Anda di halaman 1dari 5

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/357015513

HUBUNGAN SOSIO ANTROPOLOGI KESEHATAN, BUDAYA DAN GIZI

Preprint · December 2021

CITATIONS READS

0 4,492

1 author:

Ilham Ilham
Universitas Islam Negeri Alauddin
17 PUBLICATIONS   56 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ilham Ilham on 14 December 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


HUBUNGAN SOSIO ANTROPOLOGI KESEHATAN, BUDAYA DAN GIZI
SOSIO ANTROPOLOGI KESEHATAN
ILHAM (70200121087)

ARTICLE INFO ABSTRACT

Budaya Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa


Keyword: Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari
Gizi, buddhi, diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
budaya, manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultur yang berasal dari
masyarakat, bahasa Latin yaitu cultura
makanan, Budaya sangat memberikan pengaruh besar terhadap konidisi
pola asuh kesehatan suatu daerah, dalam tulisan ini akan dimuat mengenai pola
budaya terhadap mkanan, sistem budaya terhadap makanan, masalah
budaya terhadap gizi, mengatasi masalah budaya maknan dan
kesehatan yang mempengaruhi status gizi.
*) corresponding author
Mahasiswa, Fakultas
Kedokteran, dan ilmu
kesehatan, jurusan
kesehatan masyarakat UIN
Alauddin Makassar

1. Pola gizi, budaya dan kesehatan

A. Pengaruh budaya terhadap kesehatan


Gizi dan kesehatan adalah kebutuhan oleh seluruh manusia atau individu dari segala latar belakang dan
status sosial serta usia. Dimana gizi diperoleh dari sumber makanan dan pangan baik itu berkualitas dan tidak
berkualitas, namun sebelum itu budaya sangat berpengaruh dalam lini kehidupan manusia dan dampaknya tak
bisa kita pungkiri sampai ke kesehatan kita sendiri.
Dalam penelitian yang berjudul ‘’Budaya adat dan ritual khusus yang berkaitan dengan kesehatan Suku
Bugis Indonesia’’ (Cultural traditional and special rituals related to the health in Bugis Ethnics Indonesia)
dijelaskan mengenai suku kajang yang memiliki ritual adat atau budaya yang mempengaruhi kesehatahan,
dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa “Dalam suku Ammatoa Kajang terdapat 4 ritual khusus yang
berhubungan dengan kesehatan, yaitu Panganro ( keselamatan dunia dan akhirat dan wabah penyakit),
Andingingi (menghindari bencana), Allisa'Ere Tallasa(kesehatan dan keselamatan anak), dan Abbol simaja
(penyembuhan penyakit pada anak). Suku Towani Tolotang memilikiPerrynyameng upacara, Sipulung ritual
yang bertujuan untuk meminta perlindungan, kebahagiaan, dan kesehatan. Atraksi Massempe untuk menguji
kekuatan kaki pada anak” (In the Ammatoa Kajang tribe,there are 4 special rituals related to health, namely
Panganro (safety of the world and the hereafter and disease outbreaks), Andingingi (avoiding disasters),
Allisa’Ere Tallasa (health and safety of children), and Abbole simaja (healing of diseases in children). The
Towani Tolotang tribe has a Perrynyameng ritual, Sipulung ritual which aims to ask for protection, happiness,
and health. Massempe attractions to test leg strength in children).1 Pada penelitian tersebut kita dapat melihat
bahwa budaya yang ada di masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan di masyarakat itu sendiri baik dari
segi sosial dan kesehatan.

B. Pola budaya terhadap makanan


Makanan merupakan produk pangan yang dihasilkan dari budaya cocok tanam di suatu daerah yang
menghasilkan produk. Makan itu sendiri merupakan hak asasi manusia yang paling mendasar, pola budaya juga
sangat berpengaruh terhadap pemilihan pangan, bahan makanan dan makanan untuk di konsumtif. Contoh jika
ditinjau dari studi komparatif disitiap daerah, daerah NTT dan Papua cenderung mengandalkan sagu sebagai
bahan makanan pokok sehari hari, jikakita bandingkan dengan pulau jawa dan sulawesi selatan padi yang diolah
menjadi nasi merupakan bahan makanan pokok yang diunggulkan. Dalam hal ini budaya memberikan peranan
yang sangat besar dalam kepercayaan pemilihan suatu bahan pokok pangan, selain dari itu cita rasa juga dapat
dipengaruhi budaya atau kebiasaan masyarakat, contoh daerah sumatra seperti masakan padang cenderung lebih
berminyak dan pedis dibandingkan dengan pulau jawa dengan makanan yang diidentik manis.

