Anda di halaman 1dari 17

MAKANAN : MAKNA BUDAYA DAN KESEHATAN

Dosen Pengampu: Drs. Argyo Demartoto, M.Si

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

SURAKARTA

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap makhluk hidup membutuhkan makan. Sebagai makluk manusia


juga membutuhkan makanan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Oleh karena itu setiap orang akan senantiasa berfusaha mencari makanan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kelompok tertentu berpendirian bahwa hakekat hidup adalah bekerja


untuk mencari makanan sehingga wajar bahwa kelompok darwini mengatakan
bahwa perjuangan hidup adalah perjuangan untuk mendapatkan makanan, hanya
mereka yang mampu mendapatkan akses makana sajalah yang dapat
mempertahankan hak hidupnya, sementara orang yang tidak mendapatkan akses
pada makana dia akan mengalami keterselisihan dari kehidupan ini.

Dengan menggunakan perspektif ini, fungsi makan ( lebih luasnya yaitu


komoditas ekonomi) adalah alat selektor bagi kelangsungan hidup manusia , atau
pola makanan menjadi alat alamiah yang menyeleksi manusia atau
pengelompokan manusia menjadi orang kaya dan orang miskin, jenis makanan
mengelompokkan manusia modern dan orang tradisional, serta perbedaan gaya
hidup.

Berdasarkan pertimbangan ini keberadaan makanan ternyata memberikan


warna warni kehidupan yang berada antara satu kelompok dengan kelompok yang
lainya , makanan bukan lagi sekedar benda ekonomi yang hampa makna, makanan
justru merupakan intesitas yang tumbuh dan erkembang dalam tatanan kehidupan
manusia. Dengan kata lain bila di kaitkan dengan kontekx sosial budaya maka
makanan itu ternyata mengandung makna yang lebih luas di bandi gkan sekedar
bahan komsumsi manusia.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan makna budaya dalam makanan ?
2. Apa yang dimaksud dengan makanan dan identitas budaya ?
3. Apa yang dimaksud dengan nilai dan norma dalam makanan ?
4. Bagaiamana pola hubungan antara makanan dan kesehatan ?

C. Tujuan
1. Dapat memahami konsep makanan : makna budaya dan kesehatan
2. Dapat memahami tentang makanan sebagai identitas budaya
3. Mengetahui nilai dan norma dalam makanan
4. Dapat memahami pola hubungan anatara makanan dan kesehatan

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah cara pandang seseorang mengenai suatu hal. Dalam


sumber lain, menyatakan bahwa persepsi adalah proses internal dalam diri
seseorang yang dilakukan untuk memilih, mengorganisir, dan mengevaluasi
rangsangan dari luar.
Dalam pengertian yang sederhana, persepsi adalah dimana setiap individu
memilihmengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan (stimuli) yang berasal
dari dunia luar.Persepsi adalah proses dimana kita mempertahankan hubungan
dengan dunia dilingkungankita, karena kita biasanya mampu mendengarkan,
melihat mencium, menyentuh dan merasa.Kita dapat menyadari apa yang terjadi
di luar kita sebenarnya apa yang kita lakukan adalahmenciptakan citra dari segi
fisik dan objek sosial serta peristiwa yang kita temukan dalamlingkungan.Dengan
kata lain, persepsi adalah sebuah proses internal dikarenakan pergantianenergi-
energi yang berasal dari dalam sekitar menjadi pengalaman yang penuh arti .

B. Pengertian Budaya

Budaya adalah gagasan, ide, norma, yang dimiliki oleh manusia dan
diturunkan dari generasi ke generasi, untuk memenuhi dan mengatur kehidupan
manusia.

C. Makanan sehat

Makanan sehat adalah dengan meramu berbagai jenis makanan yang


seimbang, sehingga terpenuhi seluruh kebutuhan gizi bagi tubuh dan mampu
dirasakan secara fisik dan mental.

Menurut Hulme, “makanan sehat” adalah makanan dalam arti yang


sesungguhnya dan mampu menikmati makanan tersebut. Makanan yang sehat
harus terdiri dari makanan utama dan makanan penunjang. Makanan sehat

4
tersebut juga dikenal dengan istilah 4 dan 5 sempurna, tetapi kepopulerannya
sudah mulai memudar karena berbagai alasan. Makan dengan lauk pauk tahu,
tempe, sepotong daging, dan serta mangkuk sayur masih belum cukup memenuhi
kebutuhan gizi. Bila dilihat, menu makan tersebut sudah dianggap memenuhi
kebutuhan kalori dan protein, tetapi apakah di dalamnya sudah tercakup nutrisi
lain yang diperluhkan tubuh.

