Anda di halaman 1dari 5

SARAH APRILIA NINGRUM (J1A120359)

 Kaitan antara antropologi dengan gizi masyarakat

Sebelum mambahas mengenai keterkaitan antara antropologi dengan gizi masyarakat


terlebih dahulu kita dapat memahami apa itu antropologi, gizi, dan gizi masyarakat.
Antropologi adalah cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat
suatu etnis tertentu dari segi keanekaragaman fisik dan kebudayaan yang dihasilkan,
sehingga setiap manusia itu berbeda-beda.dan gizi adalah substansi organik yang
dibutuhkan organisme atau makhluk hidup untuk fungsi normal dari sistem tubuh,
pertumbuhan, dan pemeliharaan kesehatan. Sedangkan gizi masyarakat adalah gizi yang
berkaitan dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat. Dari beberapa definisi di
atas dapat diketahui bahwa kaitan antara antropologi dengan gizi masyarakat adalah
dengan mempelajari antropologi dapat diketahui mengenai budaya-budaya masyarakat
kususnya budaya dalam mengonsumsi makanan. Dengan mengetahui budaya makan
seorang ahli gizi dapat menentuka intervensi gizi apa yang dapat diberikan. Masalah gizi
pada masyarakat disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor ekonomi, faktor sosisal dan
budaya, tingkat pendidikan, pendapatan, dan pelayanan kesehatan yang kurang memadai.
Maka dari itu dengan adanya antropologi kita dapat mempelajari budaya masyarakat atau
keanekaragaman fisik yang berkaitan dengan makanan atau gizi.

Antropolgi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya,
perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Dalam bahasa Yunani, Antrhos berarti
manusia dan logos berarti cerita atau kata. Dan objek utama dari antropologi adalah
manusia di dalam masyarakat atau suku bangsa, kebudayaan dan perilakunya. Sehingga
dapat diketahui bahwa tujuan Ilmu Antropologi adalah mempelajari manusia dalam
bermasayarakat, berperilaku, dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat tu
sendiri. Sedangkan ilmu gizi merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan
makanan dan minuman terhadap kesehatan manusia atau masayarakat agar tidak
mengalami gangguan gizi.
Maka dapat diketahui bahwa antara gizi masayarakat dengan antropolgi memiliki
hubungan, di mana dalam gizi masyarakat ada substansi Antropologi yang dapat
memengaruhi kondisi gizi pada masyarakat. Antropologi gizi masyarakat merupakan
suatu ilmu yang yang mempelajari budaya, perilaku, serta keanekaragaman masyarakat
dalam menngonsumsi makanan untuk memenuhi kecukupan gizi masyarakat tersebut.
 Apa saja yang memengaruhi gizi masyarakat (di daerah masing-masing)

Menurut HL. Blum, ada empat faktor yang memengaruhi gizi masyarakat, yaitu
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, serta faktor keturunan. Pada faktor keturunan
kondisinya sudah berbeda karena merupakan bawaan lahir. Sedangkan ketiga faktor
lainnya yaitu lingkungan, perilaku serta pelayanan kesehatan.

Lingkungan merupakan faktor yang dapat memengaruhi bagaiaman pola hidup


masyarakat tersebut, apakah bersih atau kotor akan tergantung pada lingkungan
sekitarnya. Yang kedua adalah perilaku yang menjadi sebuah dasar bagaimana
masyarakat tersebut dapat terjauhi dari penyakit. Yeng ketiga adalah pelayanan
masyarakat yang dapat menjamin apakah masyarakat dapat tetap hidup sehat, dengan
adanya pelayanan kesehatan masyarakat akan menadapat penyuluhan bagaimana dapat
memebangun sebuah lingungan yang bersih dan jauh dari penyakit, serta dengan adanya
penyuluhan masyarakat dapat mengetahui bagaimana berperilaku yang sehat agara dapat
tetap hidup sehat dan bersih. Ketiga faktor tadi akan membentuk suatu korelasi. Misalnya
di sebuah desa yang bernama desa A memiliki lingkungan yang kotor, hal ini terjadi
karena perilaku masyarakatnya yang tidak memikirkan pentingnya kebersihan terutama
pada kebersihan makanan, perilaku tersebut dapat terjadi karena ketidaktahuan
masyarakat akan pentingnya kebersihan serta kehigienisan pangan yang mereka
konsumsi.

