Disusun Oleh:
MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM DAN NEGERI WALISONGO SEMARANG
0
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum orang-orang beriman telah memberikan
banyak kisah untuk menjadi pelajaran.1 Kisah kesuksesan yang selanjutnya dijadikan
role model kaum muslimin untuk diikuti maupun kisah kegagalan untuk dihindari.
Demikian pula tentang kisah orang tua dengan anaknya. Seperti kisah Nabi dan
Kan’an, kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, kisah Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf,
kisah Nabi Musa dan ibunya, serta kisah Lukman dan putranya. Kisah Lukman dan
putranya adalah salah satu simbol kisah sukses hubungan antara seorang ayah dan
anak yang diabadikan dalam Al-Qur’an.
Luqman Al-Hakim, seorang tokoh yang disebutkan dalam Al-Qur`an, 2 dikisahkan
bahwa Luqman Al-Hakim memberikan beberapa aspek pendidikan kepada anaknya.
Lantas, pendidikan apa saja yang diberikan oleh Luqman tersebut kaitannya dengan
pendidikan untuk pemuda yang dalam surat tersebut adalah anaknya. Luqman
banyak memberikan nasihat kepada anaknya tentang mengesakan Allah SWT,
berbuat baik kepada orang tua (terutama sang ibu), berakhlak yang baik dalam
pergaulan sesama manusia, menjaga kebenaran dan kejujuran saat bicara.
Nasihat-nasihat tersebut bersifat universal dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Kisah ini memberikan gambaran bagaimana seorang hamba Allah yang
bijaksana memberikan nasihat kepada anaknya agar dapat hidup dengan bijaksana,
taat kepada Allah SWT, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas-tugasnya
di dunia.
1
Sari Hijrayanti, dkk. GAYA KOMUNIKASI KELUARGA: KAJIAN NASIHAT LUQMAN KEPADA ANAKNYA
DALAM AL-QUR`AN SURAH LUQMAN. Jurnal Bidang Hukum Islam. Vol. 1, No. 3 (2020) : Hlm. 297
2
Fikri Ahmad. Pendidikan Karakter dalam Surat Luqman Ayat 13-19. Hlm. 3
1
BAB II
PEMBAHASAN
3
Shihab Quraisy. TAFSIR AL MISHBAH Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an. (Jakarta: Lentera Hati:
2002), Hlm. 296.
2
ia termasuk salah seorang Nabi. Kesimpulan lain yang dapat diambil dari riwayat-
riwayat yang menyebutkannnya adalah bahwa ia bukan orang Arab. Ia adalah
seorang yang sangat bijak. Sahabat Nabi saw., Ibn Umar ra., menyatakan bahwa
Nabi bersabda: "Aku berkata benar, sesungguhnya Luqmân bukanlah seorang nabi,
tetapi dia adalah seorang hamba Allah yang banyak menampung kebajikan, banyak
merenung, dan keyakinannya lurus. Dia mencintai Allah maka Allah mencintainya,
menganugerahkan kepadanya hikmah.
b. Tafsir QS Luqman ayat 13
َو ِاْذ َقاَل ُلْقٰم ُن اِل ْبِنٖه َو ُهَو َيِع ُظٗه ٰي ُبَنَّي اَل ُتْش ِر ْك ِباِهّٰللۗ ِاَّن الِّش ْر َك َلُظْلٌم َع ِظ ي.
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia
memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar.”
Ayat diatas melukiskan pengamalan hikmah Luqmân kepada anaknya. Ini pun
mencerminkan kesyukuran beliau atas anugerah itu. Ditemukan dalam kitab hadis
Musnad al-firdaus, Kata ya'izhuhú terambil dari kata wa'zh yaitu nasihat menyangkut
berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya
sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini
sesudah kata dia berkata untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu
beliau sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana
dipahami dari panggilan mestanya kepada anak. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa
nasihat itu dilakukannya dari saat ke saat, sebagaimana dipahami dari bentuk kata
kerja masa kini dan masa mendatang.
