Konsumsi makanan utama merupakan bagian paling besar dalam pola hidangan di Indonesia. Keadaan ini muncul karena adanya anggapan makanan utama merupakan makanan terpenting jika dibanding dengan jenis makanan lainnya. Suatu hidangan dianggap tidak akan sempurna jika tidak terdapat makanan pokok di dalamnya. Meskipun begitu, pandangan sosial budaya menganggap makanan mempunyai arti yang lebih luas daripada hanya sebagai sumber gizi. Hal ini terkait dengan adanya kepercayaan, posisi, prestis, pertemanan serta kedamaian dalam kehidupan manusia. Pola makanan adalah suatu cara seseorang maupun kelompok memanfaatkan bahan makanan yang tersedia sebagai respon terhadap kondisi ekonomi serta sosial-budaya yang sedang terjadi. Makanan memiliki fungsi di dalam masyarakat secara sosial-politik. Hal ini meliputi kondisi lingkungan, kepercayaan, adat istiadat, kebiasaan, serta tingkat pendidikan masyarakat yang ditempuh.
Masalah Budaya terhadap Makanan dan Gizi
Gizi berperan penting dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, khususnya dalam memastikan lahirnya individu yang berkualitas. Selaras dengan butir kedua Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati oleh 153 negara anggota PBB, termasuk Indonesia, pentingnya peningkatan status gizi masyarakat dituangkan oleh Presiden Joko Widodo dalam Nawacita poin ke-lima.Sebagai masalah kesehatan masyarakat, menangani masalah gizi tidak dapat hanya dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, kemiskinan, kurangnya persedian pangan, sanitasi yang buruk, minimnya pengetahuan gizi dan pola asuh anak, serta perilaku buruk dalam mengonsumsi makanan di kalangan masyarakat. Pola konsumsi makanan sendiri sangat dipengaruhi oleh budaya setempat.Berbeda lokasi berbeda pula cara masyarakat mendefinisikan makanan dan kecukupan gizi serta menentukan pola makan. Orang Jawa belum merasa makan sebelum makan nasi, orang Papua terbiasa makan berat dengan makan sagu. Tidak jarang masyarakat kita menganggap kalau belum mengonsumsi nasi belum dianggap makan.Pola pikir masyarakat masih beranggapan bahwa kebutuhan makan adalah dengan memakan makanan yang tinggi atau kaya karbohidrat tanpa mempertimbangkan kecukupan gizi yang seimbang ini menunjukkan bahwa aspek sosial budaya masih mendominasi perilaku dan kebiasaan makan yang masyarakat Indonesia.Sementara masalah gizi terjadi di banyak tempat di berbagai daerah di Indonesia, hanya sebagian pihak yang memandangnya sebagai fenomena sosial. Sebagian lain masih menganggap hal ini sebagai fenomena kesehatan semata. Tidak banyak yang menyadari luasnya dimensi masalah gizi dapat meliputi masalah lingkungan dan ketersediaan pangan, pola asuh dan pendidikan, kondisi ekonomi dan budaya.Faktor budaya memengaruhi siapa yang mendapat asupan makanan, jenis makanan yang didapat dan banyaknya. Sangat mungkin karena kondisi budaya dan kebiasaan ini seseorang mendapatkan asupan makanan lebih sedikit dari yang sebenarnya ia butuhkan. Di Indonesia, sebagian besar masyarakat menganut sistem patriarki. Dalam sistem patriarki, garis keturunan diambil dari seorang Ayah (laki – laki), status sosial laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Konsekuensinya, ayah lebih sering diutamakan memakan makanan yang telah disajikan oleh Ibu. Sesederhana ayah lah yang paling sering mendapatkan jatah makanan lebih dulu di meja makan. Bahkan, beberapa daerah di Indonesia mengharuskan pemisahan antara makanan yang harus disajikan untuk Ayah dan anggota keluarga yang lain. Kondisi budaya seperti ini turut berkontribusi pada kondisi gizi anak dan ibu hamil di dalam keluarga karena semua sistem keluarga patriarki berhubungan erat dengan ketidaksetaraan gender.Dari gambaran di atas, terlihat betapa kebiasaan makan tidak dapat dilepaskan dari nilai – nilai sosial budaya masyarakat. Sementara kebiasaan makan sangat erat kaitannya dengan upaya pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Kurangnya asupan gizi akan meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi dan berbagai penyakit kronis yang pada gilirannya akan mengurangi produktivitas dalam bekerja dan berkontribusi kepada masyarakat. Memahami keterkaitan antara kebiasaan makan, pola makan, sistem keluarga dan pengolahan makanan dapat membantu tenaga kesehatan, penyusun kebijakan dan program kesehatan dalam memahami kondisi gizi dan kesehatan masyarakat Indonesia secara lebih menyeluruh. Dengan demikian penyusunan strategi kebijakan dan program- program upaya peningkatan status gizi masyarakat dapat lebih tepat guna dan sasaran. Apabila ini tercapai, secara bertahap transformasi kesehatan lebih dari 250 juta menuju arah yang positif akan tercapai.