Faktor yang memengaruhi gizi masyarakat yaitu, pertama makanan dan penyakit, secara
langsung kedua hal tersebut menyebabkan masalah gizi masyarakat. Karena kesehatan
seseorang dapat dilihat dari apa yanh dikonsumsi. Kedua, tingkat pengetahuan, seseorang
yang memiliki pengetahuan yang kurang mengenai gizi akan menyebabkan pola hidup
atau pola makan yang kurang baik. Ketiga, tingkat ekonomi, sering kali masyarakat
beranggapan bahwa hidup sehat itu mahal, tetapi kenyataannya tidak. Karena bahan
pangan yang mahal harganya dapat disubtitusi dengan bahan pangan lain yang harganya
terjangkau dan memiliki nilai gizi yang sebanding dengan bahan pangan yang mahal.
Keempat, pola asuh, pola makan seorang anak akan tergantung bagaimana seorang ibu
mengajarkan tentang makanan kepada anaknya, karena masih ada orang tua yang kurang
memperhatikan makanan yang dimakan oleh anaknya. Dan yang terakhir adalah
pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan yang kurang memadai dapat menyebabkan
masyarakat kesulitan mengaksesnya. Jika di daerah saya yang paling memengaruhi
adalah pola asuh anak. Karena saya sering melihat seorang ibu hanya memberikan nasi,
lauk, dan kuah sayur saja, tidak ada sayurnya kalau ada itupun hanya sedikit. Dan masih
ada orang tua yang tidak memperhatikan jajanan yang dibeli oleh anaknya. Ketika di
warung saya suka memperhatikan orang tua yang memperbolehkan anaknya (balita)
membeli minuman berasa dan makanan yang mengandung MSG (Monosodium
Glutamat) padahal minuman dan makanan tersebut memiliki nilai gizi rendah.
 Pentingnya antropologi dalam mempelajari gizi masyarakat

Dewasa ini semakin banyak maslah gizi yang dihadapi oleh negara ini, seperti gizi buruk,
stunting, kelaparan, hingga ketersediaan pangan yang tidak memadai. Hal ini tak hanya
terjadi di desa yang sulit terjangkau oleh pemerintah namun juga terjadi di kota-kota.
Atas adanya masalah di atas Ilmu Antropologi Gizi menjadi sebuah jembatan dalam
memeahkan masalah di atas dengan mempelajari hal-hal yang menjadi penyebab masalah
dalam gizi masyarakat.

antropologi mempelajari tentang manusia, maka hal tersebut diperlukan dalam


mempelajari gizi masyarakat. Karena dengan mengetahui tentang budaya, perilaku, dan
keanekaragaman fisik manusia dapat membantu mengatasi masalah gizi masyarakt.
Dengan begitu akan mempermudah memberikan intervensi gizi yang tepat. Sehingga
permasalahan gizi masyarakat dapat tertangani.

 Kebudayaan konsumsi yang memengaruhi gizi masyarakat “kota dan desa”

Dalam hal budaya konsumsi yang terjadi pada masyarakat pada saat ini, terdapat
beberapa hal menarik yang perlu untuk di cermati. Contohnya, timbulnya suatu trend
dalam masyarakat yang mengatakan " Kalau tidak makan nasi bukan makan namanya ".
Padahal makanan lainnya seperti singkong, sagu, kacang-kacangan dan lain-lain, bisa di
jadikan sebagai sumber makanan utama karena mengandung karbohidrat yang sangat
baik untuk tubuh.

 Selain ekonomi, pendidikan menjadi suatu masalah utama dalam pemenuhan gizi
masyarakat. Seperti rendahnya pengetahuan pada masyarakat desa tentang apa-apa saja
makanan yang perlu di konsumsi dalam pemenuhan gizi mereka. Sehingga prinsip makan
" asal kenyang " tapi tidak memenuhi kebutuhan gizi selalu menjadi kebiasaan
masyarakat di desa. 

Tingkat kesibukan kerja yang begitu padat juga mempengaruhi kebudayaan makan
masyarakat perkotaan. Dalam hal ini menimbulkan budaya waktu makan tak menentu dan
meningkatnya kebiasaan makan di pinggir jalan. Padahal belum tentu makanan-makanan
tersebut baik bagi tubuh. Makanan berpengawet sepertinya sudah menjadi makanan
sehari-hari masyarakat perkotaan saat ini.

Budaya konsumsi antara masyarakat kota dengan masyarakat desa tidaklah sama.
Masyarakat yang tinggal di desa sangat terbatas mengenai bahan pangan. Terlebih lagi
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, mereka hanya memanfaatkan bahan pangan
yang tersedia di sekitar daerah tempat tinggalnya. Sulitnya akses ke daerah terpencil juga
memperparah keterbatasan bahan pangan. Kebudayaan masyarakat yang menganggap
‘makan asalkan kenyang’ tanpa memperhatikan nilai gizi, merupakan hal yang salah.
Sedangakan kebudayaan konsumsi masyarakat kota yang memengaruhi gizi masyarakat
adalah seperti, sekarang ini telah menjamur tempat-tempat makan yang menyediakan
berbagai jenis makanan yang dikemas secara menarik. Dan pada zaman millennial ini
seseorang akan lebih tertarik dengan makana yang enak rasanya dan memiliki tampilan
yang unik dan menarik atau instagramable. Budaya konsumsi masyarakat yang selalu
mengikuti perkembangan zaman harus diimbangi dengan pengetahuan mengebai gizi
pada makanan yang akan dikonsumsi.

