22
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Q.S. Luqmān/31: 13-
14).
2. Penjelasan Umum
Wahbah Zuhaily dalam Tafsir al-Munir menerangkan bahwa surah
Luqmān termasuk surah Makiyah terdiri dari 34 ayat, diturunkan setelah
surah as-Shaffat. Sementara al-Qurtubi menjelaskan bahwa surah Luqman
termasuk kelompok surah Makiyah, kecuali ayat 27-29. Ketiganya turun di
Madinah. Dinamakan surah Luqman karena dalam surah tersebut terdapat
kisah Luqman, yang nama lengkapnya adalah Luqman bin Ba’ura, salah
seorang putra dari Nabi Ayyub, termasuk suku Naubah dan merupakan
bagian dari masyarakat Ailah, yakni sebuah kota yang berada di sekitar laut
Qulzum. Ia hidup pada masa Nabi Daud dengan julukan al-hakim (yang
bijak). Sementara mufassir lain termasuk Ibnu Katsir menerangkan bahwa
nama lengkap Luqman adalah Luqman bin ‘Anqa’ bin Sadun, sedang nama
putranya adalah Tsaran (ada yang menyebutnya Taran, An’am atau Asykam
pen.). mereka penduduk biasa dari Habasyah (Ethiopia).
Luqman adalah seorang yang saleh dan memiliki akhlaq yang mulia,
yaitu akhlaq yang berbasiskan kepada keimanan yang kokoh. Namanya
diabadikan oleh Allah dalam salah satu surat di dalam al-Qur an, yakni surat
ke 31. Sehingga di dalam surat ini Allah memberikan pelajaran kepada kita
akan kesalehan Luqman dalam memberikan nasehat kepada anaknya, yakni
nasehat yang mengandung unsur “keilmuan” yang mendalam, “keihklasan”
yang suci dan “kecintaan” yang tinggi. Luqman adalah sosok ayah pilihan
Allah. Nasehat yang disampaikan pada anaknya diabadikan dalam al-Qur'an.
Ketika kita membaca Q.S. Luqmān ayat 13 disitu dimulai dengan hentakan
kata " Ingatlah takala ". Kata ini menandakan pentingnya atas nasehat yang
akan disampaikan.
Dalam sebuah kitab tafsir (Ibnu Katsir) diceritakan bahwa Luqman
adalah seorang budak, ciri-ciri tubuhnya sama seperti orang Ethiopia lainya
yang kebanyakan berkulit hitam legam dan berbibir tebal. Tetapi Allah tak
pernah melihat dari bentuk fisik. Hati Luqman memancarkan cahaya iman
dan keagungan seorang manusia. Kejernihan hidup tergambar dibalik rendah
martabatnya sebagai budak. Sebenarnya nasehat Luqman yang terdapat dalam
al-Qur'an itu hanyalah nasehat kepada anaknya sendiri. Tetapi Allah
mengabadikan dalam al-Qur'an, agar setiap umat Islam belajar dari apa yang
dilakukan Luqman. Karena nasehat pada anak adalah sangat penting untuk
membentuk karakter dan perwatakan sebagai bekal kehidupan kelak.
Mayoritas mufasir mempermasalahkan kedudukan Luqman, apakah ia
seorang Nabi ataukah hanya hamba Allah Swt. yang salih yang diberi
kelebihan hikmah. Dalam hal ini, Imam asy-Syaukani menjelaskan, mayoritas
23
mufassirin menyimpulkan bahwa Luqman al-Hakim bukan seorang Nabi,
tetapi hamba Allah Swt., yang diberi kelebihan dari hamba lainnya, yakni
diberi hikmah. Luqman adalah sosok yang banyak merenung, dia mencintai
dan dicintai Allah Swt. sehingga Allah Swt. menganugerahkan hikmah
kepadanya. Abu Darda’ pernah berkata bahwa Allah Swt.. menyayangi
Luqman, dan Dia menganugerahkan hikmah kepadanya bukan karena
keluarga, harta, rupa atau keturunannya. Luqman proto tipe manusia yang
tahan uji dan sabar mengahadapi ujian dari Allah Swt., putra-putranya
meninggal dunia, tetapi dia tidak larut dalam kesedihan berkepanjangan atas
kematian mereka. Dia menyadari bahwa semua yang ada padanya termasuk
anak-anak adalah amanah Allah Swt. yang dititipkan kepadanya yang
sewaktu-waktu bisa diambil kembali oleh-Nya. Luqman dikenal sebagai
orang yang suka mendatangi pertemuan-pertemuan para ahli hikmah dan
mengambil pelajaran darinya, karena itu Allah telah menganugerahkannya
dengan hikmah.
