Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nurul Istiqamah

Nim : 70200121036

Kelas : KSM B

SOSIOLOGI DAN ANTROPOLIGI GIZI

Judul: Kaitan Sosioantropologi dan Gizi Kesehatan

Latar Belakang:

Dalam kehidupan berbudaya pastinya memiliki perbedaan dan persamaan di setiap


suku bangsa.dari sekian banyak unsur-unsur yang hidup dalam masyarakat, salah satu
kebutuhan yang harus terpenuhi untuk melangsungkan kehidupan adalah makan dan minum. .
Hal ini berkaitan dengan kepercayaan, status, gender, dan ketentraman dari masyarakat itu.
Kebiasaan suatu individu atau kelompok terhadap makanan sangat berpengaruh bagi status
gizi masyarakat tersebut. Para ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu
kompleks kegiatan masak-memasak, masalah kesukaran dan ketidaksukaran, kearifan rakyat,
kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan takhayul-takhayul yang berkaitan
dengan produksi, persiapan, dan konsumsi. Karena kebudayaan dan gizi ini sangat
berpengaruh pasti ada dampak yang di temukan dari hal tersebut, bisa kita ambil contoh
kebiasaan makan di suatu daerah ada kalangan dari individu yang tidak diperbolehkan
memakan makanan tertentu karena dianggap tabu dan tidak sesuai dengan yang diajarkan
yang terdahulu, padahal gizi yang terkandung dalam makanan tersebut sangat bermanfaat
bagi tubuhnya. Dengan adanya kekurangan-kekurangan tersebut maka tentunya kita juga
dapat menegtahui solusi atau cara mengatasinya.

i. Pola Budaya Terhadap Makanan


Makanan atau kebiasaan makan merupakan suatu produk budaya yang
berhubungan dengan sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola (sistim sosial)
dalam suatu komunitas tertentu. Pengaruh budaya terhadap pangan atau makanan
sangat tergantung pada sistem sosial kemasyarakatan dan merupakan Hak Asasi yang
paling mendasar.
Ada beberapa pengaruh budaya terhadap makanan misalnya adanya berbagai
jenis makanan dari setiap komunitas masyarakat, perbedaan yang paling sering kita
jumpai adalah bahan dasar maupun cara pengolahan dari makanan tersebut.
Contohnya: makanan pokok yang ada di daerah Jawa adalah kedelai, sedangkan orang
dari Ambon lebih banyak memakan bahan makanan dari jagung, begitupun di
wilayah-wilayah lainnya. Perberdaan lain diantaranya adanya hidangan yang hanya
ada di acara-acara tertentu dalam suatu daerah, contoh di makassar saat dilakukan
Maulid Nabi biasanya ada beras ketan kemudian ditancapkan telu diatasnya sebagai
hiasan, hal ini berbeda dengan wiayah lainnya.
Pola budaya ini tentu saja akan sangat berpengaruh bagi perbedaan gizi dalam
suatu komunitas masyarakat, hal demikian dapat terjadi karena perbedaan gizi yang
diperoleh karena perbedaan sumber daya di setiap daerah. Tapi hal ini juga kembali
pada kebiasaan masyarakat sekitar yang sudah terbiasa dengan makanan-makanan
tersebut.

ii. Sistem Budaya Terhadap Makanan


Peranan dan nilai terhadap makanan dapat berbeda-beda tergantung dari
sistem budayanya. Misalnya saja ada makanan yang dianggap tabu atau bersifat
pantangan terhadap suatu budaya, karena dianggap sakral atau sistem budaya di
dalamnya. Disamping itu ada beberapa jenis makanan tertentu yan dinilai dari segi
ekonomi maupun sosial makanan ini tidak boleh dikonsumsi atau hanya untuk
dipamerkan saja.
Anggapan lain yang muncul yaitu seperti dalam mengkonsumsi hidangan
makanan dalam keluarga, biasanya sang ayah atau orang yang dituakan diprioritaskan
untuk mengambil makanan terlebih dahulu. Biasanya sang ayah sebagai kepala
keluarga dipersilahkan untuk mengambil makanan terlebih dahulu yang tentu saja
nilai cita rasa an gizi yang didapatkannya kebih banyak. Sedangkan anak atau anggota
keluarga lainnya hanya memakan makanan yang bisa dikatakan sisa dari sang ayah
yang tentu saja makanan ini selain cita rasanya sudah kurang enak dan nilai gizinya
juga sudah rendah. Hal ini tentu saja akan mengurangi gizi yang didapatkan oleh ibu
dan anak-anak yang seharusnya mendapatkan gizi lebih karena semasa proses
pertumbuhan.
Hal yang sering kita temui juga yaitu sistem budaya yang ada pada perkotaan
yang mempunyai gaya hidup yang sibuk karena alasan pekerjaan. Contohnya saja
seorang ibu yang harus bekerja dan meninggalkan anaknya yang masih bayi dan
hanya di beri susu formula, padahal yang kita ketahui bayi sangat membutuhkan air
susu ibu sebagai sumber gizi atau nutrisi yang baik. Dalam hal makanan orang
perkotaan pun sering mengkonsumsi makanan yang berasal dari luar negri dengan
alasan gengsi semata. Hanya orang-orang yang mempunyai tingkat ekoomi tinggi
yamg dapat menikmati makanan tersebut yang bisa dibilang nilai gizinya lebih
banyak daripada makanan lokal yang hanya dikonsumsi masyarakat di pedesaan.
tentu saja status gizi masyarakat perkotaan dan pedesaan lagi-lagi berbeda karena
makanan yang berasal dari luar negri biasanya lebih kaya akan nutrisi dan gizi, serta
lebih praktis.
iii. Masalah Budaya dan Makanan Terhadap Gizi