D. Pengertian nilai sosial

Nilai sosial adalah sekelompok ukuran, patokan-patokan, keyakinan, atau


anggapan yang hidup dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat tertentu.
sekelompok keyakinan-keyakinan tersebut dianut oleh banyak orang di dalam
komunitasnya, dan memuat mengenai apa yang beanr, apa yang salah, dan apa
yang pantas untuk dilakukan serta yang tidak pantas untuk dilakukan di dalam
kehidupan sehari-hari.

Nilai sosial sebenarnya merupakan proses pembenaran daripada kehendak


masyarakat di dalam kelompok hidupnya mengenai sesuatu yang dianggap benar
dan baik untuk dijalankan. Nilai-nilai sosial yang berkembang di dalam kehidupan
masyarakat Indonesia berasal dari 3 aspek, yaitu agama (Tuhan), masyarakat, dan
individu.

Robert M. Z. Lawang

Nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga dan
memengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai sosial itu.

5
BAB III

PEMBAHASAN

A. PERSEPSI BUDAYA DAN MAKANAN

Dalam catatan antropologi peradapan manusia di bedakan berdasarkan


mata pencaharian masyarakat : tahap pertama (gelombang atau hidup pertama) di
tandai dengan adanya peradapan manusia yang di dominasi oleh tradisi memburu
dan meramu. Pola konsumsi manusia pada masa itu dengan makan makananhasil
ramuan bahan tumbuhan yang di kumpulkan dari hutan dan atau memakan hasil
hutan (hewan atau Tumbuhan) yang di buru kemudian di bakar.

Setelah terjadi revolusi atau gelombang peradapan yang pertama manusia


beranjak pada tahapan agrikultur. Mata pencaharian manusia sudah bukan lagi
memburu dan meramu , melainkan sudah bercocok tanam, pada tahap ini pola dan
jenis makanan yang di konsumsi pun adalah makanan hasil olahan, Setiap
manusia memiliki persepsi yang berbeda mengenai benda yang di konsumsi .
perbedaan persepsi ini sangat di pengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang
berlaku di masyarakat. Contohnya i negara industri maju konsumsi garam relatif
tinggi( kira-kira 10-12g sehari atau setara dengan 2-2,5 sendok teh sehari).
Padahal kebutuhan tubuh seseorang hanya sekitar 5-7,5g sehari bergantung pada
usia. National Academy of Science (NAS) memperkirakan bahwa jumlah garam
dapur yang aman dan layak konsumsi setiap hari ialah 2,75-3,25g per orang.

Pola makan seperti ini di duga ada kaitannya dengan tingginya penderita
stroke hal ini terkait dengan adanya tren penurunan penderita stroke di AS dan
eropa dalam 50 tahun terakhir seiring dengan kebiasaan masyarakat negara maju
memasukka makanan ke dalam lemari es untuk sarapan esok daripada makanan
kalengan atau awetan yang memiliki kadar garam tinggi pada konteks inilah pola
dan bahan makanan merupakan sebagian dari ciri pendukung dari perkembangan
dan peradapan manusia.

Contoh mengenai persepsi budaya dan makanan ini dapat di temukan pula
dalam tanggapanya terhadap daging tikus. Bulan januari 2006 masyarakat

6
indonesia di gemparkan oleh adanya isu bakso yang di campur dengan daging
tikus, isu ini merebak di saat masyarakat kecil sedang mengalami kesulitan
ekonomi yang akut dan berbagai faktor rill pun terganggu . Bukan hanya para
pengusaha besar yang berbasiskan bahan baku impor tetapi kalangan pedagang
bakso pun turut merasakan adanya krisis ekonomi nasional yang berkepanjangan.