24
keimanannya dari perbuatan zalim?”.Jawab beliau “Bukan begitu, bukanlah
kamu telah mendengarkan wasiat Lukman Hakim kepada anaknya: “Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
(H.R.Bukhori dari Abdillah).
a. Menurut al-Thabary
Dalam menafsirkan Q.S. Luqmān ayat 14 dan 15, Ibnu Jarîr al-
Thabary dalam tafsirnya Jami’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur'ân (lebih
dikenal dengan Tafsîr al-Thabary) menafsirkan bahwa kata washsha
diartikan dengan amara wa qarrara (perintah dan ketetapan). Oleh karena
itu, menurut pandangan al-Thabary, ayat ini mengandung perintah dan
ketetapan untuk berbuat baik atau berbakti kepada kedua orangtua, karena
orangtua (ibunya) dengan kondisi lemah di atas kelemahan (dha’fan
fauqa dha’fin). Dalam ayat ini Allah memerintahkan suatu perintah yang
alasannya disebutkan pada ayat yang sama
b. Tafsîr Ibnu Katsîr
Dalam kitabnya Tafsîr al-Qur’ân al-’Adzîm, Imam Ibn Katsir
menjelaskan bahwa ayat ini merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya
yang menjelaskan tentang nasehat Luqman kepada anaknya. Sehingga
ayat ini mengandung makna bahwa Luqman mewasiatkan kepada
anaknya untuk ibadah kepada Allah saja dan tidak mensekutukan-Nya
dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Hal ini sebagaimana firman
Allah swt. dalam Q.S. al-Isrâ/17: 23,
25
kata wahnan ’alâ wahnin wa fishâluhû fî ’âmain, mengandung arti bahwa
pengorbanan, rasa kepayahan dan lelah yang dialami seorang ibu dalam
memelihara anaknya sangatlah panjang yang dimulai dari masa hamil
sampai melahirkan dan menyusuinya selama dua tahun. Hal ini Allah
sebutkan agar seorang anak dapat mengingat dan memahami kebaikan
orangtuanya yang diberikan pada masa kecilnya, sehingga ia
diperintahkan untuk berbakti kepadanya dan selalu mendo’akannya,
sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. al-Isrâ/17: 24,
c. Tafsir al-Qurthuby
Menurut al-Qurthuby, dalam menafsirkan Q.S. Luqmān ayat 13-14,
ada lima hal penting yang dapat dielaborasi dari ayat tersebut, adalah;
1) Ayat wawashshaina al-insâna biwâlidaihi dan setelahnya adalah
jumlah isti’radziyah untuk ayat sebelumnya yang berkaitan dengan
nasehat Luqman kepada anaknya. Sehingga dapat dipahami bahwa
Luqman menasehati anaknya dengan tidak mempersekutukan Allah
dengan yang lainnya dan tidak mentaati kedua orang tua dalam
kemusyrikan atau dalam mempersekutukan Allah. Sesungguhnya
Allah berwasiat kepada manusia agar mentaati kedua orang tua pada
perkara yang tidak mengandung unsur kemusyrikan. Dengan
demikian, ayat tersebut menerangkan bahwa ketaatan kepada kedua
orang tua tidak membolehkan untuk berbuat dosa besar ataupun
meninggalkan kewajiban, tetapi kwajiban mentaati kedua orang tua
hanya pada perkara-perkara yang mubah (boleh menurut agama), serta
diperbolehkan meninggalkan ketaatan/ibadah kepada Allah yang
bersifat mandûb (dianjurkan, sunnat), terlebih amalan mandûb
tersebut dapat dilakukan pada waktu yang lain.
2) Allah mendahulukan ibu di atas keutamaan bapak dengan
menyebutkan kata al-hamlu yang berarti mengandung, dan menyebut
kata rodho’ yang berarti menyusui. Dengan kedua peran dan
pengorbanan seorang ibu, kedudukan seorang ibu lebih tiga derajat
dibandingkan kedudukan seorang bapak yang hanya satu derajat atau
keutamaan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw. ketika ditanya oleh
seseorang.
26
َخَبَرنَا َب ْه ُز بْ ُن َح ِكي ٍم ٍِ
ْ َخَبَرنَا حَيْىَي بْ ُن َس عيد أ ْ َح َّد َثنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن بَ َّش ا ٍر أ
ال
َ َك ق َ َول اللَّ ِه َم ْن أ ََبُّر ق
َ ال أ َُّم َ ت يَا َر ُس ُ ال ُق ْل َ ََح َّدثَيِن أَيِب َع ْن َجدِّي ق
ت مُثَّ َم ْن
ُ ال ُق ْلَ َك ق َ ال أ َُّم
َ َت مُثَّ َم ْن قُ ال ُق ْل
َ َك ق َ ال أ َُّم
َ َت مُثَّ َم ْن ق ُ ُق ْل
.بَ ب فَاأْل َ ْقَر
َ اك مُثَّ اأْل َ ْقَر
َ َال مُثَّ أَب َ َق
3) Firman Allah ”wahnan ’alâ wahnin” berarti mengandung anaknya
dalam keadaan lemah, yang kelemahan ini makin hari makin
bertambah. Makna lainnya adalah wanita itu diciptakan dalam
keadaan lemah secara fisik dibanding dengan laki-laki dan ia
bertambah lemah ketika sedang hamil.
