Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Konsumsi makanan pokok merupakan proporsi terbesar dalam susunan hidangan di


Indonesia,karena dianggap terpenting diantara jenis makanan lain. Suatu hidangan bila tidak
mengandung bahan makanan pokok dianggap tidak lengkap oleh masyarakat (Sediaoetama,
1999).Di sisi lain makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna lebih luas dari
sekedar sumber gizi. Hal ini terkait dengan kepercayaan,status,prestis,kesetiakawanan dan
ketentraman dalam kehidupan manusia (Apomfires,2002).

Menurut ahli antropologi Margaret Mead, pola pangan atau food pattern,adalah cara
seseorang atau sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai reaksi
terhadap tekanan ekonomi dan sosio-budaya yang dialaminya.Pola pangan berkaitan dengan
makan (food habit).

Aspek sosial budaya pangan adalah fungsi pangan dalam masyarakat yang
berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan,agama,adat,kebiasaan,dan pendidikan
masyarakat tersebut. Konsumsi makanan adalah makanan yang dimakan seseorang.

1.2.Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah Sosiologi-
Antropologi Gizi.

1.3.Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah menambah
pengetahuan bagi penulis tentang Budaya Indonesia terkait Pola Pangan Masyarakat yang
tentunya berkaitan tentang gizi serta juga dapat bermanfaat bagi para pembaca makalah agar
mengetahui pengaruh budaya kepada pola pangan masyarakat di Indonesia.
BAB II

ISI

2.1.Pola Kebiasaan Makan

Pola Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan
makanan (Khumaidi, 1989).Suhardjo (1989) menyatakan bahwa kebiasaan makan individu
atau kelompok individu adalah memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap
pengaruh fisiologis,psikologis,sosial dan budaya.Tiga faktor terpenting yang mempengaruhi
kebiasaan makan adalah ketersediaan pangan,pola sosial budaya dan faktor-faktor pribadi
(Harper et al., 1986).

Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi
seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu,serta juga dapat menunjukkan tingkat
keberagaman pangan masyarakat yang selanjutnya dapat diamati dari parameter Pola Pangan
Harapan (PPH).

Dalam catatan antropologi, peradaban manusia dibedakan berdasarkan mata


pencaharian masyarakat.Tahap pertama (gelombang hidup pertama) ditandai dengan adanya
peradaban manusia yang didominasi oleh tradisi memburu dan meramu.Pola konsumsi
manusia pada masa itu dengan makan makanan hasil ramuan bahan tumbuhan yang
dikumpulkan dari hutan dan memakan hasil hutan (hewan atau tumbuhan) yang diburu
kemudian dimakan.

Setelah terjadi revolusi atau gelombang peradaban yang pertama, manusia beranjak
pada tahapan kedua yaitu tahapan agrikultur.Mata pencaharian manusia sudah bukan lagi
berburu dan meramu, melainkan sudah pada tahap bercocok tanam.Pada tahap ini pola dan
jenis makanan yang dikonsumsi pun adalah makanan hasil olahan.Setiap masyarakat
memiliki persepsi yang berbeda mengenai benda yang dikonsumsi.Perbedaan persepsi ini
sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku di masyarakat.Oleh karena
itu,bila bertemu beberapa orang dengan latar belakang budaya berbeda akan menunjukkan
persepsi ini terhadap makanan yang berbeda.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pola makan dan gaya
hidup masyarakat menjadi semakin modern.Hal tersebut juga merubah stuktur sosial dan
kebudayaan masyarakat.Perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan pola
konsumsi,produksi,dan distribusi pangan.

2.2.Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pola Kebiasaan Makan

1. Konsumsi pangan

Konsumsi pangan merupakan susunan beragamnya pangan yang biasa dikonsumsi


oleh suatu negara atau daerah tertentu meliputi jumlah yang dimakan, jenis bahan pangan dan
waktu makan.Sebagian besar penduduk miskin didaerah pedesaan hanya mengkonsumsi satu
kali makan sehari.Hal ini disebabkan kondisi ekonomi masyarakat sangat lemah serta adanya
kekurangan bahan pangan dan bahan bakar sebagai pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.