Sementara ulama yang memahami kata wa'zh, dalam arti ucapan yang
mengandung peringatan dan ancaman, berpendapat bahwa kata tersebut
mengisyaratkan bahwa anak Luqman itu adalah seorang musyrik sehingga sang ayah
yang menyandang hikmah itu terus menerus-menasihatinya sampai akhirnya sang
anak mengakui Tauhid. Pendapat yang antara lain dikemukakan oleh Thâhir Ibn
'Asyûr ini sekadar dugaan yang tidak memiliki dasar yang kuat. Nasihat dan ancaman
3
tidak harus dikaitkan dengan kemusyrikan. Di sisi lain, bersangka baik terhadap anak
Luqman jauh lebih baik daripada bersangka buruk.
َوَو َّصْيَنا اِاْل ْنَس اَن ِبَو اِلَد ْيِۚه َح َم َلْتُه ُاُّم ٗه َو ْهًنا َع ٰل ى َو ْهٍن َّو ِفَص اُلٗه ِفْي َعاَم ْيِن َاِن اْشُك ْر ِلْي
Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada
kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-
Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.
4
Hade Syarif. Menjadi Ibu Bapa Genius. (Selangor: PTS MILLENIA SDN. BHD: 2007), Hlm. 7.
4
Ayat di atas dan ayat berikut dinilai oleh banyak ulama bukan bagian dari
pengajaran Luqman kepada anaknya. Ia disisipkan al-Qur'an untuk menunjukkan
betapa penghormatan dan kebaktian kepada kedua orangtua menempati tempat kedua
setelah pengagungan kepada Allah swt. Memang, al-Qur'an sering kali
menggandengkan perintah menyembah Allah dan perintah berbakti kepada kedua
orangtua. (Lihat QS.al-An'am [6]: 151 dan al-Isra' [17]: 23).
Tetapi, kendati nasihat ini bukan nasihat Luqmân, itu tidak berarti bahwa beliau
tidak menasihati anaknya dengan nasihat serupa.5 Apakah kandungan ayat di atas
merupakan nasihat Luqman secara langsung atau tidak? Yang jelas, ayat di atas
bagaikan menyatakan: Dan Kami wasiatkan, yakni berpesan dengan amat kukuh,
kepada semua manusia menyangkut kedua orang ibu-bapaknya; Pesan kami
disebabkan karena ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas
kelemahan, yakni kelemahan berganda dan dari saat ke saat bertambah-tambah. Lalu,
dia melahirkannya dengan susah payah, kemudian memelihara dan menyusukannya
setiap saat, bahkan di tengah malam ketika saat manusia lain tertidur nyenyak.
Demikian hingga tiba masa menyapikannya dan penyapiannya di dalam dua tahun
terhitung sejak hari kelahiran sang anak. Ini jika orangtuanya ingin menyempurnakan
penyusuan. Wasiat kami itu adalah: Bersyukurlah kepada-Ku! karena Aku yang
menciptakan kamu dan menyediakan semua sarana kebahagiaan kamu, dan bersyukur
pulalah kepada dua orang ibu bapak kamu karena mereka yang Aku jadikan perantara
kehadiran kamu di pentas bumi ini. Kesyukuran ini mutlak kamu lakukan karena
hanya kepada-Kulah tidak kepada selain Aku-kembali kamu semua, wahai manusia,
untuk kamu pertanggungjawabkan kesyukuran itu.
Ayat di atas tidak menyebut jasa bapak, tetapi menekankan pada jasa ibu. Ini
disebabkan ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan ibu,
berbeda dengan bapak. Di sisi lain, "peranan bapak" dalam konteks kelahiran anak
lebih ringan dibanding dengan peranan ibu. Setelah pembuahan, , semua proses
kelahiran anak dipikul sendirian oleh ibu. Bukan hanya sampai masa kelahirannya,
tetapi berlanjut dengan penyusuan, bahkan lebih dari itu. Memang, ayah pun
5
Ibid; Hlm. 299.
