Anda di halaman 1dari 4

Nama : AMELIA PUTRI

NIM : 70200121080

Hari/tanggal : Rabu, 08 Desember 2021

Pola Budaya terhadap Makanan dan Gizi


Konsumsi makanan utama merupakan bagian paling besar dalam pola hidangan di
Indonesia. Keadaan ini muncul karena adanya anggapan makanan utama merupakan
makanan terpenting jika dibanding dengan jenis makanan lainnya. Suatu hidangan dianggap
tidak akan sempurna jika tidak terdapat makanan pokok di dalamnya. Meskipun begitu,
pandangan sosial budaya menganggap makanan mempunyai arti yang lebih luas daripada
hanya sebagai sumber gizi. Hal ini terkait dengan adanya kepercayaan, posisi, prestis,
pertemanan serta kedamaian dalam kehidupan manusia.
Pola makanan adalah suatu cara seseorang maupun kelompok memanfaatkan bahan
makanan yang tersedia sebagai respon terhadap kondisi ekonomi serta sosial-budaya yang
sedang terjadi. Makanan memiliki fungsi di dalam masyarakat secara sosial-politik. Hal ini
meliputi kondisi lingkungan, kepercayaan, adat istiadat, kebiasaan, serta tingkat pendidikan
masyarakat yang ditempuh.

Masalah Budaya terhadap Makanan dan Gizi


Gizi berperan penting dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, khususnya dalam
memastikan lahirnya individu yang berkualitas. Selaras dengan butir kedua Sustainable
Development Goals (SDGs) yang disepakati oleh 153 negara anggota PBB, termasuk
Indonesia, pentingnya peningkatan status gizi masyarakat dituangkan oleh Presiden Joko
Widodo dalam Nawacita poin ke-lima.Sebagai masalah kesehatan masyarakat, menangani
masalah gizi tidak dapat hanya dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti,
kemiskinan, kurangnya persedian pangan, sanitasi yang buruk, minimnya pengetahuan gizi
dan pola asuh anak, serta perilaku buruk dalam mengonsumsi makanan di kalangan
masyarakat. Pola konsumsi makanan sendiri sangat dipengaruhi oleh budaya
setempat.Berbeda lokasi berbeda pula cara masyarakat mendefinisikan makanan dan
kecukupan gizi serta menentukan pola makan. Orang Jawa belum merasa makan sebelum
makan nasi, orang Papua terbiasa makan berat dengan makan sagu. Tidak jarang masyarakat
kita menganggap kalau belum mengonsumsi nasi belum dianggap makan.Pola pikir
masyarakat masih beranggapan bahwa kebutuhan makan adalah dengan memakan
makanan yang tinggi atau kaya karbohidrat tanpa mempertimbangkan kecukupan gizi yang
seimbang ini menunjukkan bahwa aspek sosial budaya masih mendominasi perilaku dan
kebiasaan makan yang masyarakat Indonesia.Sementara masalah gizi terjadi di banyak
tempat di berbagai daerah di Indonesia, hanya sebagian pihak yang memandangnya sebagai
fenomena sosial. Sebagian lain masih menganggap hal ini sebagai fenomena kesehatan
semata. Tidak banyak yang menyadari luasnya dimensi masalah gizi dapat meliputi masalah
lingkungan dan ketersediaan pangan, pola asuh dan pendidikan, kondisi ekonomi dan
budaya.Faktor budaya memengaruhi siapa yang mendapat asupan makanan, jenis makanan
yang didapat dan banyaknya. Sangat mungkin karena kondisi budaya dan kebiasaan ini
seseorang mendapatkan asupan makanan lebih sedikit dari yang sebenarnya ia butuhkan. Di
Indonesia, sebagian besar masyarakat menganut sistem patriarki. Dalam sistem patriarki,
garis keturunan diambil dari seorang Ayah (laki – laki), status sosial laki – laki lebih tinggi
daripada perempuan. Konsekuensinya, ayah lebih sering diutamakan memakan makanan
yang telah disajikan oleh Ibu. Sesederhana ayah lah yang paling sering mendapatkan jatah
makanan lebih dulu di meja makan. Bahkan, beberapa daerah di Indonesia mengharuskan
pemisahan antara makanan yang harus disajikan untuk Ayah dan anggota keluarga yang lain.
Kondisi budaya seperti ini turut berkontribusi pada kondisi gizi anak dan ibu hamil di dalam
keluarga karena semua sistem keluarga patriarki berhubungan erat dengan ketidaksetaraan
gender.Dari gambaran di atas, terlihat betapa kebiasaan makan tidak dapat dilepaskan dari
nilai – nilai sosial budaya masyarakat. Sementara kebiasaan makan sangat erat kaitannya
dengan upaya pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Kurangnya asupan gizi
akan meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi dan berbagai penyakit kronis yang pada
gilirannya akan mengurangi produktivitas dalam bekerja dan berkontribusi kepada
masyarakat. Memahami keterkaitan antara kebiasaan makan, pola makan, sistem keluarga
dan pengolahan makanan dapat membantu tenaga kesehatan, penyusun kebijakan dan
program kesehatan dalam memahami kondisi gizi dan kesehatan masyarakat Indonesia
secara lebih menyeluruh. Dengan demikian penyusunan strategi kebijakan dan program-
program upaya peningkatan status gizi masyarakat dapat lebih tepat guna dan sasaran.
Apabila ini tercapai, secara bertahap transformasi kesehatan lebih dari 250 juta menuju arah
yang positif akan tercapai.