2. Sistem budaya terhadap makanan


Sistem Nilai Budaya, Pandangan Hidup, dan Ideologi. Sistem budaya merupakan tingkatan tingkat yang
paling tinggi dan abstrak dalam adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan
konsepkonsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat
mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi
sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri.
Nilai-nilai budaya ini bersifat umum, luas dan tak konkret maka nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan
tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu yang singkat. Dalam masyarakat ada
sejumlah nilai budaya yang satu dan yang lain berkaitan satu sama lain sehingga merupakan suatu sistem, dan
sistem itu sebagai suatu pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat
terhadap arah kehidupan masyarakat.2
Sistem budaya dapat dinilai sebagai pandangan hidup masyarakat, pantangan dan kesakralan terhadap
sesuatu permasalaha. Jika dikaitkan dengan gizi dan kesehatan tanpa kita sadari ada beberapa pandangan dan
kepercayaan masyarakat dalam larang mengkonsumsi suatu makanan yang dianggapnya sakral dan pantang
untuk dikonsumsi, contohnya saja larangan memakan daun kelor di suku jawa, larangan memakan ikan bagi ibu
hamil dikhawatirkan anak terlahir dengan bau amis dan beberapa kepercayan lainnya yang ada di Indonesia.
Bukan hanay sekedar kepercayaan namun beberapa ritual ada juga yang menggunakan bahan makanan dengan
nilai gizi tinggi dan spesifikasi tingi tapi terdapat larang untuk dikonsumsi juga termasuk dalam sistem
kebudayaan terhadap makanan.
selain dari itu, terkadang dalam budaya kebiasaan masyarakat mengelompokkan dan mengistimewakan
suatu gender juga merupakan suatu sistem budaya terhadap maknan, contohnya dalam lingkungan keluarga
sang ayah akan didahulukan makan terlebih dahulu dibandingkan sang anak dan istri, hal tersebut tanpa kita
sadari menyebabkan tidak meratanya konsumsi asupan gizi dalam keluarga, dimana sang ayah akan
mendapatkan bagian bergizi sedangkan sang anak akan memakan makanan yang disisakan ayahnya. Sedangkan
kita ketahui bersama bahwa anak anak adalah masa pertumbuhan yang sangat singkat namun sangat berharga,
asupan gizi sangatlah berpengaruh terhadap status gizi dan pertumbuhan sang anak. Hal ini juga dapat kita sebut
dengan pola asuh, dimana dalam jurnal yang berjudul “Hubungan Sosial Budaya Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun 2020”
(Pola asuh ibu memiliki peran dalam kejadia stunting pada balita karena asupan makanan pada balita
sepenuhnya diatur oleh ibunya. Ibu dengan pola asuh baik akan cenderung memiliki balita dengan status gizi
yang lebih baik daripada ibu dengan pola asuh yang kurang.) pola asuh juga memberikan dampak yang besar
terhadap perbaikan dan asupan gizi anak. 3 Contoh lain yang dapat kita lihat pada pola asuh ialah, dipekotaan
para ibu wanita karir akan sibu dengan bekerja dan bahkan tidak sempat meberikan ASI untuk sang anak.

1
Satrianegara dkk., “Cultural Traditional and Special Rituals Related to the Health in Bugis Ethnics Indonesia.”
2
La Banudi dan Imanuddin, SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI GIZI.
3
Damayanti, “Hubungan Sosial Budaya Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa Bone-Bone
Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun 2020.”
3. Masalah budaya terhadap gizi
1. Pola makan yang tabu akan menyebabkan mall nutrisi terutama pada ibu menyusui, ibu hamil, anak
anak, Balita dan Manula
2. Mall nutrisi
3. Anggapan remeh terhadap gizi makro
4. Pantangan dalam suatu ritual adat terhadap bahan pangan dan makanan tinggi gizi
5. Padangan gender tentang konsumsi makanan
6. Status sosial yang mengsugesti diri sendiri bahwa hanya kalangan menengah atas yang bisa
mengkonsumsi makanan gizi, sedangkan kalangan bawah cukup dengan makanan sederhana dan rendah
gizi
7. Gizi mikro yang cenderung dianggap remeh dan disepelakan masyarakat
8. Perubahan kebudayaan yang dialami seseorang dilingkungan yang baru, contoh Gen-Z yang berkuliah
di kota merasa gengsi jika makan di warteg, dan merasa keren jika di restoran makanan cepat saji.
4. Mengatasi masalah budaya terhadap makanan dan kesehatan
1. Perlunya kemampuan memanfaatkan masyarakat lokak sesuai dengan kearifan dan kecerdasan lokal
dengan cara : melihat sumber daya alam dan potensi pangan daerahnya, perbaikan struktur sosial
masyarakat terhadap pemahaman pangan, makanan dan gizi
2. Perbaikan gizi keluarga
3. Perbaikan budaya masyarakat pengaruh utama yaitu gender (kesetaraan gender)
4. Sosialisasi dan pendekatan persuasif mengenai budaya,kesehatan dan gizi
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Riska. “Hubungan Sosial Budaya Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa
Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun 2020.” Preprint. Open Science Framework,
6 Oktober 2021. https://doi.org/10.31219/osf.io/2m75g.
Dr. Padoli,Skp.,M.Kes>. “mikrobiologi dan parasitologi keperawatan,” t.t.
La Banudi dan Imanuddin. SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI GIZI. Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES),
2017.
Satrianegara, M. Fais, Hamdan Juhannis, Abd. Madjid H.R. Lagu, Habibi, Sukfitrianty, dan Syamsul Alam.
“Cultural Traditional and Special Rituals Related to the Health in Bugis Ethnics Indonesia.” Gaceta
Sanitaria 35 (2021): S56–58. https://doi.org/10.1016/j.gaceta.2020.12.016.

Ilham-70200121087
Hubungan sosio antropologi kesehatan, budaya dan gizi

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai