Antropolgi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya,
perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Dalam bahasa Yunani, Antrhos berarti
manusia dan logos berarti cerita atau kata. Dan objek utama dari antropologi adalah
manusia di dalam masyarakat atau suku bangsa, kebudayaan dan perilakunya. Sehingga
dapat diketahui bahwa tujuan Ilmu Antropologi adalah mempelajari manusia dalam
bermasayarakat, berperilaku, dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat tu
sendiri. Sedangkan ilmu gizi merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan
makanan dan minuman terhadap kesehatan manusia atau masayarakat agar tidak
mengalami gangguan gizi.
Maka dapat diketahui bahwa antara gizi masayarakat dengan antropolgi memiliki
hubungan, di mana dalam gizi masyarakat ada substansi Antropologi yang dapat
memengaruhi kondisi gizi pada masyarakat. Antropologi gizi masyarakat merupakan
suatu ilmu yang yang mempelajari budaya, perilaku, serta keanekaragaman masyarakat
dalam menngonsumsi makanan untuk memenuhi kecukupan gizi masyarakat tersebut.
Apa saja yang memengaruhi gizi masyarakat (di daerah masing-masing)
Menurut HL. Blum, ada empat faktor yang memengaruhi gizi masyarakat, yaitu
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, serta faktor keturunan. Pada faktor keturunan
kondisinya sudah berbeda karena merupakan bawaan lahir. Sedangkan ketiga faktor
lainnya yaitu lingkungan, perilaku serta pelayanan kesehatan.
Faktor yang memengaruhi gizi masyarakat yaitu, pertama makanan dan penyakit, secara
langsung kedua hal tersebut menyebabkan masalah gizi masyarakat. Karena kesehatan
seseorang dapat dilihat dari apa yanh dikonsumsi. Kedua, tingkat pengetahuan, seseorang
yang memiliki pengetahuan yang kurang mengenai gizi akan menyebabkan pola hidup
atau pola makan yang kurang baik. Ketiga, tingkat ekonomi, sering kali masyarakat
beranggapan bahwa hidup sehat itu mahal, tetapi kenyataannya tidak. Karena bahan
pangan yang mahal harganya dapat disubtitusi dengan bahan pangan lain yang harganya
terjangkau dan memiliki nilai gizi yang sebanding dengan bahan pangan yang mahal.
Keempat, pola asuh, pola makan seorang anak akan tergantung bagaimana seorang ibu
mengajarkan tentang makanan kepada anaknya, karena masih ada orang tua yang kurang
memperhatikan makanan yang dimakan oleh anaknya. Dan yang terakhir adalah
pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan yang kurang memadai dapat menyebabkan
masyarakat kesulitan mengaksesnya. Jika di daerah saya yang paling memengaruhi
adalah pola asuh anak. Karena saya sering melihat seorang ibu hanya memberikan nasi,
lauk, dan kuah sayur saja, tidak ada sayurnya kalau ada itupun hanya sedikit. Dan masih
ada orang tua yang tidak memperhatikan jajanan yang dibeli oleh anaknya. Ketika di
warung saya suka memperhatikan orang tua yang memperbolehkan anaknya (balita)
membeli minuman berasa dan makanan yang mengandung MSG (Monosodium
Glutamat) padahal minuman dan makanan tersebut memiliki nilai gizi rendah.
Pentingnya antropologi dalam mempelajari gizi masyarakat
Dewasa ini semakin banyak maslah gizi yang dihadapi oleh negara ini, seperti gizi buruk,
stunting, kelaparan, hingga ketersediaan pangan yang tidak memadai. Hal ini tak hanya
terjadi di desa yang sulit terjangkau oleh pemerintah namun juga terjadi di kota-kota.
Atas adanya masalah di atas Ilmu Antropologi Gizi menjadi sebuah jembatan dalam
memeahkan masalah di atas dengan mempelajari hal-hal yang menjadi penyebab masalah
dalam gizi masyarakat.
Dalam hal budaya konsumsi yang terjadi pada masyarakat pada saat ini, terdapat
beberapa hal menarik yang perlu untuk di cermati. Contohnya, timbulnya suatu trend
dalam masyarakat yang mengatakan " Kalau tidak makan nasi bukan makan namanya ".
Padahal makanan lainnya seperti singkong, sagu, kacang-kacangan dan lain-lain, bisa di
jadikan sebagai sumber makanan utama karena mengandung karbohidrat yang sangat
baik untuk tubuh.
