KEBUDAYAAN
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa
Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara
ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993).
Karakteristik kebudayaan
(Foster,1962)
Kebudayaan diperoleh dengan cara belajar
Bila dilihat kaitan lebih lanjut antara sosial budaya dengan gizi masyarakat,
perlu dipertimbangkan pendapat Pelto (1980) yang menjelaskan
kebudayan sebagai sistem pengetahuan yang memungkinkan untuk
melihat berbagai perubahan dan variasi pengetahuan yang terjadi dalam
berbagai perubahan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Termasuk di
dalamnya perubahan-perubahan gaya hidup atau perilaku jangka panjang
sebagai konsekuensi langsung ataupun tidak langsung dari perubahan
sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Perubahan gaya hidup pada
gilirannya akan memengaruhi kebiasaan makan, baik secara kualitas
maupun kuantitas (Pelto, 1980).
Banyak sekali penemuan para peneliti yang menyatakan bahwa
faktor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi
di berbagai masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya mampu
menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-
kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Berbagai
budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda
terhadap pangan atau makanan. Misalnya bahan-bahan makanan
tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat dianggap tabu untuk
dikonsumsi dengan alasan-alasan tertentu, sementara itu ada
pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi ekonomi maupun
sosial karena mempunyai peranan yang penting dalam hidangan
makanan pada suatu perayaan yang berkaitan dengan agama atau
kepercayaan.
Perubahan sosial dan kebudayaan berkaitan dengan
pola konsumsi pangan dan gizi penduduk
Perubahan Distribusi
Perubahan
Pangan
Konsumsi Pangan
Sebelum adanya panduan tentang gizi, Secara sederhana, proses distribusi pangan hanya
makanan pra-ASI yang dikonsumsi bayi menggunakan alat transportasi sederhana, yaitu
dibawah 6 bulan adalah madu, air tajin, pisang, gerobak sapi, angkutan umum, truk, dan
air kelapa, dan kopi. Masyarakat belum sebagainya. Di era modern, peralatan yang
mengetahui bahwa bayi berumur dibawah 6 digunakan adalah teknologi canggih yang dapat
bulan tidak boleh diberi makanan lain kecuali mempermudah proses distribusi pangan. Bahkan,
ASI. Setelah adanya panduan ilmu gizi yang proses distribusi dapat melibatkan hubungan kerja
menyebar di masyarakat, pemberian makanan antar negara. Alat transportasi yang digunakan
pra-ASI yang salah semakin berkurang. pun semakin modern, seperti pesawat, helikopter,
paket kilat, dan sebagainya
Pengaruh Budaya terhadap status gizi
• Di Bogor masih ada yang percaya bahwa kepada bayi dan balita laki-
laki tidak boleh diberikan pisang ambon karena bisa menyebabkan alat
kelamin/skrotumnya bengkak. Balita perempuan tidak boleh makan pantat
ayam karena nanti ketika mereka sudah menikah bisa diduakan suami.
Sementara di Indramayu, makanan gurih yang diberikan kepada bayi
dianggap membuat pertumbuhannya menjadi terhambat. Untuk balita
perempuan, mereka dilarang untuk makan nanas dan timun. Selain itu balita
perempuan dan laki-laki juga tidak boleh mengonsumsi ketan karena bisa
menyebabkan anak menjadi cadel. Mereka menganggap bahwa tekstur
ketan yang lengket menyebabkan anak tidak bisa menyebutkan aksara ‘r’
dengan benar.
Selain itu unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan
penduduk yang kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.
• Tiga faktor terpenting yang mempengaruhi kebiasaan makan adalah
ketersediaan pangan, pola sosial budaya dan faktor-faktor pribadi (Harper et al.,
1986)
• Hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari kebiasaan makan adalah
konsumsi pangan (kuantitas dan kualitas), kesukaan terhadap makanan tertentu,
kepercayaan, pantangan, atau sikap terhadap makanan tertentu (Wahyuni,
1988). Khumaidi (1989) menyatakan bahwa dari segi gizi, kebiasaan makan ada
yang baik atau dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi dan ada yang
buruk (dapat menghambat terpenuhinya kecukupan gizi), seperti adanya
pantangan atau tabu yang berlawanan dengan konsep-konsep gizi. Menurut
Williams (1993), masalah yang menyebabkan malnutrisi adalah tidak cukupnya
pengetahuan gizi dan kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang
baik. Kebiasaan makan dalam rumahtangga penting untuk diperhatikan, karena
kebiasaan makan mempengaruhi pemilihan dan penggunaan pangan dan
selanjutnya mempengaruhi tinggi rendahnya mutu makanan rumah tangga
ASSALAMU’ALAIKUM
WR.WB
TERIMA KASIH