SURAKARTA
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan makna budaya dalam makanan ?
2. Apa yang dimaksud dengan makanan dan identitas budaya ?
3. Apa yang dimaksud dengan nilai dan norma dalam makanan ?
4. Bagaiamana pola hubungan antara makanan dan kesehatan ?
C. Tujuan
1. Dapat memahami konsep makanan : makna budaya dan kesehatan
2. Dapat memahami tentang makanan sebagai identitas budaya
3. Mengetahui nilai dan norma dalam makanan
4. Dapat memahami pola hubungan anatara makanan dan kesehatan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Persepsi
B. Pengertian Budaya
Budaya adalah gagasan, ide, norma, yang dimiliki oleh manusia dan
diturunkan dari generasi ke generasi, untuk memenuhi dan mengatur kehidupan
manusia.
C. Makanan sehat
4
tersebut juga dikenal dengan istilah 4 dan 5 sempurna, tetapi kepopulerannya
sudah mulai memudar karena berbagai alasan. Makan dengan lauk pauk tahu,
tempe, sepotong daging, dan serta mangkuk sayur masih belum cukup memenuhi
kebutuhan gizi. Bila dilihat, menu makan tersebut sudah dianggap memenuhi
kebutuhan kalori dan protein, tetapi apakah di dalamnya sudah tercakup nutrisi
lain yang diperluhkan tubuh.
Robert M. Z. Lawang
Nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga dan
memengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai sosial itu.
5
BAB III
PEMBAHASAN
Pola makan seperti ini di duga ada kaitannya dengan tingginya penderita
stroke hal ini terkait dengan adanya tren penurunan penderita stroke di AS dan
eropa dalam 50 tahun terakhir seiring dengan kebiasaan masyarakat negara maju
memasukka makanan ke dalam lemari es untuk sarapan esok daripada makanan
kalengan atau awetan yang memiliki kadar garam tinggi pada konteks inilah pola
dan bahan makanan merupakan sebagian dari ciri pendukung dari perkembangan
dan peradapan manusia.
Contoh mengenai persepsi budaya dan makanan ini dapat di temukan pula
dalam tanggapanya terhadap daging tikus. Bulan januari 2006 masyarakat
6
indonesia di gemparkan oleh adanya isu bakso yang di campur dengan daging
tikus, isu ini merebak di saat masyarakat kecil sedang mengalami kesulitan
ekonomi yang akut dan berbagai faktor rill pun terganggu . Bukan hanya para
pengusaha besar yang berbasiskan bahan baku impor tetapi kalangan pedagang
bakso pun turut merasakan adanya krisis ekonomi nasional yang berkepanjangan.
Para pedagang bakso ini secar terang mengaku bahwa harga daging sapi
sangat mahal sementara harga bakso tidak naik secara nyata. Untuk mengelabuhi
pembeli supaya tidak jijik makan daging bakso tikus, maka ketika di masak
penjual menggunakan bumbu yang sangat banyak sehingga tidak tercium bau
yang tidak sedap. Bahkan pedagan sendiripun merasa kesulitan untuk
membedakan mana dagi bakso, dan mana daging sapi. Uniknya suku Urula
sebagian besar suku ini merasa bahwa daging tikus itu layak untuk di konsumsi,
sehingga mereka akan memburu tikus sampai kelubangnya dan jika mereka
menemukan sisah biji-bijian atau padi yang di konsumsi tikus tersebut maka
mereka pun akan membawa pulang biji-bijian itu dan memasaknya, dengan kata
lain selain mengkonsumsi daging tikus tersebut mereka juga akan mengkonsumsi
makan sisah tikus tersebut.
Hal menarik pula terjdi dalam konsumsi dagun ganja bagi masyarakat
indonesia pada umumnya, daun ganjah masih di persepsikan sebagai salah satu
daun psikotropika yang dapat memabukkan, sementara mengkonsumsi hal atau
sesuatu yang memabukkan adalah tindakan terlarang.