Selain ekonomi, pendidikan menjadi suatu masalah utama dalam pemenuhan gizi
masyarakat. Seperti rendahnya pengetahuan pada masyarakat desa tentang apa-apa saja
makanan yang perlu di konsumsi dalam pemenuhan gizi mereka. Sehingga prinsip makan
" asal kenyang " tapi tidak memenuhi kebutuhan gizi selalu menjadi kebiasaan
masyarakat di desa.
Tingkat kesibukan kerja yang begitu padat juga mempengaruhi kebudayaan makan
masyarakat perkotaan. Dalam hal ini menimbulkan budaya waktu makan tak menentu dan
meningkatnya kebiasaan makan di pinggir jalan. Padahal belum tentu makanan-makanan
tersebut baik bagi tubuh. Makanan berpengawet sepertinya sudah menjadi makanan
sehari-hari masyarakat perkotaan saat ini.
Budaya konsumsi antara masyarakat kota dengan masyarakat desa tidaklah sama.
Masyarakat yang tinggal di desa sangat terbatas mengenai bahan pangan. Terlebih lagi
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, mereka hanya memanfaatkan bahan pangan
yang tersedia di sekitar daerah tempat tinggalnya. Sulitnya akses ke daerah terpencil juga
memperparah keterbatasan bahan pangan. Kebudayaan masyarakat yang menganggap
‘makan asalkan kenyang’ tanpa memperhatikan nilai gizi, merupakan hal yang salah.
Sedangakan kebudayaan konsumsi masyarakat kota yang memengaruhi gizi masyarakat
adalah seperti, sekarang ini telah menjamur tempat-tempat makan yang menyediakan
berbagai jenis makanan yang dikemas secara menarik. Dan pada zaman millennial ini
seseorang akan lebih tertarik dengan makana yang enak rasanya dan memiliki tampilan
yang unik dan menarik atau instagramable. Budaya konsumsi masyarakat yang selalu
mengikuti perkembangan zaman harus diimbangi dengan pengetahuan mengebai gizi
pada makanan yang akan dikonsumsi.
Pada keempat rumusan masalah di atas yang telah dibahas, didapatkan keterkaitan antar
keempatnya. Hubungan antara Antropologi dengan Gizi Masyarakat menjadi dasarnya, di
mana Antropologi gizi masyarakat merupakan suatu ilmu yang yang mempelajari
budaya, perilaku, serta keanekaragaman masyarakat dalam menngonsumsi makanan
untuk memenuhi kecukupan gizi masyarakat tersebut. Dalam memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku, serta layanan
kesehatan yang tiga diantaranya (lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan)
merupakan faktor yang memengaruhi pola hidup masyarakat tersebut, seperti adanya
masyarakat yang tinggal di lingkungan yang kurang bersih, dan menyebabkan
perilakunya tidak higienis terhadap pangan yang dikonsumsinya, dan hal tersebut dapat
di dasarkan pada kurangnya atau bahkan ketidak tahuan akan ilmu yang seharusnya
disampaikan melalui pelayanan kesehatan. Adanya 4 faktor tersebut dapat memengaruhi
budaya konsumsi masyarakat baik dari desa atau kota, di mana trend “Kalau tidak makan
nasi bukan makan namanya” sudah menjadi sugesti yang sangat kuat bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia, kuurangnya pemahaman dan kesadaran akan gizi juga menjadi
budaya yang menimbulkan dampak bagi gizi masyarakat, selain itu aktivitas yang padat
membuat masyarakat tidak terlalu memedulikan kehigienisan pangan yang dikonsumsi,
sehingga ketiga hal tadi dapat menjadi masalah bagi gizi di Indonesia. Maka dari itu
Antropologi Gizi Masyarakat menjadi penting untuk mengetahui penyebab-penyebab
masalah gizi masyarakat yang nantinya akan dilanjutkan dengan adanya solusi sebagai
pemecahan masalah gizi masyarakat.
2. Menelaah apakah ada di lingkungan sekitarmu yang terkait masalah gizi namun
hanya kamu yang menyadari
Menurut pandangan saya, di lingkungan sekitar saya, saya merasa kecukupan gizi sudah
terpenuhi di lingkungan saya, hal ini dapat dilihat dari tidak adanya kondisi gizi yang
salah pada lingkungan saya, serta penanganan yang sudah cukup baik seperti anak yang
autis tidak boleh diberikan tepung guna menahannya agar tidak hiperaktif, serta orang
yang harus cuci darah hingga setiap hari mengerti bagaimana harus menjaga pola makan
sehingga tubuhnya tetap sehat, serta masyarakat lain di lingkungan saya yang menurut
saya sehat dan tidak mengalami masalah gizi apapun, sehingga dapat saya katakan saya
tidak melihat adanya masalah gizi pada lingkungan saya.