4) Ditinjau dari segi kwajiban memberi nafkah, masa menyusui itu
berlangsung selama dua tahun. Sedangkan dilihat dari segi hukum,
susu yang karenanya bisa menjadikan mahram bagi saudara
sesusunya, adalah masa maksimal dua tahun dan ketika seorang anak
itu disapih meskipun belum sampai dua tahun.
5) Kewajiban bersyukur kepada Allah dan bersyukur kepada kedua orang
tua, karena Allah telah memberi berbagai macam nikmat, terutama
nikmat iman, sehingga bersyukur dalam hal ini disebut dengan
bersyukur nikmat. Sedangkan bersyukur kepada orang tua itu karena
orang tua telah memberi nikmat pemeliharaan dan pengasuhan.
d. Tafsîr al-Marâghi
Menurut al-Maraghi ayat ini merupakan sisipan yang diletakkan
Allah ditengah nasehat Luqman. Menurutnya Allah Swt. menyebutkan
wasiat yang bersifat umum ditujukan kepada semua anak.Juga
mewasiatkan kepada mereka supaya memperlakukan orang tua mereka
dengan cara yang baik, dan selalu memelihara hak-haknya sebagai orang
tua. Hal itu sebagai balas jasa atas semua kebaikan dan nikmat yang telah
diberikan oleh kedua orang tua mereka. Sekalipun demikian dalam rangka
berbakti kepada kedua orang tua mereka, tidak boleh melanggar hak-hak
Allah swt. yakni mempersekutukan-Nya, sebagaimana dijelaskan pada
ayat 13.
Perintah berbakti kepada kedua orang tua, menurut Tafsir al-
Marâghi disebabkan karena: 1) kedua orang tua yang memberikan kasih
sayang pada anaknya dengan susah payah dalam memberikan kebaikan
pada Allah; 2) anak merupakan belahan jiwa dari orang tua; 3) orang tua
memberikan kebahagiaan kepada anak tatkala anak itu dalam keadaan
lemah dan tak berdaya; dan 4) orang tua merupakan sebab dzahiriyah
adanya anak, memeliharanya dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan.
Dalam berbakti kepada orang tua menurut al-Maraghi, bahwa yang
dijadikan pegangan adalah apa yang ada di dalam hati anak, berupa niat
untuk berbakti dan berbuat kebaikan dengan keikhlasan melakukannya,
dengan syarat kedua orang tua tidak membatasi kemerdekaan anak dalam
27
menjalankan urusan-urusan pribadi (privasi) atau rumah tangganya, dan
tidak pula dalam perbuatan-perbuatan khusus, berkaitan dengan agama
dan negaranya. Jika mereka ingin merampasnya dalam hal tersebut, tidak
ada kwajiban untuk mengikuti dan mentaati keinginan mereka.
e. Tafsîr al-Munīr
Menurut Wahbah Zuhaily dalam Tafsîr al-Munîr menjelaskan kata
Ma’ruf
wabilwâlidaini ihsânan, bahwa Allah telah memerintahkan kepada
menurut terminologi manusia dan mewajibkannya untuk berbakti kepada kedua orang tua dan
ushul fiqh disebut ‘urf, mentaati keduanya, menunaikan hak-haknya, terutama berbakti kepada
yaitu suatu kebaikan
dan kebiasaan yang
ibu; karena mengandungnya dalam kelelahan di atas kelelahan dari
berlaku di masyarakat mengandung sampai saatnya melahirkan, nifas, menyusui dan menyapih
dan dipandang baik. selama dua tahun, memeliharanya siang dan malam. Cara-cara ihsân
Meskipun tidak tertulis
dalam al-qur’an dan
kepada orang tua sebagaimana yang Allah jelaskan dalam Q.S. al-Isrâ/17:
Hadits, tetapi tidak 23-24. Untuk itulah beliau menjelaskan mengapa harus berbakti kepada
bertentangan dengan orang tua, alasannya adalah karena Allah adalah sebab hakiki bagi adanya
hukum syar’i maka
para fuqaha
manusia. Sementara kedua orang tua menjadi sebab lahiriyah bagi adanya
memandangnya anak-anak dan memeliharanya dengan kelembutan, kasih sayang dan
mubah. Sebagaimana keikhlasan. Bahkan dengan menukil pendapat Ibnu Arabi, Wahbah
sabda Nabi saw. ما رأه
المؤمنون حسنا فهو عند هللا
Zuhaily menjelaskan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua
( حسنLihat Abdul merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun agama yang diwajibkan,
Wahhab Khalaf, Ilmu baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Ushûl Fiqh. Al-
Jumhûriyah,
Selanjutnya beliau menjelaskan, bahwa batasan berbakti kepada
Indonesia, 2004, hlm. kedua orang tua adalah tidak boleh mentaati atau mengikuti keinginan
89). kedua orang tua, jika orang tua menyuruh mensekutukan dan maksiat
pada Allah sebagaimana sabda Nabi saw.