1. Keterkaitan antara empat rumusan masalah di atas

Pada keempat rumusan masalah di atas yang telah dibahas, didapatkan keterkaitan antar
keempatnya. Hubungan antara Antropologi dengan Gizi Masyarakat menjadi dasarnya, di
mana Antropologi gizi masyarakat merupakan suatu ilmu yang yang mempelajari
budaya, perilaku, serta keanekaragaman masyarakat dalam menngonsumsi makanan
untuk memenuhi kecukupan gizi masyarakat tersebut. Dalam memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku, serta layanan
kesehatan yang tiga diantaranya (lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan)
merupakan faktor yang memengaruhi pola hidup masyarakat tersebut, seperti adanya
masyarakat yang tinggal di lingkungan yang kurang bersih, dan menyebabkan
perilakunya tidak higienis terhadap pangan yang dikonsumsinya, dan hal tersebut dapat
di dasarkan pada kurangnya atau bahkan ketidak tahuan akan ilmu yang seharusnya
disampaikan melalui pelayanan kesehatan. Adanya 4 faktor tersebut dapat memengaruhi
budaya konsumsi masyarakat baik dari desa atau kota, di mana trend “Kalau tidak makan
nasi bukan makan namanya” sudah menjadi sugesti yang sangat kuat bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia, kuurangnya pemahaman dan kesadaran akan gizi juga menjadi
budaya yang menimbulkan dampak bagi gizi masyarakat, selain itu aktivitas yang padat
membuat masyarakat tidak terlalu memedulikan kehigienisan pangan yang dikonsumsi,
sehingga ketiga hal tadi dapat menjadi masalah bagi gizi di Indonesia. Maka dari itu
Antropologi Gizi Masyarakat menjadi penting untuk mengetahui penyebab-penyebab
masalah gizi masyarakat yang nantinya akan dilanjutkan dengan adanya solusi sebagai
pemecahan masalah gizi masyarakat.

2. Menelaah apakah ada di lingkungan sekitarmu yang terkait masalah gizi namun
hanya kamu yang menyadari
Menurut pandangan saya, di lingkungan sekitar saya, saya merasa kecukupan gizi sudah
terpenuhi di lingkungan saya, hal ini dapat dilihat dari tidak adanya kondisi gizi yang
salah pada lingkungan saya, serta penanganan yang sudah cukup baik seperti anak yang
autis tidak boleh diberikan tepung guna menahannya agar tidak hiperaktif, serta orang
yang harus cuci darah hingga setiap hari mengerti bagaimana harus menjaga pola makan
sehingga tubuhnya tetap sehat, serta masyarakat lain di lingkungan saya yang menurut
saya sehat dan tidak mengalami masalah gizi apapun, sehingga dapat saya katakan saya
tidak melihat adanya masalah gizi pada lingkungan saya.

3. Pentingnya hubungan antropologi mempelajari gizi masyarakat


Dalam Ilmu Antropologi mempelajarai tentang tentang manusia baik dari segi budaya,
perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Sedangkan pada Ilmu Gizi masyarakat
mempelajari tentang hubungan makanan dan minuman terhadap kesehatan manusia atau
masayarakat agar tidak mengalami gangguan gizi. Sehinga dapat diketahui bahwa
Antropologi merupakan hal yang penting dalam mempelajari gizi masyarakat, karena
yang menjadi objek dalam gizi masyarakat adalah masyarakat itu sendiri yang memiliki
budaya, perilaku, serta keanekaragaman tersendiri yang terdapat dalam ilmu antropologi
untuk memenuhi kecukupan gizinya.

4. Critical thinking mengenai kebudayaan konsumsi


Dari kebudayaan konsumsi dapat terlihat bahwa banyak sekali hal yang memengaruhi
kebudayaan msyarakat dalam mengonsumsi pangannya, seperti adanya sugesti, faktor
ekonomi, pendidikan, hingga aktivitas yang padat membuat berbagai macam kebudayaan
konsumsi, seperti yang sudah dijelaskan adanya trend “Kalau tidak makan nasi bukan
makan namanya” yang menurut saya hanya sugesti yang menyebar luas dimasyarakat
Indonesia, terutama di pulau Jawa ini, yang pada dasarnya tanah di pulau jawa lebih
cocok jika ditanami umbi-umbian yang dapat menjadi pengganti nasi. Namun kembali
lagi pada sugesti yang mengatakan jika belum mekana nasi bukan makan namanya.
Kemudian ada faktor ekonomi dan pendidikan yang sangat erat kaitannya, ketika orang
dengan ekonomi yang kurang sangat wajar jika pendidikan akan kebutuhan gizinya
kurang, hingga berlanjut pada keputusan “asal kenyang” dengan tidak
mempertimbangkan maslah gizinya sama sekali karena ketidak cukupan biaya serta
minimnya pemahaman untuk mengonsumsi pangan dengan gizi yang seimbang.
Kemudian aktivitas yang padat juga memungkinkan masyarakat untuk memiliki budaya
makan yang tidak baik, seperti karena terburu-terburu dikarenakan aktivias yang padat
sehingga makan dengan sembarangan tanpa memerhatikan kehigienisan makanan
tersebut atau kecukupan gizi dari makanan

Anda mungkin juga menyukai