Para pedagang bakso ini secar terang mengaku bahwa harga daging sapi
sangat mahal sementara harga bakso tidak naik secara nyata. Untuk mengelabuhi
pembeli supaya tidak jijik makan daging bakso tikus, maka ketika di masak
penjual menggunakan bumbu yang sangat banyak sehingga tidak tercium bau
yang tidak sedap. Bahkan pedagan sendiripun merasa kesulitan untuk
membedakan mana dagi bakso, dan mana daging sapi. Uniknya suku Urula
sebagian besar suku ini merasa bahwa daging tikus itu layak untuk di konsumsi,
sehingga mereka akan memburu tikus sampai kelubangnya dan jika mereka
menemukan sisah biji-bijian atau padi yang di konsumsi tikus tersebut maka
mereka pun akan membawa pulang biji-bijian itu dan memasaknya, dengan kata
lain selain mengkonsumsi daging tikus tersebut mereka juga akan mengkonsumsi
makan sisah tikus tersebut.

Hal menarik pula terjdi dalam konsumsi dagun ganja bagi masyarakat
indonesia pada umumnya, daun ganjah masih di persepsikan sebagai salah satu
daun psikotropika yang dapat memabukkan, sementara mengkonsumsi hal atau
sesuatu yang memabukkan adalah tindakan terlarang.

Namun berbeda dengan masyarakat Aceh. Sebagai propinsi yang


mayoritas penduduknya adalah beragama islam, telah sejak lama menjadikan
ganja sebagai penyedap sayuran dan tidak pernah mempresepsikannya sebagai
makanan terlarang. Kemudian dapat di jelaskan bahwa kedua masyarakat yang
berbeda pandang itu sesungguhnya menggunakan patokan nilai dan norma yang
berlaku untuk mempersiapkan makanan. Khusus untuk kasus daun ganja ini, ada
perbedaan sudut pandang. Kelompok pertama memandang daunganja sebagai
sesuatu yang haram karna termasuk psikotropika yaitu pada saan memperlakukan
daun ganjah untuk di hisap. Daun ganja yang di bakar dan kemudian asapnya
dihisap ini dapat menyebabkan orang mabuk . pada konteks inilah maka daun

7
ganja menjadi makanan yang terlarang. Masyarakat tuban-mataram, minum tuak
merupakan bagian dari konsumsi harian. Demikian juga pada masyarakat
Tiongkok mereka menggunakan tuak sebagai bahan konsumsi harian. Namun bagi
kelompok luar masyarakat itu, ada yang mempresepsikan tuak sebagai makanan
yang dilarang oleh agama.

B. MAKANAN DAN IDENTITAS BUDAYA

Melanjutkan kajian tersebut maka telaah mengenai makanan dari sebuah


makna budaya Menjadi sangat penting, untuk di pahami dari berbagai kalangan.
Selain dapat bermanfaat untuk mengembangkan sikap bijak terhadap persepsi
masyarakat lain, juga untuk menghindari gizi buruk akibat adanya kesalahan
persepsi masyarakat lain, juga untuk menghindari gizi buruk akibat adanya
kesalahan presepsi terhadap satu jenis makana tertentu. Terkait dengan masalah
ini, ada beberapa nilai budaya yang perlu di perhatikan.

a. Kebutuhan Fisiologis

David morely adalah orang pertama yang memperkenalkan kegunaan


grafik tumbuh kembang fisik anak sebagai alat untuk memantau secara
longitudinal kecukupan giji anak dan mulai diadopsi di Indonesia sejaak tahun
1974 dengan sebutan kartu menuju sehat (KMS).

Setiap tahap tumbuh kembang anak membutuhkan asupan gizi yang


berbeda. Oleh karena itu setiap orang tuaatau tenaga medis perlu memperhatikan
aspek asupan gizi ,bagi setiap tahap tumbuh kembang anak. Untuk sekedar
contoh. Kebutuhan akan garam dapur mengandung sodium dan (NaCl). Unsur
sodium sangat penting untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh . selain
bertugas dalam transmisi saraf dan kerja otot.

Kita boleh tidak makan garam, asal ada sodium dalam menu harian banyak
menu harian. Banyak menu harian yang menyimpang sofium dan itu sudah bisa
mencukupi kebutuhan tubuh. Namun, karena sodium yang secara alami
terkandung dalam bahan makanan tidak berkaitan dengan (NaCl), tak member cita
rasa asin pada lidah kita. Itu berarti, kendati menu yang dikonsumsi tampa garam

8
atau tak bercita rasa asin, tidak bermakna tubuh tak memperoleh kecukupan
sodium. Walaupun tidak terasa asin, daging sapi sarden, keju, roti jagung dan
keripik kentang kaya unsur sodium. Demikian pula kebanyakan menu harian
orang Eskimo, dayak, dan india yang tidak asin namun tubuh tidak kekurangan
sodium. Tubuh membutuhkan kurang dari 7 gram garam dapur sehari atau setara
dengan 3000mg sodium . kebanyakan menu harian kita berlipat lipat kali lebih
banyak dari itu.

Kesimpulan pemikiran ini menekankan bahwa mengkomsumsi makanan


bertujuan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan fisiologi seseorang.
Oleh karena itu, usaha menjaga keseimbangan Gizi dan mengkonsumsi makanan
4 sehat 5 sempurna merupakan usaha untuk mendukung pada tujuan makana dari
sisi Fisiologis.

b. Makan Sebagai Identitas Kelompok

Nasi adalah salah satu komuditas manakan utama bagi masyrakat sunda
jawa, sementara jagung menjadi komoditas manakan utama bagi masyarakat
Madura. Bagi orang barat, mereka tidak membutuhkan nasi setelah
mengkonsumsi Roti, karena Roti merupakan makana utama bagi budaya barat.
Persepsi dan penilaian seperti ini merupakan makna makana sebagi budaya utama
sebuah masyarakat. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila orang sunda,
kendati sudah makan roti kadang kala masih berkata belum makan karenan
dirinya belum menyantap nasi.

Karena adanya kesangsian terhadap makanan hasil olahan atau makana


instan, banyak diantara masyarakat kota, yang sudah mulai berpindah ke tradisi
Vegetarian. Bagi kelompok “gank”menghirup ganja, narkoba merupakan cirri
kelompoknya. Kacang di identikan sebagai makanan yang bisa menemani orang
untuk nonton sepakbola. Merekok menjadi teman untuk menghadirkan inspirasi
atau kreatifitas bagi sebagian orang. Pemahaman dan presepsi seperti ini lebih
merupakan sebuah presepsi budaya tandagan atau ( Counter-Culture ) terhadap
budaya dominan.

9
Pandangan sejalan dengan pandangan tri- energinetik yang memberikan
penekanan pentingnya energy tubuh atau gerakan dalam membangun Jiwa dan
pribadi yang sehat. Pada konteks inilah , makana merupakan bagian dari
kebutuhan medis.

c. Makanan Sebagai Nilai Sakral

Diluar makna budaya dalam kehidupan masyarakat indonesia makanan pun


ada yang mengandung nilai sakral dan ada yang mengandung nilai profan. Khusus
untuk makanan yang memiliki nilai sakral, diantaranya dapat ditemukan dalam
beberapa agama atau budaya daerah indonesia.

Daging kambing kurban dan beras zakat merupakan makanan sakral dalam
kehidupan bagi kalangan muslim. Kue sakramen merupakan makanan sakral bagi
kalangan nasrani. Sapi adalah hewan sakral bagi masyarakat hindu. Rokok cerutu
merupakan komoditas sakral bagi masyarakat jawa karena biasa digunakan
sebagai bagian dari sesaji bagi nenek moyangnya.

Bagi masyarakat islam, mengkonsumsi makanan ini, tidak cukup hanya


dengan memenuhi syarat bersih (thayyib), tetapi juga harus memenuhi syarat
halal, artinya cara mendapatkan dan cara mengelolahnya sesuai dengan aturan dan
norma yang ditentukkan oleh ajaran agama. Dengan demikian, bagi masyarakat
islam mengonsumsi makanan merupakan bagian dari praktik agama itu sendiri.
Inilah yang dimaksudkan dengan makanan mengandung nilai sakral.

Dalam tradisi jawa ada ritual memakan makanan tertentu yang terbiasa
muncul dalam ritual keyakinannya. Mutih adalahritual makan orang jawa untuk
mengonsumsi yang tidak berasa (tawar) dalam rangka melakukkan tirakat atau
penyucian batin untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kasus lain, kelompok
pencari kedigjayaan (Istilah jawa “Ngilmu”) ada yang mensyaratkan makan
bangkai – misalnya bangkai manusia – sebagai lelaku untuk mendapatkan ilmu
“ngilmu” tersebut.