ِ ِِ
َ َّاعةَ يِف َم ْعصيَة اللَّه إِمَّنَا الط
اعةُ يِف الْ َم ْع ُروف َ َال اَل ط
َ ََوق
Secara bahasa al- Bergaul dengan keduanya di dunia dengan ”ma’ruf” yaitu berbuat
hikmah berarti baik kepada keduanya, mencukupi kebutuhan mereka, makan dan pakaian
ketepatan dalam mereka, merawat mereka di kala sakit, memakamkan keduanya ketika
ucapan dan amal (Lihat
Ali Ash-Shabuni, meninggal, dengan akhlak yang baik juga mengunjuginya, menerima dan
op.cit., Jilid 2, Dâr al- memuliakannya. termasuk mendoakannya. Dalam hal mendo’akan orang
Qalam, 1986, hlm. tua, Wahbah Zuhaily menjelaskan tafsirannya bahwa do’akan keduanya
491). Menurut ar-
Raghib, al-hikmah waktu hidup dengan memohon hidâyah dan irsyâd, dan memintakan
berarti mengetahui kepada keduanya rahmat, setelah beriman; apabila keduanya telah
perkara-perkara yang meninggal, maka dilarang memintakan ampun kepada Allah Swt. bagi
ada dan mengerjakan
hal-hal yang baik orang-orang musyrik yang telah meninggal walaupun orang tua atau
(Shihab al-Din al- kerabat. Sebagaiman firman Allah Swt. dalam QS. al-Taubah/9: 113,
Alusi, Rûh al-Ma’ânî,
jilid XI, Beirut, Dâr al-
Kutub al-Ilmiyyah,
1993, hlm. 82).
Menurut Mujahid, al-
hikmah adalah
pemahaman, akal, dan
kebenaran dalam ”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman
ucapan selain kenabian memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun
(Muhammad bin Jarîr
al-Thabary, op.cit
orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (Nya), sesudah jelas bagi
Jami’ al-Bayân fî
Ta’wîl al-Qur’ân,
Saudi Arabia,
Muassasah al-Risâlah,
2000.,juz xi, hlm. 208). 28
mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
jahanam”.
f. Tafsir al-Mishbâh
Secara komprehensif tafsir Q.S. Luqmān ayat 13-14 dijelaskan dalam
Tafsir Al-Mishbâh, karya agung M. Quraish Shihab. Menurut Quraish
Shihab, ayat ini dinilai oleh banyak ulama bukan bagian dari pengajaran
Luqmân kepada anaknya. Ia disisipkan al-Qur’an untuk menunjukkan
betapa penghormatan dan kebaktian kepada kedua orang tua menempati
tempat kedua setelah mengagungkan kepada Allah Swt. Memang al-
Qur’an sering kali menggandengkan perintah menyembah Allah dan
perintah berbakti kepada kedua orang tua (Lihat Q.S al-An’âm/6: 151 dan
al-Isrâ/17: 23-24). Kendati nasihat ini bukan nasihat Luqman, namun itu
tidak berarti bahwa beliau tidak menasehati anaknya dengan nasehat
serupa. Sementara Al-Biqâ’i menilainya sebagai lanjutan dari nasehat
Luqman yang oleh Allah diberi keistimewaan berupa “hikmah”.
Karenanya ada perbedaan pendapat di kalangan para mufassir, apakah
Luqman itu nabi atau bukan.
Ayat di atas (Q.S. Luqmān ayat 14) menurut Quraish Shihab tidak
menyebut jasa bapak, tetapi menekankan pada jasa ibu. Ini disebabkan
karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak oleh karena
kelemahan ibu, berbeda dengan bapak. Di sisi lain, ”peranan bapak”
dalam konteks kelahiran anak, lebih ringan dibanding dengan peranan
ibu. Setelah pembuahan, semua proses kelahiran anak dipikul sendirian
oleh ibu. Bukan hanya sampai masa kelahirannya, tetapi berlanjut dengan
penyusuan, bahkan lebih dari itu. Memang bapak pun bertanggung jawab
menyiapkan dan membantu ibu agar beban yang dipikulnya tidak terlalu
berat, tetapi ini tidak langsung menyentuh anak, berbeda dengan peranan
ibu. Betapapun peranan bapak tidak sebesar peranan ibu dalam proses
kelahiran anak, namun jasanya tidak diabaikan karena itu anak
berkewajiban berdo’a untuk bapaknya, sebagaimana berdo’a untuk
ibunya. Perhatikanlah do’a yang diajarkan al-Qur'an: Rabbi, Tuhanku !