5
bertanggung jawab menyiapkan dan membantu ibu agar beban yang dipikulnya tidak
terlalu berat, tetapi ini tidak langsung menyentuh anak, berbeda dengan peranan ibu.
َو ِاْن َج اَهٰد َك َع ٰٓلى َاْن ُتْش ِرَك ِبْي َم ا َلْيَس َلَك ِبٖه ِع ْلٌم َفاَل ُتِط ْعُهَم ا َو َص اِح ْبُهَم ا ِفى
الُّد ْنَيا
َم ْع ُرْو ًفاۖ َّو اَّتِبْع َس ِبْيَل َم ْن َاَناَب ِاَلَّۚي ُثَّم ِاَلَّي َم ْر ِج ُع ُك ْم َفُاَنِّبُئُك ْم ِبَم ا ُكْنُتْم َتْع َم ُلْو ن.
6
Ayat sebelumnya (ayat 14) menekankan pentingnya berbakti kepada ibu bapak,
kini diuraikan kasus yang merupakan pengecualian menaati perintah kedua orangtua,
sekaligus menggarisbawahi wasiat Luqman kepada anaknya tentang keharusan
meninggalkan kemusyrikan dalam bentuk serta kapan dan di mana pun. Kata
jáhadaka terambil dari kata juhd yakni kemampuan.6 Patron kata yang digunakan ayat
ini menggambarkan adanya upaya sungguh-sungguh. Kalau upaya sungguh-sungguh
pun dilarangnya, yang dalam hal ini bisa dalam bentuk ancaman, tentu lebih-lebih lagi
bila sekadar imbauan atau peringatan.
Yang dimaksud dengan må laisa laka bibi ilm/yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu adalah tidak ada pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya. Tiadanya
pengetahuan berarti tidak adanya objek yang diketahui. Ini berarti tidak wujudnya
sesuatu yang dapat dipersekutukan dengan Allah swt. Di sisi lain, kalau sesuatu yang
tidak diketahui duduk soalnya boleh atau tidak-telah dilarang, tentu lebih terlarang
lagi apabila telah terbukti adanya larangan atasnya. Bukti-bukti tentang keesaan Allah
dan tiadanya sekutu bagi-Nya terlalu banyak sehingga penggalan ayat ini merupakan
penegasan tentang larangan mengikuti siapa pun-walau ked orangtua dan walau
dengan memaksa anaknya mempersekutukan Allah.
Ayat ini memberikan nasihat kepada orang-orang muslim untuk mematuhi Allah
dan Rasul-Nya, serta untuk tidak mematuhi permintaan orang tua jika mereka
memaksa anak-anak mereka untuk mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
tidak ada ilmu padanya. Dalam hal ini, orang tua tidak boleh ditaati karena apa yang
mereka minta melanggar ajaran Allah. Namun, ayat ini juga menyarankan untuk tetap
memperlakukan orang tua dengan baik di dunia, meskipun mereka melakukan
kesalahan dalam agama. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memandang penting
hubungan baik dengan orang tua, dan meminta umat Islam untuk memperlakukan
mereka dengan hormat dan kasih sayang, tanpa mengabaikan ajaran agama.
Dirujuk dari kata ma'rufan mencakup segala hal yang dinilai oleh masyarakat
baik selama tidak bertentangan dengan akidah Islamiah. Dalam konteks ini,
6
Ibid; Hlm. 303.
7
diriwayatkan bahwa Asma', putri Sayyidinâ Abu Bakr ra., pernah didatangi oleh
ibunya yang ketika itu masih musyrikah. Asma' bertanya kepada Nabi bagaimana
seharusnya ia bersikap. Maka, Rasul saw. memerintahkannya untuk tetap menjalin
hubungan baik, menerima dan memberinya hadiah serta mengunjungi dan menyambut
kunjungannya.