10
d. Makanan Sebagai Keunggulan Etnik

Bila orang mendengar kata gudeg, maka akan terbayang kota yogyakarta.
Mendengar kata pizza akan terbayang italia. Mendengar kata dodol dan jeruk
terbayang kota garut. Tetapi bila mendengar kata jeruk bangkok, ayam bangkok
sudah tau akan terbayang Bangkok – Thailand.

Contoh tersebut menunjukkan bahwa makanan merupakan unsur budaya


yang membawa makna budaya komunitasnya. Di dalam makanan itu, orang tidak
hanya mengonsumsi material makanannya melainkan “mengonsumsi” kreativitas
dan keagungan nilai budaya. Tidak mengherankan bila ada orang yang makan
tahu sumedang serasa hampa makna bila tahu itu dibeli diluar sumedang dan
dirinya pun tidak pergi ke Sumedang. Begitu pula sebaliknya, masyarakat akan
memiliki kebanggaan tertentu bila mengonsumsi moci yang dibeli asli dari
Cianjur.

Makanan adalah ikon keunggulan budaya masyarakat, Semakin variatif


makanan itu dikenal publik semakin tinggi apresiasi masyarakat terhadap daerah
itu. Semakin luas distribusi wilayah pasar dari makanan tersebut, menunjukkan
kualitas makanan tersebut diakui oleh masyarakat.

e. Makanan Sebagai Kebutuhan Medis

Seiring dengan perkembangan ilmu kesehatan, sekarang sudah banyak buku


dan temuan penelitian yang mengulas mengenai manfaat makanan bagi
peningkatan kesehatan, kebutuhan vitamin atau gizi dapat dipenuhi jika seseorang
mengonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna. Hembing telah mengembangkan
pengobatan alternatif yang bersumber dari makanan atau ramuan. Hal ini
menunjukkan bahwa memakan suatu makanan memiliki nilai medis.

Bahkan-sekali lagi. kendatipun belum didukung penelitian yang


mencukupi-mengunyah permen karet, sekarang diakui sebagai salah satu pilihan
untuk olahraga wajah. Sehingga pada akhimya kepenatan hidup dapat dikurangi.

Merujuk pada paparan tersebut., tidak salah lagi dapat dikatakan bahwa
makanan bisa menjadi sumber penyebab hadirya sebuah penyakit. Tetapi tidak

11
dapat dlingkari pula, bahwa makanan memiliki peran dan fungsi nyata sebagai
sumber terapi kesehatan.

Namun demikian, mengonsumsi makanan yang mengandung kandungan


gizi seimbang (misalnya 4 sehat 5 sempurna), belumlah cukup untuk membangun
individu yang sehat. Dalam penelitian terakhir, dikatakan bahwa untuk
meningkatkan kualitas kesehatan individu perlu menambahkan makanan yang 4
sehat 5 sempurna dengan gerak.

C. NILAI NORMA MAKANAN

Sebelum menjelaskan beberapa kasus prilaku kesehatan yang terkait


dengan masalah ekonomi ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu mengenai
norma social yang berkembang di masyarakat. Norma social ini kita kembangkan
dalam lima kategori norma :

a. Makanan yang memiiliki nilai pokok ( wajib ). Yang di maksud wajib


ini yaitu makana pokok dari sebuah komunitas. Sebagimana yang
dikemukakan sebelumnya, seperti nasi merupakan makanan pokok dari
masyarakat sunda jawa dan jagung menjadi makana pokok Madura.
b. Makanan yang memiliki nilai anjuran, yaitu komuditas makana yang
merupakan tambahan atas suplemen. Di era modern ini banyak
produksi makanan yang berfungsi sebagai makanan atau suplemen.
c. Makanan yang memiliki nilai mubah. Kelompok makanan ini
sesungguhnya belum diketahui efek positif atau negatifnya bagi
kesehatan. Informasi yang baru diketahui itu, yang kandungan gizi
makana dari komoditas gizi tersebut sangat rendah sehingga tidak di
anjurkan dan juga tidak menjadi sebuah pantangan .
d. Makana yang memiliki nilai pantangan. Sebuah masyarakat atau
individu kadang memiliki tantangan. Karakter pantangan ini, lebih
bersifat sementara . bagi mereka yang di operasi pantang makan.
Orang yang sedang sakit tifus dilarang makan makanan yang keras.
e. Dalam katergori yang terkahir yaitu pantangan mengkonsumsi sebuah
makanan yang bersifat permanen. Dalam ajaran agama, terdapat

12
beberapa jenis makana dan minuman yang di larang untuk di
konsumsi.