2. Preferensi pangan

Kesukaan atau pilihan terhadap makanan menentukan jumlah konsumsi pangan


seseorang.Faktor–faktor dalam pemilihan pangan meliputi aroma,suhu,warna,dan bentuk.
Pemilihan bentuk dan tekstur makanan untuk anak-anak,remaja dan orang dewasa,harus
dibedakan agar memperoleh kesan yang menyenangkan pada waktu mengunyah dan
memakannya.Pengaruh reaksi panca indera, terhadap pangan, kesukaan pangan pribadi serta
pendekatan melalui media massa (seperti radio,televisi,pamplet dan iklan) dapat merubah
kebiasaan makan seseorang.

3. Ideologi Pangan

Pengetahuan tentang pangan dan gizi penting dimiliki oleh seseorang ibu, karena
mempunyai peran besar dalam penyediaan pangan keluarga.Konsumsi pangan yang cukup
akan sumber zat gizi adalah mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk energi,
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh.Pengcfiahuan ibu tentang gizi sangat berperan penting
didalam memilih,menyusun,mengolah dan menyajikan makanan yang sehat dan kaya akan
sumber gizi.

4. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah berapa kali makan dalam sehari meliputi makan pagi, makan
siang, makan malam dan makan selingan (Depkes, 1994).Menurut Willy (1991) bahwa bagi
penduduk dunia kebiasaan makan tiga kali sehari adalah kebiasaan urnurn,sedangkan
menurut Suhardjo (1990) frekuensi makan dikatakan baik apabila frekuensi makan tiap
harinya tiga kali makan utama atau dua kali makanan utama dengan satu kali makanan
selingan dan dinilai kurang apabila frekuensi makan setiap harinya dua kali makan atau
kurang.

5. Sosial budaya pangan

Kegiatan budaya suatu keluarga,kelompok masyarakat,negara atau bangsa


mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa,kapan dan bagaimana penduduk
makan.Pengaruh sosial budaya pada pola pangan masyarakat adalah:

a.Bagaimana, kapan, dan dalam kombinasi yang bagaimana pangan tertentu disajikan.

b.Siapa yang menyiapkan makanan, siapa yang menyajikan dan prioritas anggota keluarga
tertentu dalam pola pembagian pola makanan.

c.Hubungan atara besarnya keluarga, umur anggota keluarga dengan pola pangan dan status
gizi.

d.Larangan keagamaan yang berhubungan dengan konsumsi pangan.

e.Bagaimana pola pangan dikembangkan dan mengapa pangan tertentu diterima sedangkan
lainnya ditolak atau hanya dimakan, jika pangan yang boleh dimakan tidak dapat diperoleh
lagi.

2.3.Budaya Pangan di Indonesia terhadap Pola Pangan Masyarakat

Seperti yang kita ketahui bahwa budaya sangatlah berpengaruh terhadap pola pangan
suatu kelompok masyarakat.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara
lain sikap terhadap makanan,penyebab penyakit,kelahiran anak,dan produksi pangan.Dalam
hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan,tahyul,tabu dalam masyarakat
yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah.Konsumsi makanan yang rendah juga
disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran pencernaan.Disamping
itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan
mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga.Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah,juga
dipengaruhi oleh produksi pangan.Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para
petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.Berikut beberapa Perubahan
sosial dan kebudayaan yang berkaitan dengan pola konsumsi pangan dan gizi penduduk :

1. Makanan Sebagai Identitas Kelompok


Nasi adalah satu komoditas makanan utama bagi masyarakat Sunda-Jawa.Semantara
jagung menjadi komoditas makanan utama masyarakat Madura.Bagi orang barat mereka
tidak membutuhkan nasi setelah mengkonsumsi roti karena roti merupakan makanan
utama dalam budaya barat.Persepsi dan penilaian seperti ini merupakan makna makanan
sebagai budaya utama sebuah masyarakat,oleh karena itu tidak mengherankan bila orang
sunda, kendati sudah makan roti kadang kala masih berkata belum makan kerena dirinya
belum makan nasi.