7
ganja menjadi makanan yang terlarang. Masyarakat tuban-mataram, minum tuak
merupakan bagian dari konsumsi harian. Demikian juga pada masyarakat
Tiongkok mereka menggunakan tuak sebagai bahan konsumsi harian. Namun bagi
kelompok luar masyarakat itu, ada yang mempresepsikan tuak sebagai makanan
yang dilarang oleh agama.
a. Kebutuhan Fisiologis
Kita boleh tidak makan garam, asal ada sodium dalam menu harian banyak
menu harian. Banyak menu harian yang menyimpang sofium dan itu sudah bisa
mencukupi kebutuhan tubuh. Namun, karena sodium yang secara alami
terkandung dalam bahan makanan tidak berkaitan dengan (NaCl), tak member cita
rasa asin pada lidah kita. Itu berarti, kendati menu yang dikonsumsi tampa garam
8
atau tak bercita rasa asin, tidak bermakna tubuh tak memperoleh kecukupan
sodium. Walaupun tidak terasa asin, daging sapi sarden, keju, roti jagung dan
keripik kentang kaya unsur sodium. Demikian pula kebanyakan menu harian
orang Eskimo, dayak, dan india yang tidak asin namun tubuh tidak kekurangan
sodium. Tubuh membutuhkan kurang dari 7 gram garam dapur sehari atau setara
dengan 3000mg sodium . kebanyakan menu harian kita berlipat lipat kali lebih
banyak dari itu.
Nasi adalah salah satu komuditas manakan utama bagi masyrakat sunda
jawa, sementara jagung menjadi komoditas manakan utama bagi masyarakat
Madura. Bagi orang barat, mereka tidak membutuhkan nasi setelah
mengkonsumsi Roti, karena Roti merupakan makana utama bagi budaya barat.
Persepsi dan penilaian seperti ini merupakan makna makana sebagi budaya utama
sebuah masyarakat. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila orang sunda,
kendati sudah makan roti kadang kala masih berkata belum makan karenan
dirinya belum menyantap nasi.
9
Pandangan sejalan dengan pandangan tri- energinetik yang memberikan
penekanan pentingnya energy tubuh atau gerakan dalam membangun Jiwa dan
pribadi yang sehat. Pada konteks inilah , makana merupakan bagian dari
kebutuhan medis.
Daging kambing kurban dan beras zakat merupakan makanan sakral dalam
kehidupan bagi kalangan muslim. Kue sakramen merupakan makanan sakral bagi
kalangan nasrani. Sapi adalah hewan sakral bagi masyarakat hindu. Rokok cerutu
merupakan komoditas sakral bagi masyarakat jawa karena biasa digunakan
sebagai bagian dari sesaji bagi nenek moyangnya.
Dalam tradisi jawa ada ritual memakan makanan tertentu yang terbiasa
muncul dalam ritual keyakinannya. Mutih adalahritual makan orang jawa untuk
mengonsumsi yang tidak berasa (tawar) dalam rangka melakukkan tirakat atau
penyucian batin untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kasus lain, kelompok
pencari kedigjayaan (Istilah jawa “Ngilmu”) ada yang mensyaratkan makan
bangkai – misalnya bangkai manusia – sebagai lelaku untuk mendapatkan ilmu
“ngilmu” tersebut.
10
d. Makanan Sebagai Keunggulan Etnik
Bila orang mendengar kata gudeg, maka akan terbayang kota yogyakarta.
Mendengar kata pizza akan terbayang italia. Mendengar kata dodol dan jeruk
terbayang kota garut. Tetapi bila mendengar kata jeruk bangkok, ayam bangkok
sudah tau akan terbayang Bangkok – Thailand.
Merujuk pada paparan tersebut., tidak salah lagi dapat dikatakan bahwa
makanan bisa menjadi sumber penyebab hadirya sebuah penyakit. Tetapi tidak
11
dapat dlingkari pula, bahwa makanan memiliki peran dan fungsi nyata sebagai
sumber terapi kesehatan.
12
beberapa jenis makana dan minuman yang di larang untuk di
konsumsi.