Rujuklah ke QS. ar-Rûm [30]: 31 untuk memahami kata anâba Ibn 'Asyûr
memahami firman-Nya: wa ittabi' sabila man anaba ilayya dalam arti ikutilah jalan
orang-orang yang meninggalkan kemusyrikan serta larangan-larangan Allah yang
lain, termasuk larangan mendurhakai kedua orangtua. Thabâthabâ'i berkomentar
bahwa penggalan ayat ini merupakan kalimat yang singkat tetapi mengandung makna
yang luas. Ulama ini menulis bahwa Allah berpesan agar setiap orang menyertai ibu
bapaknya dalam urusan-urusan keduniaan, bukan agama-yang merupakan jalan Allah
dengan cara yang baik sesuai dengan pergaulan yang dikenal, bukan yang mungkar
sambil memerhatikan kondisi keduanya dengan lemah lembut tanpa kekasaran. Anak
juga harus dapat memikul beban yang dipikulkan ke atas pundaknya oleh kedua ibu
bapaknya itu karena dunia tidak lain kecuali hari-hari yang terbatas dan masa yang
berlalu. Adapun agama, jika keduanya termasuk orang yang senang kembali kepada
Allah (mengikuti ajaran-Nya), hendaklah engkau mengikuti jalan kedua orangtuamu
itu. Tetapi, kalau tidak demikian, ikutilah jalan selain mereka, yaitu jalan orang- orang
yang kembali kepada Allah. Dengan demikian tulis Thabâthaba'i.
ٰي ُبَنَّي ِاَّنَهٓا ِاْن َتُك ِم ْثَقاَل َح َّبٍة ِّم ْن َخ ْر َد ٍل َفَتُك ْن ِفْي َص ْخ َر ٍة َاْو ِفى الَّسٰم ٰو ِت َاْو ِفى
اَاْلْر ِض َيْأِت ِبَها ُهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َلِط ْيٌف َخ ِبْير.
8
Ayat di atas melanjutkan wasiat Luqman kepada anaknya. Kali ini yang diuraikan
adalah kedalaman ilmu Allah swt., yang diisyaratkan pula oleh penutup ayat lalu
dengan pernyataan-Nya: "...maka Ku-beritakan kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan". Luqmân berkata: "Wahai anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu
perbuatan baik atau buruk walau seberat biji sawi dan berada pada tempat yang
paling tersembunyi, misalnya dalam batu karang sekecil, sesempit, dan sekokoh apa
pun batu itu, atau di langit yang demikian luas dan tinggi, atau di dalam perut bumi
yang sedemikian dalamdi mana pun keberadaannya niscaya Allah akan
mendatangkannya lalu memperhitungkandan memberinya balasan. Sesungguhnya
Allah Mahahalus menjangkau segala sesuatu lagi maha mengetahui segala sesuatu
hingga tidak satu pun luput dari nya.
Ayat ini merupakan nasihat dari Luqmân kepada anaknya yang tidak disebutkan
namanya dalam Al-Quran. Ayat ini mengajarkan bahwa Allah SWT sangat
memperhatikan setiap tindakan kebaikan yang dilakukan oleh manusia, sekecil
apapun itu. Meskipun hanya seberat biji sawi, Allah SWT tetap akan menghitung dan
memberikan pahala yang setimpal.
Dalam konteks ini, tafsir ayat ini adalah mengajak manusia untuk senantiasa
melakukan kebaikan dan menghindari segala bentuk keburukan, meskipun itu
tampaknya kecil atau sepele. Allah SWT akan menghargai setiap tindakan kebaikan
yang dilakukan oleh hamba-Nya dan memberikan pahala yang setimpal. Oleh karena
itu, seorang muslim harus senantiasa berusaha untuk melakukan kebaikan dan
memperbaiki diri agar selalu berada di jalan yang benar dan mendapat keridhaan
Allah SWT.