Karena ada kesangsian terhadap makanan hasil olahan atau makanan instan, banyak di
antara masyarakat kota yang sudah mulai pidah ketradisi vegetarian.Bagi kelompok
“gang’’, meenghirup ganja, narkoba, dan merokok merupakan ciri kelompoknya. Kacang
diidentikan sebagai makan yang biasa menemani orang menonton sepak bola,merokok
menjadi teman untuk menghadirkan inspirasi atau kreativitas.Pemahaman dan persepsi
inilah lebih merupakan sebuah persepsi budaya tandingan (counter-cultulre) terhadap
budaya domuinan.

Selain mengandung budaya dominan dan budaya tandingan, makanan pun menjadi
bagian dari budaya populer.Bakso merupakan makanan populer bagi perempua.Trakhir
makanan sebagai makanan khusus untuk kelompok tertentu.Makanan sub kultural
misalnya daging babi bagi kalangan nasrani, ketupat bagi kalangan muslim di hari
lebaran, dodol bagi Cina dihari imlek,coklat menjadi icon budaya dalam menunjukan rasa
cinta dan kasih. Bardasarkan talaahan ini, makanan mengandung makna sebagai:

a) Identitas arus budaya utama (dominan culture),artinya harus ada dan menjadi
kebutuhan utama masyarakat.

b) Budaya tandingan (counterculture),yaitu menghindari arus utama akibat adanya


kesangsian atau ketidak sepakatan dengan budaya arus utama,dan

c) Makanan sebagai identitas budaya bagi suatu kelompok tertentu (subculture)

2. Makanan sebagai keunggulan etnik

Bila orang mendengar kata gudek, maka akan terbayang kota Yogyakarta,mendengar
kata pizzahat akan terbayang Italia,mendengar kata dodol dan jeruk terbayang kota Garut,
tetapi bila mendengar jeruk bangkok atau ayam bangkok sudah tentu akan terbayang
Bangkok-Thailand.
Contoh tersebut menunjukan bahwa makanan merupakan unsur budaya yang
membawa makna budaya komunitasnya.Di dalam makanan itu, orang tidak hanya
mengkonsumsi material makananya melainkan mengkonsumsi kretivitas dan keagungan
budaya.Tidak ada yang heran bila ada orang yang makan tahu sumedang terasa hampa
makna bila tahu itu dibeli diluar sumedang dan dirinya pun tidak pegi kesumedang.Begitu
pula sebaliknya, masyarakat akan memiliki kebanggaan tertentu bila mengkonsumsi moci
yang dibeli asli dari Cianjur.

Makanan adalah icon keunggulan budaya masyarakat.Semakin variatif makanan itu


dikenal publik semakin tinggi apresiasinya masyarakat daerah itu,semakin luas distribusi
wilayah pasar dari makanan tersebut,menunjukan kualitas makanan tersebut diakui oleh
masyarakat.