Kalangan masyarakat yang rentan terhadap dampak dari sistem sosial atau
budaya berasal dari golongan individu-individu yang rawan akan gizi seperti ibu
hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-anak balita serta orang usia lanjut. Masalah gizi
bukan hanya tentang kekurangan gizi saja, tetapi lebih luas dari itu gizi salah dapat
didefinisikan sebagai keadaan sakit atau penyakit yang disebabkan oleh kekurangan
relative atau mutlak dan kelebihan satu atau lebi zat-zat makanan esensial yang
berguna dalam tubuh manusia.
Gizi dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu gizi kurang, kondisi ini
sebagai akibat dari mengkonsumsi makanan yang tidak memadai jumlahnya pada
kurun waktu yang cukup lama. Kedua yaitu gizi lebih, keadaan ini diakibatkan oleh
konsumsi makanan yang berlebihan untuk jangka waktu yang cukup lama, akibat dari
kelebihan gizi ini biasanya obesitas atau kegemukan. Selanjutnya kurang gizi spesifik,
disebabkan oleh kekurangan relative atau mutlak pada zat-zat makanan tertentu. Dan
yang terakhir adalah gizi tak seimbang atau merupakan akibat dari tidak seimbangnya
jumlah antara zat-zat makanan esensial dengan atau tanpa kekurangan zat makanan
tertentu.

Dari masing-masing masalah gizi diatas tentunya mempunyai dampak, itulah


perlunya kita selalu menjaga keseimbangan gizi yang ada pada tubuh agar tubuh etap
sehat. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar gizi pada masyarakat tetap seimbang
adalah dengan melakukan penyuluhan gizi atau memberdayakan masyarakat dengan
cermat.

iv. Alternatif Mengatasi Masalah Budaya dan Makanan


Seperti yang sudah kita ketahui bahwa budaya dan makanan dapat
menyebabkan masalah gizi yang tentunya berdampak pada kesehatan tubuh manusia
sehingga kita perlu secara cermat untuk bagaimana dapat memberdayakan masyarakat
lokal dengan kearifan dan kecerdasan lokal, disamping itu juga terus melakukan
penyuluhan gizi sebagai alternatif mengatasi masalah budaya danmakanan terhadap
gizi.
Ada beberapa langkah-langkah yang bisa ditempuh dalam upaya mengatasi
masalah budaya dan makanan, dalam upaya perbaikan struktur sosial masyarakat
tentang pandangan mereka terhadap bahan makanan yang walaupun lokal tetapi kaya
akan nutrisi, seperti:
 Perbaikan gizi keluarga. Hal ini bisa dilakukan untuk memberbaiki gizi
mulai dari orang terdekat kita dahulu yaitu keluarga, misal budaya di
Timor yaitu lomba menghidangkan makanan non beras.
 Perbaikan budaya masyarakat dengan pengaruh utama gender terutama
di tingkat keluarga.
 Memperluas areal pertanian dengan menanam berbagai komoditi yang
mempunyai nilai gizi tinggi
 Pemberian makanan tambahan yang bernilai gizi bagi anak-anak
 Penyuluhan gizi terpadu
 Melakukan pengkajian atau penelitian tentang pengaruh budaya
terhadap makanan dan status gizi.
Daftar Pustaka

Ibrahin dkk (2020). Hubungan Sosial Budaya Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
Usia 24-59 Bulan Di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun 2020.
Public Health Nutrition Journal. Vol. 1, No. 1

Sartianegara dkk. (2021). Cultural traditional and special rituals related to the health
in Bugis Ethnics Indonesia. Gaceta Sanitaria

La Banudi & Imanuddin. (2017). SOSIOLOGI DAN ANTROPOLGI GIZI. Ponogoro:


Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES)

Anda mungkin juga menyukai