Ketika menafsirkan kata khardal pada QS. al-Anbiya' (21):7, penulis mengutip
penjelasan Tafsir al-Muntakhab yang melukiskan bij tersebut. Di sana, dinyatakan
bahwa satu kilogram biji khardal/moster terdiri atas 913.000 butir. Dengan demikian,
berat satu butir biji moster hanya sekitar satu per seribu gram, atau ± 1 mg, dan
merupakan biji-bijian tering yang diketahui umat manusia sampai sekarang. Oleh
karena itu, biji ini sering digunakan oleh al-Qur'an untuk menunjuk sesuatu yang
sangat kecil dan halus. Demikian komentar Tafsir al-Muntakhab.
9
Tafsir QS Luqman ayat 17
ٰي ُبَنَّي َاِقِم الَّص ٰل وَة َو ْأُم ْر ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو اْنَه َع ِن اْلُم ْنَك ِر َو اْص ِبْر َع ٰل ى َم ٓا َاَص اَبَۗك ِاَّن ٰذ ِلَك
ِِم ْن َع ْز ِم اُاْلُم ْو ر
Nasihat Luqman di atas menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal- amal
saleh yang puncaknya adalah shalat serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam
amr ma'ruf dan nahi munkar juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang
dari kegagalan, yaitu sabar dan tabah.
10
dirinya. Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak memerintahkan
anaknya melaksanakan ma'ruf dan menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan,
menyuruh, dan mencegah. Di sisi lain, membiasakan anak melaksanakan tuntunan ini
menimbulkan dalam dirinya jiwa kepemimpinan serta kepedulian sosial.
Ma'rûf adalah "Yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat dan telah
mereka kenal luas", selama sejalan dengan al-khair (kebajikan), yaitu nilai-nilai Ilahi.
Mungkar adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh mereka serta bertentangan dengan
nilai-nilai Ilahi. Karena itu, QS. Ali Imrån [3]: 104 menekankan:
ۗ َو ْلَتُك ْن ِّم ْنُك ْم ُاَّم ٌة َّيْدُع ْو َن ِاَلى اْلَخْيِر َو َيْأُم ُرْو َن ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو َيْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِر
ٰۤل
ََو ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْفِلُحْو ن
Artinya: Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
َو اَل ُتَص ِّعْر َخَّد َك ِللَّناِس َو اَل َتْم ِش ِفى اَاْلْر ِض َم َر ًح ۗا ِاَّن َهّٰللا اَل ُيِح ُّب ُك َّل ُم ْخ َتاٍل
َۚفُخ ْو ر
11
Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena
sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan
sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-
buruk suara ialah suara keledai.”
Nasihat Luqman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun berinteraksi
dengan sesama manusia. Materi pelajaran akidah, beliau selingi dengan materi
pelajaran akhlak, bukan saja agar peserta didik tidak jenuh dengan satu materi, tetapi
juga untuk mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlak merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.
Beliau menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di samping butir-
butir nasihat yang lalu, janganlah juga engkau berkeras memalingkan pipimu, yakni
mukamu, dari manusia-siapa pun diadidorong oleh penghinaan dan kesombongan.
Tetapi, tampillah kepada setiap orang dengan wajah berseri penuh rendah hati. Dan
bila engkau melangkah, janganlah berjalandi muka bumi dengan angkuh, tetapi
berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai, yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang-orang
yang sombong lagi membanggakan diri.Dan bersikap sederhanalahdalam
berjalanmu, yakni jangan membusungkan dada dan jangan juga merunduk bagaikan
orang sakit. Jangan berlari tergesa-gesa dan jangan juga sangat perlahan
menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar kasar
bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai
karena awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya tarikan napas yang buruk.