D. FRUSTASI EKONOMI DAN PERILAKU KONSUMSI

Tekanan hidup dan tantangan hidup menyebabkan seseorang dapat


melakukan perilaku yang menyimpang dari norma masyarakat arus utama. Salah
satu perilaku menyimpang ini yaitu munculnya perilaku masyarakat yang menjual
makana yang sudah tidak layak makan.

Gejalah keracunana karna makana hamper menjadi bagian dari berita


bangsa kita. Keracunan makanan di pesantren, di rumah penduduk yang sudah
mengadakan syukuran di pabrik, dikampus dan lain sebagainya. Keracunan
makanan secara kolektif tersebut menjadi Venomena social yang perlu mendapat
penafsiran yang seksama dari kita semua. Mungkin benar bahwa proses keracunan
dan peristiwa keracunan itu sendiri merupakan sebuah peristiwa medis. Khusunya
bila dikaitkan dengan adanya bakteri atau kuman yang masuk dalam tubuh
seseorang dengan mankanan sebagi mediannya. Pesoalan ini sudah sangat jelas.

Bagi orang awam tampaknya jawaban tersebut belum selesai dengan


ditemukannya jenis makana yang mengandung sumber racun, tampaknya belum
dapat mengungkapkan realitas social yang sedang terjadi di masyarakat sehingga
perlu sebuah analisa lanjut mengenai keracunan makanan tersebut.

Berdasarkan pemikiran ini maka wacana ini tidak berkepentingan dengan


upaya sumber pencariaan bakteri atau kuman yang menjadi penyebab keracunan
kolektif. Untuk menjawab pertannyaan tersebut ada 2 cara yang perlu di
ungkapkan dengan cermat yaitu pola komsumsi dan pemasaran makanan. Pola
komsumsi kita diarahkan untuk membela sebuah perilaku konsumsi masyarakat.
Sedangkan tradisi pemasaran di arahkan untuk mendeskripsikan prilaku
distributor atau produsen makanan dalam memasarkan makanannya. Untuk
menganalisa sebuah hal ini dapat dipisahkan dengan jelas, namun tetap perlu di
pahami dalam konteks bersamaan karena kedua hal ini memiliki ruang transaksi
kepentingan yang sangat erat.

13
Untuk persoalan yang tekait dengan tradisi pemasaran, maka persoalan itu
berkembang menjadi sebuah pertanyaan mengapa sebuah makanan yang
berpotensi racun masih bekeliaran di masyarakat. Adakah sebuah indikasi bahwa
masyarakat kita sudah kehilangan kepekaan dan moralitasnya terhadap tanggung
jawab kolektif mengenai kesehatan publik.

Badan pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) biasanya rajin mengawasi


peredaran makanan menjelang hari raya -- baik hari raya agama maupun hari raya
nasional-- sebagai salah satu sasaran oprosional. Dalam beberapa kasus, kerap
muncul indikasi parsel yang mengandung makanan atau minuman yang sudah
kadarluarsa tetapi masih di jajahkan di pasaran. Padahal , semua orang tau,
makanan yang kadarluarsa adalah makanan yang sudah tidak layak komsumsinya.

Contoh lain yang relevan dalam gejalah social yang menujukan lemahnya
kepedulian pemilik “modal”€ terhadap kesehatan masyarakat yaitu kasus dalam
transaksi daging ayam yang sudah menjadi bangkai (mati kemaren-tiren).

E. PERADABAN : ALKOHOLIK

Konsumsi minuman keras telah menyebar luas, bukan hanya dikalangan remaja
tetapi sudah merambah anak-anak dibawah umur, orangtua, selebritis, dan elit politik.
Kasus yang terjadi di perancis akibat alkohol : menunjukkan 20% wanita dan 60% laki
laki masuk rumah sakit, 70% penderita penyakit jiwa dan 40% penderita veneral parah.
Angka kematian mencapai 20.000 pertahun, 25% kecelakaan industri dan 50%
kecelakaan di jalan raya.