3. Perubahan Produksi pangan


Secara tradisional,makanan diperoleh melalui pertanian.Dengan meningkatnya
perhatian dalam agribisnis atas perusahaan-perusahaan multinasional yang memiliki
pasokan makanan dunia melalui paten pada makanan yang dimodifikasi secara genetis,
telah terjadi tren yang sedang berkembang menuju pertanian berkelanjutan praktek.
Pendekatan ini,sebagian didorong oleh permintaan konsumen,mendorong keaneka-
ragaman hayati,daerah kemandirian dan pertanian organik metode.
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi pangan secara tradisional adalah alat
yang sederhana.Contohnya adalah kompor tungku,pemanggang yang menggunakan bara
api,piring yang terbuat dari tanah,dan sebagainya.Sedangkan produksi secara modern
menggunakan teknologi yang canggih.Kelebihan menggunakan teknologi adalah dapat
mempermudah dan mempecepat proses produksi pangan.Contohnya adalah oven,kompor
listrik,mikrowave,dan sebagainya.
Dalam budaya populer,produksi massal produksi pangan,khususnya daging seperti
ayam dan daging sapi,mendapat kecaman dari berbagai dokumenter mendokumentasikan
pembunuhan massal dan perlakuan buruk terhadap binatang,terutama pada perusahaan-
perusahaan besar.
Produksi serealia pun dilakukan secara massal dan menggunakan peralatan modern.
Produksi pangan yang dilakukan secara modern dapat mempermudah proses
produksi.Hal tersebut juga dapat mempengaruhi perubahan sosial dan
kebudayaan.Contohnya adalah jika produksi pangan dilakukan secara tradisional maka
masyarakat akan saling bekerja sama dan saling bergotong-royong,dan dapat
meningkatkan hubungan sosial antar masyarakat.Sedangkan produksi pangan yang
dilakukan secara modern menggunakan alat-alat canggih dapat meregangkan hubungan
antar masyarakat.Karena dalam proses produksi hanya dibutuhkan tenaga kerja dengan
jumlah yang relatif sedikit.
4. Perubahan Konsumsi Pangan
Pola konsumsi pangan masyarakat di setiap daerah berbeda-beda,yaitu perbedaan
pola konsumsi pada masa pra-ASI,balita,anak-anak,remaja,dewasa,ibu hamil,dan lanjut
usia.
Pada masa sebelum adanya pengetahuan masyarakat tentang gizi,para orang tua
mengambil peran penting dalam memperhatikan kebutuhan gizi keluarganya.Pengetahuan
orang tua yang minim dapat mempengaruhi status gizi keluarganya.Sebelum adanya
panduan tentang gizi,makanan pra-ASI yang dikonsumsi bayi dibawah 6 bulan adalah
madu,air tajin,pisang,air kelapa,dan kopi.Masyarakat belum mengetahui bahwa bayi
berumur dibawah 6 bulan tidak boleh diberi makanan lain kecuali ASI.Setelah adanya
panduan ilmu gizi yang menyebar di masyarakat, pemberian makanan pra-ASI yang salah
semakin berkurang.
Pada kalangan anak-anak dan remaja, pola konsumsi makanan dipengaruhi oleh
budaya masyarakat yang menganggap bahwa makanan memiliki pantangan atau tabu
untuk dimakan.Contohnya bagi anak-anak dan balita dilarang memakan makanan yang
asam, pedas,anyir,karena dapat mengakibatkan perut menjadi panas bahkan sakit perut.Di
era globalisasi,pola konsumsi anak-anak dan remaja beralih ke makanan cepat saji (fast
food), snack,dan konsumsi gula yang berlebihan.Hal tersebut dapat memperburuk status
gizi dan kesehatan.
Masyarakat beralih pada tempat-tempat yang menjual makanan cepat saji, yaitu
restoran,cafe,pizza hut,dan outlet-outlet lainnya.Kepercayaan masyarakat terhadap
makanan tertentu dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan pada setiap kalangan.
Perubahan pola konsumsi pangan tersebut dapat menjadikan status gizi lebih baik ataupun
menjadi semakin buruk.
5. Perubahan Distribusi Pangan
Secara sederhana,proses distribusi pangan hanya menggunakan alat transportasi
sederhana,yaitu gerobak sapi,angkutan umum,truk,dan sebagainya.Di era
modern,peralatan yang digunakan adalah teknologi canggih yang dapat mempermudah
proses distribusi pangan.Bahkan, proses distribusi dapat melibatkan hubungan kerja antar
negara. Alat transportasi yang digunakan pun semakin modern,seperti
pesawat,helikopter,paket kilat, dan sebagainya.
Pemasaran Makanan menyatukan produsen dan konsumen. Ini adalah rangkaian
kegiatan yang membawa makanan dari petani ke piring.Pemasaran bahkan produk
makanan tunggal dapat menjadi proses rumit yang melibatkan banyak produsen dan
perusahaan.Sebagai contoh,lima puluh enam perusahaan yang terlibat dalam pembuatan
satu dapat dari mie sup ayam.Usaha ini meliputi tidak hanya ayam dan prosesor sayuran
tetapi juga perusahaan-perusahaan yang mengangkut bahan dan orang-orang yang
mencetak label dan pembuatan kaleng.Sistem pemasaran pangan adalah tidak langsung
terbesar langsung dan non-pemerintah majikan di Amerika Serikat.
Di era pra-modern,penjualan makanan surplus berlangsung seminggu sekali saat
petani mengambil barang-barang mereka pada hari pasar,ke pasar desa setempat.Berikut
makanan dijual ke grosir untuk dijual di toko-toko lokal mereka untuk membeli oleh
konsumen lokal. Dengan terjadinya industrialisasi,dan pengembangan industri
pengolahan makanan,yang lebih luas makanan dapat dijual dan didistribusikan di jauh
lokasi.Biasanya toko-toko kelontong awal akan kontra didasarkan toko di mana pembeli
kepada toko-penjaga apa yang mereka inginkan,sehingga toko-penjaga bisa
mendapatkannya untuk mereka.
Pada abad ke-20 supermarket lahir.Supermarket membawa mereka self service
pendekatan untuk belanja menggunakan shopping cart,dan mampu menawarkan makanan
berkualitas dengan biaya yang lebih rendah melalui skala ekonomi dan mengurangi biaya
staf.Di bagian akhir abad ke-20,ini telah lebih jauh merevolusi oleh perkembangan luas
gudang berukuran, luar kota supermarket-,menjual berbagai macam makanan dari seluruh
dunia.
Tidak seperti pengolahan makanan,ritel makanan adalah pasar lapis dua di mana
sejumlah kecil sangat besar perusahaan mengendalikan sebagian besar supermarket.
Raksasa supermarket menggunakan daya beli yang besar atas petani dan prosesor, dan
pengaruh yang kuat atas konsumen.Namun demikian, kurang dari sepuluh persen dari
belanja konsumen pada makanan pergi ke petani, dengan persentase lebih besar akan
iklan, transportasi,dan perusahaan menengah.
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

1) Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi
seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.
2) Faktor–faktor yang mempengaruhi pola kebiasaan makan diantaranya susunan
beragamnya pangan;kesukaan atau pilihan setiap individu terhadap makanan;pengetahuan
tentang suatu makanan,misalnya yang dimiliki oleh ibu;frekuensi makan;dan Kegiatan
budaya suatu keluarga,kelompok masyarakat,negara atau bangsa mempunyai pengaruh
yang kuat dan kekal terhadap apa,kapan dan bagaimana penduduk makan.
3) Perubahan sosial dan kebudayaan sangat erat kaitannya dan berdampak besar bagi pola
konsumsi pangan dan gizi penduduk.

1.2 Saran

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini banyak ditemui kesulitan,
oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat menyempurnakan
makalah ini. Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan makalah ini.

Dalam pembuatan karya tulis ini banyak sekali kekurangan-kekurangan,untuk itu


penulis sebagai manusia biasa mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan.Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

 Khomsan, Prof. Dr. Ali, 2004.Pengantar Pangan dan Gizi. Bogor; Swadaya.
 Sudarma, momon . 2008.Sosiologi untuk kesehatan. Jakarta; Salemba medika
 Anderson, F, 1989. Antropologi Kesehatan.Jakarta.
 https://www.academia.edu/9446924/HUBUNGAN_BUDAYA_DAN_GIZI
 https://www.karyatulisilmiah.com/kebiasaan-makan
 https://www.academia.edu/6180830/pangan

Anda mungkin juga menyukai