Kasihilah keduanya disebabkan karena mereka berdua telah mendidik aku
di waktu kecil.” (Q.S al-Isrâ [17]: 24).
Firman-Nya : (ع امني )وفص اله يفartinya dan penyapiannya di dalam
dua tahun, mengisyaratkan betapa penyusuan ini bukan sekadar untuk
memelihara kelangsungan hidup anak, tetapi juga bahkan lebih-lebih
untuk menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang
prima. Terkait dengan ini, dalam Q.S. al-Baqarah/2: 233 ditegaskan
bahwa masa dua tahun adalah bagi siapa yang hendak menyempurnakan
penyusuan. Firman Allah yang dimaksud adalah:
29
”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”
30
beribadah kepada Allah (baik mahdhah maun ghoeru mahdhah) dan tidak
mempersekutukan-Nya. Kemudian berikutnya adalah perintah berbakti
pada kedua orang tua. Istilah yang digunakan untuk manunjuk kedua
orangtua adalah ( )الوالدين. Kata ini adalah bentuk dari kata ( )والدyang
biasa diterjemahkan bapak/ayah. Ada juga kata lain yng menunjuk pada
makna bapak/ayah, yakni kata ( )اب ام
ayah dan ( ) ibu. Akan tetapi
menurut Quraisy Shihab, kata wâlid digunakan secara khusus kepada
bapak/ayah kandung. Berbeda dengan kata abb atau umm yang digunakan
untuk ayah dan ibu kandung maupun bukan. Letak persamaannya antara
ibu secara umum dengan ibu kandung adalah dalam kwajiban
menghormati mereka, bukan dalam kebolehan bergaul sebagaimana
bergaul dengan ibu kandung.
Al-Qur’an menggunakan kata ( )احس اناsebanyak enam kali, lima
diantaranya dalam konteks berbakti kepada orang tua. Kata ( )حسنhusn
mencakup segala sesuatu yang menggembirakan dan disenangi.
“Hasanah” digunakan unuk menggambarkan apa yang menggembirakan
manusia karena perolehan nikmat, menyangkut diri, jasmani, dan
keadaannya. Demikian dirumuskan oleh pakar kosa kata al-Qur'an, ar-
Râghib al-Ashfahâni, sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab.
Menurut pakar tersebut, kata ( )احساناihsânâ mengandung makna dua
hal. Pertama, memberi nikmat kepada pihak lain, dan kedua perbuatan
baik, karena itu kata “ihsân” lebih luas dari sekedar memberi nikmat atau
nafkah. Maknanya bahkan lebih tinggi dan dalam daripada kandungan
makna adil, karena adil adalah memperlakukan orang lain sama dengan
perlakuannya kepada Anda. Sedang ”ihsân”, memperlakukannya lebih
baik dari perlakuannya terhadap Anda. Adil adalah mengambil semua hak
Anda dan atau memberi semua hak orang lain, sedang ihsân adalah
memberi lebih banyak daripada apa yang harus Anda memberi dan
mengambil lebih sedikit dari apa yang seharusnya Anda ambil. Karena itu
pula, Rasulullah saw. berpesan kepada seseorang: ”Engkau dan hartamu
adalah milik ayahmu” (HR. Abu Dawud). Baca pula Q.S. al-Baqarah/2:
125.
Sementara untuk perintah mendo’akan kedua orang tua menurut
Quraish Shihab menjelaskan dalam menggunakan alasan: ( ربي اين كم ا
)صغريا, dipahami oleh para ulama dalam arti disebabkan karena mereka
telah mendidikku waktu kecil bukan sebagaimana mereka mendidikku
waktu kecil. Jika Anda berkata sebagaimana, maka rahmat yang Anda
mohonkan itu adalah yang kwalitas dan kuantitasnya sama dengan apa
yang Anda peroleh dari keduanya. Adapun bila Anda berkata disebabkan
karena, maka limpahan rahmat yang anda mohonkan itu anda serahkan
kepada kemurahan Allah swt. dan ini akan melimpah jauh lebih banyak
31
dan besar daripada apa yang merka limpahkan kepada Anda. Hal ini
sangatlah wajar dilakukan anak, karena bukankah kita diperintahkan
untuk berbuat ihsân kepada mereka sebagai balas budi. Ihsân dimaksud
adalah: ”Memperlakukan pihak lain lebih baik dari perlakuannya terhadap
kita, memberi lebih banyak dari apa yang harus Anda beri, dan menerima
lebih sedikit, dari apa yang seharusnya anda terima”.
