا ٍء‬ َ ‫ين َءا َمنُوا ال يَس‬ َ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذ‬
ُ ‫س اال ْس ُم ْالفُسُو‬
‫ق بَ ْع َد‬ vِ ‫َع َسى أَ ْن يَ ُك َّن َخ ْيرًا ِم ْنه َُّن َوال تَ ْل ِم ُزوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوال تَنَابَ ُزوا بِاألَ ْلقَا‬
َ ‫ب بِ ْئ‬
َ ‫ك هُ ُم الظَّالِ ُم‬
‫ون‬ َ ِ‫ان َو َم ْن لَ ْم يَتُبْ فَأُولَئ‬ِ ‫اإلي َم‬
ِ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan), dan
jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain
(karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokan) lebih
baik dari wanita (yang mengolok-olokan). (QS. Al-Hujurat [49]: 11

Demikian lah tafsir theumatik dari surat lukman yang


menekankan pada pendidikan anak di usia dini ,karena usia ini
rawan akan terkontaminasi penyakit penyakit pikiran yang tidak
sehat sehingga mempengaruhi pertumbuhan ya di masa mendatang ,
karena islam islam selalu menjaga eksistensi human being yang ada

Anda mungkin juga menyukai