13
Untuk persoalan yang tekait dengan tradisi pemasaran, maka persoalan itu
berkembang menjadi sebuah pertanyaan mengapa sebuah makanan yang
berpotensi racun masih bekeliaran di masyarakat. Adakah sebuah indikasi bahwa
masyarakat kita sudah kehilangan kepekaan dan moralitasnya terhadap tanggung
jawab kolektif mengenai kesehatan publik.
Contoh lain yang relevan dalam gejalah social yang menujukan lemahnya
kepedulian pemilik “modal”€ terhadap kesehatan masyarakat yaitu kasus dalam
transaksi daging ayam yang sudah menjadi bangkai (mati kemaren-tiren).
E. PERADABAN : ALKOHOLIK
Konsumsi minuman keras telah menyebar luas, bukan hanya dikalangan remaja
tetapi sudah merambah anak-anak dibawah umur, orangtua, selebritis, dan elit politik.
Kasus yang terjadi di perancis akibat alkohol : menunjukkan 20% wanita dan 60% laki
laki masuk rumah sakit, 70% penderita penyakit jiwa dan 40% penderita veneral parah.
Angka kematian mencapai 20.000 pertahun, 25% kecelakaan industri dan 50%
kecelakaan di jalan raya.
14
hidup. Bila 10 tahun yang lalu masih banyak terlihat para pengusaha atau
karyawan yang makan di rumahnya sendiri , dengan situasi jaman ini makan
bersama dalam keluarga itu menjadi hal istimewa dan biasanya pada hari libur
saja.
Pada suatu saat bahkan istri memberi suaminya makan di dalam mobil
dengan kondisi suami sedang menyetir inilah sebagian dari realitas gaya hidup
jaman modern, tidak mengherankan bila kemudian timbul penyakit tifus atau
MAAG, hal demikian terjadi karena kurangnya disiplin makan. Hal yang menarik
pula, dalam budaya kota ini muncul diversifikasi makanan sesuai dengan
waktunya. Dikalangan mereka muncul ada pemahaman yang biasa di konsumsi
pagi siang dan malam hari ketika makan pun di temukan makan pembuka, pokok
dan penutup . budaya dan gaya hidup seperti itulah yang kemudian disebut
sebagai orang kemudian mengalami makan cepat saji.
G. PURNAWACANA
a. Pada kasus anak-anak venomena kesulitan untuk mengajari anak makan
yaitu adanya keenganan anak untuk mengkonsumsi makanan tertentu.
Dua jawaban yang diemukakan dalam hal ini : 1. Kesalahan orang tua
dalam memperkenalkan makanan dari masa kecil dan keterlambatan
memperkenalkan variasi rasa dari makanan. 2. Kejadian tersebut bisa
jadi karena adanya trauma atau identik terhadap makanan tertentu
sehingga anak menolak makanan yang di suguhkan.
b. Kesalahan presepsi tentang makanan. Orang-orang seiring dengan
perkembangan jaman lebih memilih makanan kota. Karena makanan
seperti tempe di anggap adalah makan orang desa atau kelas bawah.
Selain itu muncul pula presepsi bahwa alkohol dapat menawarkan
pelarian dari masalah dan kebimbangan .
c. Makanan dan kelas social. Bahwa makanan yang di konsumsi dapat
diakses siapapun tetapi waktu dan tempatnya mengonsumsi
menunjukkan kelas sosial.
15
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Untuk mencapai status kesehatan yang baik, baik fisik, mental maupun
kesejahteraan sosial, setiap individu atau kelompok harus mampu
mengidentifikasi setiap aspirasi, untuk memenuhi kebutuhan, dan mengubah atau
mengantisipasi keadaan lingkungan agar menjadi lebih baik. Kesehatan, sebagai
sumber kehidupan sehari-hari, bukan sekedar tujuan hidup. Kesehatan merupakan
konsep yang positif yang menekankan pada sumber-sumber social, budaya dan
personal.
16
DAFTAR PUSTAKA
17