Artinya: ”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil
(yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah
kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin,
serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (Q.S. al-
Baqarah/2: 83)
32
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu
melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (Q.S. al-
Anbiya/21: 25).
Lebih lanjut Ibn Katsir menjelaskan bahwa itulah hak Allah Swt.
yang paling tinggi dan agung, yaitu hak untuk senantiasa diibadahi dan tidak
disekutukan dengan sesuatu apapun, lalu setelah itu hak antar sesama
makhluk. Hak antar makhluk yang paling ditekankan dan utama adalah hak
kedua orang tua. Oleh karena itu, Allah Ta’ala memadukan antara hak-Nya
dengan hak kedua orang tua, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S.
Luqmān/31: 14, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dalam Q.S. Luqmān /31: 14 hanya dijelaskan berbuat ihsan kepada
orang tua saja, sementara dalam Q.S. al-Baqarah/2: 83 lebih luas dan rinci
berbuat ihsan secara sistematis, baik yang terkait dengan hablumminallah
maupun habblummiannaas, yakni meliputi: tidak menyembah selain Allah,
dan berbuat baik kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin, serta mengucapkan kata-kata yang baik kepada manusia,
mendirikan shalat dan tunaikanlah zakat.
33
menjelaskan bahwa inilah pokok pertama janji, dipusatkan kepada Tauhid,
yang sampai sekarang masih terpancang dengan teguhnya dalam yang
dinamai Hukum Sepuluh di dalam Taurat.
Ibadah kepada Allah bisa dilakukan dalam empat hal:
1) Ibadah Fisik, misalnya : Salat, shaum (puasa), mengurus keluarga, dan
sejenisnya.
2) Ibadah Psikis, misalnya : Sabar, syukur, tawadhu’ (rendah hati),
3) Ibadah Harta, misalnya : Zakat, sodaqoh, infaq dst.
4) Ibadah ijtima’iyyah (gabungan) ketiga di atas, misalnya: ibadah haji.
34
bagi orang tua, kebetulan anak kita minta makanan itu, beritahu anak
tersebut bahwa makanan itu untuk nenek-kakek, tidak boleh dimakan
siapa-siapa. Sambil mengambilkan makanan untuk anak kita itu dari
tempat makanan yang lain. Jadi orang tua harus di utamakan.
Berbakti kepada kedua orang tua bisa juga dilakukan ketika orang tua
sudah wafat. Rasulullah saw. mengajarkan cara berbakti kepada orang tua
kita yang sudah meninggal dengan 4 hal;
1) Mensalatkannya ketika orang tua meninggal
2) Memohonkan ampunan kepada Allah Swt
3) Melaksanakan pesannya. (Misalnya pesan untuk selalu bersilaturahim
dengan saudara-saudara kita. Maka ketika si anak bersilaturahim
dengan saudara atau teman orang tua kita, berarti ia berbakti kepada
kedua orangtuanya yang sudah wafat).
4) Memuliakan sahabat dan kerabat orang tua yang sudah wafat.
35
Berbuat ihsan kepada anak yatim diajarkan oleh Allah Swt. Dengan
cara sebagai berikut;
1) Mendidik dengan baik, dengan didikan Islam, sekolah Islam atau
madrasah serta membiayainya. Anak yang tidak diajarkan agama,
maka ia sulit diharapkan menjadi anak yang saleh. Mungkin ia menjadi
anak cerdas, tetapi tidak saleh.
2) Memenuhi hak mereka. Karena mereka tidak punya ayah, maka
biasanya tidak ada yang menjamin makan-minumnya dan pakaian
serta tempat tinggalnya. Maka penuhilah kebutuhan hidup mereka
secara wajar. Paling tidak mereka dibantu sebagian keperluannya,
bayaran sekolahnya, atau bagian yang lain.
36
didiamkan saja, tetapi tegurlah dengan pantas. Yang berpengalaman
hendaklah mengajar yang bodoh. Yang kurang ilmu hendaklah menuntut
kepada yang pandai. Sehingga bersama-sama mencapai masyarakat yang
lebih baik.
Maksudnya, kita diajarkan agar bertutur kata kepada siapa saja
dengan kalimat-kalimat yang tidak menyakitkan. Kata-kata yang enak di
dengar, lembut dan menarik hati serta baik. Berbicaralah dengan orang
lain dengan tidak melukai hati atau menyinggung perasaan. Bertutur
mulia, intinya adalah kata-kata yang bermanfaat bagi agama, dunia dan
bermanfaat pula bagi akhirat.