Selain di pernacis kasus penyalahgunaan alkohol juga terjadi di inggris bahwa


95% kasus penyakit mental disebabkan oleh alkohol sedangkan di jerman dilaporkan
bahwa 150.000 kasus kriminal akibat alkohol dan Uni Soviet, kasus alkoholisme
menyebabkan meningkatnya tingkat kriminal, peningkatan absen dari pekerjaan pabrik
dan menurunnya hasil produksi.

F. GAYA HIDUP DAN GAYA MAKAN

Perkembangan tenologi informasi dan industri, tidak hanya memberikan


pengaruh terhadap dunia ekonomi. Efek langsung dan tidak langsung dari
kemajuan peradaban manusia ini, terasa pula dalam bentuk dan perubahan gaya

14
hidup. Bila 10 tahun yang lalu masih banyak terlihat para pengusaha atau
karyawan yang makan di rumahnya sendiri , dengan situasi jaman ini makan
bersama dalam keluarga itu menjadi hal istimewa dan biasanya pada hari libur
saja.

Pada suatu saat bahkan istri memberi suaminya makan di dalam mobil
dengan kondisi suami sedang menyetir inilah sebagian dari realitas gaya hidup
jaman modern, tidak mengherankan bila kemudian timbul penyakit tifus atau
MAAG, hal demikian terjadi karena kurangnya disiplin makan. Hal yang menarik
pula, dalam budaya kota ini muncul diversifikasi makanan sesuai dengan
waktunya. Dikalangan mereka muncul ada pemahaman yang biasa di konsumsi
pagi siang dan malam hari ketika makan pun di temukan makan pembuka, pokok
dan penutup . budaya dan gaya hidup seperti itulah yang kemudian disebut
sebagai orang kemudian mengalami makan cepat saji.

G. PURNAWACANA
a. Pada kasus anak-anak venomena kesulitan untuk mengajari anak makan
yaitu adanya keenganan anak untuk mengkonsumsi makanan tertentu.
Dua jawaban yang diemukakan dalam hal ini : 1. Kesalahan orang tua
dalam memperkenalkan makanan dari masa kecil dan keterlambatan
memperkenalkan variasi rasa dari makanan. 2. Kejadian tersebut bisa
jadi karena adanya trauma atau identik terhadap makanan tertentu
sehingga anak menolak makanan yang di suguhkan.
b. Kesalahan presepsi tentang makanan. Orang-orang seiring dengan
perkembangan jaman lebih memilih makanan kota. Karena makanan
seperti tempe di anggap adalah makan orang desa atau kelas bawah.
Selain itu muncul pula presepsi bahwa alkohol dapat menawarkan
pelarian dari masalah dan kebimbangan .
c. Makanan dan kelas social. Bahwa makanan yang di konsumsi dapat
diakses siapapun tetapi waktu dan tempatnya mengonsumsi
menunjukkan kelas sosial.

15
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Untuk mencapai status kesehatan yang baik, baik fisik, mental maupun
kesejahteraan sosial, setiap individu atau kelompok harus mampu
mengidentifikasi setiap aspirasi, untuk memenuhi kebutuhan, dan mengubah atau
mengantisipasi keadaan lingkungan agar menjadi lebih baik. Kesehatan, sebagai
sumber kehidupan sehari-hari, bukan sekedar tujuan hidup. Kesehatan merupakan
konsep yang positif yang menekankan pada sumber-sumber social, budaya dan
personal.

Keberadaan makanan ternyata juga memberikan warna warni kehidupan


yang berada antara satu kelompok dengan kelompok yang lainya , makanan bukan
lagi sekedar benda ekonomi yang hampa makna, makanan justru merupakan
intesitas yang tumbuh dan erkembang dalam tatanan kehidupan manusia. Dengan
kata lain bila di kaitkan dengan kontekx sosial budaya maka makanan itu ternyata
mengandung makna yang lebih luas di bandi gkan sekedar bahan komsumsi
manusia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Benih, Ade. 2014. Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sarwono, solita. 1993. Sosiologi Kesehatan Konsep Beserta Aplikasinya.


Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi kesehatan. Jakarta : salemba Medika.

17

Anda mungkin juga menyukai