Solusi terhadap Masalah Budaya terhadap Makanan dan Gizi
Pada dasarnya, penanganan kurang gizi akan berbeda-beda dari satu orang dengan orang lainnya. Ini semua tergantung pada keparahan yang dialami, dan penyakit penyerta (komplikasi) juga yang timbul.Ahli gizi biasanya akan memberikan rencana penanganan yang sangat spesifik untuk tiap orangnya.Perubahan pola makan adalah intervensi atau solusi paling utama yang diberikan oleh ahli gizi. Jika Anda kurang gizi, maka akan diminta untuk meningkatkan jumlah makanan bergizi dalam diet Anda, atau menggunakan suplemen tertentu. Ada beberapa perubahan pola makan yang harus Anda perhatikan: • Makan makanan yang lengkap mengandung kalori serta bergizi, bukan hanya tinggi kalori saja. • Makan sedikit-sedikit tapi sering. • Makan snack di antara waktu makan besar. • Minum minuman yang juga mengandung kalori. Jika kondisi Anda memang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi secara oral (melalui mulut), Anda mungkin akan diberikan: • Tabung kecil sebagai saluran untuk memasukan zat gizi langsung ke sistem pencernaan. Ini disebut juga dengan proses nasogastric tube. Tabung ini bisa dipasang di perut atau usus. • Infus untuk memberikan zat gizi dan cairan langsung ke pembuluh darah. Setelah diberikan program khusus, biasanya akan dilakukan monitoring lagi untuk melihat kemajuan berat badan dan kemampuan makannya. Pemantauan rutin dapat membantu memastikan bahwa asupan kalori dan zat gizinya sudah tepat atau belum. Pengaruh Budaya terhadap Makanan Proses makan pada manusia sering kali dikaitkan dengan aspek sosial budaya. Urusan makan pada manusia tidaklah sesedarhana memasukkan makanan ke mulut, seperti yang dilakukan hewan dan makhluk hidup lain. Aspek sosial budaya makan adalah fungsi makanan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan, dan pendidikan masyarakat. Ada beberapa kaitan makanan dengan fungsi sosial budaya. 1.Fungsi Kenikmatan Salah satu tujuan manusia makan adalah untuk memperoleh kenikmatan. Kesukaan akan makanan bereda dari satu bangsa dengan bangsa lain dan dari satu daerah/suku dengan daerah/suku lain. Misalnya, makanan di Negara tropis biasanya lebih berbumbu dibanding dengan negara yang memiliki empat musim. Secara umum makanan yang disukai adalah makanan yang memenuhi selera atau cita rasa, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa, suhu, dan tekstur. 2.Makanan untuk Menyatakan Jati Diri Makanan sering dianggap sebagai bagian penting untuk menyatakan jati diri seseorang atau sekelompok orang. Misalnya di Cina, teh dianggap sebagai minuman untuk menyambut tamu yang datang kerumah mereka. Dan mereka malu jika minuman tersebut tidak dapat dihidangkan kepada tamu. 3.Fungsi Religi dan Magis Banyak simbol religi dan magis yang dikaitkan pada makanan. Dalam agama islam, kambing sering dikaitkan dengan acara – acara penting dalam kehidupan. Di antaranya, kambing untuk akikah bayi baru lahir, sebagai hewan kurban, dan sebagainya. Dalam agama katolik, anggur diibaratkan sebagai darah Kristus, sementara roti adalah tubuhnya. 4.Fungsi Komunikasi Makanan merupakan media penting bagi manusia dalam berhubungan dengan manusia lainnya. Di dalam keluarga, kehangatan hubungan antaranggota terjadi pada waktu makan bersama. 5.Fungsi Status Ekonomi Saat ini orang yang biasanya memakan junk food berasal dari keluarga kaya dibanding dengan orang yang makan di warung biasa. 6.Simbol Kekuasaan Melaui makan juga, seseorang atau sekelompok masyarakat dapat menunjukkan kekuasaannya terhadap orang atau sekelompok masyarakat lain. Misalnya, majikan makan makanan yang berbeda dengan makanan yang dimakan pembantunya. Di atas merupakan makanan dalam sisi budaya. Hal tersebut di atas biasanya tidak terlalu di perhatikan oleh semua orang dan lebih banyak orang yang tidak ingin memperhatikannya. Daftar Pustaka https://www.rancah.com/kuliner/91112/pengaruh-budaya-terhadap-pola-makan- masyarakat-indonesia/ https://pencerahnusantara.org/news/masalah-gizi-dalam-analisis-sosial-budaya https://hellosehat.com/nutrisi/fakta-gizi/penanganan-gizi-kurang/?amp=1 https://www.kompasiana.com/www.alhairatinfo.blogspot.com/pengetahuan-penting- makanan-di-lihat-dari-sisi-budaya_552a42fff17e61466fd624b1