37
karena melaksanakan perintah Allah swt, bukan karena pamrih lain.
Khusyu’ artinya serius, bersungguh-sungguh, tidak setengah-setengah.
2. Syarah hadis
Hadis yang mulia ini menunjukkan apa yang telah dijelaskan di atas
yaitu fadhilah dan kwajiban berbakti kepada orang tua. Dimana Rasulullah
saw. menjadikannya sebagai amalan yang paling afdhol setelah salat. Kalau
salat adalah ibadah agung yang berkaitan dengan hubungan hamba dengan
Sang Pencipta. Berbakti kepada kedua orang tua adalah ibadah yang
berkaitan dengan hubungan manusia dengan orang yang paling berjasa
kepadanya, yaitu kedua orang tua. Salat adalah hak Allah Swt. yang wajib
ditunaikan oleh hamba. Dan berbakti kepada orang tua adalah hak kedua
orang tua yang wajib ditunaikan oleh anak. Seperti di dalam dua ayat di atas,
Allah Ta’ala menyebutkan perintah berbakti kepada kedua orang tua setelah
perintah mentauhidkan-Nya.
Imam An-Nawawi ra berrkata, “Berbakti kepada kedua orang adalah
(dengan) berbuat baik kepada keduanya, mengerjakan yang bagus dan
menyenangkan keduanya. termasuk di dalamnya berbuat baik kepada teman
keduanya”. Sementara Syaikh Ibnu Utsaimin ra menjelaskan, “(Berbakti
kepada keduanya) adalah berbuat baik kepada keduanya dengan perkataan,
perbuatan dan harta sesuai dengan kemampuan”.
3. Kesimpulan Hadis
Dari hadis di atas dapat diambil kesimpulan hal-hal sebagai berikut;
38
a. Hadis ini adalah dalil bahwasanya salat adalah ibadah badaniyah yang
paling afdhol setelah syahadatain.
b. Hadis ini juga mendorong untuk mengerjakan salat pada waktunya. Imam
an-Nawawi menyebutkan, “Mungkin disimpulkan darinya; disukainya
mengerjakan di awal waktu, karena itu lebih berhati-hati dalam
menjaganya dan menyegerakannya”. bahkan bagi kaum pria yang
diwajibkan menghadiri salat berjama’ah di masjid memang harus
mengerjakannya diawal waktu. Karena salat berjama’ah di masjid
dilakukan di awal waktu.
c. Syaikh Ibnu Utsaimin ra. berkata, “Di dalam hadis ini ada dalil yang
menunjukkan keutamaan berbakti kepada kedua orangtua”.
d. Hadis ini menyebutkan beberapa amalan yang dicintai Allah Swt., ini
menandakan bahwa mengerjakan perintah Allah adalah syarat untuk
mendapatkan cinta Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya dalam hadis
Qudsi,
ْ ى ِم َّما ا ْفتَ َر
اU ِه َو َمUْتُهُ َعلَيUض َّ َ ْي ٍء أَ َحبُّ إِلU ِدي بِ َشUْي َعب َّ ََّب إِل
َ رUَا َ تَقUَو م
ُي باِلنَّ َوافِ ِل َحتَّى أُ ِحبَّه
َّ َيَ َزا ُل َع ْب ِدي يَتَقَرَّبُ إَل
“Dan tidaklah hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu
yang lebih Aku cintai dari pada apa-apa yang Aku fardhukan atasnya.
Dan hambaKu senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan ibadah-
ibadah nafilah sehingga Aku mencintaiNya …”(H.R. Turmuzi).
e. Di dalam hadis ini juga terkandung pengajaran bagi seorang mufti, ahli
ilmu dan guru agar bersabar terhadap orang yang bertanya atau muridnya
dan berlapang dalam menghadapinya, walaupun ia banyak bertanya.
f. Seorang murid juga hendaknya menimbang dan memperhatikan kondisi
dan maslahat gurunya. Ini disimpulkan dari perkataan Ibnu Mas’ud yang
tidak ingin menambah (pertanyaan), karena tidak ingin membebaninya dan
ia berkata : kalau aku menambahkan lagi beliau pasti menambahkannya.
g. Bentuk-bentuk berbakti kepada orangtua;
1) Melakukan kebaikan untuknya, menjaga hubungan dengannya dan
bergaul dengannya dengan akhlak yang baik.
2) Tidak seyogyanya anak merasa kesal dan sakit hati kepada orang tua.
3) Tidak mengeraskan suara atau memotong pembicaraannya, tidak
berdebat dengannya, dan tidak berdusta kepadanya. Tidak menganggu
istirahatnya dan merendahkan diri di hadapannya serta
mendahulukannya dalam berbicara maupun berjalan sebagai
penghormatan dan memuliakan kedudukannya yang tinggi.