Ayat ini mengajarkan pentingnya sikap rendah hati dan menghindari sifat
sombong dan angkuh dalam berinteraksi dengan sesama manusia. Allah SWT tidak
menyukai orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, karena sifat ini
mengandung unsur kesombongan dan kesia-siaan. Sebaliknya, Allah menyukai orang
yang rendah hati dan bersikap tawadhu, yang mampu berinteraksi dengan sesama
manusia dengan penuh kasih sayang dan kerendahan hati.
12
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, ayat ini mengajarkan kita untuk tidak
sombong dan angkuh terhadap orang lain. Kita harus selalu bersikap rendah hati dan
tidak merendahkan orang lain. Kita juga harus memperlakukan orang lain dengan
sopan dan santun, dan menghormati hak-hak mereka. Dengan bersikap demikian, kita
akan mendapatkan keberkahan dari Allah dan mendapat kebaikan dari sesama
manusia.
Kata tusha'ir terambil dari kata ash-sha'ar yaitu penyakit yang menimpa unta
dan menjadikan lehernya keseleo sehingga ia memaksakan dia dan berupaya keras
agar berpaling sehingga tekanan tidak tertuju kepada syaraf lehernya yang
mengakibatkan rasa sakit. Dari kata inilah ayat di atas menggambarkan upaya keras
dari seseorang untuk bersikap angkuh dan menghina orang lain. Memang, sering kali
penghinaan tecermin pada keengganan melihat siapa yang dihina.
Kata fi al-ardh/di bumi disebut oleh ayat di atas untuk mengisyaratkan bahwa asal
kejadian manusia dari tanah sehingga dia hendaknya jangan menyombongkan diri dan
melangkah angkuh di tempat itu. Demikian kesan al-Biqâ'i. Sedang, Ibn 'Asyûr
memeroleh kesan bahwa bumi adalah kaya dan tempat berjalan semua orang, yang
kuat dan yang lemah, yang yang miskin, penguasa dan rakyat jelata. Mereka semua
sama sehingga tidak wajar bagi pejalan yang sama, menyombongkan diri dan merasa
melebihi orang lain.
13
BAB III
KESIMPULAN
Luqmân yang disebut oleh surah ini adalah seorang tokoh diperselisihkan
identitasnya. Orang Arab mengenal dua tokoh yang bernama Luqmân. Pertama, Luqmân Ibn
'Ad. Tokoh ini mereka agungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan, dan
kepandaiannya. Ia kerap kali dijadikan sebagai permisalan dan perumpamaan. Tokoh kedua
adalah Luqmân al-Hakim yang terkenal dengan kata-kata bijak dan perumpamaan-
perumpamaannya. Agaknya dialah (Luqmân al-Hakim) yang dimaksud oleh surah ini.
Dari surat Luqman ayat 13-19 di atas, nilai-nilai pendidikan karakter yang diajarkan
oleh Luqman Al-Hakim kepada anaknya yang terdiri dari nilai religius, kejujuran, disiplin,
kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, peduli
lingkungan dan sosial, serta tanggung jawab bisa dikembangkan untuk mendidik pemuda di
era sekarang ini. Nilai-nilai pendidikan ini lantas dikembangkan dalam sistem pendidikan di
negeri ini, yaitu dengan diberlakukannya kurikulum 2013. Dengan adanya nilai-nilai
pendidikan karakter yang secara formal dimasukkan ke dalam sistem pendidikan nasional,
setidaknya memberian sinyal positif untuk perbaikan bangsa untuk menciptakan generasi
berkarakter di masa mendatang.
14
DAFTAR PUSTAKA
Hade Syarif. (2007). Menjadi Ibu Bapa Genius. Selangor: PTS MILLENIA SDN.
BHD.
Shihab Quraisy. (2002). TAFSIR AL MIOSHBAH Pesan, Kesan, dan keserasian al-
Qur`an. Jakarta: Lentera Hati
15
16