Solusi terhadap Masalah Budaya terhadap Makanan dan Gizi


Pada dasarnya, penanganan kurang gizi akan berbeda-beda dari satu orang dengan orang
lainnya. Ini semua tergantung pada keparahan yang dialami, dan penyakit penyerta
(komplikasi) juga yang timbul.Ahli gizi biasanya akan memberikan rencana penanganan yang
sangat spesifik untuk tiap orangnya.Perubahan pola makan adalah intervensi atau solusi
paling utama yang diberikan oleh ahli gizi. Jika Anda kurang gizi, maka akan diminta untuk
meningkatkan jumlah makanan bergizi dalam diet Anda, atau menggunakan suplemen
tertentu.
Ada beberapa perubahan pola makan yang harus Anda perhatikan:
• Makan makanan yang lengkap mengandung kalori serta bergizi, bukan hanya tinggi
kalori saja.
• Makan sedikit-sedikit tapi sering.
• Makan snack di antara waktu makan besar.
• Minum minuman yang juga mengandung kalori.
Jika kondisi Anda memang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi secara oral
(melalui mulut), Anda mungkin akan diberikan:
• Tabung kecil sebagai saluran untuk memasukan zat gizi langsung ke sistem
pencernaan. Ini disebut juga dengan proses nasogastric tube. Tabung ini bisa
dipasang di perut atau usus.
• Infus untuk memberikan zat gizi dan cairan langsung ke pembuluh darah.
Setelah diberikan program khusus, biasanya akan dilakukan monitoring lagi untuk melihat
kemajuan berat badan dan kemampuan makannya. Pemantauan rutin dapat membantu
memastikan bahwa asupan kalori dan zat gizinya sudah tepat atau belum.
Pengaruh Budaya terhadap Makanan
Proses makan pada manusia sering kali dikaitkan dengan aspek sosial budaya. Urusan makan
pada manusia tidaklah sesedarhana memasukkan makanan ke mulut, seperti yang dilakukan
hewan dan makhluk hidup lain. Aspek sosial budaya makan adalah fungsi makanan dalam
masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan,
dan pendidikan masyarakat.
Ada beberapa kaitan makanan dengan fungsi sosial budaya.
1.Fungsi Kenikmatan
Salah satu tujuan manusia makan adalah untuk memperoleh kenikmatan. Kesukaan akan
makanan bereda dari satu bangsa dengan bangsa lain dan dari satu daerah/suku dengan
daerah/suku lain. Misalnya, makanan di Negara tropis biasanya lebih berbumbu dibanding
dengan negara yang memiliki empat musim. Secara umum makanan yang disukai adalah
makanan yang memenuhi selera atau cita rasa, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa, suhu,
dan tekstur.
2.Makanan untuk Menyatakan Jati Diri
Makanan sering dianggap sebagai bagian penting untuk menyatakan jati diri seseorang atau
sekelompok orang. Misalnya di Cina, teh dianggap sebagai minuman untuk menyambut
tamu yang datang kerumah mereka. Dan mereka malu jika minuman tersebut tidak dapat
dihidangkan kepada tamu.
3.Fungsi Religi dan Magis
Banyak simbol religi dan magis yang dikaitkan pada makanan. Dalam agama islam, kambing
sering dikaitkan dengan acara – acara penting dalam kehidupan. Di antaranya, kambing
untuk akikah bayi baru lahir, sebagai hewan kurban, dan sebagainya. Dalam agama katolik,
anggur diibaratkan sebagai darah Kristus, sementara roti adalah tubuhnya.
4.Fungsi Komunikasi
Makanan merupakan media penting bagi manusia dalam berhubungan dengan manusia
lainnya. Di dalam keluarga, kehangatan hubungan antaranggota terjadi pada waktu makan
bersama.
5.Fungsi Status Ekonomi
Saat ini orang yang biasanya memakan junk food berasal dari keluarga kaya dibanding
dengan orang yang makan di warung biasa.
6.Simbol Kekuasaan
Melaui makan juga, seseorang atau sekelompok masyarakat dapat menunjukkan
kekuasaannya terhadap orang atau sekelompok masyarakat lain. Misalnya, majikan makan
makanan yang berbeda dengan makanan yang dimakan pembantunya.
Di atas merupakan makanan dalam sisi budaya. Hal tersebut di atas biasanya tidak terlalu di
perhatikan oleh semua orang dan lebih banyak orang yang tidak ingin memperhatikannya.
Daftar Pustaka
https://www.rancah.com/kuliner/91112/pengaruh-budaya-terhadap-pola-makan-
masyarakat-indonesia/
https://pencerahnusantara.org/news/masalah-gizi-dalam-analisis-sosial-budaya
https://hellosehat.com/nutrisi/fakta-gizi/penanganan-gizi-kurang/?amp=1
https://www.kompasiana.com/www.alhairatinfo.blogspot.com/pengetahuan-penting-
makanan-di-lihat-dari-sisi-budaya_552a42fff17e61466fd624b1

Anda mungkin juga menyukai