4) Berterima kasih kepadanya dan mendo’akannya sesuai firman Allah
Swt.
39
ْ َوقُل َّر ِّب
َ Rار َح ْم ُه َما َك َما َربَّيَانِي
ص ِغي ًرا
“Dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil” (Q.S.
al-Isrā/17: 24)
5) Mendahulukan dan melebihkan berbakti kepada ibu, karena jasanya
yang tak terhingga kepada anak, mulai dari mengandung, melahirkan
menyusui dan mendidiknya hingga besar.
6) Mendahului dan menyegerakan keinginan dan permintaannya.
7) Merawat dan menjaganya khususnya ketika orang tua telah usia lanjut.
8) Memberi nafkah kepadanya, jika ia membutuhkan, Allah Swt.
berfirman,
قُ ْل َما أَنفَ ْقتُم ِّمنْ َخ ْي ٍر فَلِ ْل َوالِ َد ْي ِن َواألَ ْق َربِي
“Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendakla
diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat” (Q.S. al-Baqarah/2:
215).
9) Meminta izin kepada keduanya sebelum safar (bepergian) dan
meminta restunya, kecuali dalam haji yang fardhu. al-Qurthuby
berkata, “Termasuk berbuat baik dan bakti kepada keduanya, apabila
jihad tidak fardhu ‘ain tidak boleh berjihad kecuali dengan izin
keduanya”.
10) Mendoakannya setelah ia wafat, menunaikan wasiatnya dan berbuat
baik kepada teman-temannya.
40
b. Kesimpulan Hadis (Makna Ihsān)
Para Ulama’ menjelaskan bahwa ihsān diterapkan pada 2 hal;
1) Ihsan dalam beribadah kepada Allah, yaitu:
ََأ ْن تَ ْع ُبدَ اهَّلل َ َأَكن ََّك تَ َرا ُه فَ ْن ل َ ْم تَ ُك ْن تَ َرا ُه فَ ن َّ ُه يَ َراك
ِإ
“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatnya. Jika
ِإ
engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya Allah melihatmu (H.R. al-
Bukhari dan Muslim).
Ihsān kepada Allah dalam beribadah ini terbagi menjadi 2:
a) Maqāmul Musyāhadah: beribadah seakan-akan menyaksikan Allah.
Seorang manusia di dunia tidak akan bisa melihat Allah dalam
keadaan terjaga. Ia hanya bisa menyaksikan Allah dengan mata kepala
langsung kelak di akhirat (surga). Namun, dengan penghambaan dan
keyakinan yang tinggi, ia beribadah sehingga seakan-akan
menyaksikan sesuatu yang ghaib menjadi nyata. Ia merasa beribadah
dengan berdiri di hadapan Allah dan melihat-Nya. Sebagian Ulama’
menyatakan: seakan-akan ia menyaksikan Allah dengan hatinya.Pada
tingkatan ini perasaan yang menonjol adalah perasaan cinta dan
pengagungan terhadap Allah.
b) Maqāmul murāqobah: beribadah dengan perasaan selalu diawasi oleh
Allah.
Pada tingkatan ini perasaan yang menonjol adalah perasaan
menghinakan diri dan takut kepada Allah. Tingkatan yang pertama
(maqāmul musyāhadah) lebih tinggi kedudukannya dibandingkan
tingkatan yang kedua (maqāmul murāqobah).
َح َّدثَنَا ُم َح َّمدُ ْب ُن ب َ َّش ٍار َأ ْخرَب َ اَن حَي ْ ىَي ْب ُن َس ِعي ٍد َأ ْخرَب َ اَن هَب ْ ُز ْب ُن َح ِك ٍمي
َح َّدثَيِن َأيِب َع ْن َج ِّدي قَ ا َل قُلْ ُت اَي َر ُس و َل اهَّلل ِ َم ْن َأبَ ُّر قَ ا َل ُأ َّم َك قَ ا َل
َّ قُلْ ُت مُث َّ َم ْن قَا َل ُأ َّم َك قَا َل قُلْ ُت مُث َّ َم ْن قَا َل ُأ َّم َك قَا َل قُلْ ُت مُث َّ َم ْن قَا َل مُث
.َأاَب كَ مُث َّ اَأْل ْق َر َب فَاَأْل ْق َر َب
Artinya: “Ada seseorang bertanya, ‘Ya Rasulullah, kepada siapa aku harus
berbakti’? ‘Ibumu’, jawab Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Lalu siapa
41
lagi’? tanyanya. ‘Ibumu’, ujar beliau. ‘Kemudian siapa lagi’? lanjutnya. Beliau
menjawab, ‘Kepada bapakmu, kemudian kepada orang yang terdekat
denganmu, lalu orang yang terdekat denganmu lagi.’ (H.R. Turmudzi).
42